Anda di halaman 1dari 36

Dinamika Keterbukaan

Informasi Publik

Editor:
Suwandi Sumartias

Bekerja sama:
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
dan PT Balai Pustaka (Persero)
Balai Pustaka
Dinamika Keterbukaan Informasi Publik

Penyunting Ahli: Suwandi Sumartias


Penyunting: Tim Balai Pustaka
Penata Letak: Tim Balai Pustaka
Perancang Sampul: Aly Ibnu Husein

Cetakan Kesatu, 2016


@Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

Diterbitkan oleh
Penerbitan dan Percetakan
PT Balai Pustaka (Persero)
Jalan Bunga No. 8-8A
Matraman, Jakarta Timur 13140
Tel. (021) 8583369. Faks. 8583369
Website: http://www.balaipustaka.co.id

a Aryojati Ardipandanto
d Dinamika Keterbukaan Informasi Publik/Aryojati Ardipandanto,
dkk. cet. ke- 1 – Jakarta: Balai Pustaka, 2016.
xxii 180 hlm.; 14,8 × 21 cm. – (Seri BP No. ...)
1. Dinamika Keterbukaan Informasi Publik
EAN

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002


tentang Hak Cipta

(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagai­mana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, meng­edar­kan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Kata Pengantar Penyunting

Reformasi 1998 merupakan momentum penting dalam


mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis di Indonesia.
Era globalisasi informasi dan teknologi komunikasi telah menjadi
kekuatan demokrasi yang sangat penting. Berbagai pengaruh
budaya politik global semakin jelas dan signifikan dalam
masyarakat. Terbukanya akses informasi melalui media massa
dan jejaring sosial (media on line) bagi masyarakat, telah menjadi
kekuatan dan tantangan baru dalam upaya demokratisasi.

Untuk memahami lebih komprehensif tentang uraian di atas,


buku yang ada pegang ini menjadi satu alternatif yang penting
dan bermanfaat bagi kalangan politisi, penyelenggara birokrasi,
mahasiswa dan atau masyarakat umum. Dalam buku ini, anda
akan memahami uraian dengan rinci dan jelas tentang bagaimana
praktik kebebasan akses informasi bagi warga masyarakat dan
tantangan pemerintahan dalam mewujudkan hak-hak masyarakat
dan sekaligus bertanggung jawab dalam melindunginya.

Melalui Instruksi Presiden No. 3 tahun 2003, disebutkan


bahwa kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat
serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang
bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi
dalam volume yang besar secara cepat dan akurat; Bahwa
pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses
pemerintahan (e-government) akan meningkatkan efisiensi,
efektivitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan; Bahwa untuk menyelenggarakan pemerintahan
yang baik (good governance) dan meningkatkan layanan publik
yang efektif dan efisien diperlukan adanya kebijakan dan strategi
pengembangan e-government. Reformasi birokrasi pada semua

iii
lini penyelenggaraan pemerintahan sebagai salah satu wujud
demokratisasi, tentunya akan menjadi prasyarat tumbuhnya
partisipasi masyarakat yang lebih aktif, konstruktif dan
bertanggung jawab.

Otonomi bangsa/negara dibatasi dengan tegas oleh proses


global, sementara pada saat yang sama kedaulatannya dibagi
antara agensi-agensi nasional, regional, dan internasional yang
dibatasi oleh kepluralitasan ini. Pemerintahan demokratis,
akan mendistribusikan kembali kekuasaan antara dua level
yang berbeda guna meningkatkan pertanggungjawaban secara
menyeluruh dari agensi-agensi yang bertanggung jawab terhadap
pemerintahan dan juga menyediakan kerangka hukum yang
menjamin hak-hak demokratis bagi semua orang.

David Held (2000) dalam karyanya tentang Democratizing


Globalization, mengungkapkan bahwa prinsip otonomi sebagai
jantung demokrasi memberikan peluang bagi setiap orang
harus menikmati hak-hak yang sama (disertai kewajiban yang
sama pula), sekaligus membatasi kesempatan-kesempatan yang
ada; warga negara bebas dan mempunyai persamaan hak dalam
menentukan hidup mereka sendiri sepanjang tidak meniadakan
hak orang lain. Prospek yang penuh harapan untuk masa depan
yang lebih berharga dan mendesak terletak pada masyarakat
sipil global. Eksistensi suatu pemerintahan tidak akan memadai
hanya melalui pengakuan legalitas yuridis tanpa pengakuan dan
partisipasi aktif warga masyarakatnya.

Melalui buku ini, para penulis menyajikan berbagai bahasan


yang mendalam tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
di era reformasi di Indonesia. Data hasil penelitian di beberapa
instansi di daerah, dengan cermat diuraikan oleh para penulis.

iv
Uraian pertama dari buku ini membahas tentang pentingnya
Keterbukaan Informasi Publik dalam Perspektif Kekuasaan
Demokratis disampaikan Aryojati Ardipandanto. Era globalisasi
adalah era di mana pertukaran informasi dalam skala global terus-
menerus terjadi. Khususnya informasi publik merupakan hak
setiap untuk memperolehnya. Transisi demokrasi pasca-reformasi
tahun 1998, ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, menawarkan
demokratisasi dengan ragam kebebasan yang menyertainya,
termasuk dan terutama kebebasan informasi. Di sisi yang lain,
proses transisi ini, telah berdampak semakin sulitnya pemerintah
mengatur dan mengelola political goods.

Uraian kedua tentang Regulasi KIP dan Kebutuhan atas


Perlindungan Privasi Dibahas oleh Debora Sanur. Hak untuk
mengakses informasi pada badan publik merupakan Hak Asasi
Manusia, namun sekaligus sebagai perlindungan hak atas privasi,
sebagai informasi yang dikecualikan.

Bagian ketiga tentang Tata Kelola Keterbukaan Informasi


Publik di Era Pemerintahan Elektronik dikaji oleh Ahmad Budiman.
Kebebasan informasi diharapkan menjadi spirit demokratisasi
yang menawarkan kebebasan sekaligus tanggung jawab secara
bersamaan. Reformasi sistem dan pola kerja, terutama dengan
menerapkan sistem pemerintahan elektronik atau e-government.

