Anda di halaman 1dari 6

Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584

Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA): LAYAKKAH


SEBAGAI RUANG PUBLIK RAMAH ANAK

Rully Besari B.
Jurusan Arsitektur Lansekap Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan
Universitas Trisakti
E-mail: rully@trisakti.ac.id, rully14besari@gmail.com

Abstrak
Anak-anak sebagai warga Indonesia mempunyai hak untuk hidup layak dan
terpenuhi kebutuhan maupun kepentingannya. Kebutuhan dan kepentingan
anak-anak Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak No. 12 tahun 2011. Sebagai upaya
menjalankan peraturan Menpan No. 12 tahun 2011, Pemprov DKI Jakarta
membangun ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di beberapa wilayah
kota Jakarta. Menurut Pergub No. 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak, disebutkan bahwa ruang publik terpadu
ramah anak yang selanjutnya disingkat RPTRA adalah tempat dan/atau
ruang terbuka yang memadukan kegiatan dan aktivitas warga dengan
mengimplementasikan 10 (sepuluh) program Pokok Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga, untuk mengintegrasikan dengan program Kota
Layak Anak. Kini sudah lebih dari 300 RPTRA dibangun di DKI Jakarta.
RPTRA yang dibangun di atas taman kian menambah permasalahan, karena
belum adanya kriteria dan standarisasi yang mengatur rancangan RPTRA,
sehingga berbagai fasilitas dan elemen yang ada di RTPRA belum spesifik
dikhusukan bagi anak-anak, bahkan mungkin membahayakan bagi anak.
Metode asesmen digunakan untuk mengetahui layak tidaknya RPTRA
sebagai ruang ramah anak.

Kata kunci: ruang publik, ramah anak, terpadu.

Pendahuluan
Lingkungan hidup yang memadai merupakan salah satu tuntutan anak untuk menjalani
eksistensinya sebagai anak secara wajar di wilayah perkotaan. Salah satu kebutuhan anak
di perkotaan adalah tersedianya ruang publik yang memadai dan mampu untuk
mangakomodir berbagai kebutuhan dan kepentingan anak dalam menjalankan kegiatan
sosialnya di ruang luar dengan nyaman dan aman. Kota Jakarta dengan luas sekitar
661,52 km² pada tahun 2015 diperkirakan dihuni oleh 2.238.209 jiwa penduduk anak-anak
usia 0-17 tahun atau sekitar 4,5% dari total jumlah penduduk DKI Jakarta.

Anak-anak sebagai warga Indonesia mempunyai hak untuk hidup layak dan terpenuhi
kebutuhan maupun kepentingannya. Kebutuhan dan kepentingan anak-anak Indonesia
diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak No. 12 tahun 2011, yang menyatakan bahwa : Hak anak adalah bagian dari hak
asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah dan negara. Sebagai upaya menjalankan peraturan Menpan No.
12 tahun 2011, Pemprov DKI Jakarta membangun ruang publik terpadu ramah anak
(RPTRA) di beberapa wilayah kota Jakarta. Di DKI Jakarta hampir semua RPTRA
dibangun di atas taman lingkungan dengan mengubah sebagian ruang hijaunya menjadi

293
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

bangunan, lengkap dengan serambi/aula yang multi fungsi. Hal tersebut mengakibatkan
adanya pengurangan ruang hijau yang bermanfaat untuk perkembangan motorik anak
menjadi terbatas. Beberapa pengamat anak menilai fasilitas bermain di taman di RPTRA
bagi anak belum cukup dan Ketua Komnas Perlindungan Anak Dr Seto Mulyadi atau
yang akrab dipanggil Kak Seto menilai, keberadaan ruang bermain yang dibutuhkan
anak-anak sebenarnya lebih luas dari sekadar lapangan hijauberumput, juga terdapat alat
permainan yang berbahaya untuk anak-anak, karena ada besi yang tajam dan cat yang
beracun (VIVAnews, Minggu, 18 April 2010).

