Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BENIH

ACARA III

UJI VIGOR BENIH

OLEH :

FRANSISKUS DANI F

(17011076)

KELAS : 12D

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MERCUBUANA YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman,
artinya benih memiliki fungsi agronomis. Untuk itu benih yang diproduksi dan tersedia
harus bermutu tinggi agar mampu menghasilkan tanaman yang mampu berproduksi
maksimal. Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukan oleh
metabolisme atau pertumbuhan benih.
Secara umum pengujian viabilitas benih mencakup pengujian daya
berkecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor benih. Perbedaan antara daya
berkecambah dan vigor benih adalah bila informasi daya berkecambah ditetukan oleh
kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan yang optimum, sedangkan vigor
ditentukan oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan yang suboptimum
atau bibit yang tumbuh di lapangan.
Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup
sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya
berkecambah, viabilitas, vigor dan daya simpan (Sadjad, 1993).
Mugnisyah dan Setiawan (1991) menyatakan bahwa benih bermutu tinggi
adalah benih yang murni genetis, dapat berkecambah, vigor tidak rusak, bebas dari
kontaminan dan penyakit, berukuran tepat, cukup dirawat, dan secara keseluruhan
berpenampilan baik. Mutu benih mencakup mutu fisik, fisiologis dan genetis, serta
memenuhi persyaratan kesehatan benih. Mutu fisik benih diukur dari kebersihan
benih, bentuk, ukuran, dan warna cerah yang homogen serta benih tidak mengalami
kerusakan mekanis atau kerusakan karena serangan hama dan penyakit. Mutu
fisiologis diukur dari viabilitas benih, kadar air maupun daya simpan benih. Mutu
genetik dapat diukur dari tingkat kemurniannya (Mugnisyah et al., 1994) .
Benih berperan dalam membawa perubahan dalam pertanian. Penggunaan
benih unggul bermutu memiliki beberapa keunggulan, anatar lain: menghindarkan
kerugian waktu, tenaga, dan biaya yang disebabkan karena benih tidak tumbuh atau
memiliki mutu rendah, menghasilkan produk tinggi dan benar sesuai dengan varietas,
dan tanaman tumbuh cepat dan serempak (Sadjad, 1993).
Secara umum pengujian viabilitas benih mencakup pengujian daya
berkecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor benih. Perbedaan antara daya
berkecambah dengan vigor benih adalah bila informasi daya berkecambah
ditentukan oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan yang optimum,
sedangkan vigor ditentukan oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan
yang suboptimum atau bibit yang tumbuh di lapang.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian vigor benih jagung dengan 4
ulangan yang dilakukan pada bak tanam (besek) yang berisi media pasir. Benih
jagung dikecambahkan di ruangan terbuka yang memiliki kondisi optimum untuk
perkecambahan benih.
B. Tujuan
Acara praktikum ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui variabel vigor benih can cara mengamati variabel tersebut.
2. Menghitung nilai beberapa vigor benih.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Benih yang baik untuk ditanam ialah benih yang memiliki daya kecambah tinggi.
Daya berkecambah suatu benih dapat diartikan sebagai mekar dan berkembangnya bagian–
bagian penting dari suatu embrio suatu benih yang menunjukkan kemampuannya untuk
tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian pengujian daya
kecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih, berupa persentase dari jumlah benih
tersebut yang dapat atau mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan
(Danuarti 2005).

Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila
ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat
serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi
tentang viabilitas, masing-masing ‘kekuatan tumbuh’ dan ‘daya simpan’ benih. Kedua nilai
fisioogi ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi
tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi sub optimum atau sesudah
benih melampui suatu periode simpan yang lama (Mugnisjah 2008).

Viabilitas adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk tumbuh secara
normal pada kondisi optimum. Berdasarkan pada kondisi lingkungan pengujian viabilitas
benih dapat dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam kondisi lingkungan sesuai
(favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai (unfavourable).
Pengujian viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai termasuk kedalam
pengujian vigor benih. Perlakuan dengan kondisi lingkungan sesuai sebelum benih
dikecambahkan tergolong untukmenduga parameter vigor daya simpan benih, sedangkan
jika kondisi lingkungan tidak sesuai diberikan selama pengecambahan benih maka tergolong
dalam pengujian untuk menduga parameter viabilitas tumbuh benih (Soetopo 2005).

Vigor benih adalah kemampuan tumbuh benih menjadi tanaman berproduksi normal
dalam kondisi sub optimum. Beberapa kondisi sub optimum dilapang misalnya : kondisi
kekeringan, tanah salin, tanah asam, tanah penyakit, dsb. Benih yang mampu mengatasi
kondisi tersebut termasuk lot benih bervigor tinggi ( Amira 2011).

Vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi
suboptimum di lapang sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan
ditanam dalam kondisi lapang yang optimum. Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi
mungkin dapat dilihat dari fenotipe kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya mungkin dapat
berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahananya terhadap berbagai kondisi yang
menimpanya (Bewley and Black 2005).

Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuktumbuh normal pada
keadaan lingkungan yang sub optimal. Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor
fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda, sedang
vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yangsama. Vigor
fisiologi dapat dilihat antara lain dari indikasi tumbuh akar dari plumula atau koleptilnya,
ketahanan terhadap serangan penyakit dan warna kotiledon dalam efeknya terhadap
Tetrazolium Test. Informasi tentang daya kecambah benih yang ditentukan di laboratorium
adalah pada kondisi yang optimum. Padahal kondisi lapang yang sebenarnya jarang didapati
berada pada keadaan yang optimum. Keadaan sub optimum yang tidak menguntungkan di
lapangan dapatmenambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persentase
perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya. Secara ideal semua benih harus
memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang
beraneka ragamakan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas
baik (Bagod 2006).

Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing – masing
“kekuatan tumbuh” dan daya simpan” benih. Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi
mungkin dapat dilihat dari performansi fenotipis kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya
mungkin dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahannya terhadap berbagai
unsur musibah yang menimpa. Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering
dapat merupakan landasan bagi kemampuannya tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing
dengan tumbuhan pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanam multipa. Vigor
benih secara spontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorpsi sarana
produksi secara maksimal sebelum panen (Sutopo 2011).

Benih dengan viabilitas tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan
perkembangan akar yang cepat sehingga menghasilkan pertanaman yang sehat dan
mantap. Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi
aktivitas dan kinerja atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah. Vigor
adalah suatu indikator yang menunjukan bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapang yang
bervariasi. Vigor adalah gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan dan kesehatan
benih yang diukur melalui kondisi fisiologinya, yaitu pengujian stress atau memalui analisis
biokimia (ISTA 2007).
BAB III

MATERI DAN METODE

A. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Kampus Gejayan, Universitras Mercu Buana
Yogyakarta.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih jagung, air, dan pasir.
Alat yang digunakan dalam praktikum meliputi bak pengecambah, pinset, alat tulis,
alat penyiram (botol yang dilubangi.
C. Cara Kerja
1. Menyiapkan benih jagung 50 butir x 4
2. Menyiapkan media perkecambahan yaitu bak pengecambah (besek) yang diisi
pasir sampai ¾ dari volume bak pengecambah.
3. Benih jagunhg ditanam pada media yang telah disiapkan sedalam 3 cm, masing-
masing bak 50 butir kemudian media disiram.
4. Media perkecambahan setiap hari dijaga kelembabannya dengan menyiram
media bilamana media kering.
5. Menghitung jumlah benih yang berkecambah normal setisp hari selama 7 hari.
6. Menghitung :
a. Indeks laju perkecambahan
b. Keserempakan berkecambah
c. Waktu rata-rata berkecambah
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

perlakuan Jumlah kecambah normal hari ke-

1 2 3 4 5 6 7 ∑

Hibrida 1 0 0 15 24 5 0 0 44

Hibrida 2 0 0 10 34 3 0 0 47

Komposit 0 0 2 19 8 0 0 29
1

Komposit 0 0 1 14 14 0 0 29
2

KN 1 KN 2 KN 3 KN 4 KN 5 KN 6 KN 7
a. ILP = + + + + + +
1 2 3 4 5 6 7
0 0 15 24 5 0 0
H1 = + + + + + +
1 2 3 4 5 6 7
= 0 +0 +5 + 6 +1 + 0 + 0
= 12
0 0 10 34 3 0 0
H2 = + + + + + +
1 2 3 4 5 6 7
= 0 + 0 + 3,33 + 8,5 + 0,6 + 0 + 0
= 12,43
0 0 2 19 8 0 0
K1 = + + + + + +
1 2 3 4 5 6 7
= 0 + 0 + 0,66 + 4,75 + 1,6 + 0 + 0
= 9,68
0 0 1 14 14 0 0
K2 = + + + + + +
1 2 3 4 5 6 7
=0 +0 + 0,33 + 3,5 +3,5 + 0 + 0
= 7,33

jumlah kecambah normal harike−4


b. KB = × 100%
jumlah benih yang dikecambahkan
44
H1 = × 100% = 88%
50
47
H2 = × 100% = 94%
50
29
K1 = × 100% = 58%
50
29
K2 = × 100% = 58%
50

