Anda di halaman 1dari 9

Nama : Vio Anisa

NIM : 175030101111073
Mata Kuliah : Sistem Informasi Manajemen Sektor Publik
Kelas/No.Absen : A / 28

1. Participatory
Sebagai pemilik kedaulatan, setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban
untuk mengambil bagian dalam proses bernegara dan bermasyarakat. Partisipasi tersebut
dapat di lakukan secara langsung ataupun melalui institusi intermediasi, baik secara
langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan
mereka. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berkumpul dan mengemukakan
pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
Partisipasi bertujuam untuk menjamin setiap kebijakan yang diambil
mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada,
pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan
pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan
penyampaian pendapat secara tertulis maupun melalui media elektronik. Bentuk lain untuk
mengajak masyarakat agar terlibat dalam pembangunan, dilakukan melalui perencanaan
partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan
pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada.
Contoh:
Saat ini perkembangan teknologi sudah semakin maju, dimana masyarakat bisa
semakin mudah menyampaikan keluhan, aspirasi maupun masukan yang kontruktif dan
lainnya. Pengaduan oleh masyarakat dapat disampaikan lewat berbagai jalur, dimana dapat
disampaikan melalui surat yang ditujukan kepada Kantor Kementerian PANRB, melalui
Kotak Pos 5000, ataupun melalui aplikasi LAPOR!
Pada zaman dahulu, Kotak Pos 5000 yang diinisiasi di masa Presiden Soeharto, dan
sempat dikeluhkan masyarakat karena seolah pengaduan yang dikirim kesana tak pernah
tuntas diselesaikan, kini diaktifkan kembali oleh Menteri PANRB. Sementara, LAPOR!
(Layanan Aspirasi dan Online Rakyat) merupakan sarana pengaduan dengan menggunakan
aplikasi, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang semakin canggih, yang
diinisiasi oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan,
sebagai tempat pengaduan yang terkoneksi langsung dengan birokrat di seluruh Indonesia.
Aplikasi LAPOR! bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan program dan kinerja pemerintah agar penyelenggaraan pembangunan dan
pelayanan publik berjalan baik sesuai yang seharusnya. Masyarakat umum dapat
mengirimkan pengaduannya pada aplikasi LAPOR! melalui berbagai media termasuk
situs https://www.lapor.go.id/, SMS 1708 dan juga aplikasi mobile. Sekarang, aplikasi
LAPOR! dikelola dan dikembangkan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) bersama
Kementerian PANRB.
Implementasi dari penggunaan aplikasi ini sudah diterima oleh masyarakat luas,
tetapi respon yang diberikan kurang tepat waktu. Mungkin memang aplikasi ini efektif dan
efisien tetapi pemerintah kurang respon terhadap keluhan-keluhan dari masyarakat maupun
masukan-masukan yang diberikan. Diharapkan pemerintah lebih mampu mendengarkan
masukan maupun keluhan yang berikan oleh masyarakat sehingga mampu menciptakan
kinerja yang baik.

2. Consensus oriented
Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah
dengan konsensus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat
memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang
mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive
power) bagi semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang
berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan
masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan berbagai kebijakan
dan prosedur oleh pemerintah. Paradigma seperti ini perlu dikembangkan dalam
pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan
publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat
dalam proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin banyak
aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik
menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus
menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila
mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
Contoh:
e-Musrenbang merupakan portal aplikasi perencanaan berbasis website yang
dibangun untuk mendukung upaya sinergi perencanaan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah baik di Pusat maupun di
Daerah. Aplikasi ini dibangun dan dikembangkan oleh Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian
PPN/Bappenas). e-Musrenbang Mencakup : Aplikasi Isu Strategis Pembangunan Daerah
(e-ISUS); Aplikasi Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pembangunan Daerah (e-
UKPPD);Aplikasi Dana Alokasi Khusus (e-DAK); Aplikasi Dana Hibah (e-HIBAH);
Aplikasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi (e-MusrenbangProv); dan
Aplikasi Pra-Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (e-PraMusrenbangNas).
Dengan dikembangkannya e-Musrenbang berbasis website ini diharapkan dapat
membantu mempermudah proses sinergi perencanaan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah khususnya sinergi perencanaan dan penganggaran yang disesuaikan

