Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemerintahan merupakan suatu lembaga yang dipercaya oleh mayarakat
dalam mewujudkan suatu tujuan. Tujuan Negara yang baik harus ditunjang
dengan terselenggaranya good governance. Dalam mewujudkan good governance
tersebut, pemerintah bukan hanya menjadi salah satunya actor yang paling
menentukan. Peran pemerintah sebagai pembangun maupun penyedia jasa
pelayanan dan infrastruktur menjadi bergeser. Didalam penyelenggaraannya
pemerintah sebagai badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu
memfasilitasi pihak lain di komunitas atau sektor swasta untuk ikut aktif
melakukan upaya tersebut. Karena sejatinya good governance merupakan sebuah
pemerintahan dengan standar atau proses yang berjalan dengan baik tanpa adanya
pertentangan. Yang mana dukungan serta tindakan masyarakat sangat
berpengaruh dalam proses pembangunan suatu Negara. (Sulaiman, 2015 : 133).
Disadari atau tidak, setiap warga selalu berhubungan dengan aktivitas
birokrasi pemerintah, sehingga keberadaannya menjadi suatu yang tidak bisa
ditawar tawar lagi. Pelayanan birokrasi akan menyentuh ke berbagai segi
kehidupan masyarakat, demikian luasnya cakupan pelayanan masyarakat yang
harus dilaksanakan pemerintah maka mau tidak mau pemerintah harus berupaya
semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan
publik. (Mulyadi, 2016 : 173 -174)
Dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan, tuntutan serta
hak yang harus diperoleh oleh setiap masyarakat. Pemerintah tidak sendiri, artinya
pemerintah juga membutuhkan dukungan serta partisipasi dari masyarakat.
Partisipasi membuahkan kesepakatan tentang tujuan yang hendak dicapai dan
tindak yang akan dilakukan bersama. Artinya apa yang semula bersifat individual
harus secara sukarela diubah dan diolah menjadi tujuan dan kepentingan bersama.
Partisipasi pada dasarnya adalah kerelaan, dalam menyalurkan kerelaan tersebut
dibutuhkan adanya penggerak dan kegiatan pembangkit partisipasi. Kegiatan
demikian perlu dibuat, diciptakan dan digerakkan guna menciptakan partisipasi
2

yang mempunyai visi ke depan dengan jelas dan terampil menyampaikan


pemikiran masyarakat. (Sumarto,Hertifah SJ, 2004:188 - 189).
Layanan pemerintah dipandang sebagai suatu hak warganegara yang harus
diperoleh. Karena dipandang sebagai hak maka harus didasarkan pada norma-
norma hukum yang mengatur secara jelas. Salah satu pesan dalam undang-undang
Nomor 25 Tahun 2009 tantang pelayanan publik adalah betapa pentingnya
pengelolaan pengaduan masyarakat. (UU No.25, tahun 2009). Pengelolaan
pengaduan / keluhan dari masyarakat untuk menjamin penyediaan pelayanan
public yang sesuai dengan asas asas umum pemerintahan yang baik dan agar
terjaminnya perlindungan hak setiap warga Negara dari kemungkinan -
kemungkinan pengingkaran atau penyalahgunaan wewenang dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Menurut Schelling and Chris Topher, Ed
(Rahmayanty, 2010:101)
Dalam pelaksanaannya, humas dalam pemerintahan mempunyai landasan
yang berlandaskan pada dua fakta. Yang pertama, hak masyarakat mengetahui
kegiatan mupun program pemerintah. Yang mana pemerintahan khususnya humas
mempunyai tangan pertama, hak masyarakat mengetahui kegiatan maupun
program pemerintah. Yang mana pemerintahan khususnya humas mempunyai
tanggung jawab memberikan informasi terkait dengan kegiatan atau programnya
kepada masyarakat. Kedua, kritik dan masukan yang dibutuhkan oleh para humas
pemerintahanterkait permasalahan sosial masyarakat. Hal ini bertjuan untuk
memperoleh dukungan dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan sebuah
pemerintahan yang baik. (A.W. Widjaja, 1993: 52).
Mempertahankan komunikasi yang responsif dengan masyarakat,
pemerintah melakukan pemahaman dan komunikasi dua arah yang saling
menguntungkan. Hal ini sejalan dengan fungsi humas fungsi utama dari public
relation Menurut Anne Can Der Meiden dalam Rumanti (2002 : 204) yaitu
diantaranya menumbuhkan, mengembangkan hubungan baik antara organisasi
perusahaan dengan publiknya baik internal maupun eksternal, Menanamkan rasa
pengertian, menumbuhkan motivasi, dan meningkatkan partisipasi public,
Menciptakan opini publik yang menguntungkan organisasi/perusahaan dan publik.
3