Selanjutnya, pembahasan tentang Akses Publik terhadap


Pendanaan Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Partai Dalam
Pilkada, disampaikan oleh Prayudi pada bagian ke empat buku
ini. Akses publik terhadap pendanaan pasangan calon dalam
Pilkada yang diselenggarakan menjadi penting. Asas keterbukaan
Informasi dalam Pilkada serentak 2015, masih ditemui kasus
politik uang dan proses penegakkannya yang lemah. Jual beli
suara berjalan pada saat tahapan pemungutan suara hingga
pengumuman hasil Pilkada.

v
Bagian kelima dari buku ini membahas tentang Partispasi
Publik dan Representasi dalam Proses Perencanaan Pembangunan
dan Penganggarannya pasca-reformasi diuraikan oleh Suhartono.
Transisi politik yang dimulai sejak berakhirnya masa pemerintahan
Presiden Suharto, telah membawa perubahan besar dalam sistem
politik Indonesia dan tata kelola pemerintahan. UU Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, memberikan ruang partisipasi masyarakat
desa dalam merancang pembangunan daerahnya sekaligus
terlibat dalam pelaksanaannya.

Sebagai penutup dari buku ini, bagian enam, membahas


tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Upaya Peningkatan
Pelayanan Publik Pada Pengaduan Online LAPOR! (Telaah
Kebijakan Komunikasi) diuraikan oleh Handrini Ardiyanti. Dalam
konteks keterbukaan informasi publik dan upaya peningkatan
pelayanan publik, pengaduan online masyarakat LAPOR! (Layanan
Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) menjadi penting dan
menarik sebagai sebuah kebijakan komunikasi dalam integrasi
dua dimensi yaitu dimensi keterbukaan informasi publik dan
dimensi pelayanan publik.

Tuntasnya penulisan buku ini, tentunya melibatkan


berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya atas kritik, masukan dan
atau sumbang saran yang konstruktif dalam penyempurnaan
buku ini. Semoga buku ini bermafaat dan menambah wawasan
bagi para pembacanya.

Bandung, Juli 2016


Suwandi Sumartias
(Dosen Komunikasi Politik dan
Kepala Departemen Komunikasi
dan Informasi Fikom Unpad)

vi
PROLOG

Dinamika Keterbukaan Informasi Publik

A. Latar Belakang

Pengelolaan keterbukaan informasi publik di Indonesia


diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang baru efektif diterapkan
yaitu 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU KIP. Melalui UU ini
setiap instansi yang dalam menjalankan tugasnya menggunakan
dana APBN atau APBD dikategorikan sebagai badan publik
yang wajib mengelola dan menyediakan informasi publik yang
dimilikinya, sebagaimana diatur dalam UU KIP. Meski tidak semua
informasi dikategorikan sebagai informasi publik, karena ada juga
informasi yang dikategorikan sebagai informasi dikecualikan.

Secara umum lahirnya UU KIP dilandasi oleh pemikiran


pertama, informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang
bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Kedua,
hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan
keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting
negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Ketiga,
keterbukaan informasi publik merupakan jalan mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan
badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik.1

1 Depkominfo, USAID, DRSP, Panduan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Untuk
Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik, Jakarta: IRDI, 2009, hal. 9

vii
Keterbukaan informasi memberi peluang bagi rakyat
untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik. Kondisi
ini sekaligus dapat mendorong terciptanya clean and good
governance karena pemerintah dan badan-badan publik dituntut
untuk menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang
dikerjakannya secara terbuka, transparan, dan akuntabel.2
Kebebasan informasi diharapkan menjadi spirit demokratisasi
yang menawarkan kebebasan sekaligus tanggung jawab informasi
secara luas. Sementara di sisi yang lain, kebebasan informasi juga
sekaligus dapat membantu memberikan pilihan langkah yang
jelas bagi pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan secara
strategis.

Hadirnya UU KIP memang dimaksudkan untuk mendorong
terciptanya proses demokratisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Oleh sebab itu, UU KIP mendukung transparansi
informasi di seluruh lembaga pemerintah yang merupakan salah
satu prasyarat penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis.

Di negara demokratis, pengakuan terhadap hak atas informasi


sekaligus merupakan sarana untuk memantau dan mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan yang demokratis
akan berusaha semaksimal mungkin membuka ruang informasi
yang dibutuhkan publik. Itu sebabnya di negara demokratis
konstitusional, keterbukaan informasi publik merupakan sarana
untuk mengoptimalkan penyelenggaraan negara secara umum,
mengoptimalkan peran dan kinerja badan-badan publik, serta
segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.

Keterbukaan informasi publik di Indonesia yang secara
formal telah ditetapkan dalam UU KIP, pada tataran praktis
memang dimaksudkan untuk memenuhi hak-hak yang dimiliki
2 Keterbukaan Informasi Publik Pemerintah, http://pemerintah.net/keterbukaan-
informasi-publik-pemerintah/, diakses tanggal 21-2-2016

viii
publik. Hak-hak dimaksud berupa: (1) hak untuk memantau
perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya, (2)
hak untuk memperoleh informasi publik, (3) hak untuk terlibat
dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik,
(4) kebebasan berekspresi yang antara lain diwujudkan dalam
kebebasan pers, dan (5) hak untuk mengajukan keberatan terhadap
penolakan atas keempat hak terdahulu.3

Bagi pemerintah daerah, keterbukaan informasi publik dapat
digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan tugas pelayanan
publik dan perizinan yang selama ini telah dilakukannya.

Penyempurnaannya terletak pada bagimana kedua tugas


tersebut dilaksanakan secara lebih transparan dan akuntabel
dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengakses informasi publik yang terkait. Hal ini tentunya sejalan
dengan semangat reformasi birokrasi yang telah merubah
paradigmanya dari aparatur yang dilayani menjadi aparatur
yang melayani seluruh masyarakat. Sedangkan bagi masyarakat,
keterbukaan informasi publik dimaknai sebagai memberika
kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk ikut serta
sekaligus mengawasi proses dari lahirnya sebuah kebijakan.
Melalui praktik seperti ini potensi penyalagunaan kewenangan
yang mungkin saja terjadi di birokrasi dapat dicegah seminimal
mungkin.

B. Dinamika Keterbukaan Informasi Publik

Menarik untuk mencermati dinamika keterbukaan informasi


publik yang terjadi di Indonesia. Di awal UU KIP diterapkan, pada
tataran filosofis, keterbukaan informasi publik harus berhadapan
dengan realita baik berupa kendala dan atau keseriusan badan
3 Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, Jakarta: Penerbit
ICEL, 2001, hal. 22.

ix
publik dalam menyelenggarakan keterbukaan informasi publik.
Masih ada praktik di lapangan yang hanya menggunakan
keterbukaan informas publik sebagai penerapan demokrasi
setengah hati. Peraturan daerah yang intinya mengatur mengenai
transparansi dan keterbukaan informasi publik telah dimiliki,
namun pada praktiknya belum dilaksanakan di masing-masing unit
kerja, misalnya dengan menetapkan Pejabat Pengelola Informasi
Dokumentasi (PPID) di daerahnya, belum melakukan klasifikasi
informasi publik yang dimilikinya, dan masih memutuskan
informasi publik sebagai informasi dikecualikan yang harus dijaga
kerahasiaannya.