c. MGT =
( KN 1 ×1 ) + ( KN 2 ×2 ) + … …+ ( KN 7 × 7 )
jumlah benih berkecambah normal
( 0 ×1 ) + ( 0 ×2 ) + ( 1 5× 3 ) + ( 24 × 4 )+ (5 × 5 ) + ( 0 ×6 )+(0 ×7)
H1 =
44
= 3,78
( 0 ×1 ) + ( 0 ×2 ) + ( 10 ×3 )+ ( 34 × 4 ) + ( 3 ×5 ) + ( 0 × 6 ) +( 0× 7)
H2 =
47
= 3,85
( 0 ×1 ) + ( 0 ×2 ) + ( 2 ×3 ) + ( 19 × 4 ) + ( 8 × 5 ) + ( 0 ×6 )+(0 ×7)
K1 =
29
= 4,20
( 0 ×1 ) + ( 0 ×2 ) + ( 1 ×3 ) + ( 14 × 4 )+ ( 14 ×5 ) + ( 0 × 6 ) +(0× 7)
K2 =
29
= 4,44

B. Pembahasan
Vigor Benih adalah kemampuan benih menghasilkan tanaman normal pada
lingkungan yang kurang memadai (suboptimum), dan mampu disimpan pada kondisi
simpan yang sub optimum. Vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih yang
mengidikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan
seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Vigor benih untuk tumbuh secara
spontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorpsi sarana
produksi secara maksimal sebelum panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar
matahari khususnya selama periode pengisian dan pemasakan biji. Cakupan vigor
benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan
perkembangan kecambah.
Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan
sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan
dengan penampilan suatu lot benih yang antara lain : Kecepatan dan keserempakan
daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah. Kemampuan munculnya titik
tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan.
Kemapuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan.
Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari
benih bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih
yang tinggi dicirikan: Tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan hama dan
penyakit, cepat dan pertumbuhannya merata dan mampu menghasilkan tanaman
dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam lingkungan tumbuh yang sub
optimal.
Kedalaman tanam merupakan hal penting karena tanah memiliki kandungan
unsur yang dibutuhkan tanaman pada kedalaman tertentu dan setiap tanaman
memiliki kesesuaian tertentu terhadap kedalaman tanam terkait vigor tanaman. Bibit
normal dari benih yang vigor memiliki kekuatan tumbuh pada tanah padat dengan
asumsi benih yang mampu tumbuh normal pada kedalaman tanam paling dalam.
Sedangkan kecambah dari benih yang kurang vigor tidak memiliki kemampuan
tersebut.
Vigor dihubungkan dengan bobot benih. Dalam hal ini dihubungkan dengan
kekuatan kecambah, kemampuan benih menghasilkan perakaran dan pucuk yang
kuat pada kondisi yang tidak menguntungkan serta bebas dari serangan
mikroorganisme.Bibit tipe epigeal biasanya memerlukan penanaman yang lebih
dangkal daripada bibit tipe hipogeal. Air dan oksigen berada di dalam pori-pori tanah
pada bagian atas tanah hampir jenuh, oleh karena itu penanaman dangkal. Sedang
pada musim kering bibit lebih baik di tanam sedikit lebih dalam. Sewaktu benih di
tanam bila benih menurun maka kecepatan berkecambah menjadi lemah dan berat
kering atau bobot benih saat dikecambahkan menjadi rendah yang nantinya akan
menghasilkan panen yang rendah.
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa


kesimpulan, antara lain :
1. Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih
bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi.
2. Kedalaman tanam merupakan hal penting karena tanah memiliki kandungan unsur yang
dibutuhkan tanaman pada kedalaman tertentu dan setiap tanaman memiliki kesesuaian
tertentu terhadap kedalaman tanam terkait vigor tanaman.
3. Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat
yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan penampilan
suatu lot benih.
DAFTAR PUSTAKA

Belfield, Stephanie & Brown, Christine. 2008. Field Crop Manual. Maize (A Guide to Upland
Production in Cambodia). Canberra
Bewley and Black. 1985. Physiology and Biochemistry of Seed in Relation to Germination. Vol.
II. Springer-Verlag. Berlin, Heidelberg, New York. 37 p.
Danuarti 2005. Uji Cekaman Kekeringan Pada Tanaman. Jurnal Ilmu Pertanian. 11 (1) : 22-31
Harringto. 1972. Seed Storage and Longevity, Seed Biology, Vol. III, In Ed
Basuki 2005. Evaluasi Dengan Hasil 7 Genotip kentang Pada Lahan Kering Bekas Sawah
Dataran Tinggi Ciwidy. Jurnal Hortikultura Vol 5 (4) : 16-28.
Bewley and Black 2005. Physiology and Biochemistry of Seed in Relation to Germination. New
York: Heidelberg.
ISTA 2007. International Rule for Seed Testing Edition 2007. Swizerland: International Seed
Testing Association.
Sutopo 2011. Teknologi Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai