Anda di halaman 1dari 8

ETIKA KEHIDUPAN DALAM KEBERAGAMAN AGAMA​1

A. PENDAHULUAN
Banyak hal dalam kehidupan ini terasa aneh, ketika melihat orang lain berbeda dari diri kita.
Umat Kristen makan daging babi, umat lain tidak mengkonsumsinya. Umat Kahtolik memelihara
tradisi puasa, umat Protestan nampaknya tidak memeliharanya. Patung Yesus tidak melekat
pada salib umat Protestan, sebaliknya pada umat Khatolik. Dan jutaan perbedaan lain dalam
kehidupan antara umat beragama. Begitu juga terjadi dalam tradisi antar suku dan bangsa.
Perbedaan itu bertambah banyak, kala manusia sebagai pribadi bersikap terhadap
kehidupannya.
Di bawah ini, kita akan melihat bagaimana TUHAN menurut Alkitab melihat
perbedaan-perbedaan tersebut. Mulai dari penciptaan, masa Yesus dan Gereja mula-mula yang
diwakili oleh surat-surat paulus.
B. LAHIRNYA HUKUM
Alkitab mencatat kearifan pertama sekali dalam kisah penciptaan, saat TUHAN menciptakan
alam semesta (Kejadian 1 dan 2). DIA juga menciptakan yang disebut Alkitab sebagai “… pohon
kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon ​pengetahuan tentang yang baik dan yang
jahat​.” (kejadian 2:9) Artinya, hal baik dan jahat sudah tercipta sejak awal dan TUHAN yang
menciptakannya. Tersusun sedemikian rupa dan hidup bersama bagai nada-nada yang menjadi
irama yang indah, lalu jaman menyebutnya sebagai harmoni.
Setelah semua itu tercipta, TUHAN memberi mandat kepada manusia menjadi “​Penguasa​”
bukan menjadi budak atas ciptaan lain dan atau ciptaan manusia itu sendiri. Manusia sebagai
penguasa menerima perintah dari TUHAN, yaitu: ​mengusahakan dan ​memelihara dunia dan
segenap isinya (Kejadian 2:15). Manusia mengusahakan yang dimaksud adalah mencakup proses
eksploitasi dan menguntungkan manusia itu sendiri. Selain mengusahakan, manusia menerima
perintah memelihara, yaitu bertanggungjawab atas kelestarian atau kesinambungan seluruh
ciptaan berikut potensinya.
Perintah TUHAN lainnya yang harus ditaati oleh manusia adalah, ​tidak memakan buah
pengetahuan yang baik dan yang jahat. Pelanggaran terhadap perintah itu adalah mati
(Kejadian 2:17). Ketika pelanggaran itu terjadi ( Kejadian 3), terjadilah kematian. Tetapi dalam
kisah Alkitab menjelaskan, bahwa manusia yang melanggar perintah TUHAN itu tidak ​mati​. Arti
kematian yang dimaksud ternyata bukan serta merta mati secara fisik. Tetapi, kematian akan
pengetahuan yang baik jahat. Manusia jatuh ke dalam kebingungan: mereka menjadi malu atau
mungkin bingung ketika saling berhadapan dalam kondisi telanjang.
Kematian tentang baik dan jahat itu pun berlangsung sampai sekarang, beberapa contohnya:
1. Kaum Kristen yang nyinyir melihat cara saudara-saudara kaum Islam berpakaian tertutup,
misalnya. Yang aneh, kaum Kristen lupa bahwa Rasul Paulus tidak setuju dengan cara berpakaian
perempuan yang tidak mengenakan kerudung di Korintus (1 Korimtus 11:1-16).
1
Disajikan untuk memenuhi tujuan Mata Kuliah Agama di Politeknik Wilmar Bisnis Indonesia pada 9 Nopember
2020.
1
2. Kaum munafik, yang suka mengintip kesalahan orang lain (Matius 21:21-31): mencela
saudaranya yang pergi ke pelacuran, padahal dia juga pergi ke pelacuran.
3. Di jaman moderen kaum NUDIS yang lahir dari kelompok Naturisme. Mereka memegangi
perilaku hidup telanjang, tetapi ke kantor mereka tidak telanjang.
Dalam perjalanan panjang kehidupan manusia perdana, TUHAN menambahkan berbagai
perintahNYA. Termasuk 10 Perintah TUHAN (Keluaran 20:1-17) yang terkenal di Gereja-gereja
dengan sebutan DEKALOG. Isinya, yaitu:
20:1 Lalu Allah mengucapkan segala firman ini:
20:2 "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat
perbudakan. 20:3 Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. (I)
20:4 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau
yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. 20:5 Jangan sujud
menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang
cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga
dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, 20:6 tetapi Aku menunjukkan kasih setia
kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada
perintah-perintah-Ku. (II)
20:7 Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan
memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan. (III)
20:8 Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: 20:9 enam hari lamanya engkau akan bekerja dan
melakukan segala pekerjaanmu, 20:10 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka
jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau
hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat
kediamanmu. 20:11 Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala
isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya. (IV)
20:12 Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN,
Allahmu, kepadamu. (V)
20:13 Jangan membunuh. (VI)
20:14 Jangan berzinah. (VII)
20:15 Jangan mencuri. (VIII)
20:16 Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. (IX)
20:17 Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki,
atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai
sesamamu." (X)

