1 SM
1 SM
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
Abstrak
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan upaya membangun kanal-kanal ruang
publik untuk merubah wajah kota dengan cara membangun Ruang Publik Terpadu Ramah
Anak (RPTRA) sebagai upaya mendukung Jakarta menjadi Kota Layak Anak. Berbeda
dengan gagasan Jürgen Habermas yang menjelaskan konsep ruang publik sebagai ruang yang
mandiri dan terpisah dari negara dan pasar, RPTRA justru merupakan hasil dari kemitraan
antara pemerintah dengan perusahaan melalui CSR. Penelitian ini ditujukan untuk
menganalisa RPTRA dalam perspektif ruang publik yang berbasis demokrasi deliberatif.
Adapun lokasi penelitian ini yaitu RPTRA Sungai Bambu dan RPTRA Sunter Jaya Berseri
yang keduanya berada di Kota Administrasi Jakarta Utara. Proyek pembangunan RPTRA
merupakan momentum untuk mengoptimalkan dan memperluas ruang-ruang publik yang
mampu diakses dan dikontrol lansung oleh publik di DKI Jakarta pada umumnya, dan Jakarta
Utara khususnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian
kualitatif dengan menggali informasi dan data melalui observasi langsung, wawancara
mendalam, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa RPTRA telah
memenuhi karakter ruang publik sebagai ruang interaksi masyarakat, dikelola dan dikontrol
bersama untuk kepentingan publik, terbuka bagi semua tanpa kecuali, dan secara relatif
menjadi ruang kebebasan dan aktualisasi bagi warga. Namun bila ditinjau dalam perspektif
demokrasi deliberatif, kekurangan terjadi saat proses pembangunan RPTRA karena warga
tidak dilibatkan secara aktif. Aktor yang dominan dalam proses pembangunan adalah pihak
swasta dan pemerintah. Adapun transformasi demokrasi deliberatif tercipta saat pada proses
pengelolaan RPTRA.
Kata Kunci: Ruang Publik, RPTRA, CSR
Abstract
The government of DKI Jakarta province is attempting to build public space channels to
change the city face by means of constructing Children-Friendly Public Space (thereafter
called RPTRA) as the attempt of supporting Jakarta to be Children-Friendly City. In contrast
to Jurgen Hubermas’ idea explaining public space concept as an independent space separated
from the state and the market, RPTRA is instead the product of partnership between
government and companies through CSR. This research aimed to analyze RPTRA in public
space perspective based on deliberative democracy. This research was taken place in RPTRA
43
Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
Sungai Bambu and RPTRA Sunter Jaya Berseri, both of which are located in North Jakarta
Administrative City. The RPTRA development project is a moment to optimize and to expand
the public spaces accessible and controllable to the public in DKI Jakarta in general and
North Jakarta in particular. The research method employed was qualitative one by means of
exploring information and data through direct observation, in-depth interview, and
documentation. The result of research showed that RPTRA had fulfilled the character of
public space as society interaction room, managed and controlled jointly for the sake of
public interest, opened to everyone, and relatively becoming the space of freedom and
actualization to the citizens. However, viewed from deliberative democracy perspective, the
limitation occurred during RPTRA construction process because the citizens did not
participate actively. The dominant actors in construction process were private and
government. Deliberative democracy transformation was created during RPTRA management
process.
Keywords: Public Space, RPTRA, CSR
Anak (RPTRA) sebagai upaya dan Anak (Kemen PPA). Hal menarik
mendukung Jakarta menjadi Kota Layak lainnya yaitu RPTRA dibangun dekat
Anak.. Targetnya yaitu Jakarta akan dengan permukiman warga, terutama
memiliki 306 taman di tahun 2017 warga miskin. Sehingga RPTRA dapat
(www.news.detik.com, 2016). Sampai berperan sebagai community center bagi
bulan Maret 2017 setidaknya sudah ada masyarakat sekitar (www.news.detik.com
185 RPTRA yang tersebar dan sudah 2016).
diresmikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Inisiasi Pemerintah DKI Jakarta ini Sebagai community center, RPTPA dicita-
merupakan agenda yang menarik dan citakan memiliki multifungsi yang bisa
segar di tengah permasalahan- mengakomodasi aktivitas dan suara
permasalahan kepadatan penduduk dan masyarakat, dari mulai aktivitas seperti
mempersempitnya ruang gerak bagi olahraga, kegiatan kesehatan ibu dan
masyarakat ibu kota. anak, bahkan sebagai prasarana
pendidikan politik. Selain itu, disediakan
Selain pembangunan fisik, RPTRA secara pula perpustakaan, tempat bermain futsal,
tidak langsung juga membangun harapan jogging track, hingga amphi theater.