Partisipasi yang dikembangkan selama ini sebatas partisipasi


retoris dan cenderung manipulatif, hal ini terjadi karena
pemerintah daerah masih memandang masyarakat tidak penting
dilibatkan dalam proses pembangunan (perencanaan, pembuatan
kebijakan, penganggaran dan lain-lain) karena merasa telah
diwakili oleh DPRD. Situasi ini menyebabkan belum kuatnya
keinginan pemerintah daerah untuk merasa wajib melibatkan
warga masyarakat. sehingga dibutuhkan instrumen kebijakan
yang perlu untuk mengatur sistem aksesibilitas warga terhadap
sistem penyenggaraan pemerintahan dan peran serta masyarakat
secara jelas, dengan memperhatikan berbagai aspirasi dan potensi
masyarakat.4

Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan kondisi yang


terjadi di masyarakat sebagai dampak dihasilkannya kebijakan
keterbukaan informasi publik. Demokrasi setengah hati yang
banyak diterapkan pemerintah daerah, harus berhadapan
dengan euphoria keterbukaan informasi publik yang begitu
besar dirasakan oleh masyarakat, termasuk juga masyarakat
di Jabar. Semua substansi informasi publik yang tidak bisa

4 Suwandi Sumartias, Tantangan E-Government dan Keterbukaan Informasi Publik,


Makalah disampaikan pada FGD di Komisi Informasi Jabar 18 Juni 2016.

x
dilayani oleh badan publik, pasti akan diajukan gugatannya oleh
pemohon informasi kepada komisi informasi. Setiap individu atau
perkumpulan tanpa terkecuali mengajukan berbagai gugatan
sengketa informasi yang substansinya sebetulnya tidak terlalu
terkait dengan posisinya sebagai pemohon informasi. Misalnya
informasi mengenai pembahasan anggaran yang diminta oleh
pemohon yang tidak jelas mengajukan untuk apa.5

Praktik keterbukaan informasi publik, memang perlu


dikawal dan dicermati segala dinamika yang terjadi di ranah
publik maupun yang terjadi di masyarakat. Tulisan dalam buku
ini menjadi menarik untuk dibaca, karena memuat persoalan
keterbukaan informasi publik dari kondisi kekinian, baik pada
tataran filosofis, regulasi, maupun implementasinya. Materi
pertama mengenai “keterbukaan informasi publik dalam
perspektif kekuasaan demokratis.” Hal ini menarik untuk disimak
mengingat dalam tulisan ini dipaparkan implementasi UU KIP,
khususnya dibeberapa daerah, masih banyak terjadi bahwa
substansi atau ruh UU ini belum dipraktikkan dengan benar.
Beberapa kasus menunjukkan sulitnya publik mendapatkan
data-data atau dokumen dari Pemda, terutama data-data atau
dokumen yang bersifat keuangan.

Tulisan berikutnya mengenai “regulasi KIP dan kebutuhan


atas perlindungan privasi.” Euphoria masyarakat mengenai
keterbukaan informasi publik masih sering kali bertabrakan
dengan berbagai nilai-nilai yang dikembangkan dalam regulasi
lainnya yang telah ada selama ini.

Tulisan ketiga mengenai “tata kelola keterbukaan informasi


publik di era pemerintahan elektronik.” Globalisasi informasi dan

5 Dan Satriana, Peran Komisi Informasi Jawa Barat dalam Meningkatkan Keterbukaan
Informasi Publik, Ketua Komisi Informasi Jawa Barat disampaikan pada FGD Tata
Kelola Keterbukaan Informasi Publik di era E-Government, Bandung 18 Juni 2016

xi
teknologi informasi telah berdampak luas pada seluruh aspek
kehidupan masyarakat termasuk juga di Indonesia. Keterbukaan
informasi publik yang selama ini dilakukan secara terpisah dan
hakikat birokrasi dalam memberika pelayanan publik sebagai
tupoksinya, kini harus beradaptasi dengan kondisi demikian.
Prinsip efektif dan efisien yang selama ini dikedepankan dalam
keterbukaan informasi publik, juga harus diarahkan pada
peningkatan layanan publik dan perizinan yang berbasis layanan
elektronik.

Kehadiran UU KIP untuk memperbesar akses publik


terhadap informasi yang terkait dengan lahirnya sebuah
kebijakan, menjadi sorotan dalam tulisan berikutnya mengenai
“akses publik terhadap pendanaan calon kepala daerah melalui
jalur partai dalam Pilkada”. Beberapa daerah tergolong sangat
sukar diakses oleh publik terhadap pendanaan politik pasangan
calon ketika Pilkada 2015, yang biasanya berkorelasi dengan
tingginya tingkat korupsi di daerah bersangkutan.

Tulisan berikutnya mengulas “partsipsipasi publik dan


representasi dalam proses perencanaan pembangunan dan
penganggarannya pasca-reformasi”. Tuntutan untuk membangun
tata pemerintahan demokratis dalam proses perencanaan
pembangunan berkembang di kalangan politisi di DPR dan
masyarakat. Tuntutan tersebut menghendaki proses perencanaan
pembangunan yang berjalan saat ini dapat mengakomodasi
tuntutan masyarakat baik secara langsung maupun melalui
wakilnya di DPR.

Tulisan terakhir mengungkap soal “keterbukaan informasi


publik dalam upaya peningkatan pelayanan publik pada pengaduan
online Lapor!: sebuah telaah kebijakan komunikasi”. Keterbukaan
informasi publik pasti bersinergi dengan pelaksanaan tupoksi
Pemda dalam memberikan pelayanan publik. Perlu pengawasan

xii
yang melekat atas pelaksanaan keduanya. Untuk itu, dalam konteks
keterbukaan informasi publik dan upaya peningkatan pelayanan
publik tersebut, pengaduan online masyarakat Lapor! (Layanan
Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) berada. Karenanya
menjadi menarik untuk mengkaji pengaduan online masyarakat
LAPOR! Sebagai sebuah kebijakan komunikasi sebagai integrasi
dua dimensi yaitu dimensi keterbukaan informasi publik dan
dimensi pelayanan publik.