Kemudian Yesus merangkumnya, demikian dalam kesaksian Injil Matius 22:35-40 :


22:35 dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: 22:36 "Guru,
hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" 22:37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
budimu. 22:38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 22:39 Dan hukum yang kedua, yang
sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. 22:40 Pada kedua
hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

Mengasihi TUHAN dan sesama manusia seperti diri sendiri itulah perintah atau ​hukum yang
terutama.
C. TUGAS UTAMA MANUSIA

2
Sejak penciptaan telah disiratkan bahwa hal benar-salah, bagus-buruk, baik-jahat yang
sesungguhnya diciptakan oleh TUHAN dan hanya ada pada TUHAN. Manusia tak akan pernah
mampu menimbanginya. Tugas manusia hanya mentaati yang menjadi keinginan sang Khalik dari
dirinya sendiri, tanpa menghakimi yang lain dari dirinya. Seperti kata Yesus dalam Injil Matius
7:1-5 :
7:1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 7:2 Karena dengan penghakiman yang
kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur,
akan diukurkan kepadamu. 7:3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu,
sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 7:4 Bagaimanakah engkau dapat berkata
kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di
dalam matamu. 7:5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan
melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (bdk. Matius 23)

Demikian pula Paulus dalam suratnya kepada jemaat Roma pasal 2, mengkritik perilaku jemaat
Kristen di Roma yang terdiri dari orang-orang yang berbeda latar belakang: Yahudi-Yunani. Hal
itu telah melahirkan perbedaan pendapat dan perilaku tentang makanan, tradisi keagamaan
secara khusus hal sunat. Rasul Paulus dalam suratnya tersebut sangat menekankan bahwa segala
yang baik berawal dari diri sendiri, bukan orang lain: “…engkau sendiri tidak bebas dari salah.
Untuk itu, Allah tidak memandang bulu. TUHAN pasti bersikap adil terhada orang Yahudi pun
kepada mereka yang belum mendengar apalagi membaca Taurat. Katanya,
2:11 “Sebab Allah tidak memandang bulu. 2:12 Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum
Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat
akan dihakimi oleh hukum Taurat. 2:13 Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang
benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan. 2:14
Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan
apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka
menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. 2:15 Sebab dengan itu mereka menunjukkan,
bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan
pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.

Ternyatalah, bahwa TUHAN bekerja dan menanamkan nilai-nilai ke dalam diri umat manusia.
Itulah yang kita kenal dengan kata nurani.
Oleh karena itu, mereka yang memegangi Alkitab sebagai buku pintarnya adalah mereka yang
seharusnya terbuka terhadap orang yang berbeda dari dirinya. Berbeda baik pola pandang, pikir
dan sikap. Mereka seharusnya menjadi lebih mudah belajar dan memahami orang yang lain,
bukan untuk dikenal dan dipahami oleh orang lain. Lihatlah orang Samaria yang baik hati (Lukas
10:2-37). Karena, jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya,
maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak
mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia:
Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1Yohanes 4:20-21).
D. Alkitab Terhadap Issue perbedaan Dalam Kehidupan Kita
Seiring dengan perjalanan waktu, budaya dan ilmu pengetahuan pun bertumbuh dan
bertambah. Hal itu mengakibatkan kelahiran perbedaan pendapat dan sikap dari setiap orang
sesuai dengan tempat, waktu dan kondisinya masing-masing. Termasuk di Indonesia.