Dengan demikian, pemerintah harus membuat dan menjalankan kebijakan


yang sesuai agar tercipta komunikasi yang efektif dengan masyarakat. Ketika
Public Relations pemerintah yang banyak dicakup adalah urusan publik. Informasi
publik dan komunikasi publik telah berkembang sebagai tanggapan politis dan
administrative untuk mencapai bermacam macam tujuan keorganisasian. Kegiatan
utama system administrative, yang secara khusus dirancang untuk menjembatani
jurang antara pemerintah yang merakyat dan birokratis (Cutlip, Center dan
Broom, 2005: 386 – 388). Public Relations pemerintahan dari berbagai lembaga
mulai menciptakan langkah langkah untuk mewujudkan hubungan yang baik serta
responsif dengan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan adanya divisi divisi
khusus yang diperuntukkan untuk melakukan program yang berhubungan dengan
masyarakat tersebut. Divisi yang bertugas nantinya dapat mewujudkan
komunikasi yang efektif baik pada pihak internal maupun eksternal. Dinas
Komunikasi dan Informatika merupakan salah satu lembaga pemerintah yang
telah melaksanakan fungsi kehumasan tersebut.
Meningkatnya tuntutan masyarakat atas tata kelola pemerintahan yang
baik menjadikan pemberian pelayanan sebagas salah satu sektor yang perlu
mendapat prioritas, khususnya terkait manajemen pengaduan masyarakat yang ada
di sektor publik. Untuk itu, pemerintah memberikan prioritas utama dibidang
pelayanan atas pengaduan yang berasal dari masyarakat. Pelayanan yang baik,
efisien dan efektif dapat memberikan harapan akan terpenuhinya rasa keadilan di
masyarakat serta terjaminnya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan
terarah
Pada prinsipnya pelayanan pengaduan masyarakat kepada pemerintah
diupayakan agar mempermudah masyarakat yang akan menyampaikan
pengaduannya, antara lain dengan menyediakan layanan hotline, faksimile dan
situs web sebagai sarana mempermudah pengaduan masyarakat.
Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) merupakan
inovasi yang dibangun oleh Kantor Staff Presiden (KSP) untuk melibatkan
partisipasi publik dan meningkatkan interaksi dua arah antara masyarakat dan
Pemerintah Kota Medan dalam pengawasan program-program pembangunan.
Partisipasi dan interaksi dari masyarakat umum ini dijaring melalui penerimaan
4

