G = 10log (Pout/Pin)
Dimana :
Sinyal listrik yang dihasilkan oleh tranduser input umumnya sangat kecil yaitu sekitar
beberapa milivolt atau bahkan hanya beberapa microvolt. Oleh karena itu, sinyal listrik
tersebut harus diperkuat agar dapat menggerakan atau mengoperasikan perangkat
tranduser Output seperti Speaker (atau perangkat-perangkat Output lainnya). Pada penguat
sinyal kecil (Small Signal Amplifier), faktor utama adalah penguatan linearitas dan
memperbesar gain. Karena Tegangan sinyal dan Arus yang kecil, jumlah kapasitas
penanganan daya efisiensi daya menjadi penting untuk diperhatikan.
Sedangkan Penguat Daya (Power Amplifier) atau Penguat Sinyal Besar adalah jenis
penguat yang memberikan daya yang cukup untuk dapat menggerakan Speaker atau
perangkat listrik lainnya. Umumnya, daya yang dihasilkan adalah beberapa watt hingga
puluhan watt dan bahkan hingga ratusan watt.
Selain faktor penguatan yang disebut dengan Gain ini, Suatu istilah yang sering kita
temukan pada Power amplifier adalah tingkat fidelitas (Fidelity). Sebuah Amplifier atau
Penguat Daya dikatakan memiliki fidelitas tinggi (High Fidelity) apabila menghasilkan sinyal
keluaran (output) yang bentuknya persis sama dengan sinyal masukan (input).
Perbedaannya hanya pada tingkat penguatan pada amplitudo atau tegangannya saja. Jadi
dengan kata lain, yang dimaksud dengan fidelitas adalah kemiripan bentuk keluaran hasil
replika terhadap sinyak masukan.
Ada Satu lagi faktor penting dalam penguat daya yang harus diperhatikan, yaitu
faktor efisiensi. Yang dimaksud dengan Efisiensi pada penguat daya adalah efisiensi daya
dari sebuah penguat yang dinyatakan dengan besaran rasio atau persentasi dari Output
Daya dengan Input Daya. Sebuah Power Amplifier atau Penguat Daya dikatakan memiliki
efisiensi tinggi atau 100% efisiensinya apabila tidak terjadi kehilangan daya pada proses
penguatannya.
Salah satu cara untuk mengklasifikasikan jenis-jenis Power Amplifier atau Penguat
Daya adalah dengan cara pembagian “KELAS” pada Power Amplifier. Pada umumnya, Kelas
Amplifier yang sering digunakan dapat dibagi menjadi Kelas A, Kelas AB, Kelas B, Kelas C dan
Kelas D. Berikut ini adalah penjelasan singkat dengan Kelas-kelas Penguat Daya tersebut.
Penguat Kelas A merupakan Kelas Penguat yang desainnya paling sederhana dan
paling umum digunakan. Seperti namanya yaitu Kelas A yang artinya adalah Kelas terbaik,
penguat Kelas A ini memiliki tingkat distorsi sinyal yang rendah dan memiliki liniearitas yang
tertinggi dari semua kelas penguat lainnya.
Umumnya, Penguat Kelas A menggunakan transistor single (transistor bipolar, FET,
IGBT) yang terhubung secara konfigurasi Common Emitter (Emitor Bersama). Letak titik
kerja (titik Q) berada di pusat kurva karakteristik atau berada pada setengah Vcc (Vcc/2)
dengan tujuan untuk mengurangi distori pada saat penguatan sinyal. Penguat Kelas A ini
menguat sinyal Input satu gelombang penuh atau 360°.
Untuk mencapai Linearitas dan Gain yang tinggi, Amplifier Kelas A ini mengharuskan
Transistor dalam keadaan aktif selama siklus AC. Hal ini menyebabkan pemborosan dan
pemanasan yang berlebihan sehingga menyebabkan ketidakefisienan. Efisiensi
Penguat/Amplifier kelas A ini hanya berkisar sekitar 25% hingga 50%.
Penguat Kelas B ini diciptakan untuk mengatasi masalah efisiensi dan pemanasan
yang berlebihan pada Penguat Kelas A. Letak titik kerja (Q-point) berada di ujung kurva
karakteristik sehingga hanya menguatkan setengah input gelombang atau 180° gelombang.
Karena hanya melakukan penguatan setengah gelombang dan menonaktifkan setengah
gelombang lainnya, Penguat Kelas B ini memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penguat kelas A. Secara teoritis, Penguatan atau Amplifier kelas B ini memiliki
efisiensi sebesar 78,5%. Kelemahan pada Penguat Kelas B ini adalah terjadinya distorsi
cross-over.
Seperti namanya, Penguat kelas AB adalah gabungan dari penguat kelas A dan
penguat kelas B. Penguat kelas AB ini merupakan kelas penguat yang paling umum
digunakan pada desain Audio Power Amplifier. Titik kerja penguat kelas AB berada diantara
titik kerja penguat kelas A dan titik kerja penguat kelas B, sehingga Penguat kelas AB dapat
menghasilkan penguat sinyal yang tidak distorsi seperti pada penguat kelas A dan
mendapatkan efisiensi daya yang lebih tinggi seperti pada penguat kelas B. Penguat Kelas AB
menguatkan sinyal dari 180° hingga 360° dengan efisiensi daya dari 25% hingga 78,5%.
Amplifier atau Penguat Kelas C ini menguatkan sinyal input kurang dari setengah
gelombang (kurang dari 180°) sehingga distorsi pada Outputnya menjadi sangat tinggi.
Namun Efisiensi daya pada penguat kelas C ini sangat baik yaitu dapat mencapai efisiensi
daya hingga 90%. Penguat Kelas C ini sering digunakan pada aplikasi khusus seperti Penguat
pada pemancar Frekuensi Radio dan alat-alat komunikasi lainnya.
Penguat Daya Kelas D (Class D Power Amplifier)
Penguat daya kelas D ini menggunakan penguatan dalam bentuk pulsa atau biasanya
disebut dengan teknik Pulse Width Modulation (PWM), dimana lebar pulsa ini proposional
terhadap amplitudo sinyal input yang pada tingkat akhirnya sinyal PWM akan menggerakan
transistor switching ON dan OFF sesuai dengan lebar pulsanya. Secara teoritis, Penguat kelas
D dapat mencapai efisiensi daya hingga 90% hingga 100% karena transistor yang menangani
penguatan daya tersebut bekerja sebagai Switch Binary yang sempurna sehingga tidak
terjadi pemborosan waktu saat transisi sinyal dan juga tidak ada daya yang diboroskan saat
tidak ada sinyal input. Transistor yang digunakan untuk Amplifier kelas D ini umumnya
adalah transistor jenis MOSFET. Suatu Penguat Kelas D umumnya terdiri dari sebuah
generator gelombang gigi gergaji, Komparator, Rangkaian Switch dan sebuah Low Pass
Filter.
Gambar diatas memperlihatkan skema blok penguat audio kelas D. Terlihat juga
bentuk gelombang sesuai dengan proses yang terjadi di dalam rangkaian tersebut. Skema
blok diatas menerapkan rangkaian umpan balik yang berasal dari keluaran untuk membantu
kompensasi variasi tegangan pada masukan.
Cara Kerja
Sinyal masukan adalah sinyal audio standar sinusoida dengan frekuensinya antara 20
Hz – 20 KHz. Selanjutnya sinyal audio ini akan di bandingkan / dikomparasikan dengan sinyal
frekuensi tinggi (250KHz) yang berbentuk segitiga ataupun gigi gergaji, yang akhirnya
menghasilkan sinyal PWM seperti terlihat pada gambar dibawah.
Selain Kelas A, Kelas AB, Kelas C dan Kelas D yang dibahas diatas, terdapat pula kelas-
kelas Penguat Daya lainnya seperti Kelas F, Kelas G, Kelas I, Kelas S dan Kelas T yang juga
menggunakan teknik Pulse Width Modulation (PWM) dalam penguatan sinyal inputnya.
CASCADE
Sistem cascade dalam suatu penguat berarti mempunyai lebih dari satu tingkat
dalam konfigurasi rangkaiannya. Penguat sistem cascade menggunakan JFET bertujuan
untuk mendapatkan penguatan tegangan yang lebih besar dengan impedansi masukan yang
besar pula. Kecuali penguat cascade CS-CS, penguat cascade menggunakan JFET tidak
pernah dibahas dalam literatur yang ada. Pada penguat sistem cascade menggunakan JFET
dua tingkat ini terdapat sembilan konfigurasi rangkaian, yaitu CS-CS, CS-CD, CS-CG, CD-CS,
CD-CD, CD-CG, CG-CS, CG-CD, dan CG-CG. Dari kesembilan konfigurasi itu akan dilihat
karakteristik penguatannya dan dibandingkan satu sama lain. Penelitian menggunakan JFET
tipe 2N5457 dengan spesifikasi teknis IDSS = 5 mA dan VGS(off) = -6 V serta ditetapkan salah
satu parameter DC bias pada daerah aktif yaitu IDQ = 2 mA. Pengujian yang dilakukan
adalah dengan mengukur penguatan tegangan yaitu memberikan variasi tegangan masukan
dari 50 mV (Vp-p) sampai 1000 mV (Vp-p) dan dilihat besar penguatan tegangannya pada
tegangan keluaran. Pengujian dilakukan pada frekuensi 1 KHz. Dihasilkan beberapa
rekomendasi, satu diantaranya yaitu bahwa penguat cascade CS-CS adalah penguat yang
mempunyai penguatan tegangan terbesar.
Sistem cascade dalam suatu penguat berarti mempunyai lebih dari satu tingkat di
dalam konfigurasi rangkaiannya, yaitu keluaran dari penguat tingkat pertama sebagai
masukan ke penguat tingkat kedua, dan seterusnya. Sistem cascade dengan menggunakan
FET jangan dibicarakan, sedangkan FET itu sendiri mempunyai keunggulan, diantaranya
adalah impedansi masukan yang tinggi. Terdapat tiga jenis FET yang dibedakan berdasarkan
struktur, karakteristik dan jenis isolasinya, yaitu junction fieldeffect transistor (JFET), metal-
oxide semiconduktor field-effect transistor (MOSFET) dan metal semiconductor field-effect
transistor (MESFET)[1,2]. Pada JFET terdapat tiga jenis konfigurasi penguat, yaitu penguat
common gate (CG), penguat common drain (CD), dan penguat common source (CS). Dengan
menggunakan kombinasi dari konfigurasi penguat JFET di atas pada sistem cascade, akan
didapatkan penguatan tegangan yang lebih besar [3]. Dalam literatur yang ada mengenai
penguat sistem cascade menggunakan JFET, tidak pernah dijelaskan mengenai keseluruhan
konfigurasi dan juga tentang konfigurasi mana yang paling baik serta konfigurasi mana yang
kurang baik penguatannya (tidak bisa dilakukan) dari keseluruhan konfigurasi penguat
cascade. Penjelasan yang ada, biasanya hanya mengenai dua konfigurasi penguat yang
sama, yaitu CS-CS [1,2,3,4]. Dengan menggunakan penguat sistem cascade dua tingkat
menggunakan JFET ini, akan dihasilkan sebanyak sembilan konfigurasi penguat yaitu CG-CG,
CD-CD, CS-CS, CG-CD, CD-CG, CG-CS, CS-CG, CD-CS, dan CS-CD. Pada masing-masing
konfigurasi, akan ditentukan karakteristik masukannya dan dilihat karakteristik keluarannya.
Karena beberapa alasan tersebut, maka penelitian ini akan mempelajari tentang penguat
sistem cascade dua tingkat dengan menggunakan komponen JFET dan melakukan
perencanaannya. Serta menentukan dan membandingkan karakteristik masukan dan
karakteristik keluaran dari masing-masing konfigurasi, untuk kemudian dihasilkan suatu
rekomendasi untuk kemungkinan dilakukan penelitian selanjutnya.
JFET mempunyai tiga terminal yaitu source (S), drain (D), dan gate (G). Ketiga
terminal ini dapat dipandang ekuivalen dengan emmiter, collector dan base pada transistor
BJT. Bahan yang menghubungkan source dan drain adalah kanal (channel) [2]. Jika bahan ini
tipe-p, maka devais disebut JFET kanal-p, demikian juga bila bahan tipe-n, maka disebut JFET
kanal-n. Konstruksi JFET berbeda dengan transistor bipolar. Pada transistor bipolar terdapat
tiga bahan terpisah (dua bahan tipe-p, satu bahan tipe-n atau dua bahan tipe-n, satu bahan
tipe-p), sedangkan pada JFET hanya mempunyai dua bahan yaitu satu bahan tipe-n dan satu
bahan tipe-p [1]. Pada konstruksi JFET kanal-n, bagian terbesar dari struktur adalah bahan
tipe-n yang membentuk saluran atau kanal (channel) antara lapisan dari bahan tipe-p.
Bagian ujung atas dan bawah dari kanal tipe-n terhubung pada terminal drain (D) dan source
(S) melalui suatu ohmic contact. Dua bahan tipe-p itu menyambung satu sama lain dan
terhubung pada terminal gate (G). Daerah deplesi (depletion region) merupakan dareah
kosong yang menghubungkan antara bahan tipe-n dan bahan tipe-p pada saat JFET tidak
mendapatkan aliran tegangan. Demikian juga sebaliknya untuk konstruksi JFET kanal-p
Model FET Sinyal-Kecil (Small-Signal FET)
Konsep dari analisa sinyal-kecil FET adalah untuk membuat rangkaian penguat sinyal-
kecil yang menghasilkan penguatan tegangan (voltage gain) dengan impedansi masukan
yang tinggi. FET bekerja dengan mengendalikan arus keluaran (drain) dari tegangan
masukan yang kecil (gate-source) [6], hal inilah yang menyebabkan mengapa FET disebut
devais terkendali tegangan. Untuk melakukan analisa AC dari rangkaian FET, perlu
ditentukan terlebih dahulu rangkaian pengganti AC dari rangkaian FET tersebut. Hal yang
utama dalam analisa AC rangkaian FET adalah bahwa tegangan AC digunakan pada terminal
gate-source untuk mengendalikan arus antara terminal drain-source. Parameter penting
yang terdapat pada FET adalah transkonduktansi (gm), yang didefinisikan sebagai arus drain-
source AC dibagi dengan tegangan gate-source AC. Transkonduktansi dapat
mengindikasikan efektif atau tidaknya tegangan gate-source dalam mengendalikan arus
drain. Untuk menganalisis penguat JFET.