Anda di halaman 1dari 63

ANALISIS DISPARITAS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT


TAHUN 2011-2020

USULAN PENELITIAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Penulisan Skripsi Pada Program Studi
Ekonomi Pembangunan

Oleh:
WITRI SARASWATI
NPM. 173401117

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2021
ANALISIS DISPARITAS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT


TAHUN 2011-2020

USULAN PENELITIAN

Oleh:
WITRI SARASWATI
173401117

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Penulisan Skripsi


Pada Program Studi Ekonomi Pembangunan, Telah Disetujui Tim Pembimbing
Pada Tanggal Seperti Tertera di Bawah Ini

Tasikmalaya, Juni 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hj. Iis Surgawati, Dra., M.Si. Jumri, S.E., M.Si.


NIDN. 0004066302 NIDN. 0419076301

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam

penulis curahkan kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya, sahabatnya

dan kita sebagai umatnya.

Naskah skripsi ini berjudul “Analisis Disparitas Indeks Pembangunan

Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2020”.

Penulisan usulan penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terimakasih kepada

semua pihak yang telah memberikan doa dan dukungan. Ucapan terimakasih ini

penulis tujukan kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda penulis, Bapak Carli dan Ibu Aas, yang telah

memberikan doa dan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun

materil.

2. Kakak penulis, Sugiarti, serta keluarga besar yang telah memberikan

dukungan kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. H. Rudi Priyadi, Ir., M.S., selaku Rektor Universitas

Siliwangi Tasikmalaya.

4. Bapak Prof. Dr. H. Dedi Kusmayadi, S.E., M.Si., Ak., CA., CPA. selaku

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

5. Bapak H. Aso Sukarso, S.E., M.E., selaku Ketua Program Studi Ekonomi

Pembangunan Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

ii
6. Bapak Dr. H. Asep Yusup Hanapia, S.E., M.P., selaku Dosen Wali Program

Studi Ekonomi Pembangunan C 2017.

7. Ibu Dr. Hj. Iis Surgawati, Dra., M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang

telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan dan

bimbingan kepada penulis dalam penyusunan usulan penelitian ini.

8. Bapak Jumri, S.E., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan dan bimbingan kepada

penulis dalam penyusunan usulan penelitian ini.

9. Seluruh Dosen pengajar Program Studi Ekonomi Pembangunan yang telah

memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program

Studi Ekonomi Pembangunan.

10. Seluruh Staff SBAP di Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi yang telah

memberikan pelayanan pada penulis selama menempuh pendidikan di

Program Studi Ekonomi Pembangunan.

11. Teman-teman Ekonomi Pembangunan Kelas C angkatan 2017 yang telah

berjuang bersama.

12. Sahabat sekaligus keluarga penulis Dona Fira Gustiani, Rida Parida, Rahayu

Eka Lusiana, Dyen Rosita Setiawan, Kiki Kharisma, Nina Ceriawati yang

selalu memberikan dukungan kepada penulis.

13. Sahabat perkuliahan penulis Wina Oktaviani, Shabila Ghaisani Fajrina,

Gina Hibaturohmatina, dan Mitha Adelina yang telah memberikan

dukungan dan saling bertukar pikiran kepada penulis.

iii
14. Teman-teman KKN Ceria yang telah memberikan dukungan kepada

penulis.

15. Semua pihak yang telah membantu memberikan doa dan dukungan kepada

penulis.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna karena keterbatasan yang penulis miliki baik pengetahuan, kemampuan,

dan pengalaman. Penulis berharap usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan pihak-pihak yang lain.