dan tindak lanjut aspirasi dan pengaduan, yang semuanya terdokumentasi dengan
baik dalam aplikasi LAPOR! dengan fitur-fitur berteknologi mutakhir dan dapat
diakses secara mudah oleh publik.
Pada praktiknya masyarakat dapat menyampaikan keluhan (komplaint)
atau pelayanan yang mereka dapat terima melalui sistem yang telah ditentukan
yaitu sistem pengelolaan pengaduan. Penanganan keluhan sangat penting
dilakukan oleh pemerintah daerah karena dari penanganan keluhan tersebut
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kepuasan dari masyarakat.
memberikan kesempatan bagi masyarakat dalam menyampaikan keluhan yang
dianggap tidak sesuai merupakan bentuk dari demokrasi alam pelayanan publik.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa betapa pentingnya penanganan keluhan
dalam pemerintahan. Penanganan keluhan juga dapat menjadi tolak ukur dari
kualitas pelayanan yang telah diberikan oleh pemerintah pada masyarakat.
Keluhan pada dasarnya adalah pernyataan atau ungkapan masyarakat mengenai
suatu informasi yang pada akhirnya informasi itu sebenarnya merupakan
informasi yang penting dan diperlukan oleh pemerintahan guna menjadi
pemerintahan yang baik. Keluhan juga merupakan salah satu komunikasi aktif
antara 2 belah pihak dengan tujuan yang sama. Dengan demikan pengelolaan
Informasi yang berupa keluhan, saran, dan sebagainya itu dirancang sebaik
baiknya guna untuk mengendalikan atau mengelola alur informasi untuk
komunikasi internal dan komunikasi eksternal.
Namun kenyataannya pengaduan masyarakat yang terjadi saat ini banyak
yang tidak berjalan sesuai dengan semestinya. Yang terjadi pengaduan masyarakat
jarang dilakukan. Umumnya masyarakat menyampaikan keluhan, saran, aspirasi
langsung pada instansi yang bersangkutan dengan langsung bertatap muka.
Aspirasi langsung yang dilakukan kerap menimbulkan rasa sungkan atau malas.
Karena menyampaikan langsung pada instansi perlu meluangkan waktu buat
melakukannya. Belum lagi mekanisme atau prosedur yang lumayan ribet
membuat masyarakat enggan atas hal itu.
5

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah ”Bagaimana Kualitas Pelayanan
Pengaduan Masyarakat Melalui Aplikasi Layanan Aspirasi Pengaduan Online
Rakyat (LAPOR) pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan ? ”

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kualitas Pelayanan
Pengaduan Masyarakat Melalui Aplikasi Layanan Aspirasi Pengaduan Online
Rakyat (LAPOR) pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan 
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Publik


2.1.1 Pengertian Pelayanan
Istilah pelayanan dalam Bahasa inggris adalah “service”. Moenir
dikutip Satibi dalam buku Manajemen Publik (2012:26) mendefinisikan
pelayanan sebagai “proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang
lain secara langsung”. Pengertian ini mencerminkan bahwa pelayanan
mengandung sejumlah proses aktivitas yang diajukan untuk memenuhi
kebutuhan pihak lain. Dengan perkataan lain, ada pihak-pihak yang
memberikan layanan dan ada pihak yang dilayani sesuai dengan
kebutuhannya.
Adapun definisi pelayanan menurut Gronroos dikutip Satibi dalam
buku Manajemen Publik (2012:27) yaitu, pelayanan adalah:
“Suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat
mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya
interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal yang
disediakan oleh perubahan pemberi layanan yang dimaksudkan
untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan”.
Pengertian ini cenderung berorientasi pada organisasi perusahaan,
namun esensi pelayanan tersebut pada intinya bersentuhan dengan
bagaimana menghadirkan sebuah produk layanan yang dapat memecahkan
permasalahan publik.
Sementara esensi pelayanan yang menyentuh pada kepuasan
masyarakat oleh Sampara dalam bukunya Manajemen Kualitas Pelayanan
(2000:6) yang diterjemahkan pelayanan sebagai: “kegiatan atau urutan
kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan
orang lain secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan”
Pengertian tersebut mencerminkan bahwa produk yang diberikan
oleh penyedia layanan tidak saja membutuhkan interaksi secara sinergis,
7

tetapi juga harus mampu menyediakan layanan yang dapat memuaskan


pengguna layanan atau masyarakat.
Dilihat dari perspektif Administrasi Publik, Sedarmayanti dalam
bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2009:243), menandaskan
bahwa:
“Pelayanan mengandung makna melayani suatu jasa yang
dibutuhkan oleh masyarakat dalam segala bidang. Kegiatan
pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu tugas dan
fungsi Administrasi Negara”.
Pandangan ini mencerminkan bahwa aparatur sebagai bagian
penting dalam menjalankan fungsi Administrasi Negara memiliki posisi
strategis dalam menterjemahkan konsep pelayanan publik, sehingga
masyarakat memperoleh bantuan dan kemudahan dalam memenuhi
kebutuhan dan kepentingannya.