3
Indonesia menurut Koes Plus pada tahun 1973, adalah Kolam Susu. Mereka melukiskan
Indonesia dalam salah satu bait lagunya, demikian: “Orang bilang tanah kita tanah surga,
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman” Suburnya tanah air Indonesia telah menyuburkan
kehidupan, budaya dan ideologi. Bahkan menyuburkan pertikaian akibat perbedaan itu.
Misalnya,
1. Tradisi Yang Berbeda
Lebih kurang 20 tahun belakangan ini, umat Protestan telah merasa sopan bahkan sangat suci
menggunakan kata ​ ‫שׁלוֹם‬,ָ yakni kata SHALOM. Umat Protestan menggunakannya saat masuk
dan keluar rumah, saat membuka dan mengakhiri surat, saat membukan dan mengakhiri
khotbah, renungan, orasi atau sambutan.
Kata tersebut berarti damai sejahtera, tidak perang/berhantam/bertikai. Pertanyaannya, apakah
kata tersebut tepat digunakan dalam peristiwa saat masuk dan keluar rumah, saat membuka dan
mengakhiri surat, saat membukan dan mengakhiri khotbah, renungan, orasi atau sambutan?
Jawaban seharusnya adalah: TIDAK. Itulah sebabnya orang Yahudi Asli, tidak mau menjawab
salam kita tersebut. Karena, pertama ada salam yang pas untuk hal itu. Kedua, mereka
menggunakan salam tersebut untuk peribadahan umat Yahudi.
Perbedaan tradisi di antara manusia Indonesia tentu memiliki makna bagi masing-masing
penganutnya. Tanggung jawab umat Kristen menghadapi kepelbagaian tradisi, budaya atau
kebiasaan itu adalah tidak menjadi batu sandungan.
27 kali kata “batu sandungan” digunakan dalam Alkitab. Semuanya menjelaskan bahwa batu
sandungan adalah hal yang buruk, karena produksinya adalah korban. Bukan keuntungan seperti
beberapa catatan Alkitab di bawah ini:
a. Imamat 19:14 Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh
batu sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN.
b. Yesaya 57:14 Ada yang berkata: "Bukalah, bukalah, persiapkanlah jalan, angkatlah batu
sandungan dari jalan umat-Ku!"
c. Matius 16:23 Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau
suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia."
d. Roma 14:21 Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang
menjadi batu sandungan untuk saudaramu.
Demikianlah kiranya, setiap kebiasaan dan ucapan sebaiknya dipahami terlebih dahulu,
agar tidak menjadi bantu sandungan. Karena tradisi dan ucapan setiap orang hanya dapat
membangun kesalah-pahaman yang mengakibatkan kehancuran. Anjuran Paulus adalah
pas, katanya: “Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan
bagi mereka yang lemah. Jika engkau secara demikian berdosa terhadap
saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, ​engkau pada
hakekatnya berdosa terhadap Kristus.​ (I Korintus 8:9-12)

4
2. Riba dan Bunga
Riba, bunga dan jasa adalah istilah yang biasa digunakan dalam dunia perbankan atau keuangan.
Ketiga kata itu menjadi pokok bahasan yang menarik di antara umat manusia, bahkan di antara
umat beragama.
Ketiga kata tersebut sesungguhnya sudah dikenal sejak masa lalu. Secara khusus kata yang
berhubungan dengan kegiatan utang-piutang digunakan sebanyak 46 kali dalam Alkitab
Perjanjian Lama.
Secara khusus yang berhubungan dengan utang-piutang dalam artian keuangan, sebagai berikut:
Keluaran 22:25​ Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang
miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia:
janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya.
Imamat 25:35 "Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak sanggup bertahan di antaramu,
maka engkau harus menyokong dia sebagai orang asing dan pendatang, supaya ia dapat hidup di
antaramu. ​25:36 Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan
engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu. ​25:37 Janganlah
engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah
kauberikan dengan meminta riba

