Anda di halaman 1dari 384

EDITING VIDEO

Film, Sinetron, Drama TV, Dokumenter dan sebagainya merupakan produk audio‐visual yang dapat ki
ta saksikan setiap saat di layar televisi. Sejarah menunjukkan bahwa semua itu bermuara dari dari m
otion picture yang dibuat oleh Lumiere dari Perancis pada tahun 1895, yang kemudian berkembang
menjadi film yang kita kenal seperti saat ini. Film atau rekaman visual apapun pada prinsipnya merup
akan representasi kehidupan, sehingga setiap produk yang dibuat harus mampu menampilkan rekam
an kenyataan tersebut secara utuh atau seolah‐olah utuh.

DEKUPASE & MONTASE


Perkembangan televisi dan film dengan berbagai produknya tidak akan pernah bisa dilepaskan da
ri kedua kata tersebut, dekupase dan montase. Dekupase dan montase adalah terminologi dasar p
enciptaan film maupun produk audio visual lainnya. Istilah dekupase dan montase mungkin saat in
i sudah tidak populer, namun tanpa disadari bahwa terminologi tersebut hampir selalu digunakan
pada setiap produksi audio‐visual. Dekupase yang digunakan umumnya menggunakan gaya klasik
atau biasa disebut gaya Hollywood. Gaya ini dengan mudah dapat diidentifikasi karena biasanya b
ersifat deduktif yaitu penggambaran dari luas atau umum ke penggambaran secara khusus atau m
enyempit.
Dekupase berasal dari kata Decoupage (bahasa perancis Dècouper : to cut up) atau pemisah
an atau pemecahan. Menurut Dr. J.M. Peters dalam bukunya Montage Bij Film En Televise, dekupase
adalah proses pemisahan atau pemecahan gambar (shot) dalam sebuah pengambilan gambar dan me
lakukan pemisahan gerakan melalui berbagai pengambilan gambar (angle).

Bentuk klasik seperti diatas bertujuan untuk mencapai perpindahan shot yang dinamis serta untuk
mengarahkan perhatian pada kejadian yang sedang berlangsung. Sedangkan istilah montase itu se
ndiri saat ini dikenal sebagai editing atau penyuntingan.

Montas
e berasa
l dari kat
a Monta
ge (baha
sa peran
cis Mont
èr : men
yusun,
mengatu
r, memb
angun).
Montase
dapat di
artikan s
Dekupase
dan
montase
menjadi
dasar
mengapa
ada
proses
editing
pada
pembuatan
film.
Dekupase
mengacu
pada
proses
pemisahannya
sedangkan
montase
pada
proses
penyatuannya
.
Dekupase
dan
montase
merupakan
satu
kesetangkuban
yang
tidak
dapat
dipisahkan
karena
pemahaman
dekupase
dan
montase
lekat
kaitannya
dengan
penyuntingan
yang
saat
ini
dikenal
dengan
istilah
editing.
Penjajaran dan pengurutan gambar satu ke gambar berikutnya dengan membuang gambar‐
gambar yang tidak diperlukan.

Proses produksi audio‐visual dibedakan menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu : Single Camera Produc
tion dan Multi Camera production atau sering disebut EFP (Electronic Field Production). Pada sisti
m single camera, terjadi proses dekupase yang disesuaikan dengan struktur naskah. Dekupase adal
ah pemecahan gambar (shot) dimana pemecahan tersebut mengacu pada proses pelaksanaan peng
ambilan gambarnya.

Contoh Dekupase :

Scene 1 : Memberikan informasi kepada penonton tentang suasana penertiban pedagang kaki
lima oleh Dinas Tramtib.

Shot yang dibuat :


Shot 1 : [ LS ] Suasana di sekitar jalan protokol dan aktivitas para pedagang di trotoar.

Shot 2 : [ FS ] Mobil yang sedang melintas tiba‐tiba berhenti mendadak karena menghindar l
alu lalang orang yang sedang berbelanja.

Shot 3 : [ FS ] Dari jauh nampak truk dinas Tramtib yang mengangkut petugas sambil
membunyikan sirine.

Shot 4 : [ CU ] Raut muka kaget pedagang kaki lima mengetahui kedatangan petugas Tr
amtib.