2.1.2 Pengertian Pelayanan Publik


Pelayanan Publik pada prinsipnya merupakan suatu proses
penyediaan kebutuhan masyarakat yang dilakukan oleh institusi publik
sesuai dengan jenis layanan yang diberikan, baik menyangkut pelayanan
barang, jasa maupun pelayanan administratif. Itulah sebabnya kemudian
institusi publik berkewajiban untuk menyediakan layanan publik secara
optimal, sejalan dengan tuntutan, dinamika dan kebutuhan masyarakat.
Sejalan dengan konteks diatas, Thoha dikutip Satibi dalam buku
Manajemen Publik (2012:28) mendefinisikan bahwa
“Pelayanan Publik merupakan usaha yang dilakukan oleh
seseorang dan atau kelompok orang atau institusi tertentu untuk
memberi bantuan dan kemudahan kepada publik atau masyarakat
dalam mencapai tujuan”.
Dari teori tersebut dapat dipahami bahwa seorang aparatur perlu
memahami esensi pelayanan publik secara komprehensif agar pelayanan
yang diberikan tidak hanya sebatas memenuhi prosedur atau
8

menggugurkan kewajiban undang-undang, tetapi juga memperhatikan


aspek-aspek substantif dari pelayanan yang diberikan.
Sejalan dengan konteks diatas, Kepmen PAN Nomor 25 tahun
2004, menandaskan bahwa pelayanan publik adalah:
“Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pelayanan publik pada
prinsipnya merupakan sebuah ikhtiar dari penyelenggara negara untuk
memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat yang didasarkan pada
prosedur dan ketentuan serta undang-undang yang berlaku.
Berbagai pengertian pelayanan publik diatas menggambarkan
secara operasional bahwa esensi pelayanan publik tersebut sesungguhnya
memiliki orientasi yang sama yaitu bagaimana kegiatan tersebut mampu
memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, baik berupa barang,
jasa, maupun yang bersifat administratif, sehingga penerima pelayanan
atau masyarakat merasa terpuaskan atas segala layanan yang diberikan
oleh pemerintah.

2.1.3 Standar Pelayanan Publik


Pelayanan publik yang berkualitas sudah barang tentu memiliki
parameter atau standar tertentu, sehingga dapat menjawab kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Secara sederhana, standar dapat dimaknai sebagai
suatu ketentuan atau pedoman yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk
menentukan kegiatan.
Mengikuti pemikiran Mahmudi dikutip Satibi dalam buku
Manjemen Publik (2012:44) standar pelayanan publik dapat diterjemahkan
sebagai:
“Ukuran atau persyaratan baku yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dan wajib ditaati oleh pemberi
layanan (Pemerintah) dan atau pengguna layanan (Masyarakat)”.
9

