Yang saya hormati, para Pimpinan dan seluruh anggota MPR, Yang
saya hormati, Wakil Presiden Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Bapak Prof Dr. BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia ke 3, Ibu Megawati
Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia ke-5, Bapak Try Sutrisno, Wakil Presiden Republik
Indonesia ke-6, Bapak Hamzah Haz, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-9,
Yang saya hormati, Bapak Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia ke-6,
Bapak Prof Dr Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-11,
Yang saya hormati, para pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara,
Yang saya hormati dan saya muliakan, kepala negara dan pemerintahan serta utusan khusus dari
negara-negara sahabat,
Para tamu, undangan yang saya hormati,
Saudara-saudara sebangsa, setanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Baru saja kami mengucapkan sumpah, sumpah itu memiliki makna spritual yang dalam, yang
menegaskan komitmen untuk bekerja keras mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang
besar.
Kini saatnya, kita menyatukan hati dan tangan. Kini saatnya, bersama-sama melanjutkan ujian sejarah
berikutnya yang maha berat, yakni mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang
politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Saya yakin tugas sejarah yang berat itu akan bisa kita pikul bersama dengan persatuan, gotong royong
dan kerja keras. Persatuan dan gotong royong adalah syarat bagi kita untuk menjadi bangsa besar. Kita
tidak akan pernah besar jika terjebak dalam keterbelahan dan keterpecahan. Dan, kita tidak pernah
betul-betul merdeka tanpa kerja keras.
Pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan setiap rakyat di seluruh pelosok
tanah air, merasakan kehadiran pelayanan pemerintahan. Saya juga mengajak seluruh lembaga
Negara untuk bekerja dengan semangat yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya
masing-masing. Saya yakin, Negara ini akan semakin kuat dan berwibawa jika semua lembaga
negara bekerja memanggul mandat yang telah diberikan oleh Konstitusi.
Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI,
POLRI, pengusaha dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu,
bergotong rotong. Inilah, momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja…
bekerja… dan bekerja
Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim.
Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama
memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk.
Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita jaya,
sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana.
Kerja besar membangun bangsa tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden ataupun
jajaran Pemerintahan yang saya pimpin, tetapi membutuhkan topangan kekuatan kolektif yang
merupakan kesatuan seluruh bangsa.
Lima tahun ke depan menjadi momentum pertaruhan kita sebagai bangsa merdeka. Oleh sebab itu,
kerja, kerja, dan kerja adalah yang utama. Saya yakin, dengan kerja keras dan gotong royong, kita akan
akan mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Atas nama rakyat dan pemerintah Indonesia, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Yang Mulia kepala negara dan pemerintahan serta utusan khusus
dari negara-negara sahabat.
Saya ingin menegaskan, di bawah pemerintahan saya, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar
ketiga dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sebagai negara kepulauan, dan sebagai negara
terbesar di Asia Tenggara, akan terus menjalankan politik luar negeri bebas-aktif, yang diabdikan untuk
kepentingan nasional, dan ikut serta dalam menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pada kesempatan yang bersejarah ini, perkenankan saya, atas nama pribadi, atas nama Wakil Presiden
Muhammad Jusuf Kalla dan atas nama bangsa Indonesia menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada Bapak Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak Prof. Dr. Boediono yang telah memimpin
penyelenggaraan pemerintahan selama lima tahun terakhir.
Mengakhiri pidato ini, saya mengajak saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk mengingat satu
hal yang pernah disampaikan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahwa untuk
membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai, kita harus
memiliki jiwa cakrawarti samudera; jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan
hempasan ombak yang menggulung.
Sebagai nahkoda yang dipercaya oleh rakyat, saya mengajak semua warga bangsa untuk naik ke atas
kapal Republik Indonesia dan berlayar bersama menuju Indonesia Raya. Kita akan kembangkan layar
yang kuat. Kita akan hadapi semua badai dan gelombang samudera dengan kekuatan kita sendiri. Saya
akan berdiri di bawah kehendak rakyat dan Konstitusi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
merestui upaya kita bersama.
ANALISIS:
Dipidato ini, bapak presiden Jokowi Dodo mengajak seluruh kalangan masyarakat Indonesia untuk
bersatu dalam membangun bangsa agar bangsa ini bisa menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan sila
ketiga dari pancasila yaitu persatuan Indonesia. ya, menurut saya hal itu sangat penting dalam
berkebangsaan dan bernegara. Kita harus bersatu dalam membangun bangsa kita agar menjadi bangsa
yang lebih baik, bangsa yang maju, dan bangsa yang terdepan.
PIDATO 2
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan
para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saya hormati;
Para undangan dan hadirin yang berbahagia;
Saat ini, dengan hati yang setulus-tulusnya saya berdiri di hadapan Majelis yang
agung ini untuk melaksanakan kewajiban konstitusional Presiden Republik Indonesia, ialah
menyampaikan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Presiden/Mandataris Majelis.
Praktek penyelenggaraan negara seperti ini telah ber- langsung lima kali
berturut-turut dalam sejarah kita.
Lima tahun yang lalu MPR bersidang untuk menetapkan GBHN '88. Lima tahun
yang lalu, MPR mengangkat Presiden sebagai Mandataris MPR untuk melaksanakan
GBHN itu. Selama lima tahun kemudian, Presiden melaksanakan GBHN dan keputusan-
keputusan MPR lainnya. Dan hari ini, Presiden mempertanggungjawabkan kepada
Majelis segala kebijakan, langkah dan tindakannya dalam menjalankan GBHN dan
memimpin bangsa dan negara ini. Selanjutnya, dalam beberapa
hari persidangan ini Majelis akan menilai pertanggungjawaban Mandatarisnya. Dengan itu
bulatlah putaran lima tahunan mekanisme kepemimpinan nasional seperti yang
dikehendaki oleh UUD.
Saya merasa sangat berbahagia, karena saya memperoleh kesempatan sejarah
sebagai salah seorang yang ikut memberi sumbangan pada penyelenggaraan negara yang
demikian penting itu. Saya merasa mendapat kehormatan besar dari rakyat dan
bangsa Indonesia. Untuk karunia itu, saya menengadahkan tangan dan memanjatkan
rasa syukur yang sedalam-dalamnya ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha
Kuasa.
Sidang Umum Majelis ini akan menentukan garis-garis besar daripada haluan negara
untuk jangka waktu lima tahun yang akan datang. Setiap sidang Majelis jelas merupakan
peristiwa kenegaraan yang sangat penting; karena Majelis adalah penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia, pemegang kedaulatan rakyat. Tetapi kali ini persidangan Majelis
mempunyai makna yang sangat khusus dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan
bangsa kita selanjutnya. Garis-garis besar daripada haluan negara yang akan ditetapkan
oleh Majelis nanti akan merupakan pancangan tonggak sejarah bagi bangsa kita, akan
menandai zaman tinggal landas bagi bangsa kita, akan merupakan pintu gerbang dari
tahapan lebih lanjut dari perjuangan besar bangsa kita.
Telah menjadi tekad nasional kita bahwa setelah merampungkan tugas besar
pelaksanaan lima kali REPELITA, setelah kita menyelesaikan Pembangunan Jangka
Panjang 25 Tahun Pertama, kita berketetapan hati untuk memasuki era tinggal landas.
Dalam tahap tinggal landas itu kita bertekad untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila. Dalam tahap tinggal landas itu kita berbulat hati untuk
berusaha membangun dengan kemandirian. Dalam era tinggal landas itu kita harus
mengejar ketinggalan kita dari bangsa-bangsa lain yang telah lebih maju dari kita.
Dalam era tinggal landas itu kita akan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi
dengan bangsa-bangsa lain yang telah lebih maju.
Tugas-tugas besar itulah yang berada di hadapan kita semua. Cita-cita besar itu,
kita semua yakin dihayati sepenuhnya oleh wakil seluruh bangsa kita dalam
persidangan Majelis ini.
Dalam menjalankan kepemimpinan bangsa selama lima tahun yang lalu, Saudara
Ketua yang terhormat, saya selalu berpedoman pada sikap realisme yang
berpengharapan. Artinya, kenyataan kita lihat sesuai dengan apa adanya. Yang baik
kita lihat dengan penuh keyakinan, untuk bekal pendorong kemajuan selanjutnya.
Yang buruk kita terima dengan penuh kesadaran, untuk bekal perbaikan dan agar
tidak terulang kembali. Dengan begitu sebagai bangsa kita membuat yang sudah baik
menjadi lebih baik lagi dan membuat yang kurang baik menjadi baik. Semangat itulah
yang ikut mewarnai laporan pertanggungjawaban saya hari ini.
Secara konstitusional, saya menyadari sedalam-dalamnya, bahwa
pertanggungjawaban ini adalah tanggung jawab tunggal yang tidak terbagi dengan
siapapun juga dalam kedudukan saya selaku Mandataris Majelis. Tetapi, dalam
pertanggungjawaban itu terkandung pengalaman bersama kita sebagai bangsa dalam
kurun waktu lima tahun yang terakhir.