Transparansi dan akuntabilitas sangat erat kaitannya dengan


partisipasi. Transparansi berarti terbukanya akses bagi seluruh
masyarakat terhadap semua informasi suatu manajemen sistem
informasi publik. Dengan adanya informasi yang terbuka maka
akan memudahkan kontrol sosial dari warga. Akuntabilitas
dimaknai sebagai pertanggungjawaban suatu lembaga kepada
publik atas keberhasilan maupun kegagalan melaksanakan misi/
tugas yang telah diembannya. Partisipasi dimaknai sebagai hak
warga masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan
keputusan dan setiap langkah pembangunan partisipatif mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dan
pelestarian, sehingga masyarakat bukan penerima manfaat
melainkan sebagai agen perubahan dan pembangunan.

Penyunting

xiii
xiv
Daftar Isi

Kata Pengantar Penyunting.................................................................................. iii


PROLOG......................................................................................................................... vii
Dinamika Keterbukaan Informasi Publik ...................................................... vii
A. Latar Belakang .................................................................................................. vii
B. Dinamika Keterbukaan Informasi Publik............................................... ix
Daftar Tabel................................................................................................................. xix
Daftar Gambar............................................................................................................ xx
Daftar Bagan............................................................................................................... xxi
Daftar Grafik................................................................................................................ xxii

BAGIAN PERTAMA
Keterbukaan Informasi Publik dalam Perspektif Kekuasaan
Demokratis................................................................................................... 1
Oleh: Aryojati Ardipandanto

Keterbukaan Informasi Publik dalam Perspektif


Kekuasaan Demokratis........................................................................................... 3
A. Pendahuluan....................................................................................................... 3
B. Keterbukaan Informasi Publik dalam Konsep Demokrasi.............. 8
C. Kekuasaan Politik dalam Keterbukaan Informasi Publik................ 13
D. Penutup................................................................................................................. 36
Daftar Pustaka............................................................................................................ 38

BAGIAN KEDUA
Regulasi KIP dan Kebutuhan Atas Perlindungan
Rahasia dan Privasi.................................................................................... 41
Oleh: Debora Sanur

Regulasi KIP dan Kebutuhan Atas Perlindungan


Rahasia dan Privasi.................................................................................................. 43
A. Lahirnya UU KIP ............................................................................................... 43
B. Pendekatan Konsep Demokrasi.................................................................. 45
C. Pendekatan Konsep Hak Asasi Manusia ................................................. 47
D. Keterbukaan Informasi Publik.................................................................... 50

xv
E. UU Kebebasan Informasi Publik vs RUU Rahasia Negara................ 54
F. Kebijakan terhadap Hak Atas Privasi....................................................... 57
G. Kesimpulan.......................................................................................................... 68
Daftar Pustaka............................................................................................................ 69

BAGIAN KETIGA
Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik
Di Era Pemerintahan Elektronik........................................................... 73
Oleh: Ahmad Budiman

Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik


Di Era Pemerintahan Elektronik........................................................................ 75
A. Kondisi Saat Ini.................................................................................................. 75
B. Fenomena Pemerintahan Elektronik........................................................ 79
C. Keterbukaan Informasi Publik.................................................................... 87
1. Transparansi Pemerintahan Daerah................................................. 87
2. Perspektif Komunikasi Politik............................................................. 88
3. Pemerintahan Elektronik....................................................................... 91
D. Penerapan KIP.................................................................................................... 94
1. KIP di Era E-Gov......................................................................................... 94
2. Reposisi PPID.............................................................................................. 106
3. Penguatan Komisi Informasi................................................................ 107
E. Penutup................................................................................................................. 109
Daftar Pustaka............................................................................................................ 112

BAGIAN KEEMPAT
Akses Publik Terhadap Pendanaan Calon Kepala Daerah
Melalui Jalur Partai dalam Pilkada....................................................... 115
Oleh: Prayudi

Akses Publik Terhadap Pendanaan Calon Kepala Daerah


Melalui Jalur Partai dalam Pilkada.................................................................... 117
A. Realita Terkini.................................................................................................... 117
B. Tingginya Biaya Politik................................................................................... 121
C. Pendanaan Politik............................................................................................. 122
D. Tarik Ulur Kepentingan Akses Publik dan Subsidi Negara............. 127

xvi
E. Kendala-kendala yang Dihadapi................................................................. 155
1) Kelembagaan Partai yang Masih Tersentralisir dan
Dampaknya bagi Politik Otonomi Daerah...................................... 155
2) Kelemahan Aturan Pendanaan............................................................. 164
F. Langkah-langkah yang dilakukan.............................................................. 171
G. Penutup................................................................................................................. 180
Daftar Pustaka............................................................................................................ 184

BAGIAN KELIMA
Partsipsipasi Publik dan Representasi dalam Proses
Perencanaan Pembangunan dan Penganggarannya
Pasca-Reformasi......................................................................................... 189
Oleh: Suhartono

Partsipsipasi Publik dan Representasi dalam Proses Perencanaan


Pembangunan dan Penganggarannya Pasca-Reformasi.......................... 191
A. Proses Perencanaan......................................................................................... 191
B. Perencanaan Pembangunan dan Democratic Governance............... 198
C. Aspirasi dan Anggota DPR dalam Penyusunan Anggaran............... 207
D. Perencanaan Pembangunan dan Anggaran Nasional........................ 215
E. Proses Perencanaan dan Penganggaran di Daerah ........................... 222
Kesimpulan.................................................................................................................. 232
Daftar Pustaka............................................................................................................ 235

BAGIAN KEENAM
Keterbukaan Informasi Publik dalam Upaya Peningkatan
Pelayanan Publik Pada Pengaduan Online Lapor!:
Sebuah Telaah Kebijakan Komunikasi................................................ 237
Oleh: Handrini Ardiyanti

Keterbukaan Informasi Publik dalam Upaya Peningkatan


Pelayanan Publik Pada Pengaduan Online Lapor!: Sebuah Telaah
Kebijakan Komunikasi............................................................................................ 239
A. Lapor! Dalam Dimensi Keterbukaan Informasi dan
Pelayanan Publik .............................................................................................. 239
B. LAPOR! Pengaduan Online di Era E-Government................................ 241

xvii
C. Bingkai Kerangka Konseptual Menimbang LAPOR! Sebagai
Kebijakan Komunikasi.................................................................................... 243
C.1. Kebijakan Komunikasi Di Era E-Goverment.................................. 243
C.2. Mediated Communication...................................................................... 247
C.3. Pelayanan Publik di Era E-Government........................................... 249
D. Keterbukaan Informasi Publik dalam Upaya Peningkatan
Pelayanan Publik Pada LAPOR!: Sebuah Telaah Kebijakan
Komunikasi.......................................................................................................... 251
1. LAPOR!: Sebuah Upaya Peningkatan Pelayanan Publik
di Era E-Government.................................................................................. 251
2. Pengaduan Online LAPOR!: Sebuah Telaah Kebijakan
Komunikasi................................................................................................... 253
3. Aplikasi LAPOR! Sebagai Mediated Communication.................... 257
4. Pengaduan Online LAPOR! Sebagai Mediasi di Era
Keterbukaan Informasi Publik............................................................. 261
E. Penutup................................................................................................................. 263
Daftar Pustaka............................................................................................................ 266

EPILOG ........................................................................................................... 269


INDEKS........................................................................................................... 273
PROFIL PENULIS.......................................................................................... 277

xviii
BAGIAN
KEDUA.....
41
Regulasi
KIP dan

Daftar Tabel

Bagian Ketiga
Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik Di Era
Pemerintahan Elektronik
Oleh: Ahmad Budiman
Tabel 1 Peringkat 10 Besar KIP Tahun 2015
di Pemerintah Provinsi........................................................ 77
Tabel 2 Regulasi di Daerah Mengenai E-Goverment................. 82
Tabel 3 Global Development 2001-2004....................................... 86

Bagian Keempat
Akses Publik Terhadap Pendanaan Calon Kepala Daerah
Melalui Jalur Partai dalam Pilkada
Oleh: Prayudi
Tabel 1 Pengaturan Sumber Keuangan Partai Politik dalam
Empat Undang-Undang ....................................................... 135
Tabel 2 Besar Sumbangan Unsur Partai dari Kalangan
Anggota Legislatif/Pejabat Eksekutif............................. 145
Tabel 3 Kasus Korupsi Pejabat Daerah 2004-2006.................. 159

Bagian Kelima
Partsipsipasi Publik dan Representasi dalam Proses
Perencanaan Pembangunan dan Penganggarannya Pasca-
Reformasi
Oleh: Suhartono
Tabel 1 Citizen and Administrator Roles in Public
Administration Modal System............................................. 202

xix
Daftar Gambar

Bagian Ketiga
Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik di Era
Pemerintahan Elektronik
Oleh: Ahmad Budiman
Gambar 1 Surabaya Single Window...................................................... 100
Gambar 2 Birms Kota Bandung............................................................. 103

Bagian Kelima
Partsipsipasi Publik dan Representasi dalam Proses
Perencanaan Pembangunan dan Penganggarannya Pasca-
Reformasi
Oleh: Suhartono
Gambar 1 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Alur
Perencanaan dan Pengangguran (UU 25/2004)....... 215
Gambar 2 Proses Perencanaan dan Pengangguran
Tahunan Daerah...................................................................... 216

xx
Daftar Grafik

Bagian Ketiga
Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik di Era
Pemerintahan Elektronik
Oleh: Ahmad Budiman
Grafik 1 Model KIP di Era E-Goverment.......................................... 104

xxi
Daftar Bagan

Bagian Keenam
Keterbukaan Informasi Publik dalam Upaya Peningkatan
Pelayanan Publik Pada Pengaduan Online Lapor!: Sebuah
Telaah Kebijakan Komunikasi
Oleh: Handrini Ardiyanti
Bagan 1 Perubahan Paradigma Pengelolaan Organisasi
Publik........................................................................................... 250
Bagan Alur Kerja Lapor............................................................................. 255
Bagan Situs Laporan Terdisposisi dalam Lapor............................. 262

xxii
Kisah Sukses LAPOR! di Facebook LAPOR! https://www.
facebook.com/ Layanan Pengaduan OnlineRakyat/ photos
/a.600151686670462.1073741825. 490346034317695/
1199320130086945/? type=3&theater diakses Senin, 18
Juli 2016.
Statistik LAPOR! tentang Laporan Terdisposisi, https://www.
lapor.go.id/statistik/ diakses Senin, 4 Juli 2016.

Wawancara
Wawancara dengan Manager Pengaduan Online LAPOR! dari
Kantor Staf Kepresidenan 22 Juni 2016

268
268
EPILOG

Tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan antara pemerintah


daerah dengan masyarakat saat ini masih dihadapkan pada
berbagai persoalan, terutama yang menyangkut rendahnya
keterbukaan dan pengungkapan (disclosure) dan desiminasi
(sebaran) informasi kepada masyarakat, sehingga berbagai
kebijakan pemerintah relatif kurang dipahami, sehingga
tingkat partisipasi masyarakat-pun terhadap berbagai program
pembangunan menjadi minim juga.

Mengutip sambutan Presiden Joko Widodo, pada
penganugerahan keterbukaan informasi publik tahun 2015,
pemerintah terbuka kita akan mampu mendorong partisipasi
rakyat untuk terlibat dari proses pengambilan kebijakan
publik sampai dengan membuka ruang yang lebih lebar bagi
pengawasan-pengawasan publik. ”Hanya dengan mengadopsi
prinsip pemerintah terbuka, pemerintah di semua tingkatan
akan bisa membangun legitimasi, membangun memperkuat
kepercayaan publik.

Namun demikian dinamika keterbukaan informasi publik di


Indonesia, memang akan terus berjalan ke arah yang lebih baik
setelah mampu mengatasi berbagai kendala dan penyesuaian
dengan kebutuhan informasi dan perkembangan teknologi
informasi di masyarakat. Hal ini tentunya berangkat dari
kemampuan kita bersama untuk mendeskripsikan berbagai
kondisi riil yang terjadi berkaitan dengan penerapan keterbukaan
informasi publik.

Permasalahan penerapan KIP secara demokratis di negeri ini


lebih berasal dari kesiapan mental aparat negara dan badan publik
serta kesiapan masyarakat untuk benar-benar memaksimalkan

269
fungsi pengawasan dan partisipasi. Artinya, dibutuhkan metode-
metode interaktif agar para aparat negara, penyelenggara
badan publik, dan anggota masyarakat menyadari pentingnya
keterbukaan informasi publik dalam mengembangkan demokrasi
partisipatif dan transparansi menuju tata kelola kepemerintahaan
yang baik.

Setiap warga negara berhak mengetahui berbagai hal


seperti rencana kebijakan publik, program kebijakan publik,
proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan
keputusan publik. Namun dilain pihak, perlu juga adanya
perlindungan terhadap hak privasi setiap individu. Pertimbangan
yang seksama harus diberikan untuk menentukan apakah manfaat
dari pengungkapan informasi lebih penting dari kerugiannya
(dalam hal informasi tersebut harus diungkap) atau sebaliknya.

Keterbukaan informasi publik di era e-government


sesungguhnya memiliki potensi untuk lebih memaksimalkan
pemenuhan hak masyarakat dalam memperoleh informasi publik.
Tata kelola keterbukaan informasi publik di era e-government
adalah dengan memasukan ketiga kategori informasi publik
sebagaimana diamanakan UU KIP ke dalam aplikasi layanan publik
atau perizinan, yang kemudian diddukung oleh sistem keamanan
jaringannya.