Ketiga teks Alkitab itu secara tegas menentang bunga dan riba.
Tetapi, Alkitab juga mau mengakui dan menjelaskan bahwa kehidupan manusia tidak dapat lepas
dari hubungan utang-piutang. Karena, kehidupan seseorang dapat saja mengalami kerugian
akibat perang, bencana alam dan kehilangan tulang punggung dalam suatu keluarga. Sehingga
setiap keluarga atau orang harus mempertahankan hidupnya. Salah satu cara untuk bertahan
hidup adalah masuk ke dalam hubungan utang-piutang.
Oleh karena itu, teks Alkitab tersebut juga harus dipahami, bahwa dalam hubungan
utang-piutang harus memperhatikan hal-hal berikut :
a. Siapakah yang berutang dan siapakah yang berpiutang. Beberapa kali teks Alkitab di atas
menyebut kata “saudara”, dan satu kali menyebut “umatKU”. Hal ini tentu berhubungan
dengan politik ekonomis suatu bangsa untuk mempertahankan kehidupan warganya.
Sebab, bangsa yang berkurang warganya tentu akan mudah dijajah oleh bangsa yang lain.
lihatlah sebaliknya, ​Ulangan 15:3 Dari seorang asing boleh kautagih, tetapi piutangmu
kepada saudaramu haruslah kauhapuskan.
b. Pemilik piutang harus mempehatikan kesejahteraan pihak yang berutang (baca: Keluaran
22:26-27), agar yang berutang dapat membayarkan utangnya. Bunga utang tidak boleh
membebani orang yang berutang, sehingga pemilik utang tidak mampu membayarnya.
c. Saudara yang berutang itu harus dapat hidup dari utangnya. Hal itu juga berarti bahwa
mereka yang berutang tidak perlu berutang kembali.
Yang perlu dicermati adalah pernyataan Paulus dalam suratnya Roma 13:8, katanya: Janganlah
kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab

5
barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat. Apakah hal itu
dapat terjadi?
Kalimat “berhutang apa-apa” mengingatkan bahwa manusia dapat berutang dan berpiutang
uang, dan dalam bentuk apapun. Karenanya menjadi penting juga menimbang, hal-hal berikut:
jika seorang pemodal/pengusaha yang meminjam tenaga orang lain, maka dia
bertanggung-jawab mengganti tenaga orang yang memberikan/meminjamkan tenaganya kepada
pemodal/pengusaha. Kita sepakat bahwa pengganti tenaga itu disebut UPAH. Jika kita
menggunakan analogi pemilik tenaga dengan peminjan tenaga, maka lahir pertanyaan: apakah
upah bagi seorang meminjamkan dananya?
3. Pemimpin Wanita
Setelah pemerintahan Presiden Soeharto runtuh, MPR menyelenggarakan pemilihan Presiden.
Megawati Soekarno Putri adalah salah satu calon Presiden selain Abdurahman Wahid.
Perdebatan tentang pemimpin perempuan pun mencuat di Indonesia. Banyak alasan yang
mengemuka yang mendukung maupun yang menentang seorang pemimpin perempuan.
Alkitab merekam bahwa ada pemimpin perempuan, seperti: Debora (Hakim-hakim 4:4). Dia
adalah seorang nabiah, salah satu dari pemimpin Israel sebelum masa kepemimpinan raja-raja
Israel. Demikian halnya dalam memimpin peribadahan, perempuan dan laki-laki memiliki
tanggung-jawab yang sama.
Paulus mengatakan dalam I Korintus 11:12 demikian, “Sebab sama seperti perempuan berasal
dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari
Allah.” (bdk. Kejadian 1:26 dan Markus 10:6)
Adalah benar bahwa Paulus pernah menentang Perempuan memimpin peribadahan, karena ada
perempuan yang meninggalkan tata karma keperempuanan (cara berpakaian) yang dianut
masyarakat pada saat itu. (1 Korintus 11)
4. Kumpul Kebo (samen leven)
Kemajuan indutri berpengaruh secara luas terhadap banyak manusia dari berbagai latar
belakang. Dulu informasi adalah dominasi orang dewasa, sehingga anak-anak pada masa lalu
hanya dapat berkata, “katanya….” Dampak dari kemajuan industri masa kini, anak-anak pun
dapat menguasai informasi tanpa keterangan dari orangtuanya..
Dan kemajuan industri memberi dampak yang dalam mempengaruhi nilai-nilai yang ada. Kalau
dulu manusia perempuan dan laki-laki yang tidak saling kenal tabu bertemu dan berkomunikasi
secara lansung, pada kemajuan industri pertemuan seperti itu bukan menjadi hal yang tabu lagi.
Pada masa lalu, seorang laki-laki dapat tinggal se-rumah dengan seorang perempuan setelah
ikatan perkawinan. Sekarang karyawan laki-laki atau seorang mahasiswa laki-laki tinggal dalam
satu rumah adalah hal yang wajar, guna meringankan biaya sewa rumah atau kamar.
Akibatnya lahirlah istilah kumpul kebo, karena mereka yang tinggal dalam rumah tersebut tidak
jelas hubungannya, semata-mata masalah ekonomi. Hubungan antar individu yang berbeda

6
kelamin itupun tidak terelakan, baik keuangan, kerja dan seks. Hubungan keuangan dan kerja,
mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi bagaimanakah menurut Alkitab dengan hubungan seks?
Kitab Keluaran 22:16-17, mencatatkan demikian, “Apabila seseorang membujuk seorang anak
perawan yang belum bertunangan, dan tidur dengan dia, maka haruslah ia mengambilnya
menjadi isterinya dengan membayar mas kawin. Jika ayah perempuan itu sungguh-sungguh
menolak memberikannya kepadanya, maka ia harus juga membayar perak itu sepenuhnya,
sebanyak mas kawin anak perawan.”
Artinya, hubungan seks antara laki-laki dan perempuan pada masa itu haruslah terlebih dahulu
diikat dengan pertunangan. Hubungan seks sebelum pertunangan tidak dapat dibenarkan, dan
hubungan seks sebelum pertunangan harus dituntaskan dengan pembayaran mahar.
Sebab seks dalam Alkitab adalah untuk penggenapan rencana TUHAN, sebagaimana kesaksian
Kejadian 1:26-28 :
1:26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,
supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak
dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." 1:27 Maka
Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 1:28 Allah memberkati mereka, lalu
Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi
dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas segala binatang yang merayap di bumi.

TUHAN menciptakan seks dan hubungan seks dengan tujuan, sebagai berikut:
a. memenuhi bumi atau reproduksi,
b. mentaklukkan bumi dan berkuasa atas segala ciptaan.
Selebihnya adalah perzinahan.
Dan, karena tujuan TUHAN itu, kebanyakan Gereja masih menentang perkawinan kaum LGBT-Q,
sebab perkawinan diciptakan untuk reproduksi.
E. Penutup
Dalam kehidupan kita banyak perbedaan pemandangan yang telah mengakibatkan pertentangan
dan pertikaian.
Tetapi kita juga disadarkan bahwa sejak mula penciptaan, TUHAN telah menciptakan pohon
kehidupan, pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Tentunya hal itu boleh
mencerahkan kita semua bahwa hanya TUHAN yang memiliki nilai hal baik dan jahat, bukan
manusia.
Tentu saja manusia harus memilih di antara keduanya. Ini adalah tantangan bagi manusia:
apakah akan setia kepada TUHAN atau kepada yang lain. Karena, biasanya manusia yang
meniadakan TUHAN dari hidupnya akan semakin jauh dari kebaikan dan tenggelam dalam jurang
kejahatan.
Kasus-kasus kekerasan, penindasan, ketidak-adilan dan perzinahan biasa terjadi ketika manusia
memilih tidak setia kepada TUHAN. Lalu patuh kepada keinginan diri.
7
Pemegang Alkitab, seharusnya:
1. Percaya bahwa Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu (Kolose 3:11 dalam hal
ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat,
orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan
di dalam segala sesuatu). Terlalu sederhana meletakkan atau membela kebenara tentang
Yesus hanya berdasarkan tanda-tanda atau ukuran yang bersifat manusiawi belaka.
2. Terbuka bukan tertutup, seperti orang Samaria yang baik hati mau menolong tanpa
bertanya tentang latar belakan korban terlebih dahulu. (Lukas 10:2-37; Roma 3:9; 10:12)
3. Memahami bukan dipahami dan tidak menjadi batu sandungan bagi yang lain. (1 Korintus
8:13; bdk. 1 Korintus 6:12)
4. Mengasihi sesama adalah tanda atau bukti mengasihi TUHAN. (1 Yoh. 4:20-21)
Selamat menjadi bijaksana. Salam.
Pdt. Erwin Marbun

Anda mungkin juga menyukai