Melalui pemahaman ini, dapat dicermati setiap penyelenggara


pelayanan dituntut untuk mengetahui dan memahami dengan jelas yang
menjadi standar pelayanan untuk diterapkan dalam menentukan kelayakan
suatu pelayanan, baik terkait dengan pelayanan yang sifatnya barang, jasa
maupun administratif. Dalam Bahasa lain, tingkat keberhasilan layanan
publik yang diberikan oleh aparatur harus sesuai atau sejalan dengan
standar yang ditetapkan.
Adapun standar pelayanan publik yang harus diterapkan dalam
setiap proses pelayanan, menurut Mahmudi dikutip Satibi dalam buku
Manajemen Publik (2012:44-45) meliputi enam hal, yakni:
1. Prosedur Pelayanan. Dalam hal ini harus diterapkan standar pelayanan
yang dibakukan bagi pemberi dan penerima layanan, termasuk
prosedur pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian. Hal ini mengandung arti bahwa harus ditetapkan
standar waktu penyelesaian pelayanan yang ditetapkan sejak saat
pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan,
termasuk pengaduan.
3. Biaya Pelayanan. Dalam konteks ini, harus ditetapkan standar biaya
atau tarif pelayanan, termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam
pelayanan. Hendaknya setiap kenaikan tarif atau biaya pelayanan
diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan.
4. Produk Pelayanan. Dalam hal ini harus ditetapkan standar produk
(hasil) pelayanan akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
5. Sarana dan Prasaran. Dalam konteks ini, harus ditetapkan standar
sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara
pelayanan publik.
6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan. Perlu ditetapkan pula standar
kompetensi petugas pemberi pelayanan berdasarkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
Dari pandangan di atas, dapat diketahui bahwa standar pelayanan
publik yang akan diberikan kepada masyarakat sesungguhnya telah
10

menyentuh berbagai aspek. Namun dalam pelaksanaanya memang tidak


semudah membalikkan tangan. Karena adanya tantangan, kendala bahkan
masalah dalam penyelenggara pelayanan. maka dari itu, penyelenggara
pelayanan dituntut untuk memiliki kemampuan dan kapasitas baik secara
fisik maupun psikologis. Standar pelayanan adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penyelenggara pelayanan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui aspek yang sudah
diurakan.

2.1.4 Kualitas Pelayanan Publik


Kualitas adalah sesuatu yang harus dikerjakan bagi penyedia
layanan dengan baik. Kualitas suatu produk pelayanan merupakan bagian
utama strategi dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan,
sebagai strategi untuk terus tumbuh.
Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan
suatu produk yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian.
Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk sedangkan kualitas
kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu
memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan.
Kualitas pelayanan diharapkan mencerminkan adanya upaya yang
sistematis dari penyelenggara pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan masyarakat yang dilayani sehingga mereka memperoleh
kebahagian dan kesenangan.
Kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan jika
layanan yang diterima sesuai dengan yang diharapkan masyarakat dan
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal jika jasa yang diterima
melampaui harapan masyarakat. Hal tersebut berlaku sebaliknya jika
pelayanan yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan
demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan
penyedia layanan dalam memenuhi harapan masyarakat secara konsisten.
Keberhasilan pelayanan publik dapat ditelusuri melalui
pemahaman terhadap dimensi–dimensi kualitas pelayanan publik. Secara
11

prinsip, dimensi kualitas pelayanan sesungguhnya dapat memberikan


gambaran seberapa tinggi kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak
yang memberikan layanan. Artinya, melalui kajian yang komprehensif
seputar dimensi kualitas pelayanan publik, dapat diketahui apakah layanan
yang diberikan tersebut berkualitas atau tidak, sehingga dapat tercermin
pula tingkat kepuasan masyarakat yang dilayani. Oleh karena itu, sesuai
dengan fokus penelitian yang menempatkan kualitas pelayanan publik
pada pemerintah sebagai variabel yang diteliti, maka kajian terhadap
dimensi-dimensi kualitas pelayanan publik menjadi suatu hal yang sangat
penting untuk dikemukakan.
Namun, peneliti langsung dengan proses penyederhanaan dimensi-
dimesi kualitas pelayanan yang dilakukan melalui pengembangan dimensi-
dimensi kualitas pelayanan yang diterjemahkan kedalam suatu metode
yang disebut dengan SERVQUAL.
Dimensi kualitas pelayanan menurut Zeithaml et.al dikutip Satibi
dalam buku Manajemen Publik (2012:80) dijelaskan sebagai berikut:
1. Tangible yaitu kualitas pelayanan terlihat dari faktor yang tampak
dengan mata. Tampak secara fisik atau sesuatu yang kelihatan dan
terbukti langsung tampak seperti tampilan Kantor (fasilitas fisik) yang
terlihat mulai dari lokasi gedung, pekarangan, tempat parkir,
kenyamanan ruang pelayanan, bahan komunikasi penyedia jasa,
kelengkapan fasilitas yang disediakan, dan petugas pelayanan serta
alat-alat untuk menunjang pelaksanaan pelayanan.
2. Reliability yaitu kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan
pelayanan terpercaya. Kemampuan untuk memenuhi janji sesuai
dengan yang telah ditawarkan dapat diandalkan, dengan syarat layanan
harus akurat dan konsisten, serta dijamin baik produknya maupun
pelayanan petugasnya. Atau memberikan pelayanan seperti yang
dijanjikan dengan segera, akurat, memuaskan serta tepat waktu.
3. Responsiveness adalah kesanggupan untuk membantu dengan
keikhlasan untuk memberikan layanan atau memiliki kepekaan yang
tinggi terhadap konsumen yang diikuti dengan bertindak sesuai dengan
12