karena memiliki potensi berperan menjadi Fasilitas tersebut untuk menopang
melting pot warga dengan berbagai latar kegiatan-kegiatan anak maupun remaja
belakang yang heterogen dan menjadi secara positif (www.fastnews.com 2015).
katalisator ragam kegiatan masyarakat, Adapun fungsi RPTRA sesuai dengan
dari mulai aktivitas sosial, budaya bahkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah
rekreasi keluarga. Ruang publik Khusus Ibukota Jakarta Nomor 196 Tahun
mengakomodasi interaksi sosial. Bila hal 2015, pasal 6 sebagai berikut:
ini berlangsung secara berkelanjutan 1. Taman terbuka publik
dapat mendorong pembelajaran bagi 2. Wahana permainan dan tumbuh
masyarakat untuk saling mengerti satu kembang anak
sama lain, ruang berbagi antara komunitas 3. Prasarana dan sarana kemitraan
yang berbeda, hingga akhirnya antara Pemerintah Daerah dan
membangun kesatuan pemahaman tentang masyarakat dalam memenuhi hak
kebhinekaan sebagai sesuatu yang anak
niscaya. 4. Bagian dari prasarana dan sarana
Kota Layak Anak
Konsep berbeda yang ditawarkan dalam 5. Ruang terbuka hijau dan tempat
RPTPA yaitu lahan yang dibangun tidak penyerapan air tanah
sekedar menjadi taman semata. RPTPA 6. Prasarana dam sarana kegiatan
didorong untuk dapat memenuhi 31 sosial warga, termasuk
Indikator kota layak anak yang ditetapkan pengembangan pengetahuan dan
Kementarian Pemberdayaan Perempuan keterampilan kader PKK
42
Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
7. Usaha peningkatan pendapatan dan terpisah dari negara (state) dan pasar
keluarga (market), justru dalam RPTRA ini berada
8. Pusat informasi dan konsultasi di antaranya, karena RPTRA dibangun
keluarga dan dirawat tanpa menggunakan dana
9. Halaman keluarga yang asri APBD. Adapun dana pembangunan
teratur indah dan nyaman, dan RPTRA berasal dari sumbangan CSR
10. Sistem informasi manajemen sejumlah perusahaan. Sebanyak 11
perusahaan swasta memberikan
Banyak fungsi yang diharapkan bisa sumbangan CSR untuk membantu
dimanfaatkan oleh khalayak luas dari membangun RPTRA di antaranya seperti
proses pembangunan RPTPA ini, bahkan Agung Sedayu Group, Summarecon
tidak hanya yang bersifat publik, untuk Agung, Agung Podomoro, Ciputra,
ihwal yang bersifat privat (seperti tempat Intiland Development, PT Djarum (Bli-
pernikahan bagi yang tidak mampu) pun bli.com), Metropolitan Kencana, Barito
bisa difasilitasi. Tentunya dalam hal ini Pacific, Alfa Goldland (Alam Sutra),
pemerintah pun berharap besar pihak yang Nestle Indonesia, Dharma Suci.