Akses publik terhadap politik pendanaan pasangan calon


dalam Pilkada masih menjadi konteks yang lemah dalam
penyelenggaraan proses seleksi elit politik lokal. Kelemahan ini
menjadi taruhan tidak saja bagi dinamika pemerintahan agar
akuntabel bagi masyarakat, tetapi posisi masyarakat sendiri
yang hanya dapat menjadi sekadar obyek pengumpulan suara
elit dibandingkan subjek yang aktif memberikan masukan bagi
kebijakan yang diambil.

270
Demokrasi membuka pilihan publik lebih beragam dan
semakin sulit menyeragamkan pilihan publik. Perencanaan
yang tidak akomodatif atas kenyataan ini akan berhadapan
dengan semakin meningkatnya tuntutan publik. Saat ini hal
tersebut diakomodasi secara sistem melalui musrembang
atau melalui penyaluran aspirasi kepada wakilnya di DPR/
DPRD. Namun, penyaluran aspirasi melalui lembaga perwakilan
belum sepunuhnya memenuhi keinginan publik, baik karena
keterbatasan anggaran, syarat administratif dan teknis hingga
praktik distrortif dalam konteks hubungan principal dan agent
antara pemerintah, anggota DPR/DPRD dan masyarakat.

Pengaduan secara online ini memang memudahkan


masyarakat dalam melakukan pengaduan. Namun dalam
upaya pemerintah merespon dan menindak lanjuti pengaduan
yang masuk, masyarakat kurang bisa mengawasi kinerja
pemerintah dalam penanganannya. Dalam website sendiri pun
belum disertakan semacam bukti yang memperlihatkan bahwa
pemerintah atau dinas terkait benar-benar telah menindak lanjuti
atau menyelesaikan pengaduan yang masuk.

Keterbukaan informasi publik memang diarahkan pada
semakin menguatnya demokrasi di tanah air. Kebebasan informasi
diharapkan menjadi spirit demokratisasi yang menawarkan
kebebasan sekaligus tanggung jawab secara bersamaan.
Kebebasan informasi, di satu sisi harus mendorong akses publik
terhadap informasi secara luas. Sementara di sisi yang lain,
kebebasan informasi juga sekaligus dapat membantu memberikan
pilihan langkah yang jelas bagi pemerintah dalam mengambil
suatu kebijakan secara strategis. Meski harus kita sadari, hal ini
belum sepenuhnya sempurna.

Penyunting

271
272
INDEKS

A B
akses iii, xii, xiii, 4, 5, 10, 11, Badan Publik vii, 31, 52, 61,
22, 24, 29, 30, 31, 33, 35, 77, 78, 272
44, 51, 52, 63, 66, 75, 76, Bawaslu 137, 150, 151, 152,
77, 80, 86, 88, 92, 94, 95, 165, 169, 170, 172, 173,
117, 118, 119, 122, 124, 174, 178, 180, 181, 182,
125, 126, 131, 132, 137, 272
143, 144, 151, 153, 171, Birokrasi 23, 85, 91, 111, 112,
172, 174, 180, 181, 182, 226, 272
201, 203, 204, 226, 245, Bottom up 272
271, 272
C
akuntabilitas iii, xiii, 10, 11,
20, 46, 64, 67, 68, 78, 84, Calon v, xvi, xix, 115, 117, 119,
87, 92, 94, 95, 103, 131, 157, 272
135, 142, 182, 195, 202, Check and balances 272
214, 247, 250, 251, 252, Complaint mechanism 272
265, 272 Critical flow model 272
APBD vii, 5, 10, 35, 75, 77, 120,
129, 130, 131, 143, 146, D
152, 173, 179, 181, 187, DAK 219, 220, 226, 227, 228,
213, 219, 220, 221, 226, 272
272 Dana aspirasi 272
APBN vii, 5, 10, 19, 75, 108, Dana kampanye 272
119, 128, 129, 130, 131, Data sharing 272
143, 171, 179, 181, 182, DAU 219, 272
207, 208, 209, 210, 211, Dehumanisasi 272
212, 213, 214, 219, 220, Delegitimasi 272
228, 272 Democratic governance 272

273
Demokrasi x, xv, 3, 6, 8, 12, 13, K
38, 45, 46, 70, 89, 112,
153, 166, 167, 173, 175, KIP iv, v, vii, viii, ix, xi, xii, xv,
184, 185, 233, 271, 272 xvi, xix, xxii, 5, 6, 7, 20,
DOB 131, 272 21, 23, 24, 25, 26, 27, 28,
30, 31, 32, 33, 34, 36, 37,
E 39, 41, 43, 44, 50, 51, 52,
Efektivitas 272 53, 55, 56, 58, 61, 66, 67,
Efisiensi 272 68, 70, 75, 76, 77, 78, 79,
E-government 92, 241, 272 80, 94, 102, 103, 104,
Elektronik v, xvi, xix, xx, xxii, 105, 106, 107, 109, 110,
15, 64, 73, 75, 79, 82, 87, 111, 245, 269, 270, 272
91, 113, 272 KKN 10, 94, 272
E-participation 272 Komisi Informasi x, xi, xvi, 5,
6, 7, 27, 29, 30, 35, 38,
F 54, 55, 65, 76, 78, 79, 97,
Filosofis 272 107, 108, 109, 110, 112,
113, 272
G Komunikasi vi, xvi, xvii, xviii,
Good governmance 272 xxi, 3, 6, 12, 17, 34, 38,
Google 58, 272 50, 62, 73, 78, 83, 88, 89,
90, 112, 167, 185, 228,
H 237, 239, 243, 245, 251,
252, 253, 266, 272
HAM 19, 45, 48, 49, 53, 58, 59,
Konflik 164, 272
60, 69, 130, 272
Human Communication 245, L
254, 267, 272
LAPOR vi, xiii, xvii, xviii, 240,
I 241, 242, 243, 247, 251,
252, 253, 254, 255, 256,
Informasi publik 34, 50, 80,
257, 258, 259, 260, 261,
272
262, 263, 264, 265, 266,
267, 268, 272

274
Legislatif xix, 8, 19, 145, 159, 152, 153, 154, 155, 156,
272 157, 158, 159, 160, 161,
162, 163, 164, 165, 166,
M
167, 169, 170, 171, 172,
Mahar 167, 177, 178, 272 173, 174, 175, 176, 177,
Musrenbang 194, 272 178, 179, 180, 181, 182,
183, 184, 185, 186, 228,
O 270, 272
Oligarki elit 151, 272 Policy responsiveness 272
Online vi, xiii, xvii, xviii, xxi, Political goods 272
82, 98, 237, 239, 240, Pork barrel 213, 272
241, 242, 249, 253, 259, PPID x, xvi, 7, 24, 34, 98, 106,
261, 266, 267, 268, 272 107, 110, 272
Otentik 117, 272 Privasi v, xv, xvi, 41, 43, 44,
57, 58, 59, 62, 63, 69, 70,
P 272
Panwas 152, 165, 169, 172, Publik i, ii, iv, v, vi, vii, viii, ix, x,
173, 181, 182, 272 xi, xv, xvi, xvii, xviii, xix,
Paradogs 272 xx, xxi, xxii, 1, 3, 5, 6, 8, 9,
Partai politik 118, 119, 135, 13, 15, 21, 22, 25, 31, 35,
139, 141, 142, 272 38, 39, 43, 50, 52, 54, 55,
Partisipasi publik 232, 272 61, 64, 67, 69, 73, 75, 77,
Pelayanan publik 239, 250, 78, 79, 87, 88, 91, 95, 97,
272 98, 103, 104, 109, 112,
Pemerintahan Elektronik v, 113, 115, 117, 127, 131,
xvi, xix, xx, xxii, 73, 75, 141, 189, 191, 237, 239,
79, 87, 91, 113, 272 240, 243, 249, 250, 251,
Pilkada v, xii, xvi, xix, 115, 117, 253, 261, 267, 272
118, 119, 120, 121, 122, R
123, 124, 125, 126, 127,
132, 133, 136, 137, 138, Rahasia xv, xvi, 41, 43, 54, 55,
139, 140, 141, 142, 143, 70, 272
146, 148, 149, 150, 151, Rahasia negara 55, 272
Rent-seeking 272

275
RPJMD 216, 217, 223, 224, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 43,
226, 233, 272 44, 50, 51, 52, 53, 54, 55,
RPJPM 272 56, 57, 58, 60, 61, 62, 64,
66, 67, 68, 70, 75, 76, 77,
S
78, 94, 102, 103, 104,
Sistem perencanaan 198, 272 105, 107, 109, 110, 111,
Skeptis 272 118, 120, 121, 123, 124,
SKPD 96, 106, 107, 216, 223, 127, 128, 129, 131, 132,
224, 225, 226, 227, 228, 133, 134, 135, 136, 137,
229, 230, 231, 232, 252, 141, 142, 151, 154, 157,
253, 272 158, 160, 161, 162, 163,
Stigma 141, 272 164, 165, 168, 171, 172,
178, 182, 183, 185, 186,
T 191, 192, 193, 194, 195,
TIK 50, 85, 86, 87, 102, 112, 203, 206, 208, 215, 217,
247, 272 218, 222, 228, 229, 240,
Top down 272 245, 270, 272
TPS 133, 142, 147, 154, 167, V
272
Transparansi xiii, xvi, 29, 87, Voter 202, 272
113, 135, 176, 185, 272
W
U
Warga negara 272
Universal Declaration of Hu- Website ii, 39, 255, 272
man Rights 45, 49, 272
UU vi, vii, viii, ix, xi, xii, xv, xvi,
xx, 5, 6, 7, 9, 11, 15, 16,
17, 18, 20, 21, 23, 24, 25,
26, 27, 28, 30, 31, 32, 33,

276
PROFIL PENULIS

Ahmad Budiman, Lahir di Jakarta, 22 April 1969. Memperoleh


gelar sarjana bidang komunikasi dari Institut IImu Sosial Ilmu
Politik (IISIP) Jakarta tahun 1993 dan Magister Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
HAMKA (2004). Jabatan saat ini adalah Peneliti Madya IV/b
untuk bidang kepakaran komunikasi politik. Menjadi tim asistensi
untuk pembahasan RUU tentang Keterbukaan Informasi Publik,
RUU Rahasia Negara, RUU Intelijen Negara, RUU Penyiaran,
RUU Hukum Disiplin Militer dan RUU Radio Televisi Republik
Indonesia. Tulisan yang telah dibukukan diantaranya berjudul:
"Bunga Rampai Keterbukaan Informasi Publik", dan "Aspirasi
Masyarakat dan Respons DPR RI". Tulisan dalam bagian dari buku
di antaranya "Peningkatan Citra Bangsa melalui Kemandirian
Industri Pertahanan", "Optimalisasi Pengelolaan Keterbukaan
Informasi Publik di DPR RI", "Kesiapan Lembaga Penyiaran
Melaksanakan Digitalisasi Penyiaran", 'Tata Kelola Keterbukaan
Informasi di Era Pemerintahan Elektronik", dan "Urgensi Sistem
Keamanan Telekomunikasi Bagi Peningkatan Kualitas Komunikasi
Organisasi Pemerintah Daerah". Juga tulisan dalam jurnal ilmiah di
antaranya berjudul "Pola Komunikasi Pembangunan Pada Daerah
Pemekaran" dan "Mekanisme Pengaduan Masyarakat ke DPR RI".
Email: a.budiman69@gmail.com

Aryojati Ardipandanto, menyelesaikan pendidikan sarjana


Ilmu Pemerintahan dari Universitas Langlangbuana (Yayasan
Bhrata Bhakti Polri) Bandung pada tahun 2003. Penelitian-
penelitan yang dilakukannya terkait dengan masalah-masalah
pemerintahan, politik, dan industri pertahanan. la pernah menjadi
Tim Asistensi Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang

277
Industri Pertahanan, yang sudah disahkan menjadi UU No. 16
Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Selain itu, penulis
adalah anggota tim Pidato Sekretariat Jenderal DPR RI sejak tahun
2011 hingga sekarang. Ia terlibat pula sebagai anggota Tim Buku
Kinerja Tahunan DPR RI.
Email: aryojati.ardipandanto@gmail.com

Debora Sanur Lindawaty, lahir di Jakarta, 31 Oktober 1982.


la menyelesaikan Pendidikan S1 di Universitas Kristen Indonesia,
Jakarta, Jurusan Hubungan Internasional dan S2 di Universitas
Indonesia, Jakarta, Jurusan Ilmu Politik dan mulai bekerja di
Bidang Pengkajian P3DI Setjen DPR-RI sejak tahun 2009 dengan
bidang kepakaran Politik dan Pemerintahan Indonesia. Tim
pendampingan RUU yang dilakukan diantaranya Pembuatan NA
RUU Kerukunan Umat Beragama dengan Komisi VIII serta PUU
Kesra DPR RI, serta Pembahasan RUU Pemda dan RUU Desa dengan
Pansus DPR RI. Beberapa tulisannya antara lain berjudul "Strategi
elit politik pasangan calon dalam pemenangan pemilukada Riau",
"Peraturan Pemilukada: Studi terhadap munculnya beberapa
kasus", dan "Hubungan Kelembagaan Antara DPRP, MRP dan
Gubernur Papua".
Email: debora.sanur@dpr.go.id