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULIAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian.............................................................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................... 11

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 11

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian .......................................................................... 12

1.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian ...................................................................... 12

1.5.1 Lokasi Penelitian................................................................................... 12

1.5.2 Jadwal Penelitian .................................................................................. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

HIPOTESIS ......................................................................................................... 14

2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 14

2.1.1 Ketimpangan ......................................................................................... 14

2.1.2 Pembangunan Manusia ......................................................................... 19

v
2.1.3 Indeks Pembangunan Manusia ............................................................. 21

2.1.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 30

2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 40

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ............................................ 42

3.1 Objek Penelitian .......................................................................................... 42

3.2 Metode Penelitian ........................................................................................ 42

3.2.1 Operasionalisasi Variabel ..................................................................... 43

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 45

3.3 Model Penelitian.......................................................................................... 46

3.4 Teknik Analisis Data ................................................................................... 46

3.4.1 Indeks Williamson ................................................................................ 46

3.4.2 Tipologi Klassen ................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................... 13

Tabel 2.1 Perbedaan IPM Metode Lama dengan Metode Baru ............................ 22

Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM ................................. 24

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Pembangunan Manusia ............................................ 25

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 31

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ..................................................................... 43

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Capaian IPM Tertinggi dan Terendah ................................................ 5

Gambar 1.2 Angka Harapan Hidup Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2020 .......... 7

Gambar 1.3 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2020........ 8

Gambar 1.4 Harapan Lama Sekolah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2020 ......... 9

Gambar 1.5 Pengeluaran Per Kapita Provinsi ....................................................... 10

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 41

Gambar 3.1 Klasifikasi Tipologi Klassen ............................................................. 50

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Ketimpangan pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan

sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-

masing wilayah. Sejak pemerintahan orde baru (1966-1999), isu pemerataan

merupakan isu sentral yang digaungkan pemerintah. Dalam pedoman pelaksanaan

rencana pembangunan lima tahun (Repelita) pemerintah selalu mencantumkan

kalimat pemerataan pembangunan di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara

(GBHN). Namun dalam kenyataannya apa yang dijanjikan oleh pemerintah tidak

terwujud. Kesenjangan pembangunan telah menjadikan wilayah-wilayah di

Indonesia mengalami pertumbuhan secara tidak merata.

Apabila ketimpangan ini terus dibiarkan terjadi, maka berbagai dampak

negatif yang mungkin timbul bisa terjadi, mulai dari sikap apatis terhadap semua

kebijakan pemerintah daerah, tidak mau membayar pajak, serta timbulnya gejolak

masyarakat yang disertai penolakan dan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah

daerah, dan yang paling ekstrim adalah desakan untuk memisahkan diri dari

Provinsi Jawa Barat. Berdirinya Provinsi Banten di wilayah utara Jawa Barat pada

tahun 2000 merupakan sebuah fakta bahwa ketimpangan dalam hal pembangunan

akan mendorong wilayah-wilayah di Provinsi Jawa Barat untuk membentuk

provinsi baru. Kondisi ini sudah cukup lama diingatkan oleh Soetama (1986) dalam

Evan Evianto (2010) bahwa ketertinggalan dan perbedaan yang semakin besar

mempunyai potensi bagi tumbuh dan berkembangnya kesenjangan sosial yang

1
2

dapat membahayakan stabilitas dan integritas bangsa dalam konteks ini integrasi

daerah.

Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyadari

bahwa masalah ketimpangan dan pemerataan wilayah sangatlah penting untuk

segera ditangani namun dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki, tidak

mungkin membangun semua wilayah kabupaten/kota secara keseluruhan dalam

waktu yang sama, maka kebijakan yang sedang diupayakan adalah dengan

memberikan priotitas pengembangan wilayah kabupaten/kota yang masih

tertinggal. Sejak terbitnya peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi

daerah yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta

Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan No. 33 tahun 2004, daerah otonom berhak,

berwenang dan sekaligus berkewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan kecuali yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, dengan tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menyediakan pelayanan umum sesuai

dengan potensi, kekhasan, dan unggulan daerah. Desentralisasi fiskal yang secara

efektif berlaku sejak 1 Januari 2001 merupakan sebuah momentum bagi pemerintah

daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta keunggulan daerah yang

dimilikinya (Evan Evianto, 2010).

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur hasil pembangunan

adalah dengan melihat tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya.