Dari GBHN '88 saya menangkap tugas utama kita sebagai bangsa dalam kurun
waktu lima tahun yang lalu adalah mencapai dua tujuan kembar dari pembangunan
kita pada umumnya dan tujuan REPELITA V khususnya. Yang pertama adalah, mening-
katkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat yang makin merata
dan adil. Yang kedua adalah, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap
pembangunan berikutnya. Kedua tujuan kembar itulah yang menjadi pedoman saya
dalam memimpin bangsa ini.
Pedoman penting lainnya yang saya pegang teguh dalam memimpin bangsa ini
adalah Trilogi Pembangunan. Dari GBHN '88 saya memahami Trilogi Pembangunan
itu dalam pengertian yang dinamis. Saya selalu mengingat pesan Penjelasan UUD,
agar kita selalu memperhatikan dinamika yang ada dalam masyarakat. Saya juga
memahami, bahwa dinamika masyarakat kita itu merupakan bagian dari dinamika
yang berkembang pesat di dunia dewasa ini. Dengan semangat itulah saya laksanakan
GBHN '88. Saya selalu berusaha sekuat tenaga untuk mencari perpaduan yang terbaik
dari upaya-upaya mewujudkan pemerataan, mendorong pertumbuhan ekonomi dan
menjaga stabilitas nasional yang dinamis.
Dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawab Presiden, saya selalu
diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Saya telah berusaha sekuat tenaga untuk
melaksanakan pesan UUD agar dalam melaksanakan tugasnya Presiden selalu
memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan. Saya berusaha dengan pikiran
jernih memahami suara Dewan itu, baik yang
lantang maupun yang diungkapkan secara halus dan tersamar. Para Menteri selalu
melaporkan kepada saya suasana rapat kerja dengan Komisi-komisi Dewan. Dengar
pendapat Komisi-komisi Dewan dengan pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen maupun dengan berbagai kalangan dalam masyarakat selalu saya ikuti
dengan penuh perhatian.
Sesuai dengan kehendak UUD, Dewan Pertimbangan Agung banyak memberi
pertimbangan kepada saya dalam pelaksanaan tugas-tugas kepresidenan.
Badan Pemeriksa Keuangan secara teratur dan berkala telah melakukan
pemeriksaan terhadap tanggung jawab tentang keuangan negara. Ini merupakan
pelaksanaan dari ketentuan UUD dan undang-undang yang berlaku. Hasil temuan
Badan Pemeriksa Keuangan ini telah digunakan oleh Pemerintah untuk mengambil
tindakan yang diperlukan dan memperbaiki pengelolaan keuangan negara.
Seperti yang dikehendaki oleh UUD dan undang-undang, kekuasaan kehakiman
secara keseluruhan telah menjalankan kekuasaannya yang merdeka. Mahkamah Agung
makin mantap menjalankan fungsinya dalam menegakkan hukum dan keadilan di
negeri ini. Dengan segala kekurangannya yang masih ada, kekuasaan kehakiman
bertambah kewibawaannya sebagai benteng terakhir penjaga keadilan. Adanya
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan tonggak sejarah keadilan yang penting di
negara kita yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan ini. Tidak jarang, pejabat-
pejabat negara dan aparatur pemerintahan umumnya dituntut oleh pihak-pihak yang
merasa dirugikan di hadapan Peradilan Tata Usaha Negara.
Secara ringkas, kita telah berusaha memantapkan kedudukan, tugas, fungsi dan
saling berhubungannya lembaga tertinggi negara dan lembaga-lembaga tinggi negara
menurut ketentuan dan semangat UUD. Ini merupakan sumbangan yang besar
artinya dalam pembangunan politik dan pemeliharaan stabilitas nasional yang
dinamis.
Sejak semula kita menyadari pentingnya pembangunan politik bagi suksesnya
pembangunan. Kita juga menyadari bahwa pembangunan politik itu merupakan bagian
yang tidak mudah dari keseluruhan pembangunan bangsa.
Itulah sebabnya, sejak tahun '66 dahulu kita mencapai kesepakatan nasional
untuk mengadakan pembaharuan dan penyederhanaan kehidupan politik untuk
menjamin stabilitas nasional yang dinamis dan sekaligus untuk menjamin kelancaran
pembangunan.
Kita telah berhasil menata kembali lembaga-lembaga politik kita. Tugas bersama
kita selanjutnya adalah terus memantapkan lembaga-lembaga politik itu agar terus
menerus memberi kesegaran dan dinamika kehidupan politik kita.