mendapatkan keuntungan dan manfaat Sementara perguruan tingginya yaitu
terbesar dari keberadaan taman tiada lain Universitas Indonesia, Universitas
adalah warga di sekitar RPTRA. Hamka, Unversitas Mercu Buana,
Universitas Ibnu Chaldun, dan Univeritas
Proses pembangunan RPTRA melibatkan Bunda Mulia (www.jakarta.bisnis.com
masyarakat sekitar. Bahkan perawatan 2015). Akan tetapi hal inilah yang
taman juga dilakukan oleh masyarakat di menjadi menarik. Bukan lantas ide
sekitar RPTRA dan dikoordinir oleh ibu- Habermas menjadi tidak kontekstual,
ibu PKK. Sederhananya, RPTRA justru gagasan Habermas bisa menjadi
memosisikan warga sebagai pemilik dan pijakan awal dalam melihat kepublikan
pengelola taman, bukan sekadar penikmat dari ruang publik yang difasilitasi
taman. Berarti ada proyeksi RPTRA ini kemitraan antara negara dan pasar.
benar-benar menjadi ruang publik yang
memberikan akses kepada setiap warga Di antara RPTRA-RPTRA yang sudah
negara untuk menjadi subjek yang diresmikan di berbagai wilayah di DKI
mandiri dan rasional serta memastikan Jakarta, Jakarta Utara menjadi salah satu
setiap orang menjadi pengusung opini kota yang dijadikan proyek pembangunan
publik di ruang yang dibangun bersama RPTRA di tahun 2015. Di Jakarta Utara
tersebut. sendiri di antaranya RPTRA Sungai
Bambu yang diresmikan pada tanggal 13
Berbeda dengan gagasan Jürgen Mei 2015 dan RPTRA Sunter Jaya Berseri
Habermas yang menjelaskan konsep diresmikan tanggal 18 Desember 2015
ruang publik sebagai ruang yang mandiri lalu. RPTRA yang telah dibangun akan
43
Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
bisa menafikan pihak lain. Terakhir komunikasi yang setara. Misal, saat
karaktersitik keempat yaitu ruang publik terdapat satu pihak yang masih belum
merupakan ruang yang mana masyarakat setuju, katakanlah masyarakat, maka
mendapat kebebasan beraktivitas. forum proses publik tidak mampu
Semangat yang menyelimuti ruang publik dilanjutkan dan kesepakatan standar
yaitu kebebasan ekspresi dan aktualisasi pelayanan publik tidak mampu disahkan
diri,akan tetapi karena karakteristik yang oleh pejabat yang berwenang. Di sini,
publik maka kebebasan tersebut tidak terdapat keseimbangan relasi kekuasaan,
berlaku mutlak, selalu ada batasan yang pada akhirnya akan mendesak
terhadap kebebasan yang lain. orientasi dari para partisipan forum untuk
mengedepankan kepentingan bersama,
b. Demokrasi Deliberatif atau hal-hal yang lebih luas dari self-
Keterlibatan masyarakat dalam interest maupun group-interest nya
berpartisipasi merupakan inti dari masing-masing.
demokrasi deliberatif. Demokrasi
deliberatif berbeda dengan demokrasi Pemikiran Jurgen Habermas tentang
perwakilan, yang hari ini berlaku di tindakan komunikatif serta nalar
Indonesia yang malah menjadi demokrasi berorientasi konsensus menjadi landasan
prosedural semata. Gagasan keterlibatan teoritis dalam penelitian ini, di mana
masyarakat yang emansipatif merujuk Habermas menilai bahwa proses
pada proses komunikasi serta pencapaian komunikasi harus setara demi tercapainya
konsensus di dalam forum-forum yang kesepakatan yang mampu diterima
diselenggarakan di ruang publik di mana seluruh pihak, atau dengan kata lain,
para partisipan didesak untuk melakukan Habermas melihat integrasi sosial hanya
proses komunikasi secara terbuka, setara mampu dicapai melalui proses tindakan
dan menggunakan pendekatan komunikatif yang berujung pada
musyawarah dalam mencapai sebuah pencapaian konsensus. Dalam hal ini,
kesepakatan yang menghargai opini Habermas mencatat bahwa tindakan
mayoritas maupun minoritas. Lebih komunikatif harus dimaknai sebagai,
lanjut, praktik dalam proses tim penyusun “…reach understanding
kebijakan publik maupun dalam proses [verstandigung] is considered to be a
publik harus mengedepankan prinsip process of reaching agreement
[einigung] among speaking and acting
kesetaraan serta keterbukaan dalam proses
subjects… it has to be accepted or
komunikasinya, agar mampu presupposed as valid by participants…
terselenggara proses musyawarah yang a communicatively achieved agreement
fair. Melalui adanya keseimbangan dalam has a rational basis; it cannot be
hak dan otoritas baik dari ahli, birokrasi, imposed by either party, whether
komisi legislatif dan masyarakat dalam instrumentally through intervention in
forum-forum tersebut, maka akan tercipta the situation directly or strategically
46
Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
selalu mengerucut pada hal yang paling semacam politik etis dalam etika
mendasar dari praktik kekuasaan. kapitalisme. Karena pada ujungnya CSR
Begitupula yang disampaikan oleh Henri digunakan untuk menjaga nama baik dan
Levebre bahwa ruang adalah produk citra perusahaan. Kritik ini menjadi
sosial yang dinamis dan dibentuk oleh pertimbangan dalam menganalisa potensi
orang-orang yang memiliki kontrol dan demokrasi deliberatif pada RPTRA di
tentu saja dominasi atas kekuasaan (Bima Sungai Bambu dan Sunter Jaya.