Ukuran yang sering digunakan adalah dengan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM). Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004 yang merupakan

publikasi bersama BPS, Bappenas dan UNDP disebutkan bahwa salah satu tugas
3

pembangunan yang terpenting adalah menerjemahkan pertumbuhan ekonomi

menjadi peningkatan pembangunan manusia. IPM dianggap telah dapat mewakili

tingkat kesejahteraan penduduk yang ada di Provinsi Jawa Barat, karena IPM

mencakup variabel ekonomi yaitu dilihat dari pendapatan yang menunjukkan daya

beli masyarakat, sedangkan variabel non ekonomi yaitu dilihat dari prendidikan dan

kesehatan masyarakat, maka dengan asumsi ini kabupaten/kota yang nilai IPM-nya

masih rendah dianggap tingkat kesejahteraan penduduknya masih rendah sehingga

perlu mendapatkan prioritas penanganan untuk dapat disejajarkan dengan

kabupaten/kota lainnya.

Peningkatan capaian IPM di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sangat

sejalan dengan kebijakan pemerintah Jawa Barat yang menjadikan IPM sebagai

salah satu alat analisis untuk menilai kemajuan maupun disparitas antar

kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat sejak beberapa tahun terakhir. Dalam skala

nasional IPM merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan

penduduk Indonesia. Pembangunan manusia di Indonesia terus mengalami

kemajuan. Selama periode 2010-2019 IPM Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 0,87

persen per tahun dan meningkat dari level “sedang” menjadi “tinggi” sejak tahun

2016. Pandemi Covid-19 telah membawa sedikit perubahan dalam pencapaian

pembangunan manusia Indonesia. IPM tahun 2020 tercatat sebesar 71,94 atau

tumbuh 0,03 persen, melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada

indeks kesehatan dan indeks pendidikan Indonesia mengalami peningkatan,

sedangkan dari indeks standar hidup layak mengalami penurunan.


4

Salah satu pulau di Indonesia yaitu Pulau Jawa, merupakan pulau yang

memiliki penduduk paling padat dibandingkan dengan pulau lainnya di Indonesia.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang memiliki

jumlah penduduk yang paling banyak. Capaian IPM di Provinsi Jawa Barat cukup

baik walaupun bukan capaian yang tertinggi di Pulau Jawa. Pencapaian IPM di

tingkat kabupaten/kota juga cukup bervariasi. Peningkatan IPM di Jawa Barat

tercermin pada tingkat kabupaten/kota.

Pemerataan IPM di Pulau Jawa pada tahun 2018-2020 terdapat perbedaan

di setiap provinsinya. Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan IPM

pada tahun 2020 sebesar 80,77 diikuti Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

sebesar 79,97 kemudian Banten sebesar 72,45, Jawa Barat sebesar 72,09, Jawa

Tengah sebesar 71,87 dan Jawa Timur sebesar 71,71. Selisih capaian IPM DKI

Jakarta dengan Jawa Barat pada tahun 2020 yaitu sebesar 8,68 poin. Meskipun

begitu selisih capain IPM antara Jawa Barat dan DKI Jakarta mengalami penurunan

dari 9,17 poin pada tahun 2018. Selisih antara kedua provinsi ini disebabkan oleh

perbedaan capaian komponen IPM diantara keduanya.

Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, yaitu

mencapai 49,94 juta jiwa pada tahun 2019 (Proyeksi Penduduk), Jawa Barat

memiliki potensi penduduk dan wilayah yang sangat kaya. Namun, potensi yang

dimiliki ini belum termanfaatkan secara optimal. Pembangunan manusia yang terus

bergulir hingga saat ini masih menyisakan ketimpangan antarwilayah. Luasnya

wilayah dan belum meratanya pembangunan menyebabkan ketimpangan terjadi,


5

baik antara perkotaan dengan perdesaan, antargender, antarkabupaten, maupun

antara kota dengan kabupaten.

100
90 84,72 86,61
81,51 82,23 83,05 81,36
80
71,63 69,98
70 65,36 66,11 63,91
62,7
60
50
40
30
20
10
0
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa D.I Banten
Tengah Yogyakarta

Gambar 1.1 Capaian IPM Tertinggi dan Terendah Kabupaten/Kota


Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2020
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa capaian IPM Provinsi di Pulau Jawa masih

terdapat ketimpangan. Pada tahun 2020 capaian IPM tertinggi di DKI Jakarta

adalah Kota Jakarta Selatan dengan nilai IPM 84,72 dan terendah Kepulauan Seribu

dengan nilai IPM 71,63. Capaian IPM tertinggi di Jawa Barat adalah Kota Bandung

dengan nilai IPM 81,51 dan terendah Kabupaten Cianjur dengan nilai IPM 65,36.

Capaian IPM tertinggi di Jawa Timur adalah Kota Surabaya dengan nilai IPM 82,23

dan terendah Kabupaten Sampang dengan nilai IPM 62,70. Capaian IPM tertinggi

di Jawa Tengah adalah Kota Semarang dengan nilai IPM 83,05 dan terendah

Kabupaten Brebes dengan nilai IPM 66,11. Capaian IPM tertinggi di D.I

Yogyakarta adalah Kota Yogyakarta dengan nilai IPM 86,61 dan terendah

Kabupaten Gunung Kidul dengan nilai IPM 69,98. Capaian IPM tertinggi di
6

Provinsi Banten adalah Kota Tangerang dengan nilai IPM 81,36 dan terendah

Kabupaten Lebah dengan nilai IPM 63,91. Jika diurutkan dari provinsi yang

kabupaten/kotanya mengalami ketimpangan kategori rendah yaitu DKI Jakarta,

Jawa Barat, D.I Yogyakarta, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur.

Menurut BPS (2018), Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks

komposit menggunakan perhitungan metode baru yang dibentuk oleh tiga indikator

dasar, yaitu umur Panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan

(knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living). Umur Panjang

dan hidup sehat digambarkan oleh Angka Harapan Hidup (AHH). Pengetahuan

diukur melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama

Sekolah (HLS). Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per kapita

disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran perkapita dan paritas daya beli

(purchasing power parity).

Indikator pembangunan manusia yang pertama yaitu bidang kesehatan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kesehatan merupakan hal penting yang harus dimiliki

oleh setiap manusia. Menurut Todaro (2011) kesehatan merupakan prasyarat bagi

peningkatan produktivitas dan pendidikan yang berhasil juga sangat bergantung

kepada kesehatan yang memadai. Indikator kesehatan dapat dilihat dari besarnya

nilai Angka Harapan Hidup (AHH). Angka Harapan Hidup (AHH) sebagai rata-

rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. Angka

Harapan Hidup (AHH) mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat,

dihitung dari hasil survei kependudukan.


7

73,1
73,04

73

72,9 72,85

72,8

72,7 72,66

72,6

72,5

72,4
2018 2019 2020

Gambar 1.2 Angka Harapan Hidup Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2020
(Tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat

Gambar 1.2 menunjukkan bahwa pada tahun 2018-2020 nilai AHH di

Provinsi Jawa Barat pada tahun 2018-2020 terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Selama periode 2018-2020 secara rata-rata AHH tumbuh sebesar 0,19

persen per tahun.

Selanjutnya, indikator pembangunan manusia yang kedua yaitu bidang

pendidikan. Pendidikan selalu menjadi masalah utama dalam pembangunan.

Menurut Todaro (2011) pendidikan memainkan peran penting untuk meningkatkan

kemampuan suatu negara berkembang dalam menyerap teknologi modern dan

mengembangkan kapasitas diri bagi terwujudnya pertumbuhan dan pembangunan.

Indikator pendidikan dapat dilihat dari besarnya Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)

dan Harapan Lama Sekolah (HLS). Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefinisikan

sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan

formal. Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk yang berusia 25
8

tahun ke atas dengan asumsi pada usia 25 tahun tersebut proses pendidikan telah

berakhir (BPS, 2018). Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi

jenjang pendidikan yang dijalani.

8,6 8,55

8,5

8,4 8,37

8,3

8,2 8,15

8,1

7,9
2018 2019 2020

Gambar 1.3 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2020
(Tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat

Gambar 1.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2018-2020 nilai RLS di

Provinsi Jawa Barat pada tahun 2018-2020 terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya. RLS Provinsi Jawa Barat tahun 2018-2020 secara rata-rata tumbuh

sebesar 0,14 persen per tahun.

Indikator Pendidikan juga dapat dilihat dari Harapan Lama Sekolah (HLS).

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam

tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa

mendatang. Harapan Lama Sekolah (HLS) dapat digunakan untuk mengetahui

kondisi pembangunan sistem Pendidikan di berbagai jenjang. Harapan Lama


9

Sekolah (HLS) dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan

pemerintah yaitu program wajib belajar.

12,51
12,5
12,5

12,49
12,48
12,48

12,47

12,46
12,45
12,45

12,44

12,43

12,42
2018 2019 2020

Gambar 1.4 Harapan Lama Sekolah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2020
(Tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat

Gambar 1.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2018-2020 nilai HLS di

Provinsi Jawa Barat pada tahun 2018-2020 terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya. HLS Provinsi Jawa Barat pada tahun 2018-2020 secara rata-rata tumbuh

sebesar 0,03 persen per tahun.

Selanjutnya, indikator pembangunan manusia yang ketiga adalah standar

hidup layak atau daya beli. Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak

menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai

dampak semakin membaiknya ekonomi. Standar Hidup Layak ditentukan dari nilai

pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (Purchasing Power Parity-PPP). Rata-

rata pengeluaran per kapita diperoleh dari Susenas, dihitung dari level provinsi

hingga level kabupaten/kota.


10

11200000
11152000

11100000

11000000

10900000
10845000
10790000
10800000

10700000

10600000
2018 2019 2020

Gambar 1.5 Pengeluaran Per Kapita Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2020
(Tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat

Gambar 1.5 menunjukkan bahwa pada tahun 2018-2020 pengeluaran per

kapita di Provinsi Jawa Barat mengalami fluktuatif. Dimana pada tahun 2019

pengeluaran per kapita mengalami kenaikan dari tahun 2018 dengan angka Rp.

10.790.000 menjadi Rp.11.152.000. Pada tahun 2020 mengalami penurunan

menjadi Rp. 10.845.000. Penurunan pengeluaran per kapita Provinsi Jawa Barat

pada tahun 2020 sejalan dengan penurunan pengeluaran per kapita secara nasional.

Sementara secara umum IPM di Provinsi Jawa Barat terus mengalami

kemajuan. Capaian IPM Jawa Barat saat ini berada pada posisi ke-10 secara

nasional dan posisi ke-4 dalam Pulau Jawa. Capaian IPM Provinsi Jawa Barat ini

bukanlah capaian tertinggi ataupun terendah tetapi sangat potensial untuk diteliti.

Peningkatan IPM dan komponennya di Provinsi Jawa Barat tidak menutup

kemungkinan adanya disparitas atau ketimpangan nilai pembangunan manusia dan

komponennya antara kabupaten/kota yang satu dengan yang lainnya yang perlu
11

diteliti lebih jauh. Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian

yang berjudul “ANALISIS DISPARITAS INDEKS PEMBANGUNAN

MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN

2011-2020”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi yang akan penulis teliti

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat disparitas Indeks Pembangunan Manusia

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2020?

2. Bagaimana tingkat disparitas Indeks Kesehatan (AHH), Indeks

Pendidikan (RLS dan HLS) dan Indeks Standar Hidup Layak

(Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Barat Tahun 2011-2020?

3. Bagaimana klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat menurut

IPM berdasarkan Tipologi Daerah?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat disparitas Indeks Pembangunan Manusia

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2020.

2. Untuk mengetahui tingkat disparitas Indeks Kesehatan (AHH), Indeks

Pendidikan (RLS dan HLS) dan Indeks Standar Hidup Layak (Pengeluaran

Per Kapita Disesuaikam) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun

2011-2020.
12

3. Untuk mengetahui klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

menurut IPM berdasarkan Tipologi Daerah.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian

1. Bagi pemerintah dapat dijadikan bahan pertimbangan dan acuan untuk

membuat kebijakan-kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan

pengembangan kualitas sumber daya manusia secara umum dan

peningkatan sarana-sarana kesehatan, pendidikan dan pemerataan Indeks

Pembangunan Manusia.