2
dengan kebutuhan, serta meningkatkan penerapan prinsip-prinsip governance (partisipatif,
transparan, efektif dan efisiensi, serta akuntabel) dalam pemberian pelayanan publik dari
Kementerian PPN/Bappenas. Melalui musrenbang, masyarakat berpeluang menyampaikan
aspirasi mereka dan berpartisipasi dalam menghasilkan dokumen perencanaan
pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kehadiran E- Musrenbang merupakan sebuah inovasi dalam sistem perencanaan
pembangunan daerah dengan mengadopsi perkembangan teknologi, informasi dan
komunikasi. E- Musrenbang dinilai mampu membuka ruang partisipasi masyarakat dari
segala tingkatan untuk memberikan aspirasi terkait pembangunan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. e-Musrenbang diharapkan mampu memberikan informasi yang
lebih akurat terhadap masyarakat sehingga masyarakat merasa puas atas pelayanan tang
diberikan.
3. Transparency
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil
oleh pemerintah yang berkaitan dengan informasi material maupun relevan. Prinsip
transparansi diharapkan mampu menciptakan kepercayaan hubungan timbal-balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Transparansi/keterbukaan dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi.
Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh
mereka yang membutuhkan. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang
keterbukaan informasi publik sudah dinyatakan dengan tegas bahwa pada asasnya setiap
informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik,
informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas, setiap informasi publik
harus dapat diperoleh oleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu,
dengan biaya ringan serta dengan cara sederhana.
Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik di
tingkat pusat maupun di daerah. Secara pribadi masyarakat dapat mengetahui secara jelas
tanpa ada yang disembunyikan dalam proses perumusan kebijakan publik dan tindakan
pelaksanaanya (implementasinya). Dengan kata lain, segala tindakan dan kebijaksanaan
pemerintah baik di pusat maupun di daerah, harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan
diketahui umum.
Dalam proses pemerintahan, lembaga dan informasi perlu diakses oleh pihak-pihak
yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti
dan dipantau/diawasi. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam
pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
yang telah ditetapkan. Dalam mewujudkan transparansi, pemerintah juga harus
menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada masyarakat.

3
Contoh:
Contoh dari transparansi juga bisa dari di terapkannya e-Musrenbang. Dimana e-
Musrenbang mengaharuskan keterbukaan mengenai Aplikasi Isu Strategis Pembangunan
Daerah (e-ISUS); Aplikasi Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pembangunan Daerah (e-
UKPPD);Aplikasi Dana Alokasi Khusus (e-DAK); Aplikasi Dana Hibah (e-HIBAH);
Aplikasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi (e-MusrenbangProv); dan
Aplikasi Pra-Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (e-PraMusrenbangNas).
Adanya e-Musrenbang diharapkan mampu memberikan informasi yang memadai yang
dibutuhkan masyarakat, juga diharapkan pemerintah lebih terbuka kepada masyarakat dan
memberikan ruang kepada masyarakat untuk berkonstribusi terhadap pembangunan suatu
daerah.

4. Accountability
Akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktifitas
yang dilakukan. Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para
pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat
bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya
tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. Akuntabilitas juga mengandung arti
adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan
penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkanya.
Pengambil keputusan (decision makers) dalam organisasi sector public pemerintah
maupun swasta, dan masyarakat memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada
public, seperti halnya kepada para pemilik (stakeholders). Instrumen dasar akuntabilitas
adalah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan, dengan komitmen politik
akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrument
pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara
pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
Akuntabilitas atau pertanggungjawaban merupakan salah satu indicator dalam
melihat sejauh mana penyelenggaraan sebuah pemerintahan dapat dikatakan baik. Hal ini
dapat ditelaah lebih lanjut dengan melihat sejauh mana para penyelenggara pemerintahan
dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada pihak-pihak terkait dalam rentang
waktu yang telah ditentukan.
Dalam konteks tata kelola pemerintahan desa, para penyelenggara pemerintahan
desa (kepala desa); wajib memberikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan
pemerintahan desa (LPPD) setiap rentang waktu satu tahun anggaran kepada bupati, DBP,
dan masyarkat desa. Laporan ini memuat secara rinci terkait pengelolaan anggaran,
pelaksanaan kinerja dalam waktu satu tahun yang telah lewat. Dalam kasus kepala desa
tidak memberikan laporan yang dimaksud, maka dapat dikenai sanksi administrative sesuai
ketentutuan yang berlaku.