kebutuhan. Responsiveness juga adanya keinginan para petugas


pemberi layanan bahwa mereka senang untuk membantu dan mampu
memberikan jasa yang cepat kepada para komsumennya.
4. Assurance yaitu kemampuan dalam memberikan keamanan dalam
mendapatkan pelayanan sehingga tidak ada keragu-raguan timbulnya
kesalahan dalam pemberian pelayana. Bahwa petugas pemberi layanan
adalah orang yang kompeten, dapat dipercaya dan memiliki identitas
sebagai petugas pelayanan, dan sebagai petugas memiliki kemampuan
untuk menjaga kepercayaan dan kerahasiaan.
5. Empathy adalah merasakan segala sesuatu yang orang lain rasakan,
mereka benar-benar memberikan perhatian yang besar dan khusus, dan
berusaha untuk mengerti dan memahami apapun keinginan, kemauan
dan kebutuhan pelanggan. Atau memiliki sikap yang tegas, tetapi
penuh perhatian (atensi) terhadap pelanggan atau dapat merasakan
seperti yang dirasakan pelanggan. Ada kepedulian dengan penuh
perhatian secara individual terhadap pelanggan.
Dengan kualitas pelayanan yang baik maka pemberi layanan bisa
mendapatkan citra yang baik dari penerima layanan, sehingga memberikan
suatu dorongan kepada masyarakat penerima untuk menjalani hubungan
yang kuat dengan pemberi layanan, dalam hubungan tersebut pemberi
layanan dapat lebih memahami yang menjadi kebutuhan dan harapan
penerima layanan.
Dengan demikian pemberi layanan dapat meningkatkan kepuasan
konsumen, dan kepuasan konsumen dapat menciptakan kesetiaan atau
loyalitas konsumen kepada pemberi layanan karena pemberi layanan telah
memberikan kualitas yang melebihi harapan konsumen atau masyarakat
penerima layanan.
13

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara mendeskripsikan dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moeleong, 2009). Salah satu ciri
penelitian kualitatif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi
kutipankutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Peneliti
juga menggunakan catatan lapangan berupa catatan observasi dan sumber lain.

3.2 Informan Penelitian


Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang
lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Menurut Moleong
(2009), dalam penelitian ini informan peneliti dengan teknik purposive sampling,
yaitu pengambilan informan secara tidak acak, tetapi dengan pertimbangan dan
kriteria tertentu, yaitu sebagai berikut:
1. Informan merupakan subyek telah lama dan intensif menyatu dengan
kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian peneliti
dan ini biasanya ditandai dengan kemampuan memberikan informasi
mengenai suatu yang ditanya peneliti.
2. Informan merupakan subyek yang masih terikat secara penuh aktif pada
lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran dan perhatian peneliti.
3. Informan merupakan subyek yang dalam memberikan informasi tidak
cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu.
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau
sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Data yang
dikumpulkan melalui sumber-sumber lain yang tersedia dinamakan data sekunder.
14