Dalam membangun kehidupan politik tadi kita jelas tidak akan kembali ke
belakang. Pengalaman kita menunjukkan kegagalan demokrasi liberal maupun
demokrasi terpimpin untuk mendukung pembangunan bangsa kita. Sebaliknya, kita
harus memandang ke depan untuk meningkatkan penerapan demokrasi berdasarkan
Pancasila sejalan dengan kemajuan yang kita capai dalam pembangunan pada
umumnya. Di samping kemajuan di bidang ekonomi, tahap yang lebih maju dari
pembangunan politik juga merupakan tolok ukur dari kemajuan pembangunan bangsa
kita.
Penegasan kita bahwa Pancasila adalah satu-satunya asas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta penegasan kita bahwa Pancasila adalah
ideologi terbuka, merupakan kesepakatan bersama kita yang sangat mendasar untuk
menjaga kemantapan stabilitas nasional yang dinamis. Penegasan kita bahwa
pembangunan adalah pengamalan Pancasila memberi kesegaran dalam kehidupan
politik kita dan membuat kehidupan politik itu ada kaitannya langsung dengan
pembangunan.
Jika kita menengok sekitar kita, maka kita sangat bersyukur bahwa pembaharuan
politik yang kita lakukan itu berjalan dengan selamat. Dengan rasa prihatin kita
menyaksikan bangsa-bangsa lain yang masih bergumul untuk menata sistem
politik mereka.
Tidak sedikit bangsa-bangsa yang dalam menata kembali kehidupan politiknya itu
justru tergelincir pada kemelut yang berkepanjangan karena munculnya sukuisme yang
sempit, pertentangan agama dan kepicikan wawasan. Beberapa di- antaranya, malahan,
mengalami pergolakan dan perpecahan dari dalam.
Bangsa Indonesia lahir dari perjuangan untuk menegakkan hak asasi manusia
yang paling utama, ialah hak untuk merdeka. Bangsa Indonesia pernah dirampas hak-
hak asasinya oleh kekuasaan penjajahan asing lebih dari 350 tahun lamanya. Karena
itu, kita adalah bangsa yang sangat memahami makna dan hakikat hak asasi manusia
itu. Kalimat pertama Pembukaan UUD kita menegaskan bahwa sesungguhnya
kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dasar negara kita dan pandangan hidup kita, Pancasila, menjunjung tinggi
kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam pasal-pasal UUD kita tercantum jaminan
terhadap berbagai hak-hak asasi manusia yang paling pokok. Penjabaran dan
pengembangannya lebih lanjut dituangkan dalam berbagai undang-undang. UUD kita
yang memuat jaminan terhadap hak- hak asasi manusia itu lahir tiga tahun lebih
dahulu dari Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dalam tahun '48.
Seluruh bangsa dan negara di dunia dewasa ini menjunjung tinggi cita-cita luhur
mengenai hak-hak asasi manusia. Namun jelas terdapat perbedaan regional dan
nasional mengenai pemahaman, pelembagaan dan pelaksanaan dari hak-hak itu. Ini
wajar-wajar saja. Karena itu tidak perlu dihindari.
Negara-negara di dunia dewasa ini tidak hanya berbeda latar belakang sejarah dan
kebudayaannya. Mereka juga berbeda dalam taraf kemajuannya. Sebagian kecil telah
sangat tinggi taraf hidupnya. Sebagian lainnya sedang mengejar taraf hidup yang
tinggi tadi. Tetapi, bagian terbesar bangsa-bangsa masih bergumul dalam perjuangan
berat melawan keterbelakangan, kelaparan, penyakit dan kebodohan. Perbedaan taraf
hidup itu mempunyai pengaruh besar terhadap penerapan hak-hak asasi manusia.
Persoalan terbesar yang kita hadapi, bukanlah sekedar memberi jaminan mengenai
hak-hak asasi manusia. Melainkan, membangun kehidupan sosial ekonomi untuk
menjamin tumbuh dan berkembangnya kemanusiaan itu sendiri. Sejak semula kita
telah menegaskan bahwa hakikat pembangunan kita adalah membangun manusia
Indonesia yang utuh dan membangun seluruh masyarakat Indonesia.
Demikianlah , Saudara Ketua yang terhormat, perkembangan pembangunan politik
kita yang bergerak dengan kegairahan dan kesegaran sehingga mengantarkan bangsa ini
pada taraf kemajuannya sampai hari ini.