Handrini Ardiyanti, menyelesaikan studi S1 jurusan


Komunikasi di Universitas Diponegoro dan S2 di Manajemen
Komunikasi Universitas Indonesia. Sejak bergabung sebagai
peneliti bidang kepakaran Komunikasi pad a Tim Politik Dalam
Negeri, Handrini telah menghasilkan sejumlah karya yang
dihasilkan diantaranya; "Strategi optimum dalam penentuan
program televisi aplikasi Game Theory pada persepsi pemirsa
terhadap program RCTI dan SCTV" yang dimuat di Widyariset
LlPI, "Komisi I: Senjata, Satelit, Diplomasi" yang ditulis bersama
dua penulis lainnya dan diterbitkan oleh Suara Harapan Bangsa,
"Pengelembungan Harga Sukhoi" yang dimuat di Kompas 24

278
Maret 2012, Manajemen Komunikasi dalam Penanganan Konflik
Tarakan yang dimuat di Kajian 2014. Selain itu penulis juga aktif
melakukan berbagai penelitian baik tim maupun individu, terakhir
menjadi Ketua Tim Penelitian Analisis Kebutuhan Pengguna
dalam Pembangunan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK)
dalam Kerangka Meningkatkan Keamanan Nasional" tahun 2014.
Email: handrini.ardiyanti@dpr.go.id

Prayudi, bekerja di Sekretariat Jenderal DPR RI sejak tahun


1990. Peneliti Bidang Politik Pemerintahan Indonesia di Pusat
Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal
(P3DI Setjen DPR RI). Aktif melakukan beberapa penelitian
lapangan dan riset kepustakaan terkait masalah-masalah sosial
politik. Anggota Dewan Redaksi Jurnal Kajian P3DI Setjen DPR
RI. Beberapa kegiatan lainnya, antara lain pernah ikut sebagai
anggota Tim Asistensi pembahasan Rancangan Undang-Undang
(RUU) tentang Penyelenggaran Pemilu (2007), RUU tentang
Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai
Senjata Kimia (2008), RUU tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional tahun 2005-2025 (2006), RUU tentang MPR,
DPR, DPD, DPRD (2008-2009), RUU tentang Intelijen (2011) RUU
tentang Desa (2013), dan RUU tentang Pemda (2013-2014).

Suhartono, adalah Peneliti Madya bidang Ekonomi dan


Kebijakan Publik dengan bidang konsentrasi Kebijakan Publik.
Lahir di Jakarta 6 Agustus 1973. Menyelesaikan pendiikan
Sarjana pada Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas
Gajah Mada tahun 1998. Pendidikan S2 dari Graduate Program
of Public Policy, Australian National University tahun 2001.
Bekerja di Sekretariat Jenderal DPR RI sejak Tahun 1999 sebagai
peneliti dan saat ini di Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR
RI. Beberapa tulisan, "Respon IPU terhadap Masaah-Masalah
Global Pasca Perang Dingin" (2000), "Analisis Kebijakan Luar
Negeri Abdurahman Wahid" (2001), ''Teroris medan Tata

279
Dunia Baru" (2002), "Mahkamah Konstitusi: Lembaga Negara
Baru Pengawal Konstitusi" (2003), "Batas Wilayah dan Situasi
Perbatasan Indonesia: Ancaman terhadap Integritas Teritorial"
(2004), "Konflik dan Perkembangan Kawasan Pasca Perang
Dingin" (2004), "TKI dan Hubungan Indonesia-Malaysia" (2005),
"Persiapan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus" (2008),
"Proses Pembuatan Kebijakan Pubik Melalui Undang-Undang Bagi
Kepentingan Publik" (2009), "Kajian Kebijakan Publik" (2010),
"lsu Perdagangan dan Industri sebagai Kebijakan strategis Daerah
dalam menghadapi Globalisasi dan Liberalisasi" (2011), "Quo
Vadis Perekonomian Indonesia" (2013), "Evaluasi Pelaksanaan
Daerah Otonomi Baru" (2014), "Efektifitas dan Akuntabilitas
Dana Perimbangan dan Peranannya" (2014), "Arah Kebijakan
Pembangunan Daerah: Peran Legislasi, Aspek Tematik dan
Pemerataan" (2015).

280
Suwandi Sumartias
Editor :
Editor :
DINAMIKA KETERBUKAAN Suwandi Sumartias
INFORMASI PUBLIK

Buku berjudul “Dinamika Keterbukaan Informasi Publik” ini sangat


menarik untuk dibaca karena memuat persoalan keterbukaan informasi

DINAMIKA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK


publik dari kondisi kekinian, baik pada tataran filosofis, regulasi, maupun
implementasinya. Dalam penyajiannya, buku ini dibagi menjadi 6 bagian,
yaitu:
1. Keterbukaan informasi publik dalam perspektif kekuasaan
demokratis..
2. Regulasi KIP dan kebutuhan atas perlindungan privasi.
3. Tata kelola keterbukaan informasi publik di era pemerintahan
elektronik.
4. Akses publik terhadap pendanaan calon kepala daerah melalui
jalur partai dalam Pilkada.
5. Partsipsipasi publik dan representasi dalam proses perencanaan
pembangunan dan penganggarannya pasca reformasi.
6. Keterbukaan informasi publik dalam upaya peningkatan
pelayanan publik pada pengaduan online Lapor!: sebuah telaah
kebijakan komunikasi”.

Dinamika keterbukaan informasi publik di Indonesia, akan terus berjalan ke


arah yang lebih baik setelah mampu mengatasi berbagai kendala dan DINAMIKA KETERBUKAAN
penyesuaian dengan kebutuhan informasi dan perkembangan teknologi
informasi di masyarakat. Hal ini tentunya berangkat dari kemampuan kita
bersama untuk mendeskripsikan berbagai kondisi riil yang terjadi
INFORMASI PUBLIK
berkaitan dengan penerapan keterbukaan informasi publik.

Penerbit Balai Pustaka


Jl. Bunga No. 8-8A Matraman,
Jakarta Timur 13140
Telp. (021)26922132 - 8516793
Faks. (021)8516793
http://www.balaipustaka.co.id 9 7 8 6 0 2 1 2 4 7 4 3 3

Anda mungkin juga menyukai