Anda di halaman 1dari 15

KRISTIANI SIANTURI

20170301269

“RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT DAN PENCEGAHAN”

1. PENYAKIT DIARE

a) Riwayat Alamiah Penyakit 1) Tahap Prepatogenesis


Pada tahap ini disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, parasit, maupun virus
diantaranya rotavirus, E.coli, dan shigella. Penyebaran mikroorganisme in dapat terjadi
melalui jalan fecal dan oral. Pada tahap ini belum di temukan tanda-tanda penyakit bila daya
tahan tubuh penjamu baik maka tubuh tidak terserang penyakit dan apabila daya tubuh
penjamu lemah maka sangat mudah bagi virus masuk dalam tubuh

2) Tahap Patogenesis

a. Tahap inkubasi
Virus (salmonella, shigella, E,coli , V.cholerae, ) masuk kedalam tubuh dengan
menginfeksi usus baik pada jeyenum,ileum dan colon. Setelah virus menginfeki usus
virus menembus sel dan mengadakan lisis kemudian virus berkembang dan
memproduksi enterotoksin. Masa`inkubasi biasanya sekitar 2-4hari,pasien sudah
buang air bessar lebih dari 4x tetapi belum tanpa gejala-gejala lain.

b. Tahap Penyakit Dini

• Kehilangan cairan 5% berat badan


• Kesadaran baik (somnolen)
• Mata agak cekung
• Turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal
• Berak cair 1-2 kali perhari
• Lemah dan haus
• Ubun-ubun besar agak cekung
3) Tahap Postpatogenesis

a. Tahap Penyakit Lanjut

• Kehilangan cairan lebih dari 5-10% berat badan


• Keadaan umum gelisah
• Rasa haus (++)
• Denyut nadi cepat dan pernapasan agak cepat
• Mata cekung
• Turgor dan tonus otot agak berkurang
• Ubun-ubun besar cekung
• Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali sekitar 1-2 detik
• Selaput lendir agak kering
b. Tahap Akhir

• Kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan


• Keadaan umum dan kesadaran koma atau apatis
• Denyut nadi cepat sekali
• Pernapasan kusmaull (cepat dan dalam)\
• Ubun-ubun besar cekung sekali
• Mata cekung sekali
• Turgor/tonus kurang sekali
• Selaput lendir kurang/asidosis
Pada tahap ini bila mendapat penanganan yang baik maka pasien dapat sembuh
sempurna tetapi bila tahap ini tidak mendapat penanganan yang baik maka dapat
mengancam jiwa(kematian)

b) Tingkat Pencegahan Penyakit Diare 1) Pencegahan Primer


Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan
dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme
penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian
imunisasi.
2) Pencegahan Skunder

a. Tahap inkubasi, pada tahap ini pasien dapat di beri orallit, makanan harus di teruskan
bakan di tingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi dan
berikan anak lebih banyak cairan dari pada biasanya untuk mencegah dehidrasi

b. Tahap penyakit dini

• 3jam pertama berikan oralit sesuai dengan ketentuan


• Setelah 3-4jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian anak kemudian
oilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan pengobatan: Bila tidak ada rehidrasi,
anak biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur, bila tanda
menunjukan dehidrasi ringan atau sedang tawarkan makanan susu dan sari buah dan
bila tanda menunjukan dehidrasi berat maka secepatnya rehidrasi cairan dan amati
dengan seksama anak

c. Tahap akhir : Biasanya pasien diamati kurang lebih 6jam setelah pemberian oralit terus
berikan antibiotic dan berikan caiarn intra vena. Pada tahap ini bila penanganan baik
pasien bisa sembuh sempurna

3) Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan
dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian
fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat
dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan
cairan.

2. Penyakit Tuberkulosis

a) Riwayat Alamiah Penyakit 1) Tahap Prepatogenesis


Pada tahap ini individu berada dalam keadaannormal/ sehat tetapi mereka pada
dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of
susceptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara
penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti
bibit penyakit masih ada di luar tubuh penjamu di mana para kuman mengembangkan potensi
infektifitas, siap menyerang penjamu
2) Tahap Patogenesis

a. Tahap inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam
tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi ini bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Dan pengetahuan
tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting, tidak sekadar sebagai pengetahuan riwayat
penyakit, tetapi berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit mempunyai masa
inkubasi tersendiri, dan pengetahuan masa inkubasi dapat dipakai untuk identifikasi jenis
penyakitnya. Masa inkubasi dari penyakit TBC yaitu mulai terinfeksi samapi menjadi sakit
diperkirakan 4-12 minggu

b. Tahap penyakit dini


Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini
sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis, walaupun
penyakit masih dalam masa subklinis. Pada tahap ini, diharapkan diagnosis dapat ditegakkan
secara dini . Gejalanya seperti :

• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul

• Penurunan nafsu makan dan berat badan

• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)  Perasaan tidak
enak (malaise), lemah
c. Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini penyakit bertambah jelas dan mungkin bertambah berat dengan segala
kelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula,
setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat
lanjut yang kurang baik dengan gejala :

• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
• Ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang

d. Tahap penyakit akhir


Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu:

• Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat
kembali

• Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi
tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa
cacat

• Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih tetap ada dalam
tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit

• Penyakit tetap berlangsung secara kronik  Berakhir dengan kematian

3) Tahap Pascapatogenesis
Tahap pasca patogenesis/ tahap akhir yaitu berakhirnya perjalanan penyakit TBC yang
diderita oleh sesorang dimana seseorang berada dalam pilihan keadaan, yaitu sembuh
sempurna, sembuh dengan cacat, karier, penyakit berlangsung secara kronik, atau berakhir
dengan kematian setelah melalui berbagai macam tahap pencegahan dan pengobatan yang
rutin

b) Tingkat Pencegahan Penyakit Tuberkulosis 1) Primordial prevention


(pencegahan tingkat awal)
Pada tahap awal penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Sedangkan ditahap selanjutnya penderita
mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
ini penting untuk membunuh kuman persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

2) Primary prevention (pencegahan tingkat pertama)


Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC
yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional
pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi
dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan, (2)
Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap
harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3) Pengontrolan Faktor
Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi,
sakit kronis dan mental.

3) Secondary prevention (pencegahan tingkat kedua)


Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan
imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan
membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi
epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan
terhadap epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus
baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.

4) Tertiary prevention (pencegahan tingkat ketiga)


Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis
kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi
penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan
yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan
media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan
perlunya rehabilitasi.

3. Penyakit Demam Berdarah Dengue

a) Riwayat Alamiah Penyakit 1) Tahap Pre-


Patogenesis
Host terpapar virus dengue tetapi kondisi host
masih normal atau sehat

2) Tahap Patogenesis

a. Tahap Inkubasi : Penyakit DBD masa inkubasi awal dari ke1-4

b. Tahap Penyakit Dini : Demam yang akut, selama 2 hingga 7 hari, dengan 2 atau lebih
gejala diantaranya seperti berikut : nyeri kepala, nyeri otot, nyeri persendian. Di mana
gejala panas penderita di hari ke 1- 4 rata-rata menunjukkan peningkatan (cenderung
panas) dimana suhu badan mencapai 39 0C – 41 0C, dan hari ke 5-7 ratarata panas
cenderung menurun

c. Tahap Penyakit Lanjut : Bintik-bintik pada kulit sebagai manifestasi perdarahan dan
leucopenia, dan terjadi pembesaran hati (Hepatomegali)

3) Tahap Pasca Pathogenesis


Meninggal bagi yang tidak segera ditangani, dan sembuh bagi yang mendapatkan
penanganan yang tepat

b) Tingkat Pencegahan Penyakit

1) Primordial prevention : Kebijakan pemerintah tentang Memasuki masa pancaroba,


perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan melakukan 3M, yaitu Menguras
bak mandi, Menutup wadah yang dapat menampung air, dan Mengubur barang-barang
bekas yang dapat menjadi sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk.

2) Primary Prevention :

a. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan-makanan bergizi, olahraga rutin, dan istirahat
yang cukup (meningkatkan daya tahan tubuh)

b. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan bubuk
abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk memutuskan
rantai perkembangbiakan nyamuk

c. Memperbaiki kondisi lingkungan seperti membersihkan halaman rumah setiap hari

3) Secondary Prevention
Pemeriksaan laboratorium :

a. Kriteria Untuk Diagnosa Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke


3 – 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi
peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal

b. Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah :

• Mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu


dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air
dalam 24 jam (air teh dan gula, sirup atau susu)

• Penambahan cairan tubuh melalu iinfus (intravena) mungkin diperlukan untuk


mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.