2. Bagi pembaca dapat digunakan sebagai pengetahuan dan referensi

penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis penelitian ini merupakan media untuk meningkatkan

kemampuan analisis terhadap disparitas Indeks Pembangunan Manusia dan

komponennya, menentukan klasifikasi daerah menurut IPM serta

pengimplementasian ilmu yang didapat selama kuliah.

1.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian

1.5.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa

Barat. Dimana terdapat 18 kabupaten yang meliputi: Bandung, Bandung Barat,

Bekasi, Bogor, Ciamis, Cianjur, Cirebon, Garut, Indramayu, Karawang, Kuningan,

Majalengka, Pangandaran, Purwakarta, Subang, Sukabumi, Sumedang, dan

Tasikmalaya. Beserta 9 kota yang meliputi: Bandung, Banjar, Bekasi, Bogor,

Ciamis, Cirebon, Depok, Sukabumi, dan Tasikmalaya.


13

Penulis melakukan penelitian ini dengan menggunakan data sekunder yang

didapat melalui website resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat.

1.5.2 Jadwal Penelitian

Penelitian ini dimulai sejak bulan Maret 2021, yang diawali dengan

pengajuan judul kepada pihak Program Studi Ekonomi pembangunan.

Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan Penelitian


Tahun 2021
No Keterangan Maret April Mei Juni Juli
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
Pengajuan
1 Judul
Pengupulan
2
Data
Penyusunan
UP dan
3 Bimbingan
Penelitian
Seminar
4 Usulan
Penelitian

5 Pengolahaan
Data

Penyusunan
6 Skripsi dan
Bimbingan
Ujian Skripsi
7 dan
Komprehensif
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada bab ini disajikan tinjauan pustaka yang melandasi kerangka pemikiran

dan pengajuan hipotesis. Penulisan ini akan disajikan sebagai berikut, yang pertama

yaitu tinjauan pustaka untuk menggambarkan konsep dasar dari variabel yang

diteliti, yang kedua yaitu penelitian terdahulu. Setelah itu membahas tentang

kerangka pemikiran teoritis dan diikuti hipotesis yang diajukan.

2.1.1 Ketimpangan

2.1.1.1 Teori Ketimpangan

Ketimpangan atau disparitas antar daerah merupakan hal yang umum terjadi

dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas pada dasarnya disebabkan oleh

adanya perbedaan kondisi geografis, kandungan sumber daya alam dan perbedaan

kondisi demografi masing-masing daerah. Perbedaan ini yang membuat

kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga berbeda.

Oleh karena itu di setiap daerah biasanya terdapat daerah maju dan daerah yang

terbelakang.

Menurut Kuncoro (2006), ketimpangan mengacu pada standar hidup yang

relatif pada seluruh masyarakat. Perbedaan ini yang membuat tingkat pembangunan

di berbagai wilayah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang

kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno, 2010).

Ketimpangan antarwilayah dimunculkan oleh Douglas C. North dalam

analisinya mengenai Teori Pertumbuhan Neo Klasik. Dalam teori tersebut

14
15

dimunculkan sebuah prediksi hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi

nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antarwilayah. Hipotesa

ini kemudian lebih dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik (Sjafrizal, 2012).

Menurut Hipotesa Neo-Klasik pada awal proses pembangunan suatu negara,

ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung meningkat. Proses ini akan

terus terjadi hingga ketimpangan mencapai titik puncak. Kemudian, apabila proses

pembangunan berlanjut maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan

antarwilayah tersebut akan mengalami penurunan. Berdasarkan hipotesa ini,

ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung lebih tinggi umumnya pada

negara-negara yang sedang berkembang, dan akan terjadi sebaliknya pada negara-

negara maju. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antarwilayah

berbentuk huruf U terbalik.

