Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Contents
BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................................4

1.1. Latar Belakang.....................................................................................................4


1.2. Perumusan Masalah...........................................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................................8
1.4. Manfaat Penelitian.............................................................................................9
1.5. Urgensi Penelitian..............................................................................................9
DAFTAR TABEL

tabel 1. 1.....................................................................................................................9
DAFTAR GAMBAR

gambar 1. 1.................................................................................................................8
gambar 1. 2...............................................................................................................10
gambar 1. 3...............................................................................................................10
gambar 1. 4...............................................................................................................10
gambar 1. 5...............................................................................................................11
gambar 1. 6...............................................................................................................11
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kampung kota dan keberadaannya dengan ciri yang padat baik jumlah penduduk
maupun bangunannya, memberikan dampak secara fisik dan non fisik bagi penduduknya.
Dampak tersebut tak terkecuali adalah anak-anak. Ruang-ruang sosial di kampung sangat
diperlukan anak-anak untuk berinteraksi dan bermain. Wujud ruang sosial anak digunakan
untuk saling berinteraksi yang terbentuk secara organik yang dipengaruhi oleh tingkat
kepadatan pendudukdan bangunan yang tinggi dan batas kampung yang tegas. Perilaku
anak dalam pemanfaatan ruang sosial anak sangat bervariasi tergantung jenis aktivitas dan
pola pergerakannya yang dipengaruhi oleh aspek fisik dan non fisik (Sativa et al. 2017).

Ruang bermain anak identik dengan suatu arena atau ruang yang dilengkapi dengan
sarana-sarana untuk bermain anak. Lingkungan permukiman adalah salah satu tempat yang
paling sering digunakan anak-anak untuk melakukan kegiatan bermain (Dong, Chen, and
Zhang 2017). Ruang-ruang ini memiliki kecenderungan ruang seadanyanya namun sangat
mudah dicapai anak-anak untuk bermain dari tempat tinggal mereka. Pada konteks
kampung kota, ruang bermain ini identik dengan beberapa ruang yang tidak terpakai atau
tidak dimanfaatkan seperti kapling di suatu sudut jalan ataupun tanah-tanah kosong dan
ruang terbuka yang belum dimanfaatkan (Darmawan 2009).

Anak butuh bermain agar dapat memperoleh pengalaman untuk pengembangan


dirinya. Bermain di ruang publik dapat membantu anak untuk mendapatkan kesempatan
mengembangkan pertemanan dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya (Casey
2007). Bermain di ruang publik dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas salah satunya
yaitu aktivitas fisik (Pearce et al. 2014; Stone and Faulkner 2014; Tandon et al. 2017;
Veitch et al. 2006). Aktivitas fisik yang dilakukan anak berupa aktivitas yang
membutuhkan gerakan aktif seperti bermain bola, berlari, memanjat dan melompat (Casey
2007). Aktivitas fisik ini membantu anak agar terus bergerak aktif sehingga mampu
mendukung keberlanjutan kesehatan fisik maupun mental anak (Nijhof et al. 2018; Pearce
et al. 2014; Shi 2017; Stone and Faulkner 2014; Tandon et al. 2017; Veitch et al. 2006).
Selain itu, kegiatan ini juga mampu menunjang kesehatan mental dan meningkatkan
kebahagiaan anak (Casey 2007; Faez, Latfi, and Karim 2012; Stone and Faulkner 2014).
Namun ternyata anak-anak pada masa ini lebih banyak menghabiskan waktu bermain di
depan komputer, smartphone atau menonton di dalam ruangan (Othman and Said 2012).
Hal ini didukung oleh ketakutan orangtua terhadap keamanan anak mereka jika bermain di
ruang bermain yang jauh dari rumah dan dekat jalan raya (Othman and Said 2012; Veitch
et al. 2006).

Kondisi kampung kota yang padat dan kumuh menyebabkan ruang bermain anak
sangat sulit untuk direalisasikan sehingga kecenderungannya adalah anak-anak bermain
pada ruang seadanya seperti di jalanan dan trotoar (Elo and Kyngäs 2008; Moulay et al.
2018; Navastara, Pradinie, and Martha 2016; Othman and Said 2012; Widharto, Muchlis,
and Laksono 2015). Secara keamanan, ruang-ruang ini sangat tidak leluasa untuk anak-
anak bermain. Hal ini tentu berdampak pada peluang anak-anak untuk mendapatkan
pengalaman dan pembelajaran tentang kehidupan dan mengambil keputusan sangatlah
rendah terutama pada ruang-ruang di luar rumah (Setiawan 2006). Hal ini tentu
menyebabkan di perkotaan dan kampung kota dalam kegiatan fisik anak, dengan
terbatasnya lahan keterbatasan ruang, sumber daya keuangan yang tidak memadai dan
rekreasi merupakan prioritas rendah padahal di sisi lain bermanfaat bagi kesehatan. Hal ini
telah mengurangi peluang untuk meningkatkan aktivitas fisik di kalangan populasi yang
lebih luas tak terkecuali anak-anak. Padahal bermain juga sangat penting dalam
perkembangan kesehatan anak melalui kegiatan fisiknya (Zieff, Chaudhuri, and
Musselman 2016).