• Transfusi platelet (trombosit) dilakukan jika jumlah platelet menurun drastic


• Pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang timbul, misalnya : Paracetamol
membantu menurunkan demam, Garamelektrolit (oralit) jika disertai diare dan
Ekstrak Daun Jambu Biji Bisa Mengatasi DBD

4) Tertiary Prevention

a. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder

b. Rehabilitasi

4. Penyakit Malaria

a) Riwayat Alamiah Penyakit 1) Tahap Prepatogenesis


Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada
dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit. Pada proses
prepatogenesis penyakit malaria bisa terjadi pada orang-orang yang tinggal didaerah malaria
atau orang yang mengadakan perjalanan kedarah malaria.
Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual (sporogoni) dalam badan nyamuk
Anopheles dan aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebra termauk manusia. Tahap
prepatogenesis penyakit malaria dimulai pada fase seksual (sporogoni). Fase seksual dimulai
dengan bersatunya gamet jantan dan gamet betina untuk membentuk ookinet dalam perut
nyamuk. Ookinet akan menembus dinding lambung untuk membentuk kista di selaput luar
lambung nyamuk.
Waktu yang diperlukan sampai pada proses ini adalah 8-35 hari, tergantung pada situasi
lingkungan dan jenis parasitnya. Pada tempat inilah kista akan membentuk ribuan sporozoit
yang terlepas dan kemudian tersebar ke seluruh organ nyamuk termasuk kelenjar ludah
nyamuk. Pada kelenjar inilah sporozoit menjadi matang dan siap ditularkan bila nyamuk
menggigit manusia.

2) Tahap Inkubasi
Masa inkubasi pada penyakit malaria beberapa hari sampai beberapa bulan yang
kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita seperti demam,
menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, dll. Masa inkubasi pada
penularan secara alamiah bagi masing-masing species parasit adalah sebagai berikut,
Plasmodium Falciparum 12 hari. Plasmodium vivax dan Plasmodium Ovate 13 -17 hari.
Plasmodium maJariae 28 -30 hariMasa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya
parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa inkubasi dimulai dari
masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis. Masa prepaten
tiaptiap plasmodium berbeda-beda. Masa prepaten P. Falcifarum adalah 6-25 hari, P. Vivax
8-27 hari, P. Ovale 12-20 hari, dan P. Malariae 18-59 hari.

3) Tahap Dini/Klinis
Dikenal beberapa kaadaan klinik dalam perjalan infeksi malaria yaitu :

a. Serangan primer (Periode Klinis)


Keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksimal yang
terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksimal ini dapat pendek
atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita. Gejala
yang biasa terjadi adalah terjadinya “Trias Malaria” (Malaria proxysm) secara berurutan :

• Periode dingin : Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh
badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur
• Periode panas : Penderita muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas
badan tetap tinggi sampai 40oC atau lebih, penderita. Periode ini lebih lama dari fase
dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat

• Periode berkeringat : Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh


tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa cape dan sering tertidur.
Bila penderita bangun akn merada sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa b.

Periode laten

Periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya
terjadi diantara dua keadaan paroksismal

c. Recrudescense
Berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya
serangan primer

d. Recurrence
Berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan
primer
e. Relapse atau “Rechute”
Berlangsungnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari wakti diantara
serangan periodik dari infeksi primer

4) Tahap Lanjut
Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin tambah berat dengan
segala kelainan patologis dan gejalanya. Pada tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala
dan kelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Dan juga
sudah memerlukan perlukan pengobatan.

5) Tahap Akhir
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu:

a. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat
kembali.

b. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada,
tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen
berupa cacat.
c. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namunpenyakit masih tetap ada dalam
tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.

d. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.

e. Berakhir dengan kematian


Pada tahap akhir penyakit malaria dapat sembuh sempurna, sembuh karier atau
pembawa, dan ada juga yang meninggal dunia dikarenakan plasmodium yang menyerang
yaitu plasmodium falcifarum. Jenis plasmodium ini bisa menimbulkan kematian dan
merupakan penyebab infeksi terbanyak , Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh
dan menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung.

b) Tingkat Pencegahan Penyakit 1) Pencegahan Primer

a. Tindakan terhadap manusia

• Edukasi
• Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang cara pencegahan malaria
• Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan
menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak
nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria

• Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai
subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit

b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp) untuk mengurangi risiko jatuh


sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini
digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di
Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya.

c. Tindakan terhadap vektor

• Pengendalian secara mekanis : Dengan cara ini, sarang


atau tempat
berkembang biak serangga dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan
air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah
mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk
pada jendela dan jalan angin lainnya

• Pengendalian secara biologis : Dilakukan dengan menggunakan makhluk


hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau
pemangsa serangga.