Karena stabilitas nasional kita bertambah mantap, karena ketahanan nasional kita
bertambah kuat, maka saya tidak pernah menggunakan wewenang yang dilimpahkan
kepada Presiden/ Mandataris berdasar Ketetapan MPR No. VI/MPR/1988.
Dari sekian banyak langkah pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif,
saya perlu menyinggung normalisasi hubungan kita dengan RRC setelah mengalami
pembekuan selama 23 tahun. Ini merupakan manifestasi nyata dari politik luar negeri
kita yang bebas aktif. Normalisasi hubungan itu membuktikan, betapapun besarnya
perbedaan antara dua negara, namun persahabatan dapat dijalin atas dasar saling
menghormati kedaulatan, saling tidak mencampuri urusan dalam negeri dan saling
kerja sama. Normalisasi hubungan ini juga memberi sumbangan yang berarti bagi
stabilitas di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, yang selanjutnya juga melicinkan
jalan bagi berbagai pendekatan regional lainnya.
Tiga puluh tujuh tahun setelah Konperensi Asia-Afrika di Bandung, Indonesia
kembali menjadi tuan rumah dari pertemuan besar, yakni KTT ke-10 Negara-negara
Non Blok. KTT ini mewakili lebih dari setengah umat manusia. Juga adalah KTT
Negara-negara Non Blok terbesar yang pernah diadakan. Pesan Jakarta, Dokumen
Akhir serta sejumlah Deklarasi dan Keputusan yang dihasilkan KTT dengan jelas
mencerminkan arah dan strategi baru serta vitalitas Gerakan Non Blok dalam suasana
rujuknya kekuatan-kekuatan besar dunia. KTT ini telah menghapus keraguan mengenai
relevansi Gerakan Non Blok setelah berakhirnya Perang Dingin. KTT ini malahan
berhasil menentukan arah selanjutnya dari Gerakan Non Blok, yaitu memusatkan
segala daya upaya pada bidang ekonomi dan pembangunan guna mengisi kemerdekaan
nasional masing-masing negara anggotanya. Gerakan Non Blok memandang penting
sekali menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan dan meningkatkan kerja sama
Selatan-Selatan untuk dapat menumbuhkan ekonomi negara- negara yang sedang
membangun.
Kepercayaan dunia terhadap Indonesia telah membuka peluang yang lebih besar
bagi kelancaran pelaksanaan tugas nasional kita yang paling utama, ialah
melaksanakan pembangunan.
Kita sangat bersyukur karena sebagai bangsa kita telah berhasil melaksanakan
pembangunan yang terus-menerus, sambung- menyambung, makin meluas, makin
mendalam dan makin merata. Pembangunan itu berjalan berkesinambungan sepanjang
25 tahun, selama 5 kali REPELITA.
Semua itu bisa berlangsung karena kita berhasil menjaga dan memantapkan
stabilitas ekonomi. Juga karena kita menciptakan dan mengembangkan lembaga-
lembaga ekonomi yang mampu mendukung pembangunan itu.
Kita telah belajar dari pengalaman kita sendiri dan peng- alaman bangsa-bangsa
lain.
Pada awal masa Orde Baru kita menyadari bahwa pembangunan tidak mungkin
dimulai tanpa pemulihan ekonomi lebih dahulu. Inflasi yang parah dan tidak
terkendali pada waktu itu harus kita hentikan. Dan lembaga-lembaga ekonomi yang
tidak berfungsi semestinya harus kita tata kembali, agar roda ekonomi kita dapat
berputar lagi.
Demikianlah maka mulai tahun '66 kita melaksanakan program stabilisasi yang
menyeluruh.
Di bidang keuangan negara kita tegakkan disiplin anggaran belanja berimbang.
Di bidang moneter kita mulai mengendalikan dengan cermat uang beredar, dan tingkat
bunga simpanan kita sesuaikan agar menarik bagi masyarakat untuk memegang
uangnya. Sistem kurs devisa kita sederhanakan dan kita arahkan agar mencerminkan
tingkat kurs yang realistis sehingga dapat mendorong ekspor dan melancarkan impor.
Di sektor rill kita juga mengambil langkah-langkah mendasar. Impor bahan baku dan
suku cadang diprioritaskan agar pabrik-pabrik dapat segera meningkatkan
produksinya kembali dengan memanfaatkan kapasitasnya yang ada. Sistem distribusi
secara bertahap diganti dengan sistem yang lebih bebas dan lebih efektif. Persediaan
kebutuhan pokok rakyat diamankan, khususnya beras, yang mendapatkan prioritas
tinggi.