2013). Permasalahan klasik terkait ruang
publik di Indonesia, khususnya DKI Kritik tersebut tidak ditujukan menjadi
Jakarta adalah ruang ruang publik yang tendesius dan justru tetap relevan agar
kerapkali dikuasai oleh segelintir pihak tetap menjaga fungsi negara, dalam hal ini
tertentu. Ruang publik malah pemerintah, untuk memberikan hak-hak
diperebutkan dan sering dikomersialkan. yang yang laik diberikan kepada
Misal ada Pantai Ancol yang mana warga warganya tanpa menyerahkan begitu saja
harus membayar untuk menikmati ruang kepada mekanisme pasar melalui CSR.
pantai. Jalur pejalan kaki di kota-kota Apakah setelah CSR berjalan, wacana
besar yang diambil alih oleh perusahaan- kepublikan menjadi memudar? Sehingga
perusahaan besar properti. Dari case by warga merasa bahwa yang berperan besar
case ini maka tidak heran warga tidak bisa dalam pembangunan RPTRA ini adalah
mengerti dan menghargai esensi dan pihak swasta, alih-alih inisiatif dan
pentingnya sebuah ruang publik. praktik dari pemerintah.
keterlibatan dunia usaha dalam Sunter Jaya dipilih langsung hasil dari
pemenuhan hak anak. Namun catatan rembug warga yang difasilitasi oleh
tersebut, jangan sampai melupakan kelurahan setempat. “Yang memilih
“publik” dari ruang publik tersebut. Dari tempat untuk jadi RPTRA di sini (Sunter
hasil penelitian melalui wawancara Jaya) adalah dari warga langsung,”
dengan beberapa informan serta ungkap satu informan dari pihak
pengamatan langsung dan observasi Kelurahan Sunter Jaya saat peneliti temui.
lapangan, bila dilihat dalam perspektif Begitupula RPTRA Sungai Bambu.
demokrasi deliberatif, peneliti
menemukan hadirnya konsekuensi logis Satu informan dari salah satu warga
dari sebuah program “top down”. Peneliti sekitar RPTRA Sungai Bambu
menggunakan tanda petik (“) dalam mengkonfirmasi bahwa terkait pemilihan
topdown, karena pada implementasinya lokasi merupakan hasil dari musyawarah
warga tidak terlibat terlalu jauh dalam warga. Hal menarik dari RPTRA Sungai
proses pembangunan RPTRA. Memang, Bambu yang berada tepat di bawah Jalan
pada dasarnya RPTRA diperuntukkan layan tol yang menghubungkan Cawang
bagi publik atau warga sekitar agar dan Tanjung Priok, tepatnya di Jalan Jati
bermanfaat serta menjadi ruang interaksi Raya RW 06 Kelurahan Sungai Bambu,
antar warga. Sebagaimana yang diungkap Kecamatan Tanjung Priok ini dulunya
sebelumnya oleh Gubernur DKI Jakarta merupakan lahan kosong yang tidak
saat itu, Ahok, bahwa RPTRA adalah terawat yang dipenuhi semak belukar.
inisiasi untuk memperluas ruang terbuka
(hiijau) bagi warga. Pada saat pembukaan Pemilihan lokasi dilakukan atas masukan
RPTRA Sunter Jaya saat itu, Ahok langsung dari warga, sedangkan proses
mengungkapkan, “Memang saat ini pembuatan RPTRA dilaksanakan oleh
keberadaan ruang berkumpul masyarakat pihak swasta, dari mulai perancangan
di DKI Jakarta, dari janin hingga ibu-ibu sampai ke tahap pembangunan. Hal inilah
belum ada. Maka dari itu Pemprov DKI yang menjadi sedikit kelemahan dari
Jakarta berkomitmen terus membangun RPTRA bila ditinjau dalam perspektif
dan memperbanyak ruang terbuka hijau, demokasi deliberatif. Karena saat proses
salah satunya RPTRA. Saya berharap pembangunan, warga yang mana memiliki
adanya RPTRA ini akan sangat “kedaulatan” atas lahan publik tersebut
bermanfaat bagi warga,” Statmen ini tidak terlibat secara aktif. Secara tidak
menjadi hal yang penting sebagai dasar langsung, warga menyerahkan haknya
untuk melihat secara lebih dalam atas ruang terbuka hijau kepada pihak
bagaimana praktik implementasi swasta. Namun karena RPTRA
(selanjutnya) dan konsistensi pemerintah merupakan program yang sudah tersusun
dalam membangun RPTRA. Lokasi rapi yang melibatkan pihak-pihak
RPTRA Sungai Bambu dan RPTRA profesional, maka di lapangan, ketidak-
51
Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
diargumentasikan oleh Sunaryo et al., RPTRA. Tidak ada tiket untuk berkunjung
(2010). Pertama ruang publik merupakan ke RPTRA, siapapun boleh datang tanpa
tempat berinteraksi masyarakat. Hasil terkecuali. Walaupun bukan warga sekitar
temuan menunjukan baik di RPTRA Sungai Bambu maupun Sunter Jaya,
Sunter Jaya maupun RPTRA Sungai kedua RPTRA terbuka untuk dikunjungi
Bambu telah berhasil menjadi ruang siapa saja. Bahkan tidak sedikit intitusi
bersama para warga sekitar. Interaksi dari luar datang untuk menyelenggarakan
sosial tercipta. Hal ini disebabkan karena kegiatan di RPTRA Sungai Bambu
lokasi dari RPTRA sendiri yang unik, maupun RPTRA Sunter Jaya. Karakter
berada tepat di tengah pemukiman warga. keempat, ruang publik merupakan ruang
Sehingga warga memiliki akses yang yang mana warga mendapat kebebasan
sangat mudah untuk berkunjung ke beraktivitas.
RPTRA. Warga dari kategori usia anak-
anak sampai lansia berinteraksi dan Sampai saat ini, warga mendapatkan
bersosialisasi di RPTRA. kebebasan untuk melakukan berbagai
aktivitas positif. Namun, tentunya
Kedua, ruang publik diadakan, dikelola kebebasan tersebut tidak bisa bersifat
dan dikontrol secara bersama, baik oleh mutlak, karena bagaimanapun RPTRA
negara atau privat, yang didedikasikan dibangun untuk wahana bermain yang
untuk kepentingan publik. Karakter ini nyaman bagi anak-anak dan ruang
relevan dengan RPTRA yang diadakan keluarga, sehingga kegiatan-kegiatan yang
oleh negara dengan pihak swasta untuk bisa menggangu hak anak-anak tidak bisa
kepentingan publik. Sedangkan dilakukan di RPTRA. Kegiatan seperti
pengelolaannya dilaksanakan langsung kampannye partai, aktivitas politik
oleh warga sekitar. Dengan segala praktis, event yang menyediakan stand
dinamikanya, warga sekitar RPTRA perusahaan rokok, dll dilarang di RPTRA.
secara otonomi relatif (karena telah ada Pada dasarnya, semangat yang
regulasi yang mengatur) telah melakukan menyelimuti ruang publik tak lain adalah
kontrol terhadap ruang publiknya. Warga kebebasan berekspresi dan aktualisasi,
sangat mendukung penuh terhadap proyek namun selalu ada batasan terhadap
RPTRA ini, secara perlahan namun pasti kebebasan pihak lain, begitupula RPTRA
warga memiliki rasa kepemlikian terhadap yang dibatasi oleh fungsinya.
ruang publik mereka.
langsung (Faedlulloh 2015). Akan tetapi, sekitar Kelurahan Sungai Bambu dan
seperti dijelaskan sebelumnya, warga Sunter Jaya. Setiap hari RPTRA Sunter
ternyata tidak terlibat secara aktif pada Jaya dan RPTRA Sungai Bambu selalu
saat proses pembangunan, namun hal ramai oleh warga, dari pagi sampai sore
tersebut tidak lantas menggambarkan hari. Bahkan ada jadwal khusus dalam
kondisi RPTRA minim partisipatif dalam penggunaan dan pemanfaatan RPTRA
semua hal. Karena setelah RPTRA selesai untuk komunitas-komunitas sekitar
dibangun, warga langsung merasakan RPTRA.
manfaat dari RPTRA tersebut. Hal ini
yang kemudian mendorong publik secara Untuk pengelolaan ruang publik maka
altruis untuk berpartisipasi dalam menjaga diperlukan kontrol dan regulasi yang
dan merawat RPTRA. disepakati secara konsensus termasuk bila
di dalamnya perlu regulasi dalam hal
Partisipasi publik yang terlaksana dalam pembiayaan perawatan. Untuk regulasi,
pengelolaan RPTRA di Sungai Bambu pembiayaan merujuk pada Peraturan
dan Sunter Jaya adalah pada proses Gubernur Provinsi Daerah Khusus
pemanfaat ruang publik. Walaupun para Ibukota Jakarta Nomor 196 Tahun 2015
pengelola direkrut secara profesional, pasal 29, yakni dibiayai dari APBD atau
dengan diawali informasi pembukaan sumber dana lain yang sah (enam bulan
rekruitmen “lowongan kerja” namun pada pertama dibiayai oleh CSR). Akan tetapi
praktiknya masing-masing kelurahan untuk menjaga dan merawat ruang publik
mengutamakan sumber daya lokal, yakni memerlukan sumberdaya lain dalam
warga sekitar untuk menjadi pengelola pemeliharaannya. Pada konteks inilah
tetap. Proses perekrutan pengelola melalui partsipasi warga begitu berperan dalam
tahap fit and proper test yang pengelolaan dan perawatan RPTRA.
dilaksanakan oleh tim penilai yang
ditunjuk langung oleh TP PKK DKI Partisipasi tidak sebatas aktivitas fisik,
Jakarta. Ada banyak kriteria, bagi yang namun juga melibatkan mental dan
telah memenuhi kriteria akan diangkat emosional orang-orang pada situasi
menjadi pengelola RPTRA dengan kelompok untuk memberikan kontribusi
stausus Petugas Harian Lepas (PHL). untuk mencapai tujuan kelompok (Davis
Dalam kesempatan ini, peneliti tidak & Newstrom 2007). Hal menarik dari
melakukan penelusuran kinerja pengelola, konsepsi yang digagas Davis dan
namun bagaimana terciptanya hubungan Newstrom ini adanya keterlibatan mental
dialektis antara warga dengan pengelola dan emosi seseorang. Keterlibatan mental
RPTRA yang menjadi berjalan harmonis. warga akan ikut andil dalam proses
Segala aktivitas warga kini dipusatkan di pengelolaan dan perawatan ruang publik,
RPTRA dari mulai kumpulan PKK tak terkecuali RPTRA. Hal inilah yang
sampai dengan komunitas pemuda di peneliti temui di RPTRA, baik Sungai
55
Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
58
Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
015/08/07/078690010/jakarta-
tertinggi-kasus-kekerasan-seksual-
terhadap-anak [Accessed January 18,
2016].
59
Spirit Publik Volume 12, Nomor 2, Oktober 2017
Halaman 43-60
P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875
60