Selain itu, karena kepadatan yang tinggi juga menyebabkan anak-anak jarang
kontak dengan alam, meskipun banyak manfaat yang dapat diberikan untuk bermain dan
belajar dalam konteks ini. Pentingnya alam bagi permainan dan perkembangan anak-anak
membuat mereka menjadi manusia yang individualis. Padahal anak-anak senang bermain
dengan menggunakan elemen alami (Wang et al. 2018). Manfaat kontak dengan alam
ketika anak bermain adalah meningkatkan kepercayaan diri, kemandirian, pengembangan
kemampuan motorik dan mengurangi perilaku negatif seperti hiperaktif (Wang et al.
2018).
Bermain juga bermanfaat dalam pewadahan interaksi sosial anak-anak. Anak-anak
dapat bercengkerama dengan teman sebaya ataupun dalam perkembangan pengambilan
keputusan anak-anak. Interaksi sosial ini tercipta dengan adanya ruang bermain yang
terbuka dan luas sehingga memungkinkan anak-anak berinteraksi dan bercengkerama
(Stanton-Chapman et al. 2018). Dimana dengan bermain anak-anak dapat meningkatkan
perkembangan emosionla, kognitif, dan manfaat secara sosial. Anak-anak dapat
mengembangan kemampuan motorik dan pengalaman dengan perilaku sosialnya yang
dapat ensimulasikan skenario alternatif, dan mengatasi berbagai konsekuensi positif dan
negatif dari perilaku mereka dalam konteks yang aman dan menarik (Nijhof et al. 2018).

Di Indonesia telah dicanangkan penghargaan mengenai kota/ kabupaten layak anak


sesuai amanat Permen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 tahun
2011 tentang indikator kabupaten/ kota layak anak bahwa terdapat 5 klaster dengan 31
indikator didalamnya dalam menilai kota/ kabupaten layak anak yaitu hak sipil dan
kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan
kesejahteraan; pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; dan
perlindungan khusus. Dalam konteks kota-kota besar salah satunya adalah Kota Semarang
dimana tahun 2018, Kota Semarang mendapatkan penghargaan tingkat madya sebagai kota
layak anak. Pada tahun 2019 ini, pemerintah Kota Semarang mentargetkan menjadi
kategori tingkat utama. Berbagai bidang sudah diupayakan Kota Semarang untuk
ditingkatkan menjadi layak anak seperti bidang kesehatan, pendidikan dan kependudukan.
Namun, dalam konteks penyediaan fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang
ramah anak di luar sekolah ini yang belum tersentuh oleh pemerintah Kota Semarang.
Sebagai contoh adalah ruang bermain anak. Tak terkecuali dalam konteks Kampung Kota
yang notabene sempit akan ruang bermain.

Pemerintah kota semarang memiliki ide gagasan melalui gerbang Hebat dalam
pengetasan kemiskinan melalui pengembangan kampung tematik. Kampung tematik dalam
rangka kota layak anak salah satunya adalah pengembangan Kampung Ramah Anak. Salah
satunya adalah Kampung Ngemplak Simongan di kecamatan Semarang Barat yang
digalakkan tahun 2018. Namun, berbagai permasalahan masih muncul dalam
perwujudannya yaitu dalam hal penyediaan ruang bermain anak berupa ruang publik
karena lahan yang terbatas dan jalan yang sempit.

Oleh karena itu, melalui Kampong Regeneration diharapkan mampu menyediakan


ruang bermain untuk anak berdasarkan kegiatan fisik, interaksi sosial dan koneksi dengan
alam melalui peningkatan kualitas dan interaksi sosial anak-anak di kampung kota. Melalui
penelitian ini, akan diharapkan suatu ouput mengenai kebutuhan desain penyediaan ruang
bermain anak pada ruang-ruang kampung kota yang memungkinkan untk dikembangkan.
Selain itu, juga akan dihasilkan mengenai penilaian terhadap pengelolaan baik dalam
kelembagaan maupun pembiayaan pada pemanfaatan ruang bermain anak di kampung
kota.

1.2. Perumusan Masalah

Keberadaan minimnya ruang-ruang bermain anak di kampung kota sebagai


konsekuensi akibat minimnya lahan dan kepadatan yang tinggi, menyebabkan semakin
minimnya tempat untuk anak bermain secara leluasa dalam konteks kegiatan fisik, koneksi
dengan alam, interaksi sosial dan keamanan. Hal ini tentunya akan membatasi
perkembangan mereka dalam hal motorik maupun sensorik nya.

Salah satu upaya kampong regeneration yang dilakukan di Semaranga dalah


melalui program Kampung Tematik. Program kampung tematik merupakan salah satu
bentuk pengembangan pengentasan kemiskinan di Kampung-kampung di Semarang
melalui program Gerbang Hebat. Kampung tematik ini mengusung beberapa bidang fokus
salah satunya adalah kampung ramah anak. Sejak 2016 sampai 2018 ini telah ada 5
kampung tematik ramah anak di Kota Semarang yaitu Kelurahan Kuningan, Kelurahan
Panggung Lor, Kelurahan Jerakah, Kelurahan Karang Tempel dan Kelurahan Ngemplak
Simongan.

Kelurahan Ngemplak Simongan adalah salah satu kampung tematik ramah anak
yang baru digalakkan tahun 2018 oleh pemkot Semarang dimana di kelurahan ini terdapat
1.900 jiwa anak-anak usia 0-9 tahun. Kondisi permukiman padat dan walaupun sudah
dilakukan kampong regeneration masih terdapat beberapa permasalahan yaitu sebagai
berikut:

a) Aspek desain ruang bermain, di kelurahan Ngemplak Simongan belum


terintegrasinya antara ruang-ruang bermain anak dengan fasilitas seperti PAUD
dimana jaraknya masih jauh dan sulit dijangkau anak-anak. Selain itu, terdapat
permasalahan mengenai keterbatasan lahan akan ruang-ruang publik untuk
penyediaan ruang bermain anak. Dari segi pathways, gang-gang di dalam kampung
cenderung relatif sangat sempit sehingga masih sulit dikembangkan menjadi ruang
bermain anak. Permasalahan lainnya adalah kampung tematik ramah anak yang ada
masih belum memenuhi kebutuhan bermain anak seperti masih kurangnya taman
ebrmain untuk anak atau ruang-ruang publik bermain anak.

b) Aspek pengelolaan ruang bermain, dalam hal pengelolaan ruang bermain dalam
pengembangan kampung tematik ramah anak di Kelurahan Ngemplak Simongan
masih belum dikelola atau terdapat pemberdayaan masyarakat untuk mengelola
ruang-ruang ini. Seperti misalnya PAUD yang disediakan masih minim akan
fasilitas dan pengajar. Selain itu, pembiayaan kawasan dari pemkot juga masih
menjadi permasalahan realiasai kampung tematik. Selama ini, pelaksanaan kampug
tematik telah dialokasikan 200 juta setiap kampung.

gambar 1. 1

Berdasarkan permasalahan diatas, maka muncul pertanyaan peneliti "Bagaimana


bentuk kampong regeneration melalui penyediaan ruang bermain anak di Kelurahan
Ngemplak Simongan menuju kampung ramah anak?".

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan peneliti diatas, maka tujuan penelitian ini adalah


merumuskan bentuk kampong regeneration dalam penyediaan ruang bermain anak di
Kelurahan Ngemplak Simongan menuju kampung ramah anak di Kota Semarang baik dari
segi desain maupun pengelolaan kawasan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat terhadap ilmu bidang perencanaan wilayah dan
kota khususnya pada bidang urban regeneration melalui penciptaan ruang publik di
kampung-kampung kota. Harapannya output penelitian ini mampu memberikan gambaran
dan rekomendasi bagi dunia praktisi perencanaan wilayah dan kota dalam kampong
regeneration melalui penyediaan ruang bermain anak menuju layak anak.
1.5. Urgensi Penelitian

Dengan adanya penelitian mengenai arahan pelestarian kampung bersejarah di


kawasan segitigaemas semarang, maka luaran yang diharapkan akan dihasilkan adalah
sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi dan memetakan karakteristik pengguna anak

b) Mengidentifikasi dan memetakan karakteristik aktivitas anak dalam bermain


bermain

c) Mengidentifikasi dan menentukan lokasi ruang bermain anak

d) Merumuskan model kebutuhan elemen desain ruang bermain anak berdasarkan


aspek kegiatan fisik anak, koneksi dengan alam, interaksi sosial dan keamanan

e) Merumuskan model pengelolaan ruang bermain anak baik dari segi kelembagaan
maupun pembiayaannya

tabel 1. 1
No Dokumentasi Lokasi dan
Keterangan
1. Kondisi Taman RT
03/RW 01 di
Kelurahan
Ngemplak
Simongan.
 Taman pada RT
03 memiliki
fasilitas hampir
sama namun
gambar 1. 2 tidak terdapat
fasilitas
permainan anak.
Padahal
segmentasi
penduduknya
menunjukkan
bahwa RT 03
lebih cenderung
memiliki banyak
gambar 1. 3
anak usia balita.
 Taman RT 03
terdapat fasilitas
tambahan untuk
olahraga sepak
bola yaitu
gawang.
 Taman RT 03
juga terdapat
sumur besar yang
gambar 1. 4 berfungsi
mengairi rumah
warga jika terjadi
kekeringan, dan
sumur tersebut
No Dokumentasi Lokasi dan
Keterangan
sudah dilindungi
oleh besi-besi
agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak
diinginkan jika
anak-anak
bermain disini.

Kondisi Jalan di
Depan Taman RT
03/ RW 01
Kelurahan
Ngemplak
Simongan.
Kondisi jalanan
yang sangat sepi dan
jarak tempuh dari
rumah anak-anak
(balita) menuju
gambar 1. 5 lapangan yang
terpaut hanya kurang
lebih 5-10 meter
membuat mereka
senang sekali berada
di sekitar taman
hanya sekedar untuk
berlari-lari maupun
bermain.

gambar 1. 6

Anda mungkin juga menyukai