Kebenaran hipotesa Neo-Klasik ini diuji oleh Williamson (1996) melalui

studi mengenai ketimpangan pembangunan antarwilayah pada negara maju dan

negara berkembang menggunakan data time series dan cross section. Hasilnya

menunjukkan bahwa Hipotesa Neo-Klasik terbukti benar secara empirik. Ini berarti

bahwa proses pembangunan suatu negara tidak langsung dapat menurunkan tingkat

ketimpangan pembangunan antarwilayah, akan tetapi pada tahap permulaan justru

terjadi hal yang sebaliknya (Sjafrizal, 2012).

2.1.1.2 Disparitas Pembangunan

Menurut Sjafrizal (2012) berpendapat bahwa disparitas atau ketimpangan

pembangunan ekonomi regional merupakan hal yang umum terjadi pada kegiatan

perekonomian. Disparitas pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan


16

kondisi geografis, kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografis

masing-masing daerah, adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu

wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan

antarsektor ekonomi suatu daerah. Akibatnya kemampuan suatu daerah dalam

mendorong proses pembangunan ekonomi juga berbeda. Maka pada setiap negara

atau daerah biasanya terdapat wilayah terbelakang (Underdeveloped region) dan

wilayah maju (Developed region).

Menurut Tambunan (2001) ada sejumlah indikator yang dapat digunakan

dalam menganalisis ketimpangan pembangunan (development gap) antarprovinsi

di antaranya yaitu:

a. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

b. Variasi Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita Antarprovinsi

c. Human Development Index

d. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB

e. Struktur Fiskal

f. Tingkat Kemiskinan

Human Development Index digunakan sebagai salah satu indikator sosial

untuk mengukur tingkat kesenjangan pembangunan antarprovinsi. Secara umum

semakin baik pembangunan di suatu wilayah maka semakin tinggi HDI di wilayah

tersebut.
17

2.1.1.3 Penyebab Ketimpangan

Menurut Sjafrizal (2012) ada beberapa faktor penyebab terjadinya

ketimpangan antar wilayah yaitu:

1. Perbedaan kandungan sumber daya alam

Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan

produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya

alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan

biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai

kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong

pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan

daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya

akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi

sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah

bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.

Contohnya adalah minyak dan gas alam, batubara, tingkat kesuburan lahan.

2. Perbedaan kondisi demografis

Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja

masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan

cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini

akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan

penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Contohnya adalah perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur

kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan


18

kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta

etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan.

3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah

dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi

spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan

produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan.

Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung

tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah

Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah

dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang

selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan

penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.

Contohnya adalah terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak

pada daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batubara dan bahan mineral

lainnya. Terdapat lahan yang subur juga turut mempengaruhi, khususnya

menyangkut pertumbuhan kegiatan pertanian. Meratanya fasilitas transportasi,

baik darat, laut dan udara juga ikut mempengaruhi konsentrasi kegiatan

ekonomi antar daerah.

5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah

Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada

sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak


19

dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah

akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan

oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu

daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi

swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan

hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh,

konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu

investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan

dengan daerah pedesaan.

2.1.2 Pembangunan Manusia

Menurut UNDP dalam Human Development Report 1991, pembangunan

manusia adalah suatu proses meningkatkan pilihan yang lebih banyak bagi manusia

untuk hidup (a process of increasing people options) atau proses peningkatan

kemampuan manusia. Menurut paradigma pembangunan manusia, tujuan utama

dari pembangunan manusia adalah memperluas pilihan-pilihan manusia, yaitu

pembentukan kemampuan manusia seperti tercermin dalam kesehatan,

pengetahuan dan keahlian yang meningkat, serta penggunaan kemampuan yang

telah dimilikinya untuk bekerja, menikmati kehidupan atau aktif dalam berbagai

kegiatan kebudayaan, sosial dan politik.

Konsep pembangunan manusia menurut United Nations Development

Programme (UNDP) harus dianalisis dan dipahami dari sudut manusianya tidak

hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sejumlah premis penting dalam

pembangunan manusia adalah:


20

a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian.

b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi

penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Maka

konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara

keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja.

c. Pembangunan manusia memfokuskan perhatiannya bukan hanya pada

meningkatkan kemampuan.

d. Pembangunan manusia didukung oleh empat pilar pokok, yaitu:

produktivitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan.

e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan

pembangunan dan dalam menganalisis pilihanpilihan untuk mencapainya.