• Pengendalian secara kimiawi : Pengendalian serangga


mengunakan
insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai
pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian
serangga secara kimiawi berkembang pesat.

2) Pencegahan Sekunder

a. Pencarian penderita malaria : melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita
malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis
mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara
melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria

b. Diagnosa dini

• Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang
keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan
bermalam 14 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah
endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan
terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan fisik berupa : demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C) ,
anemia dan Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

• Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan mikroskopis dan Tes Diagnostik Cepat


(RDT, Rapid Diagnostic Test)

• Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi


umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah,
pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.

3) Pencegahan Tertier

a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria


Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin, penanganan kegagalan organ
seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada
gagal napas, tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital
untuk mencegah memburuknya fungsi organ vital

b. Rehabilitasi mental atau psikologis


Pemulihan kondisi penderita malaria, memberikan dukungan moril kepada penderita
dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada
penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

5. Penyakit Difteri

a) Riwayat Alamiah Penyakit 1) Tahap Prepatogenesis


Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif
yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Gejala utama dari
penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari
kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan
yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan.
Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun
yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan
jaringan syaraf. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas
oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi
dengan daerah inflamasi. Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai
penderita maupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita
pada masa inkubasi atau kontak dengan carier. Caranya melalui pernafasan ataudroplet
infection dan difteri kulit yang mencemari tanah sekitarnya.

2) Tahap Patogenesis

a. Tahap Inkubasi : Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh manusia yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan
penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier bisa
sampai 6 bulan.

b. Tahap Dini : Gejala penyakit difteri ini adalah panas lebih dari 38 °C , ada
psedomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil, sakit waktu menelan dan leher
membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena pembengkakan kelenjar
leher

c. Tahap Lanjut : Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan


selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri
sampai ke hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke
pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit
dan terjadi gangguan pernafasan. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari
batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri.
Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan
menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh,
terutama jantung dan saraf. Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di
tenggorokan. Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama
kontaminasi toksin. Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi
peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan
tungkai. Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja selama
minggu pertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai kelainan
ringan pada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal
jantung dan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara
perlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihan buruk,
tak jarang difteri juga menyerang kulit.
3) Tahap Pasca pathogenesis/Tahap Akhir
Keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan
penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yang terlambat. Pengobatan
khusus penyakit difteri bertujuan untuk menetralisir toksin dan membunuh basil dengan
antibiotika (penicilin procain, Eritromisin, Ertromysin, Amoksisilin, Rifampicin,
Klindamisin, tetrasiklin).

b) Tingkat Pencegahan Penyakit 1) Primordial Prevention


Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul
adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan
obat penurun panas

2) Primary Prevention
Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini dengan memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang cara pencegahan difteri dan perlu juga untuk menjaga kebersihan badan,
pakaian dan lingkungan. Penyakit menular seperti difteri mudah menular dalam lingkungan
yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itulah, selain menjaga kebersihan
diri, kita juga harus menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Disamping itu juga perlu
diperhatikan makanan yang kita konsumsi harus bersih dan jika kita harus membeli makanan
di luar, pilihlah warung yang bersih.

3) Secondary Prevention
Perawatan umum penyakit difteri yaitu dengan melakukan isolasi, bed rest : 2-3
minggu, makanan yang harus dikonsumsi adalah makanan lunak, mudah dicerna, protein dan
kalori cukup, kebersihan jalan nafas, pengisapan lendir.

4) Tertiary Prevention
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan Difteri. Setiap orang dapat
terinfeksi oleh difteri,tetapi kerentanan terhadap infeksi tergantung dari pernah tidaknya ia
terinfeksi oleh difteri dan juga pada kekebalannya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kebal
akan mendapat kekebalan pasif, tetapi taka akan lebih dari 6 bulan dan pada umur 1 tahun
kekebalannya habis sama sekali. Seseorang yang sembuh dari penyakit difteri tidak selalu
mempunyai kekebalan abadi. Paling baik adalah kekebalan yang didapat secara aktif dengan
imunisasi.

Anda mungkin juga menyukai