Studi Pustaka
Ruang publik
Carr dkk (1992) memberi pengertian ruang publik yaitu ruang yang dapat diakses setiap
saat oleh siapa saja, tidak bersifat ekslusif dan dapat dimanfaatkan oleh siapa saja untuk
melakukan aktivitas. Carmona (2003) mengklasifikasikan ruang publik, menjadi ruang
publik internal, yaitu ruang publik yang berada di dalam bangunan dan ruang publik
eksternal, yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan. Dalam hal ini RPTRA telah
memenuhi karena memiliki ruang publik internal (indoor) dan eksternal (outdoor).

Anak-anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan (Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No. 12 tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak).
Anak-anak merupakan salah satu fase dalam pertumbuhan manusia. Tahap
pertumbuhan anak adayang bersifat kuantitatif seperti berat, tinggi badan dan umumnya
bersifat fisik. Perkembangan kualitatif berkaitan dengan kemampuan anak dalam
melakukan aktivitas sehari-sehari, seperti kecerdasan, kepandaian dan lain-lain.Kegiatan
anak-anak selain di dalam ruangan juga di luar ruang. Kegiatan di luar ruangan sangat
penting untuk perkembangan kognitif, fisik, sosial dan psikologis (emosional anak), serta
perkembangan spiritual.(Mustapa dkk, 2015, dalam Aji 2016).

Taman ramahdan layak anak


Gagasan ramah anak diawali dengan penelitian “Children’s Perception of the Environment”
oleh Kevin Lynch di 4 kota – Melbourne, Warsawa, Salta, dan Mexico City – tahun 1971-
1975. Hasil penelitian Lynch kemudian dikembangkan oleh UNICEF, untuk menentukan
kota ramah anak.Menurut UNICEF Kota ramah anak adalah kota yang menjamin hak
setiap anak sebagai warga kota. Beberapa hak anak menurut UNICEF adalah(Innocenti
Digest’ 2002) antara lain adalah :
1. Aman berjalan di jalan, bertemu dan bermain dengan temannya;
2. Mempunyai ruang hijau untuk tanaman dan hewan;
3. Hidup di lingkungan yang bebas polusi;

Berkaitan dengan pernyataan UNICEF, pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri


Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 12 tahun 2011 Tentang
Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Kabupaten/Kota Layak Anak yang selanjutnya disingkat KLA adalah kabupaten/kota
yang mempunyaisistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian
komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana
secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk
menjamin terpenuhinya hak anak. Selanjutnya dalam peraturan tersebut disebutkan
terdapat 5 (lima) klaster untuk menjamin terpenuhinya hak atas anak, di mana salah satu
klasternya adalah Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya. Klaster

294
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

5 adalah untuk memastikan bahwa anak memiliki waktu untuk beristirahat dan dapat
memanfaatkan waktu senggangnya untuk melakukan berbagai kegiatan seni, budaya,
olahraga dan aktivitas lainnya, implementasinya adalah: menyediakan fasilitas bermain,
rekreasi dan mengembangkan kreatifitas anak.

Taman sebagai salah satu bentuk ruang hijau,merupakan sarana bagi anak-anak untuk
meluangkan waktu dalam melakukan kegiatan sosial di ruang luar, mengeksplorasi
imajinasi dan kreativitas mereka, serta sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Untuk
mewujudkan taman ramah anak sebagai tempat bermain,maka kenyamanan, keamanan
dan kemudahan serta kesehatan menjadi syarat utama (Budiyanti, 2014). Ketiga
persyaratan tersebut akan menentukan hal-hal sebagai berikut (Francis, 1998 dalam Aji,
2016, UNICEF, http://www.kla.or.id)
1. Jarak tempat bermain dengan kompleks dekat,
2. Penyediaan fasilitas tempat bermain;
3. Pengawasan orang-tua terhadap anak.
4. Menentukan lokasi dan desain tempat bermain.

UNICEF sejak tahun 1999 telah mendukung gerakan Child Friendly Space (ruang ramah
anak) dan mewajibkan adanya program terpadu berupa bermain, rekreasi, dukungan
pendidikan, kesehatan dan psikososial.Gerakan tersebut di Indonesia diimplementasikan
berupa Ruang Publik Terpadu Ramah Anak

Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap RPTRA adalah metode
penilaian, yaitu prosedur atau tata cara yang ditempuh untuk mengetahui kelayakan
RPTRA sebagai taman ramah anak. Metoda penilaian diperlukan untuk mengukur
keberhasilan RPTRA dalam mewujudkan taman ramah anak. Metode penilaian dilakukan
melalui proses evaluasi dan justifikasi. Evaluasi adalah suatu proses yang dilakukan
secara periodik terhadap berbagai jenis informasi maupun data, untuk membantu
menjawab pertanyaan yang spesifik atau untuk membuat justifikasi tentang suatu kinerja
sehingga dapat dilakukan suatu perbaikan (Balch dkk, 2000).

Proses evaluasi dan jastifikasi dilakukan dengan menentukan indikator dari setiap
kriteria kelayakan penilaian. Indikator adalah suatu ukuran yang biasanya berupa suatu
set informasi umum, yang digunakan sebagai dasar untuk mengukur suatu perubahan
dan /atau kelayakan. Informasi ini dapat berupa informasi yang bersifat kuantititatif
(data mentah,sejumlah pembanding dan lain-lain) dan data kualitatif (pendapat nilai-
nilai, ya/tidak). Indikator dapat digunakan secara utuh sebagai alat dalam meniali suatu
perubahan dan memantau kecenderungan atau kelayakan yang akan mengkobtribusikan
informasi dalam mengambil atau memutuskan suatu kebijakan (Tomm: Natural Heritage
Trust, Goverment of South Australia, 2010). Sedangkan menurut Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, indikator adalah
variabel yang membantu dalam mengukur dan memberikan nilai terhadap pemerintah
daerah dalam mengupayakan terpenuhi hak anak untuk terwujudnya kabupaten/kota
layak anak.

Adapun kriteria yang akan dievaluasi adalah:


1. Kenyamanan, meliputi : nyaman gerak, nyaman visual, nyaman termal dan nyaman
audio;
2. Keamanan meliputi : aman secara sosial, aman secara fisik dan psikis;

295
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

3. Kemudahan, meliputi : aksesibilitas dan fasilitas taman;

Hasil dan Pembahasan


Saat ini RPTRA sudah cukup banyak di kota Jakarta, dengan fasilitas yang relatif lengkap
mulai dari area bermain sampai aula untuk pertemuan. RTPRA di DKI Jakarta, umumnya
dibuat melalui mekanisme kerja sama Corporate Social Responsibility (CSR) antara
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan perusahaan swasta lokal maupun nasional.
Letak RPTA bervariasi, ada yang letaknya di dalam lingkungan perumahan tetapi ada
juga yang terletak di pinggir jalan raya yang padat lalu lintas.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa pasca sarjana Program Studi
Perkotaan Universitas Indonesia, di mana penulis merupakan pembimbing utama (2016)
dan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Usakti (2017) ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Letak RPTRA Krendang Jakarta Barat diapit oleh Kali Krendang dan Rel kereta api
(gambar 1). Kali yang kotor dan saat hujan mengeluarkan bau sangat menggangu
kenyamanan sensori. Disatu sisi ketika kereta api melintas, maka menimbulkan suara
yang cukup menggangu kenyaman audio.
2. Area bermain :
a. Pada area bermain di RPTRA Kembangan SelatanJakarta Barat letaknya berdekatan
(bersebelahan) dengan dengan gardu listrik (gambar 2). Hal tersebut dapat
menimbulkan gangguan keamanan apabila terjadi hal-hal yang tidka diinginkan.
b. Pada area bermain di RPTRA Meruya Utara Jakarta Barat, terdapat akar pohon
Trembesi yang muncul di permukaan tanah, dan mengakibatkan anak-anak yang
sedang bermain terjatuh(gambar 3).
c. Pada RPTRA Kampung Krendang, lantai area bermain dari perkerasan (gambar 4).
Lantai yang cukup keras, berdasarkan wawancara terahap penjaga taman bahwa
pernah terjadi anak yang sedang bermain terjatuh dan gegar otak sehingga area
bermain peranah ditutup dengan garis polisi
d. Area bermain anak yang juga sebagai area bermain sepeda (gambar 5). Tidak
dimilikinya jalur khusus untuk bermain sepeda, anak-anak memanfaatkan arena
bermain juga sekailgus sebagai arena bermain sepeda.
3. Area olahraga:
Lapangan sepak bola tanpa pembatas (gambar 6). Pada saat ramai dimana diadakan
pertandingan cukup rawan terjadinya bola kealuar lapanga, sehingga beberapa anak
bersembunyai dibalik jaring gawang.
4. Aksesibilitas :
RPTRA belum sepenuhna diperuntkan bagi anak-anak disabilitas, terlihat dari adanya
tiang setinggi 60 cm yang menghalangi jalan masuk ke taman. Menurut penjaga hal
ini dilakukan agar motor tidak dapat masuk ke dalam taman (gambar 7).

Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa faktir kenyamanan, keamanan dan


kemudahan belum sepenuhnya direncakan dengan baik oleh RPTRA. Belum adanya
standarisasi dan kriteria yang baku tentan RPTRA, menunjukkan bahwa penyediaan
RPTRA hanya untuk memenuhi kepentingan ruang publik eksternal, namun belum
negacu sepenuhna pada kebutuhan pelayanana terhadpa hak anak.

296
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

Gambar 1. RPTRA Kampung Krendang yang diapit oleh


sungai Krendang dan rel kereta api

Gambar 3. RPTRA kp. Krendang Gambar 4. Area bermain anak


yang diapit oleh Kali Krendang yang bersebelahan dengan
dan rel kereta api gardu listrik.

Gambar 5. Lantai arena bermain Gambar 6. Area sepak bola tanpa


dengan perkerasan pembatas

Gambar 7. Tiang besi setinggi 40 cm


menyulitkan bagi anak disabilitas
untuk masuk ke RPTRA

297
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

Kesimpulan
Bhawasanya masih banyak RPTRA yang belum layak bagi anak. Banyak RPTRA yang
dirancang hanya untuk memenuhi target tanpa memperdulikan aspek lainnya yang dapt
menajdim anak bermain adengna aman dan nyaman. Pengamatan yang dilakukan belum
menyangkut pada aspek teknis, sehingga perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam
lagi. Cara yang tepat untuk merancang tempat yang layak bagi anak adalah mempelajari
cara anak bermain dan bekerjasama dengan anak untuk menata tempat bermainnya.
Topik penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah membuat standarisasi
bagi RPTRA yang menyangkut berbagai aspek dan multi disiplin. Untuk itu dibutuhkan
tenaga profesional yang berpengalaman gunamenjamin bahwa anak dapat bermain
dengan aman dan nyaman, serta perlu dipkirikan kebuthan bagi anak-anak disabilitas.

Daftar pustaka
Aji Satrio, 2016, Kriteria Perencanaan Taman Ramah Anak Dalam Kawasan Permukiman. Tesis
Kajian Pengembangan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Indoensia

Balch, F dan Pfeifer, S. (2000) : Monitoring and Evaluation. DNR Metro Regional Management
Team.

Carr, dkk. (1992) Environment Behaviors Series PUBLIC SPACE. Cambridge University
Press

Carmona. (2003), Public Places-Urban Spaces. The Dimensions of Urban Design. Architectural
Press. An imprint of Elsevier Science Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP 200
Wheeler Road, Burlington MA 01803.

Tomm, 2-010, Natural Heritage Trust, Goverment of South Australia. www.tomm.info


UNICEF, http://www.kla.or.id)

VIVAnews, Minggu, 18 April 2010

298

Anda mungkin juga menyukai