4
Contoh:
Akuntabilitas pemerintah dapat dilihat dari penerapan SPBE (Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik). Dimana SPBE memberi peluang untuk mendorong dan mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka, partisipatif, inovatif, dan akuntabel,
meningkatkan kolaborasi antar instansi pemerintah dalam melaksanakan urusan dan tugas
pemerintahan untuk mencapai tujuan bersama, meningkatkan kualitas dan jangkauan
pelayanan publik kepada masyarakat luas, dan menekan tingkat penyalahgunaan
kewenangan dalam bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme melalui penerapan sistem
pengawasan dan pengaduan masyarakat berbasis elektronik.
Permasalahan dengan di terapkannya SPBE adalah belum maksimalnya
implementasi SPBE pada penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pelayanan
publik secara menyeluruh dan optimal. Penerapan SPBE seharusnya memiliki pengaruh
yang kuat terhadap peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian,
masih terdapat permasalahan kinerja pada pengelolaan keuangan negara, akuntabilitas
kinerja, persepsi korupsi, dan pelayanan public. Jangkauan infrastruktur TIK ke seluruh
wilayah dan lapisan masyarakat belum optimal. Infrastruktur TIK khususnya jaringan
telekomunikasi merupakan fondasi konektivitas antara penyelenggara SPBE dengan
pengguna. Keterbatasan jumlah pegawai ASN yang memiliki kompetensi teknis TIK.
Perkembangan TIK menuntut perluasan dan pendalaman kompetensi teknis yang memadai.
Untuk mengatasi permasalahan penerapan SPBE pada penyelenggaraan
administrasi pemerintahan, tantangan pemerintah adalah melakukan integrasi layanan
perencanaan, layanan penganggaran, layanan pengadaan, dan layanan manajemen kinerja
yang berbasis elektronik, baik integrasi internal K/L/D maupun integrasi antar K/L/D
secara nasional. Sedangkan untuk mengatasi permasalahan pada pelayanan publik,
diperlukan integrasi secara nasional terkait layanan pengaduan publik, layanan perizinan,
dan pelayanan publik lainnya yang menjadi tantangan bersama bagi Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Diharapkan Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah tidak
mengedepankan penerapan birokrasi yang kaku dan lambat, tetapi harus menghasilkan
birokrasi yang berkinerja tinggi dengan karakteristik integratif, dinamis, transparan, dan
inovatif. Kesiapan aparatur negara diperlukan untuk mengantisipasi proses globalisasi dan
demokratisasi agar pemerintah melakukan perubahan mendasar pada sistem dan
mekanisme pemerintahan, penJrusunan kebijakan dan program pembangunan yang
membuka ruang partisipasi masyarakat, dan pelayanan publik yang memenuhi aspek
transparansi, akuntabilitas, dan kinerja tinggi.

5. Responsiveness
Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.
Institusi dan prosesnya harus diarahkan dalam upaya melayani berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders). Pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan
yang sedang terjadi dalam masyarakat, serta pemerintaha harus memahami kebutuhan