Sumber sekunder meliputi komentar, interpretasi, atau pembahasan tentang materi


asli. Sumber sekunder dapat disebut sebagai “second-hand information” (Silalahi,
2010:289).
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber primer adalah Staf Dinas
Komunikasi dan Informasi Kota Medan yang bertugas mengelola program
LAPOR! Provinsi Sumatera Utara. Sementara untuk Sumber data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Dokumen-dokumen yang dimiliki oleh
Kantor Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Medan. Informasi yang diperoleh
melalui media cetak maupun elektronik, yang bersifat mendukung penelitian ini,
baik berupa teori maupun fakta temuan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. menurut
Sugiyono (2007:209) bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,
maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara,
angket dan dokumentasi. Namun dalam penelitian ini teknik pengumpulan data
yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan melalui tiga metode, yaitu :
1. Observasi
Observasi bertujuan untuk mengamati subjek dan objek penelitian,
sehingga peneliti dapat memahami kondisi yang sebenarnya. Pengamatan
bersifat non-partisipatif, yaitu peneliti berada diluar sistem yang diamati.
2. Wawancara
Esterberg dalam Sugiyono (2007:211), mendefinisikan wawancara sebagai
pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tersebut. Dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang
lebih mendalam tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan
fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui
observasi. Dalam melakukan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk diajukan, dan
mencatat apa yang dikemukakan oleh informan, oleh karena itu jenis -
15

jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti termasuk kedalam jenis


wawancara terstruktur.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang
(Sugiyono, 2007:213). Hasil penelitian dari observasi atau wawancara
akan lebih kredibel kalau didukung oleh dokumen-dokumen yang
bersangkutan.

3.4. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya
ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif
model Miles dan Huberman. Teknik ini menggunakan empat komponen analisis
yaitu:
1. Pengumpulan Data
2. Reduksi Data
3. Penyajian Data
4. Penarikan Kesimpulan

3.5 Triangulasi Data


Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
pembanding terhadap data itu (Moleong, 2009). Pada penelitian ini peneliti
melakukan pemeriksaan keabsahaan data dengan bertanya langsung kepada
informan yang memiliki data lengkap mengenai Smart City Kota Medan.
Norman K. Denkin mendefinisikan triangulasi sebagai :
“Gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji
fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang
berbeda. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi
16

metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan


kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori.”
Penelitian ini meng-kombinasian Triangulasi, yaitu: Triangulasi Metode,
Triangulasi antar Peneliti, dan Triangulasi Sumber Data. Dikarenakan penelitian
yang dilakukan mencakup ke tiga hal triangulasi tersebut.
1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau
data dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk
memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh
mengenai informasi tertentu, Triangulasi tahap ini dilakukan agar data atau
informasi yang diperoleh dari informan penelitian tidak diragukan
kebenarannya.
2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari
satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Dalam penelitian ini
menggunakan lebih dari satu informan yaitu Kepala Sarana dan Prasarana
Telematika serta Kepala Sub Bagian Umum Dinas Komunikasi dan
Informasi. Peneliti berpendapat bahwa teknik ini untuk memperkaya
khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek
penelitian. Peneliti pun meyakini bahwa informan yang diwawancarai ini
telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan
agar tidak merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.
3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Pada penelitian ini
selain melalui wawancara dan observasi, peneliti juga menggunakan
dokumen tertulis, arsip yang diberikan informan berupa file dan CD
(Complite Disc) yang merupakan dokumen sejarah mengenai Dinas
Komunikasi dan Informatika, dan gambar atau foto karena masing-masing
cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya
akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai
fenomena yang diteliti.
17

DAFTAR PUSTAKA

Satibi, Iwan. 2012. Manejemen Publik dalam Perspektif, Teoritik, dan Empirik.
Bandung: Unpas Press.
Lukman, Sampara. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan. Jakarta: STIA LAN
Press.
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
CV. Mandar Maju
Moleog, Lexy. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.Remaja
Rosdakarya
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :
CV. Alfabeta
Sulaiman, Asep. 2015. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung :
Arfino Raya
Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung:
Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai