Usmar Ismail Mengupas Film

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 2

USMAR ISMAIL MENGUPAS FILM

HAL 153

Meskipun Dewasa ini sinematografi sudah sangat maju, alat-alat yang dipakai sudah sangat modern,
tetapi prinsip montage itu tetap. Yang datang kemudian hanyalah cara-cara untuk
menyempurnakannya. Misalnya, gambar pertama adalah laki-laki yang memandang ke satu arah
tadi. Gambar kedua, perempuan yang sedang rebah-rebah di atas dipan itu. Untuk
menyempurnakan efek, sekarang kedua gambar itu tidak semata-mata disusun berturut-turut, tetapi
mula-mula diambil gambar besar closeup laki-laki itu, lalu kamera perlahan-lahan mengedari
kepalanya sampai kelihatan hanya bagian belakang kepalanya, tetapi sementara itu di depanya
kelihatan hanya bagian belakang kepalanya, tetapi sementara itu di depannya kelihatan perempuan
rebah tadi. Lalu kamera sekarang dapat datang mendekati perempuan itu sampai gambar besar
(CU). Meskipun dalam hal ini tidak ada yang dilem, karena pengambilannya hanya satu kali, tetapi
dasar kerja tetap memakai prinsip montage. Hanya alat penolong dalam hal ini misalnya suatu
kendaraan penggotong kamera yang dinamakan dolly atau crane yang lebih besar.

Untuk menyelenggarakan prinsip montage tadi dengan teratur perlu ada suatu rencana kerja yang
tertulis. Karena jika film yang akan dibikin itu sudah mengenai kerja yang tertulis. Karena jika film
yang akan dibikin itu sudah mengenai suatu acara yang besar yang tidak dapat lagi dihimpun dalam
penyusunan beberapa puluh ambilan (shot), maka tidak boleh tidak harus rencana kerja itu
dikitabkan. Setengah pengatur film (sutradara) tidak mau terikat kepada suatu rencana kerja yang
telah lengkap sampai kepada hal yang kecil-kecil . Rosselini, seorang sutradara Italia yang terkenal
karena filmnya “Roma, Kota Terbuka” diceritakan hanya bekerja dengan tidak lebih dari 20 lembar
kertas ditik yang hanya berisikan deretan kejadian cerita.

Tetapi Seorang seperti Hitchook, sutradara Inggris yang terkenal itu, sebelum memulai
pengambilannya, terlebih dulu menyuruh gambarkan ambilan (shot) yang kira-kira 500 potong itu
satu persatu, hingga sebelum bekerja dia sudah tahu, bagaimana rupa akhirnya film itu. Meskipun
kesukaan tiap-tiap sutradara itu berlainan, dan terutama juga tergantung kepada bakat dan
kecakapannya masing-masing, pada dasarnya mereka semua bekerja atas suatu rencana yang pasti ,
pada yang satu semua sudah ada dalam kepalanya, pada yang lain perlu dituliskan dengan teliti.

Nyatalah, bahwa untuk menyusun suatu kitab-kerja film, yang berarti menyusun film itu sendiri,
tidaklah hanya diperlukan bakat menulis serta fantasi yang besar saja, tetapi juga membutuhkan
pengetahuan tentang cara.

HAL 160

5. Menyusuan suatu rencana ambilan (opname programma) yang berarti memisahkan adegan-
adegan yang berlaku pada satu tempat menjadi satu satuan dan menetapkan satu kalender kerja

6. Mengatur permainan

7. Mengamat-amati hasil usaha laboratium yang mengejarkan film yang baru diambil dan memeriksa
cetakan pertama (werk-copie)
8. Montage

Sutradara adalah orang satu-satunya yang menjadi pusat pengatur pembangunan film dari mula
sampai akhir dan karena itu tentu saja dalam hal-hal yang disebut di atas, dialah yang mempunyai
kata terakhir. Meskipun demikian, film adalah kesenian bersama yang membutuhkan ahli-ahli bagi
tiap cabang pekerjaannya. Paling sedikit staf pekerja, selain dari sutradara, harus terdiri dari seorang
pembantu sutradara yang berkewajiban memimpin pekerjaan-pekerjaan persiapan sebelum
opname.

Seorang kameraman dan pembantunya, seorang ahli pengambilan suara dan pembantunya, seorang
ahli listrik dan pembantu-pembantunya, sorang ahli dekor dan pembantu-pembantunya, seoarng
pemegang skrip yang harus mencatat segala sesuatu yang mengenai opname, panjangnya suatu
ambilan, adanya persambungan yang logis antara ambilan-ambilan dan adegan-adegan (continuity)
dan lain sebagainya, seorang pemimpin opname, seoarng ahli rias dan pakaian, seorang ahli
montage. Daftar ini dapat diperpanjang lagi, tetapi buat sekedar pengetahuan, baiklah diketahui,
bahwa kebanyakan film studio di Indonesia ini hanyalah memakai staf yang hanyalah terdiri dari
empat atau lima orang, satu orang merangkap empat atau lima macam pekerjaan. Sungguh
ekonomis, tetapi apakah membaikan kepada pembikinan film itu sendiri, itu adalah soal kedua. Dan
lagi...Tuan toh tidak akan ambil pusing kan

Hal 161

Meskipun mewujudkan lukisan suasana itu ada di tangan sutradara, tetapi sebaiknya, jika
penggubah lakon film dalam gubahnya sudah memberikan pelukisan-pelukisan (beschrijving) yang
nyata. Dalam lakon film “Tjitra” akan Tuan jumpai pelukisan-pelukisan yang serupa itu, yang pada
hakikatnya tidak perlu dicantumkan didalamnya. Tetapi, dalam banyak hal cara mengubah lakon film
seperti itu akan membantu sutradara untuk menciptakan suasana yang dikehendakinya dan untuk
memberi pengertian yang lebih dalam pada sang peran. Apalagi dengan bertambah majunya teknik
pembikinan film, kemungkinan untuk mendapatkan kolorit yang dikehendaki sutradara bertambah
besar.

Dengan peralatan penerangan yang ada sekarang, segala corak suasana sudah dapat digambarkan.
Demikian pula dengan pemakaian dolly dan crane yang memungkinkan pengambilan yang tidak
terputus-putus dapat digambarkan suasana-suasana yang halus untuk membantu permainan para
peran

Anda mungkin juga menyukai