5
masyarakat, bukan menunggu mereka menyampaikan keinginan-keinginannya pemerintah
harus proaktif dalam membimbing masyarakat serta mempelajari dan menganalisis
kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Dalam persoalan Negara yang muncul bertubi-tubi juga
merupakan suatu yang harus menjadi perhatian pemerintah, sikap pemerintah yang
tegas dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di Negara dapat memberi distribusi
kepada masyarakat, sehingga menumbuhkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah,
sehingga keinginan rakyat sejalan dengan roda pemerintahan, tercapailah cita-cita Negara
membentuk pemerintahan yang baik.
Affan (dalam Suryanto, 2008) menegaskan bahwa pemerintah harus memahami
kebutuhan masyarakatnya, yang menunggu mereka menyampaikan keinginan-
keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-
kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna
memenuhi kepentingan umum. Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah
harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan etika social. Kualifikasi etika
individual menuntut pelaksana birokrasi pemerintah agar memiliki criteria kapabilitas dan
loyalitas professional. Sedangkan etika social menuntut mereka agar memiliki sensitifitas
terhadap berbagai kebutuhn public.
Dalam upaya mewujudkan asas responsif sebagai asas fundamental menuju tatanan
good governance, pemerintah harus melakukan upaya-upaya strategis dalam memberikan
perlakuan yang humanis pada kelompok-kelompok marginal tersebut.
Contoh:
Responsive di Indonesia sudah diterapkan melalui Sistem Pemerintahan Berbabis
Elektronik (SPBE) yang bertujuan untuk memaksimalkan penyelenggaraan negara
terutama dalam hal pelayanan publik sehingga penyelenggaraan pemerintahan menjadi
lebih efektif dan efisien. Dimana SPBE dikutip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara (MENPAN) memanfaatkan teknologi, informasi dan komunikasi yang berdampak
pada integrasi sistem (keterpaduan penerapan SPBE di pusat, daerah, dan secara nasional)
sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan implementasinya bertujuan untuk mencapai
birokasi dan pelayanan publik yang berkinerja. SPBE telah diatur dalam Peraturan Presiden
Nomer 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Berdasarkan peraturan tersebut, setiap instansi pemerintah wajib menerapkan SPBE atau
yang sering dikenal dengan e-government. Dalam pelaksanaan SPBE di Indonesia
diperlukan komitmen dan dukungan dari pimpinan kementrian/lembaga untuk percepatan
SPBE pada masing-masing aplikasi umum dan infrastruktur SPBE. Jadi SPBE ini
merupakan pelayanan public berbasis elektronik yang bersistem online dengan mengarah
pada kinerja organisasi yang tidak berbelit-belit karena Sumber Daya Manusia yang
dibutuhkan menyesuaikan bagaimana sistem online itu bekerja atau bisa dikatakan dapat
memotong rentang birokrasi yang terlalu panjang.
Penerapan aplikasi untuk SPBE juga berkaitan dengan tugas Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), yang juga menjadi anggota Tim SPBE Nasional. Salah satu

6
tugas utama BPPT dalam penerapan pemerintah berbasis elektronik (e-government) adalah
mengoordinasi dan memberi pendampingan manajemen pengetahuan kepada seluruh
instansi pemerintah.
Manajemen pengetahuan bermanfaat untuk mengurangi duplikasi upaya untuk
mendapatkan suatu pengetahuan, mengurangi biaya dan waktu operasional layanan SPBE,
dan meningkatkan kompetensi operator. Dengan pengelolaan ilmu pengetahuan yang baik,
juga bisa memberdayakan operator, penerima manfaat SPBE, staf TIK, dan analis proses
bisnis. Tujuan akhir adanya manajemen pengetahuan ini adalah peningkatan kualitas
layanan SPBE.
BPPT juga memiliki peran untuk mengaudit aplikasi dan infrastruktur SPBE yang
bertujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian dengan kriteria atau standar yang telah
ditetapkan. Audit teknologi informasi ini meliputi pemeriksaan pada empat hal pokok,
yakni penerapan tata kelola dan manajemen TIK, fungsionalitas TIK, kinerja yang
dihasilkan, serta aspek TIK lainnya.
Meski semua anggota Tim SPBE Nasional sudah bekerja cukup baik sesuai
tupoksinya, masih terdapat beberapa kendala yang dialami instansi pemerintah dalam
menerapkan SPBE. Kendala yang saat ini ditemui, yaitu infrastruktur telekomunikasi yang
belum memadai. Bahkan di beberapa daerah yang masuk dalam kategori 3T (Tertinggal,
Terdepan, dan Terluar), masih ada kendala energi listrik yang belum optimal. Terdapat juga
kendala mengenai masyarakat yang kurang mampu mengikuti perubahan yang ada, dan
kurangnay pengetahuan tentang tekonologi sehinnga penerapan SPBE menjadi terhambat.
Untuk menyelesaikan kendala-kendala itu, Tim SPBE akan memberikan
bimbingan/pembinaan langsung kepada instansi pemerintah. Pembinaan yang dilakukan
oleh Tim SPBE tentu akan didasarkan pada hasil evaluasi yang diterima oleh suatu instansi.
Dengan pembinaan/bimbingan tersebut diharapkan implementasi SPBE menjadi optimal,
efisien dan efektif serta tepat sasaran. Selanjutnya juga diadakan penyuluhan dan sosialisasi
dari pemerintah kepada masyarakat dengan cara bergiliran mendatangi dusun-dusun guna
menambah wawasan masyarakat mengenai tempat yang mereka huni, serta informasi dari
mulut ke mulut di harapkan dapat menambah komunikasi antar warga masyarakat, selain
itu pemerintah memberikan suatu motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar selalu
menjujung tinggi nilai gotong royong serta saling menjaga keamanan, kenyamanan, dan
keharmonisan serta anggota pemerintah selalu bersinergi saling menopang untuk melayani
masyarakatnya. Masyarakat dan pemerintahan desa mengadakan pertemuan atau
perkumpulan dengan cara bergiliran di setiap dusun untuk menghindari kecemburuan
sosial antar masyarakat, masyarakat diharapkan rela memberikan swadayanya terhadap
kemajuan tempat yang mereka huni dan untuk kepentingan seluruh masyarakat.

