Anda di halaman 1dari 3

NAMA SAFARUL AFDHAL

NIM 180104109

NO ABSEN 3

DOSEN Bpk Edi Yuhermansyah, S.H.I., LL.M

JAWABAN TUGAS FINAL KAPITA SELEKTA HUKUM PIDANA

‫اَ َس ْه َل إِالَّ َما َج َع ْلتَهُ َس ْهالً َوأَ ْنتَ تَجْ َع ُل ْال َح ْزنَ إِ َذا ِش ْئتَ َس ْهالً الَ اَللَّهُ َّم‬

1. Vicarious liability bukanlah suatu pengecualian dari asas tiada pidana tanpa kesalahan.
Vicarious liability dapat mengikuti konstruksi penyertaan. ... Dalam hal mana menurut undang-
undang memiliki 'hubungan' yang demikian merupakan tindak pidana. Jadi konstruksinya sama
dengan penyertaan. Dalam vicarious liability, antara orang melakukan tindak pidana dan orang
yang ikut dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan tersebut, mempunyai hubungan tertentu
(struktural/atasan dan bawahan), jadi bukan suatu keadaan yang tanpa hubungan sama sekali.
Dalam hal pertanggungjawaban terhadap korporasi, pertanggungjawaban pidananya timbul
karena pelaku bertindak untuk dan atas nama korporasi. Dengan demikian, terdapat persamaan
antara vicarious liability dan tindak pidana menyuruh lakukan atau penganjur dalam penyertaan.
Pertanggungjawaban seseorang dalam vicarious liability bukan ditujukan atas kesalahan orang ,
tetapi terhadap ‘hubungannya’ dengan orang lain tersebut. Dalam hal mana menurut undang-
undang memiliki ‘hubungan’ yang demikian merupakan tindak pidana. Apabila dilihat dari
konsep pertanggungjawaban pidana, ajaran vicarious liability mirip dengan konsep penyertaan
(deelneming). Dimana keduanya mensyaratkan ada (minimal) dua orang yaitu pelaku yang
memenuhi rumusan delik (pelaku fisik) dan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik (bukan
pelaku fisik) yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Menurut Surastini, ajaran ini merupakan
perluasan pertanggungjawaban pidana dari konsep penyertaan. Adapun perbedaannya dapat
dilihat :

Penyertaan (Deelneming) Pertanggungjawaban terhadap “bukan pelaku fisik” (penyuruh,


penggerak) berdasarkan unsur kesengajaan (niat, kehendak untuk melakukan tindak pidana).

Pertanggungjawaban pengganti (Vicarious liability)

Pertanggungjawaban pidana terhadap “bukan pelaku fisik” (atasan, majikan) bukan berdasarkan
unsure kesengajaan, tetapi atas dasar adanya hubungan tertentu antara yang bersangkutan dengan
pelaku fisik.
Perluasan tersebut dapat dilihat bahwa dalam penyertaan, “bukan pelaku fisik” dapat
dipertanggungjawabkan pidana ketika terdapat unsur kesengajaan (mens rea), sedangkan dalam
vicarious liability tanpa kesengajaan pun seseorang dapat dipertanggungjawabkan pidana asalkan
terdapat hubungan tertentu.

Contoh kasus untuk vicarious liability sebagai berikut :

M, seorang pemilik tempat menjual makanan dan minuman telah melarang A (manajer rumah
makkan/minum tersebut) untuk mengizinkan atau menyediakan pelacuran di tempat itu, tetapi Y
telah melanggarnya. M tetap dapat dituntut dan dipertanggungjawabkan. Dasar pertimbangannya
antara lain dikonstruksikan sebagai berikut: “M telah mendelegasikan kewajibannya kepada A
sebagai manager. Ia telah melimpahkan pelaksanaan dari kebijaksanaan tindakan di bidang
perdagangan itu kepada manager, ini berarti hanya ada suatu kesimpulan yaitu bahwa
pengetahuan si manager adalah pengetahuan dari si pemilik rumah makan/minum itu.”

Lain halnya jika misalnya M sebagai pemilik restoran telah menyatakan kepada pelayannya A,
untuk tidak menjual minuman keras kepada orang-orang yang tidak membeli makanan. Dalam
hal A, si pelayan, telah melangar, M tidak dapat dinyatakan bersalah atas pelanggaran UU.

2.menurut saya moralitas memang sangat dibutuhkan bagi setiap insan manusia. Moralitas
dapat menjadi tolak ukur bagi manusia untuk mebedakan mana perbuatan yang baik dan mana
yang buruk. Banyak sekali faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi, dari faktor
tersebut lagi lagi adalah hokum yang merupakan salah satu keadilan bagi rakyat tidak bisa
berbuat apa apa untuk para koruptor, dan mungkin itu salah satu juga yang menjadi surga bagib
para koruptor untuk melakukan kegiatan korupsinya, semakin lemah kekuatan hukumnya
semakin besar celah korupsi bagi para koruptor.

Dan sebagai mahasiswa peran yang bisa saya lakukan untuk mencegah perbuatan korupsi yaitu
Tanamkanlah sikap disiplin dan juga pendidikan agama yang baik sejak dini, itu merupakan
modal awal manusia untuk bisa mencegah segala perbuatan korupsi yang dapat merugikan
Negara. Dan juga menguatkan kekuatan hukum bagi pelaku korupsi, seperti hukuman mati.
Karena hukuman penjara bagi mereka, itu merupakan hukuman yang sangat mudah dan malah
menjadi banyak yang tertarik dengan melakukan tindak korupsi tersebut. Jadi, korupsi tidak akan
pernah punah jika memang tidak ada kesadaran dari diri masing-masing. Untuk itu, jika ingin
mencoba melawan korupsi, cobalah dari diri kita sendiri, jangan hanya bisa melakukan
pencitraan, yaitu berbicara melawan korupsi, tetap dibelakangnya dia melakukan itu.

3. Penegakan hukum di Indonesia sering diibaratkan dengan pisau yang 'tajam ke bawah, tumpul
ke atas karena penegakan hukum di Indonesia sering dipengaruhi oleh status sosial dan
kekayaan pelaku mereka. 'Tajam ke bawah' berarti sistem peradilan Indonesia sering memberat-
beratkan sanksi dan hukuman yang diberikan kepada 'rakyat kecil'; kaum buruh dan kelas
mengengah ke bawah. Sedangkan tumpul ke atas berarti 'si kaya' dan orang-orang berpengaruh
di Indonesia yang melakukan tindakan yang lebih buruk sering malah diberi keringanan hukum
atau bahkan tidak diberi hukuman sama sekali.

Contoh Nyata:

Contoh nyata 'runcing ke bawah, tumpul ke atas' ini adalah kasus pencurian sandal oleh AAL
pada bulan Desember 2020. AAL adalah seorang pelajar berusia lima belas tahun asal Sulawesi
yang dihukum lima tahun penjara karena mencuri sandal.

Kejahatan yang dilakukan AAL ini remeh dan mungil dibandingkan tindakan para koruptor yang
mencuri uang negara sampai triliunan Rupiah, tapi para koruptor malah diberi hukuman yang
relatif ringan. Tindakan AAL dan para koruptor tentu buruk dan jelas-jelas melanggar hukum,
dan keduanya harus diberi hukuman yang sepadan dengan tindakan mereka.Tapi banyak pihak
menyebut bahwa kasus ini adalah bukti nyata bahwa sistem peradilan Indonesia masih tidak adil
dan memiliki prioritas yang sangat tidak tepat.

Anda mungkin juga menyukai