Dengan langkah-langkah itu inflasi akhirnya dapat kita kendalikan dan roda
ekonomi mulai bergerak kembali. Apa yang kita lakukan pada waktu itu bukan
sekedar program stabilisasi moneter; tetapi lebih luas lagi, yaitu penataan dan
pembaharuan kelembagaan ekonomi secara luas. Kita melakukan peralihan. Kita
tinggalkan ekonomi yang serba diatur dan serba lamban. Kita bangun ekonomi yang
lebih lincah, lebih mampu menampung prakarsa dan kreativitas masyarakat, lebih
terbuka, lebih siap memanfaatkan peluang-peluang dari perkembangan ekonomi
dunia dan lebih mampu memenuhi kebutuhan rakyat.
Pengalaman selama masa stabilisasi dan peralihan tadi menyadarkan kita bahwa
semua itu bukan pekerjaan yang mudah.
Dan, semua itu menuntut ketekunan, tekad yang teguh serta pengorbanan dari kita
semua. Apabila kita melihat tantangan- tantangan yang dihadapi oleh negara-negara
yang sedang melakukan hal serupa saat ini di sejumlah kawasan di dunia, maka
tidak dapat tidak kita harus merasa bersyukur bahwa kita telah dapat melewatinya
dengan baik dan selamat.
Pengalaman itu membuktikan bahwa bangsa kita mampu memecahkan
masalah-masalah besar. Mampu mengatasi masalah- masalah besar.
Pengalaman pahit dalam dasawarsa 60-an berupa ketidakstabilan dan kemandegan
ekonomi telah menjadi bagian dari sejarah kita.
Pengalaman itu memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua,
tidak terkecuali generasi yang pada waktu itu belum mengalaminya. Pelajaran yang
berharga itu adalah bahwa gejala-gejala ketidakstabilan ekonomi sama sekali tidak
boleh diabaikan. Apalagi dibiarkan. Apabila tidak ditangani sungguh- sungguh, maka
ketidakstabilan ekonomi dengan cepat akan menjadi tidak lagi terkendali.
Selanjutnya, ketidakstabilan ekonomi yang tidak terkendali akan melumpuhkan
kemampuan produktif bangsa dan hanya akan menyengsarakan rakyat. Keadaan
seperti itu tidak boleh terulang lagi buat selama- lamanya. Demi kelangsungan
pembangunan, demi kesejahteraan rakyat, kita harus senantiasa menjaga baik-baik
stabilitas ekonomi kita. Di samping itu perlu kita sadari pula bahwa stabilitas
ekonomi bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya. Tetapi, merupakan
konsekuensi dari cara kita mengelola ekonomi kita. Stabilitas ekonomi adalah hasil
dari disiplin kita dalam mengelola anggaran negara dan sikap hati-hati kita dalam
melaksanakan kebijaksanaan moneter.
Pengalaman seperti itu bukan khas pengalaman kita sendiri. Juga merupakan
pengalaman negara-negara lain dalam sejarah perkembangan mereka. Sejarah
perkembangan ekonomi bangsa- bangsa menunjukkan bagaimana ketidakstabilan
ekonomi yang berlarut-larut dapat menghambat upaya-upaya pembangunan,
19
malahan meniadakan hasil-hasil pembangunan yang sudah mereka capai. Kita
melihat dalam sejarah bangsa-bangsa, bagaimana ekonomi mereka kembali
mundur, bahkan hancur, karena membiarkan ketidakstabilan ekonomi lepas kendali.
Sebaliknya, kita juga menyaksikan bagaimana negara-negara yang ekonominya
stabil, yang mata uangnya kuat karena melaksanakan kebijaksanaan fiskal dan
moneternya secara hati-hati dan dengan disiplin tinggi, justru berkembang pesat di
bidang ekonomi dan maju pesat di bidang teknologi. Kita harus dapat menarik
pelajaran dari pengalaman-pengalaman ini.
Saudara-saudara se Bangsa dan se Tanah Air;
Tadi saya katakan bahwa sejalan dengan stabilisasi ekonomi dan moneter kita
melakukan penataan kelembagaan ekonomi secara luas. Penataan kelembagaan yang
kita laksanakan itu merupakan titik awal dari kebijakan-kebijakan kelembagaan yang
kita laksanakan sejak itu sampai sekarang, termasuk kebijakan deregulasi dan
debirokratisasi yang kita lancarkan dewasa ini. Bahkan, dapat saya katakan, bahwa
langkah-langkah penataan dan pembaharuan kelembagaan yang kita ambil dalam
masa stabilisasi dahulu itu dapat dianggap sebagai langkah-langkah deregulasi dan
debirokratisasi gelombang pertama dalam masa Orde Baru. Setelah melewati masa
pemantapan dalam tahun '70-an, langkah itu kemudian dilanjutkan dengan
rangkaian deregulasi dan debirokratisasi gelombang kedua sejak awal tahun '80-an.
Jadi, deregulasi dan debirokratisasi yang kita laksanakan sekarang bukanlah
kebijakan Baru, melainkan merupakan kelanjutan dari kebijakan kelembagaan yang
telah lama dirintis. Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi merupakan bagian dari
kebijakan pembaharuan dan penyegaran kelembagaan jangka panjang, yang
merupakan bagian dari kebijakan pembangunan nasional kita. Sasaran dari
kebijakan kelembagaan itu adalah untuk secara terus- menerus mengembangkan dan
memperbaharui kelembagaan- kelembagaan ekonomi dan sosial agar selalu mampu
mendukung pembangunan; dan bukan justru menghambat pembangunan. Sesuai
dengan asas-asas Demokrasi Ekonomi yang diamanatkan
oleh UUD 1945 dan GBHN, lembaga-lembaga itu harus mampu menampung
kreativitas, prakarsa dan menggairahkan partisipasi rakyat secara luas dalam
pembangunan. Sekaligus, juga menjadi wahana yang efektif bagi negara dalam
memberi bimbingan, arahan dan dorongan dalam mengelola seluruh sumber daya
yang ada bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Demikianlah kilas balik dari pengalaman kita sewaktu kita mempersiapkan diri untuk
memulai pembangunan.
Dengan makin pulihnya situasi ekonomi maka pada tahun '69 kita mulai
melaksanakan pembangunan lima tahun yang pertama. Prasarana-prasarana
penting kita rehabilitasi. Iklim yang mendukung kegiatan usaha dan investasi kita
kembangkan. Pembangunan sektor pertanian kita beri prioritas yang sangat tinggi
karena menjadi kunci bagi pemenuhan kebutuhan pangan rakyat dan sekaligus
merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar rakyat kita. REPELITA I dapat kita
selesaikan dengan baik. Bahkan, berbagai kegiatan pembangunan dapat kita percepat.
REPELITA I kemudian diikuti oleh REPELITA-REPELITA selanjutnya.
Dalam memulai pembangunan, maka strategi pembangunan yang kita anut
cukup khas. Dengan kondisi ekonomi dan sosial yang ada di masyarakat kita,
perhatian khusus harus pertama-tama kita berikan pada sektor terbesar yang
menghidupi bagian terbesar dari rakyat kita, yaitu sektor pertanian. Sektor
pertanian harus kita bangun lebih dahulu. Sektor ini harus kita tingkatkan
produktivitasnya. Bertumpu pada sektor pertanian yang makin tangguh itulah kita
bangun sektor-sektor lain. Demikianlah maka pada tahap-tahap awal pembangunan,
secara sadar kita memberikan prioritas yang sangat tinggi pada pembangunan
pertanian. Dalam rangka itu kita membangun berbagai prasarana pertanian seperti
irigasi dan perhubungan, cara-cara bertani dan teknologi pertanian yang baru kita
ajarkan dan kita sebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan-kegiatan
penyuluhan yang tidak kenal lelah, penyediaan sarana-sarana penunjang utama
seperti pupuk kita amankan dengan membangun pabrik-pabrik pupuk,
kebutuhan
pembiayaan para petani kita sediakan melalui kredit perbankan dan pemasaran
hasil-hasil produksi mereka kita berikan kepastian melalui kebijakan harga dasar dan
kebijakan stok beras.
Strategi yang mendahulukan pembangunan pertanian tadi telah berhasil
mengantar kita berswasembada beras, menyebarkan pembangunan secara luas kepada
rakyat dan mengurangi kemiskinan di negara kita.
Berkat ketekunan dan kerja keras kita semua, khususnya para petani kita, maka
produksi pangan dapat terus kita tingkatkan. Dan akhirnya, pada tahun '84 kita
berhasil mencapai swasembada beras. Ini merupakan titik balik yang sangat penting,
sebab dalam tahun '70-an kita adalah negara pengimpor beras terbesar di dunia.
Bersamaan dengan itu tercipta pula lapangan kerja dan sumber mata pencaharian
bagi jutaan petani. Swasembada beras itu sekaligus memperkuat ketahanan nasional
kita di bidang ekonomi, khususnya pangan.
Strategi yang mendahulukan pembangunan pertanian kita sertai dengan
pemerataan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat; yang antara lain meliputi
penyediaan kebutuhan pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan,
keluarga berencana, pendidikan dasar, air bersih, perumahan sederhana dan
sebagainya. Strategi ini kita laksanakan secara konsekuen setiap REPELITA. Dengan
strategi inilah kita kurangi kemiskinan di Tanah Air.
Hasilnya adalah sangat menurunnya jumlah penduduk miskin di negara kita.
Pada tahun '70 ada 60 orang di antara kita yang hidup miskin dari setiap 100 orang
penduduk. Jumlah penduduk yang miskin ini sangat besar, yaitu sekitar 70 juta
orang. Saudara-saudara kita yang miskin ini terus bertambah kecil jumlahnya dari
tahun ke tahun. Pada tahun '90 tinggal 15 orang yang masih hidup miskin dari setiap
100 orang. Namun, karena penduduk kita besar jumlahnya, maka jumlah penduduk
yang hidup miskin itu masih besar juga. Jumlahnya sekitar 27 juta orang. Hanya
sedikit negara yang berhasil menurunkan tingkat
kemiskinan penduduknya secepat kita. Prestasi ini membuat rasa percaya diri kita
bertambah tebal.
Kita sadar masih panjang jalan yang harus kita tempuh bersama untuk
mengangkat Saudara-saudara kita itu dari garis kemiskinan. Di masa yang akan datang
gejala kemiskinan makin terpusat di kantong-kantong kemiskinan, daerah-daerah
terpencil di berbagai wilayah di Tanah Air. Ini memerlukan penanganan yang lebih
terarah, dengan sasaran yang lebih jelas dan pelaksanaan yang lebih terdesentralisasi.
Program-program khusus semacam itu telah kita laksanakan dalam beberapa tahun
terakhir ini. Pelaksanaannya di masa datang perlu terus disempurnakan dan
dikembangkan. Dalam hubungan ini pemerintah daerah harus mengambil peranan
yang lebih besar lagi karena mereka yang paling mengetahui mengenai kondisi dan
keperluan penduduk di kantong-kantong kemiskinan di daerahnya. Penanggulangan
kantong-kantong kemiskinan ini perlu memperoleh prioritas setinggi-tingginya dalam
strategi pembangunan daerah masing- masing.
27
melaksanakan perpajakan secara efisien dan adil. Pada pengeluaran negara kita selalu
memberikan prioritas yang sangat tinggi pada program-program pemerataan, termasuk
program-program pemenuhan kebutuhan dasar rakyat seperti yang saya uraikan tadi.
Di bidang pemerataan usaha, kita telah mendorong keterkaitan dan hubungan saling
membantu dan saling menguntungkan antara yang besar dan yang kecil, antara yang
kuat dan yang lemah; melalui program Perkebunan Inti Rakyat (PIR), Bapak Angkat
dan sebagainya. Sementara itu juga sedang digarap undang- undang untuk
melindungi usaha kecil. Pemerataan antardaerah kita laksanakan dengan terus
meningkatkan program-program Inpres bantuan daerah. Dalam hal pembangunan
prasarana, maka daerah-daerah yang terbelakang memperoleh perhatian khusus. Ini
semua adalah upaya-upaya untuk memperluas pemerataan.
Demikianlah berbagai kemajuan yang berhasil kita capai dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan -pemerataan.
Sidang Majelis yang terhormat;
Bagi negara yang sedang membangun, seperti negara kita, industri-industri yang
dikembangkan harus pula memperhatikan hal-hal lain; yaitu dampaknya terhadap
masalah-masalah sosial ekonomi yang mendesak seperti kesempatan kerja,
kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Industrialisasi harus dapat
memberi sumbangan kepada pemecahan masalah-masalah mendesak tadi.
SOEHAR T O
ANALISIS:
Sekilas yang saya baca pada pidato ini, bapak presiden Soeharto kebanyakan membahas
mengenai pembangunan. Dimana, beliau ingin agar pembangunan di Indonesia bisa merata.
Beliau juga menghimbau kepada pejabat-pejabat dan aparatur pemerintahan agar mereka bisa
lebih meningkatkan kinerjanya pada bidang mereka masing-masing. Menurut saya, hal ini
lumayan sesuai dengan sila ke empat. Dimana, pemimpin sebagai wakil rakyat harus melayani
rakyat dengan baik karena negara kita adalah negara demokrasi “dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat”. Mengapa saya mengatakan hal ini lumayan sesuai degan sia ke 4 karena
menurut saya beliau sudah berusaha agar pembangunan di Indonesia bisa merata demi
kesejahteraan masyarakat.
PIDATO 3