Shot 5 : [ MS ] Pedagang membenahi barang dagangannya secara tergesa‐gesa sambil b


erusaha kabur.

Shot 6 : [ LS ] Petugas sampai di tempat tersebut dan saat itu sebagian besar pedagang s
udah melarikan diri dengan barang‐barang dagangan yang masih berserakan.

Contoh diatas menggunakan sistim single camera dimana kamera merekam kejadian satu demi satu
(shot by shot) sesuai susunan atau struktur gambar yang diinginkan. Jika pengambilan gambar terseb
ut hanya dilakukan dengan satu kali shot long take dan mencakup keseluruhan adegan maka secara t
eknis dapat dikatakan tidak terdapat dekupase.
Sistim multi camera menggunakan lebih dari 1 (satu) kamera yang ditempatkan sesuai susunan
shot, jika terdapat 6 shot seperti diatas, maka jumlah kamera yang digunakan dapat disesuaika
n dengan jenis shot/shot size maupun blocking sehingga perekaman kejadian tidak dilakukan s
ecara shot by shot, melainkan dapat dilakukan bersamaan secara simultan.

DEFINISI EDITING
Secara fisik, editing hanyalah mengabungkan satu shot dengan lainnya kemudian shot digabung menj
adi scene. Pada dasarnya, editing menghilangkan ruang dan waktu yang tidak penting serta, menghu
bungkan shot satu dengan shot lainnya, satu adegan dengan lainnya dan seterusnya. Berikut ini adala
h beberapa definisi tentang editing :
(David
Bordwell
&
Kristin
Thompson,
Film
Art,
an
Introduction
,
1998).
Usaha menciptakan kontinuitas gambar yang baik, wajar dan logis sehingga dapat dinikmati kh
alayak penontonnya. (Darwanto Sastro Subroto, Produksi Acara Televisi, 1994)

Manajemen terhadap gambar bergerak, image, title dan lain‐lain yang bersumber dari kamera, VT
R, Character Generator, Telecine dan sebagainya.
(Alan Wurtzel, Television Production, 1994).

1. Proses menyusun, memotong dan memadukan kembali (film/rekaman) menjadi sebuah cerit
a utuh dan lengkap.
( Kamus Besar Bahasa Indonesia, P&K, 1994 ).

Secara umum editing dapat didefinisikan sebagai proses koordinasi shot satu dengan yang lain sehing
ga menjadi satu kesatuan utuh yang sesuai dengan ide, konsep atau skenario dengan mempertimban
gkan elemen visual, sinematografi atau videografi dan suara.

FUNGSI EDITING
1. Menggabungkan (combine)
Seperti terminologi dekupase dan montase, editing secara fisik merupakan penggabungan
dan penyatuan shot‐shot yang dipecah agar tercapai perpaduan dan kesatuan yang selaras
sesuai dengan ide, konsep dan naskah. Pada penyuntingan continuity, penggabungan terse
but harus mencapai tujuan akhir berupa dramatika cerita, sedangkan pada penyuntingan k
ompilasi harus menuju titik akhir berupa kejelasan informasi.

Contoh penyuntingan continuity : Scene penangkapan perampok bank.


Shot 1 : [ FS ] Suasana bank yang sedang dilanda kepanikan.
Shot 2 : [ MS] Perampok yang keluar dari pintu bank sambil berlari.
Shot 3 : [MS ] Polisi yang menodongkan senjata di balik mobil patroli.
Shot 4 : [ CU ] Pistol yang ditodongkan.
Shot 5 : [ CU ] Ekspresi wajah perampok yang ketakutan.
Shot 6 : [ECU] Polisi akan menarik pelatuk.
Shot 7 : [ FS ] Perampok menyerah dan polisi memborgol tangan perampok.

Contoh penyuntingan kompilasi : Segmen pengenalan kota Magelang.


Shot 1 : [ LS ] Gunung Tidar dan lansekap kota Magelang.
Shot 2 : [ FS ] Plang ‘Selamat Datang di Kota Magelang’.
Shot 3 : [ FS ] Keramaian lalu‐lintas kota.
Shot 4 : [ FS ] Patung Diponegoro.
Shot 5 : [ LS ] Alun‐alun kota Magelang.
Shot 6 : [ CU ] Tugu Adipura.
2. Memangkas (trim)

Durasi program, cerita, plot, segmen maupu sho adalah terbatas sesuai kebutuhan
dramatika maupu kejelasan penerimaan n informasinya,
t maka durasi sho harus sesuai
dengan penempatan
n waktu yang tersedia. Secara fisik, trimming dalamt ha ini berarti
mengurangi, menghapus membuan bahan‐bahan adegan, informasi yang l tidak diperlukan
maupu yang, tidak berhubungan.
g Misalnya seorang
, editor berita yang menerima stok
n
gambar sepanjan 10 menit sementara slot durasi yang tersedia hanya 30 detik maka editor
tersebutgharus memili, gambar‐gambar terbaik da informatif yang kemudian akan
dirangkai sesuaihdurasi yang diminta dan membuan n gambar‐gambar yang tidak terpilih.
g
Kata
“trim juga digunakan ole editor pada editin contro dala membuat penambaha
atau ”mengurangi dar edi poin
h yang dibuat.g l m n
i t t
3. Membetulkan (correct)
Gambar yang dihasilkan pada saat syuting kadang‐kadang tidak selalu baik dan sesuai keingin
an, dalam arti tidak sesuai standar kualitas yang diminta maupun tidak sesuai dengan naskah
. Memperbaiki atau mengoreksi gambar bisa dilakukan dengan sederhana misalnya melakuk
an pemotongan shot yang tidak sesuai atau tidak baik dan menggantinya dengan shot‐shot y
ang baik dan sesuai, maupun juga dengan suara. Pada proses ini juga dapat dilakukan koreksi
suhu warna (pengaturan white balance yang kurang tepat), brightness dan kontras gambar y
ang kurang atau berlebihan, level suara yang tidak seimbang antara shot satu dengan shot lai
nnya.

Contoh : Titik puncak adegan dalam olah raga atletik adalah saat sang pemenang menyentuh
garis finish. Jika gambar yang dihasilkan saat si pemenang akan sampai garis finish sudah baik
namun pada saat di garis finish itu sendiri kamera tiba‐tiba miring atau out focus, maka editor
bisa membuang gambar out focus tersebut dengan shot penonton yang bertepuk tangan, dis
ambung dengan shot deretan piala‐piala dan ditambah efek suara gemuruh tepuk tangan dan
sorak sorai.

1.
Seorang
Me pembuat film dari Rusia bernama Pudovkin menyatakan bahwa setiap shot mempu
nyaimba
satu nilai. Namun melalui penjajaran shot, dapat dibentuk makna baru. Maka makna se
benarnya
ngu adalah berada dalam penjajaran tersebut, bukan dalam satu shot tunggal. Melalui
editing
n (bdapat diciptakan sebuah makna yang berasal dari rangkaian gambar yang disambung
walaupun
uild) sebenarnya rangkaian gambar tersebut bukan dari satu pengambilan gambar.

Contoh : Misalnya dalam sebuah scene tentang semangat prajurit di medan pertempuran, e
ditor dapat menyambung secara cepat gambar‐gambar deretan prajurit dengan senjata leng
kap, moncong meriam, acungan tangan dan pekik semangat, putaran roda tank, petir di awa
n, debu‐debu di tanah yang beterbangan, aliran sungai yang deras, awan yang bergerak cepa
t dan sebagainya dimana gambar‐gambar tersebut semula merupakan kumpulan gambar ya
ng tidak berhubungan.

METODE PENYAMBUNGAN
Setiap penyambungan gambar dalam penyuntingan selalu berhubungan dengan tindakan secara fisik
yang dilakukan, maka pada saat memotong maupun menyambung shot dikenal beberapa metode me
nyambung. Metode menyambung ini sering disebut juga Transisi, sebuah pola pergantian dan perpin
dahan gambar yang menghubungkan antar shot :

3. CUT TO CUT
Cut adalah teknik representasi pergantian gambar secara langsung dan mendadak.
Meskipun
secara
visual
teknik
ini
merupakan
penyambungan
yang
bisa
dirasakan,
namun
dalam
konsep
penyuntingan
continuity
,
cut
to
cut
justru
menjadi
metode
yang
membuat
penyambungan
gambar
menjadi
tidak
terasa
dan
seolah

olah
utuh
tanpa
adanya
potongan
maupun
penyambungan
kembali
(invisible).
Pada
penyuntingan
kompilasi,
cut
to
cut
efektif
untuk
mengalirkan
informasi
tanpa
adanya
kesan
pemotongan

pemotongan.
Secara
konsep,
teknik
cut
dibagi
menjadi
beberapa
sub

metode
yaitu
:
5. CUT AWAY

4. MATCH CUT
Penyambungan gambar dengan perurutan gambar dimana gambar berikutnya adalah
kelanjutan dari aksi sebelumnya dalam sudut yang berbeda.

Match cut merupakan teknik yang umum dilakukan dengan maksud untuk mengalirkan
adegan melalui sudut pandang yang berbeda dimana pada shot kedua atau selanjutnya
masih terdapat elemen‐elemen visual shot yang pertama atau sebelumnya. Match cut
menimbulkan motivasi tertentu pada adegan dan dapat mewakili keingintahuan penont
on terhadap kejadian berikutnya atau terhadap hal‐hal yang ingin diketahui penonton s
ecara lebih jelas.

Cutaway adalah penyambungan dari aksi ke shot obyek lainnya yang masih terdapat hub
ungan dengan scene utama, dimana dalam shot kedua atau selanjutnya tidak ada eleme
n‐elemen visual shot yang pertama atau sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk memberi i
nformasi yang lebih banyak kepada penonton. Cutaway juga digunakan untuk menunjuk
kan objek‐objek yang menjadi pusat perhatian atau menyembunyikan kesalahan sehingg
a perjalanan scene menjadi logis.
CUT‐IN
Cut‐in adalah teknik yang sama dengan cutaway namun pada shot kedua atau selanjutn
ya masih terdapat elemen‐elemen visual shot yang pertama atau sebelumnya yang berf
ungsi sebagai transisi untuk perpindahan posisi atau waktu dari obyek tersebut.
2. OPTICAL EFFECT
Transisi ini secara fisik dapat terlihat karena terdapat rekayasa dan modifikasi gambar baik ya
ng dilakukan secara optis maupun elektronik. Pada saat teknologi penyuntingan film masih m
enggunakan sistem mekanis dan manual, metode yang digunakan untuk membuat transisi ini
adalah murni menggunakan efek‐efek optis akibat dari pencampuran beberapa gambar sehin
gga kemudian lebih dikenal sebagai optical effect. Kini hal tersebut dengan mudah dilakukan
dengan bantuan mesin elektronik vision mixer maupun software editing non‐linear.

a. DISSOLVE
Dissolve adalah transisi diantara dua shot dimana gambar pertama perlahan‐lahan
menghilang dan pada saat yang bersamaan gambar kedua perlahan‐lahan muncul
sehingga terdapat saat‐saat terjadi pembauran diantara keduanya.
Diss
olve
seca
ra u
mu
m di
gun
akan
untu
k me
ngali
rkan
shot
A ke
shot
B ta
npa
men
gaki
batk
an k
esan
perp
oton
gan
adeg
an.
Uns
ur p
enca
mpu
ran y
ang
terja
di da
lam
tekn
b. WIPE
ik te
Transisi gambar A dan B dengan pola menghapus. Shot pertama secara langsung di hapu
rseb
s oleh shot kedua menggunakan efek tertentu seperti pintu yang bergeser, jendela terbu
ut b
ka, kertas menggulung, jarum jam berputar dll. Wipe merupakan transisi yang paling ny
ersif
ata dan dinamis karena menggunakan pendekatan grafis..
at h
alus
dan
tida
k me
nim
bulk
an p
erse
psi b
ahw
a se
ben
arny
a sh
ot A
dan
B ad
alah
berb
eda,
Secara umum wipe juga digunakan untuk transisi perpindahan adegan A dan B, na
mun wipe lebih cenderung pada hal‐hal yang sifatnya artistik dan berkaitan denga
n camera‐ movement, grafis dan hal‐hal lain yang bersifat dinamis.
Wipe tidak menimbulkan dampak berarti pada keterkaitan adegan karena teknik ini pa
da umumnya murni untuk menyambung adegan saja.
Wipe
mempunyai
beragam
pola
transisi
yang
biasanya
terdiri
dari
bentuk

bentuk
tertentu
sesuai
dengan
makna
yang
ingin
disampaikan
editor
atau
sutradara.
Misalnya
transisi
wipe
berbentuk

jantung
hati

digunakan
untuk
menyatakan
bahwa
adegan
tersebut
berisi
kisah

kisah
cinta
dan
romantisme.
1. RUANG (SPATIAL)

6. FADE
Pergantian gambar secara gradual yang diawali dengan gambar gelap (fade‐in) atau diakhiri
dengan gambar gelap (fade‐out). Sedangkan fade yang diawali dan diakhiri dengan gambar
putih dengan pola irama cepat secara spesifik sering disebut flash. Flash lebih menekankan
ke aspek estetika dan dramatika daripada fungsi.

7. Fade pada umumnya digunakan untuk mengawali atau mengakhiri adegan. Black scr
een yang menyertai teknik fade dapat dianalogikan seperti sebuah kain penutup di panggung
teater dimana saat kain hitam penutup panggung terbuka merupakan awal dimulainya peme
ntasan dan saat kain tersebut perlahan‐lahan menutup merupakan akhir dari babak tersebut.
8. Fade merupakan cara termudah untuk mengawali dan mengakhiri scene. Teknik ini s
ering dipakai pada film‐film konvensional karena secara estetika menimbulkan kesan formal d
an sopan. Namun banyak pembuat film yang sudah tidak lagi menggunakan teknik ini untuk
mengalirkan continuity. Para sutradara maupun editor lebih sering menggunakan teknik L‐
Cut, yaitu teknik perpindahan gambar atau transisi yang mendahulukan suara adegan B masu
k dalam adegan A agar penonton secara tidak sadar dibawa masuk ke adegan selanjutnya tan
pa menimbulkan kesan mendadak.
9. Secara estetik fade juga dapat digunakan sebagai subjective‐shot, yaitu gambar yang
nampak di layar seolah‐olah merupakan refleksi dari mata salah seorang tokoh dalam film ter
sebut. Misalnya adegan orang yang terbangun dari tidur, orang siuman dari pingsan dan seba
gainya.

KESINAMBUNGAN
Selain metode fisik penyambungan, ide, gagasan, naskah, cerita yang diinginkan pembuat program
harus memenuhi syarat lain agar apa yang disampaikan melalui gambar dapat dipahami pemirsa de
ngan jelas. Maka selain cara menyambung juga diperlukan konsep dalam menyambung, salah satun
ya adalah konsep kesinambungan. Kesinambungan dalam penyuntingan terdiri dari beberapa aspek
, salah satunya adalah kesinambungan ruang.

Sala satu karakteristik visual‐storytelling adala identifikasi ruang da waktu haru jela
h tidak membingungkan pemirsanya. Contohnya
agar h seorang tokoh n dala film syang s
sebelumnya diperlihatkan berlar ke arah kanan tib ‐tib pada gambar m berikutnya terlihat
i a a
berlar
i
ke arah kiri Pada saat pengambilan gambar, si tokoh tidak sekalipun berlari ke arah
kiri Kesan berlari
. ke arah kiri diakibatkan kamera yang pinda posisi ke seberang si tokoh.
.
Maka dalam konsep kesinambungan ruang perlu diperhatikan
h beberapa ha agar pemirsa
dapat menerim informasi maupu cerita dengan jelas. l
a n
a. KAIDAH 180° (180° RULES)
Kaidah ini adalah aturan umum penyuntingan continuity dimana posisi kamera harus
mengindikasikan satu sisi sudut pandang adegan dalam satu ruang yang membentuk
poros 180 derajat. Aturan ini untuk menjaga konsistensi hubungan ruang dan pergera
kan dari shot satu ke shot lainnya.

A B

Aturan ini sebenarnya pada tataran wilayah director of photography dan penyutradaraan
, namun dalam tataran penyuntingan dianggap penting sebagai dasar untuk menciptaka
n kontinyuitas naratif. Kaidah 180° menggunakan garis imajiner untuk membedakan rua
ng. Garis tersebut juga biasa disebut dengan line of axis atau 180° line.
Wilayah 180° adalah wilayah yang berada pada area putih pada gambar diatas, sedan
gkan area hitam yang dipisahkan oleh garis imajiner adalah wilayah sebaliknya.

FUNGSI KAIDAH 180°

1.
KONgambar A ditunjukkan bahwa pada shot 1,2 dan 3 nampak tokoh berada pada
Pada
SIST yang relatif sama yaitu si A di sebelah kiri dan B di sebelah kanan meskipun di
posisi
ENSIdari sudut pandang yang berbeda. Sedangkan pada shot X nampak posisi B me
lihat
POSIterbalik. Hal ini disebabkan karena posisi kamera sudah menyeberang dari gar
njadi
isSIimajiner.
O Pada kasus diatas dapat dikatakan bahwa aturan 180° memastikan bahw
aBYEK
posisi obyek dalam frame akan selalu konsisten.

KONSISTENSI SCREEN DIRECTION


2. ARAH PANDANG
Jika dilihat dari sisi arah pandang (eyeline), shot 1,2 dan 3 mempunyai arah
pandang mata yang sama yaitu A ke arah kanan dan B ke arah kiri.
ARAH PERGERAKAN ADEGAN
Pada gambar B nampa tokoh A da tokoh B sedan berpapasa di jalan Sho 1
merupakan angle k kunci dari screen directio atau
g arah n pergerakan adegan,
. t
n n
sedangkan
oview tokoh B menuj ke arah kir dar sudu pandan kamera. Jika poin
posisebaliknya
penonton beradau pada tokoh Ai maka
i jika
t kamerag diletakkan pad t
akan terjadi arah pergerakan
, adegan yang terbalik yaituatokoh B
secara tib ‐tiba berjala ke arah kanan juga. Jad da
m a n i l
3.
EYELINE MATCH Eyeline Match adalah sebuah garis mata yang seolah‐olah menghubun
gkan kedua matatokoh sehingga posisi tokoh dapat terjelaskan. Misalnya tinggi tokoh s
ejajar, maka (A) dan (B) akan menunjukkan garis mata yang sejaja

(A

POINT OF VIEW CUTTING Jika pada prinsip eyeline match seolah‐olah menghubungkan
kedua mata tokoh, prinsip point of view adalah menghubun

d
JENIS
TEKNIK
PELAKSANAAN
EDITING
2. TAPE TO TAPE (LINEAR EDITING)

1. FILM SPLICING
Teknik ini digunakan pada editing film (seluloid) dimana dalam pelaksanaanya, gambar yang
dipilih akan dipotong secara mekanis dengan menggunakan alat splicer dan hasil pemotonga
n tersebut akan disambung kembali dengan rangkaian gambar lain. Splicer saat ini sudah tid
ak banyak dipakai dalam penyuntingan film karena fungsinya sudah digantikan oleh digital n
on‐linear editing. Merk yang terkenal pada jamannya adalah Steenbeck dan Moviola.

Penyuntingan dengan teknik tape to tape tidak hanya pada pita video analog, namun juga be
rlaku pada penyuntingan video pita digital. Teknik ini menganut prinsip penyambungan gamb
ar dari satu sumber video maupun beberapa sumber video ke sebuah video perekam dengan
pola urut dan searah. Pola urut dan searah adalah bahwa video perekam hanya bisa mereka
m gambar dan timecode dari titik awal pita kemuadian berlanjut secara urut sampai akhir pit
a. Gambar dan timecode yang sudah terekam tidak dapat digeser maupun dihapus. Koreksi a
tas kesalahan yang timbul akibat penentuan timecode yang tidak tepat harus dilakukan deng
an cara mengulang proses perekaman dan ditimpakan pada gambar dan timecode yang suda
h ada. Editing tape to tape satu sumber (A‐Roll System) dapat dilakukan dengan cara mengh
ubungkan secara langsung koneksi video‐audio maupun melalui editing controller unit. Seda
ngkan untuk editing multi sumber (A/B‐Roll System) harus memakai switching unit atau vide
o mixer unit (atau sering disebut vision mixer). Keunggulan teknik ini adalah tidak memerluk
an proses capture/digitizing/ingest maupun render dan print to tape sehingga waktu yang di
butuhkan untuk proses penyuntingan menjadi lebih singkat. Tape to tape editing biasanya di
gunakan untuk penyuntingan berita maupun program lain yang menuntut waktu yang cepat.

SISTEM A‐ROLL
SISTEM A/B‐ROLL
Capturing/Digitizing/Ingest

3. EDITING KOMPUTER (DIGITAL NON‐LINEAR EDITING / NLE)


Teknik ini mengubah sinyal video‐audio analog maupun digital menjadi data/file sehingga pel
aksanaan penyuntingan dilakukan dengan bantuan software. Fleksibilitas perangkat lunak edi
ting memungkinkan penyuntingan dilakukan dengan pola acak dan tidak searah. Pola ini tidak
mengharuskan keputusan meletakkan edit point harus dari awal sampai akhir, namun dapat
dilakukan dimanapun dan dapat diubah, digeser maupun dihapus dengan mudah. Alur prose
s penyuntingan non‐linear adalah sebagai berikut :

Proses pengubahan video analog maupun digital menjadi data/file. Beberapa pembuat p
erangkat editing non‐linear menyebut proses tersebut dengan istilah digitizing. Sedangka
n pada sistem on‐air automation (sistem manajemen data video‐audio untuk kebutuhan
siaran televisi secara otomatis) biasa disebut dengan Ingest. Proses ini membutuhkan per
angkat konversi (modul firewire card, SDI card, component‐composite input card dan seb
againya) yang ditambahkan pada perangkat komputer secara terintegrasi maupun terpisa
h. Kualitas gambar yang dihasilkan setiap modul konverter berbeda‐beda tergantung pad
a kelas peruntukannya.
Rendering & Print to Tape

File Management
Manajemen data merupakan prosedur wajib yang harus diterapkan pada penyuntingan n
on‐linear. Kompleksitas sifat penyuntingan ini mengakibatkan semua data yang bersifat di
gital dapat diterapkan sementara kelemahan non‐linear editing adalah keterbatasan dala
m hal ruang penyimpanan. Maka diperlukan penataan dan alokasi ruang untuk penyimpa
nan video hasil capture dari pita, audio hasil perekaman maupun audio dari sumber lain,
grafis, animasi dan sebagainya. Penempatan data juga termasuk dalam manajerial sistem
ini, misalnya penempatan data berdasarkan hari perekaman, berdasarkan pembagian sce
ne adegan maupun berdasarkan kriteria lainnya.
Editing
Tahap ini merupakan pelaksanaan inti penyuntingan. Segala hal yang dibutuhkan dalam
proses ini misalnya perangkat pemotong, mixer video‐audio, efek gambar, signal generat
or, matte‐video dan sebagainya sudah disediakan oleh software editing. Karakteristik dar
i komputerisasi mengakibatkan sistem yang berjalan menjadi sangat tergantung pada se
berapa baik kinerja komputer tersebut. Jika perangkat keras, perangkat lunak, sistem op
erasi tidak saling mendukung maka dapat mengakibatkan kerusakan data, kerusakan pro
ject dan sebagainya yang pada akhirnya justru akan merusak seluruh susunan sistem. M
aka dalam pelaksanaan penyuntingan non‐linear diperlukan sistem cadangan (back‐up).

Ini adalah rangkaian akhir dalam pelaksanaan penyuntingan non‐linear. Rendering adala
h proses kompilasi seluruh materi yang tersusun atas rangkaian gambar, suara, grafis, tim
ecode dan sebagainya menjadi satu kesatuan berbentuk sebuah file baru yang merupaka
n file master edit, sedangkan Print to Tape adalah proses perekaman seluruh materi yan
g tersusun atas rangkaian gambar, suara, grafis, timecode dan sebagainya ke dalam pita v
ideo master edit.
4. LIVE EDITING (SWITCHING)
Switching secara konsep sama dengan penyuntingan pada umumnya, namun mempunyai perbe
daan pada teknis pelaksanaanya. Switching adalah proses pemilihan gambar dari berbagi sumb
er secara langsung pada satu satuan waktu yang sama. Proses ini biasanya dilakukan pada prod
uksi multi‐kamera. Switching dilakukan dengan menggunakan bantuan peralatan video switcher
atau video mixer unit.

Anda mungkin juga menyukai