Daftar pustaka

7
Arisaputra, Muhammad Ilham. 2013. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam
Penyelenggaraan Refroma Agraria di Indonesia. Yuridika. Vol. 28(2)
Djohani, Rianingsih. 2008. Panduan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Desa. Bandung: FPPM.
Febrianingsih, Nunuk. 2012. Keterbukaan Informasi Publik dalam Pemerintahan Terbuka Menuju
Tata Pemerintahan yang Baik. Jurnal Rechts Vinding (Media Pembinaan Hukum Nasional).
Vol. 1(1)
Kadarsih, Ristiana. 2008. DEMOKRASI DALAM RUANG PUBLIK: Sebuah Pemikiran Ulang
untuk Media Massa di Indonesia. Jurnal Dakwah. Vol. 9(1).
Kelvianto, Lestyn & Mustamu, Ronny. 2018. IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD
CORPORATE GOVERNANCE UNTUK KEBERLANJUTAN USAHA PADA
PERUSAHAAN YANG BERGERAK DI BIDANG MANUFAKTUR PENGOLAHAN
KAYU. Agrora. Vol. 6(2).
Kominfo.go.id. 2019. Keterbukaan Informasi Publik Menjamin Kualitas Hidup yang Lebih Baik.
https://kominfo.go.id/content/detail/8076/keterbukaan-informasi-publik-menjamin-
kualitas-hidup-yang-lebih-baik/0/artikel_gpr. Diakses pada 13 Oktober 2019.
Menpan.go.id. 2019. Babak Baru Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/babak-baru-sistem-pemerintahan-berbasis-
elektronik. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2019.
Ombudsman.go.id. 2018. https://www.ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwk--masyarakat-
kini-bisa-lapor-via-aplikasi-lapor. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019
rbkunwas.menpan.go.id. 2016. https://rbkunwas.menpan.go.id/artikel/artikel-rbkunwas/170-
pengaduan-bentuk-kepedulian-masyarakat-terhadap-penyelenggaraan-pemerintahan.
Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019
Safrijal., dkk. 2016. PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE OLEH
APARATUR PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN KLUET UTARA
KABUPATEN ACEH SELATAN. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan
Unsyiah. Vol. 1(1)
Suryanto, Eddy. 2008. Kajian Good Governance terhadap Otonomi Daerah Menuju Keadilan dan
Demokratisasi Hukum. Wacana Hukum. Vol. 7(2)
undang-undang no.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik
Wahab, Abdul Aziz & Rahayu, Sudi. 2013. PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP
GOOD UNIVERSITY GOVERNANCE TERHADAP CITRA SERTA IMPLIKASINYA
PADA KEUNGGULAN BERSAING PERGURUAN TINGGI NEGERI PASCA
PERUBAHAN STATUS MENJADI BHMN (SURVEI PADA TIGA PERGURUAN
TINGGI NEGERI BERSTATUS BHMN DI JAWA BARAT). Jurnal Administrasi
Pendidikan. Vol. 17(1)

8
9

Anda mungkin juga menyukai