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, ada empat hal

pokok yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1. Produktivitas (Productivity). Penduduk harus dimampukan untuk

meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses

penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan

demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.

2. Pemerataan (Equity). Penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang

sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan

sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh

akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat

dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang

dapat meningkatkan kualitas hidup.


21

3. Kesinambungan (Sustainability). Akses terhadap sumber daya ekonomi dan

sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan

datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu

diperbaharui.

4. Pemberdayaan (Empowerment). Penduduk harus berpartisipasi penuh

dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah)

kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari

proses pembangunan.

2.1.3 Indeks Pembangunan Manusia

Pada hakikatnya manusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya.

Adapun tolak ukur mengenai klasifikasi negara maju atau negara berkembang

selain pertumbuhan ekonomi ada juga pembangunan manusia yang diukur oleh

Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks yang mengukur

pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara, yang mengkombinasikan

pencapaian di bidang pendidikan, kesehatan dan pendapatan riil per kapita yang

disesuaikan. Indeks Pembangunan Manusia diklasifikasikan oleh United Nations

Development Program (UNDP) sebagai suatu proses untuk memperluas berbagai

macam pilihan bagi penduduk, sebagai alat ukur kualitas pembangunan manusia.

Proses peningkatan kemampuan manusia dikonsentrasikan secara merata

pada peningkatan formasi kemampuan manusia dengan cara investasi pada diri

manusia. Adapun manfaat dari Indeks Pembangunan Manusia sebagai berikut:

a. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya


22

membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk)

b. IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu

wilayah/negara.

c. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran

kinerja pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator

penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).

Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) yang merupakan pengukuran perbandingan dari harapan hidup,

pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara. Tercapainnya tujuan

pembangunan yang tercermin pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sangat

tergantung pada pemerintah sebagai penyedia sarana penunjang (Marisca dan

Haryadi, 2016).

Indikator yang digunakan untuk mengukur ukuran Human Development

Indeks (HDI) menurut UNDP (1993) yaitu indikator kesehatan, pengetahuan, dan

standar hidup layak. IPM selanjutnya diadopsi oleh berbagai negara termasuk

Indonesia, dengan melakukan berbagai modifikasi yang disesuaikan dengan

ketersediaan data di negara masing-masing. Seiring perubahan metodologi yang

dilakukan oleh UNDP sejak tahun 2010 sampai tahun 2013, Indonesia mulai tahun

2015 turut mengadopsi IPM metode terbaru.

Tabel 2.1 Perbedaan IPM Metode Lama dengan Metode Baru


Indikator
Dimensi
Metode Lama Metode Baru
Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup
Kesehatan
Saat Lahir (AHH) Saat Lahir (AHH)
23

Angka Melek Huruf Harapan Lama Sekolah


Pengetahuan (AMH) Rata-rata Lama (HLS) Rata-rata Lama
Sekolah (RLS) Sekolah (RLS)
Penduduk Usia 15 Tahun Penduduk Usia 25 Tahun
Standar Hidup ke Atas Pengeluaran ke Atas Pengeluaran
Layak perkapita: 27 Komoditas perkapita: 96 Komoditas
Paritas Daya Beli Paritas Daya Beli

Agregasi
Rata-rata Aritmatik Rata-rata Geometrik
Perubahan
Reduksi Shortfail (RSF) Pertumbuhan
Capaian

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Pada dasarnya, perubahan metodologi perhitungan IPM didasarkan pada

alasan yang cukup rasional. Suatu indeks komposit harus mampu mengukur apa

yang diukur. Pemilihan metode dan variabel yang tepat, maka indeks yang

dihasilkan akan cukup relevan. Namun, alasan utama yang dijadikan dasar

perubahan metodologi perhitungan IPM setidaknya ada dua hal mendasar, yaitu:

1. Angka Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan dalam mengukur

pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas

pendidikan. Angka Melek Huruf (AMH) di sebagian besar daerah sudah

tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar wilayah

dengan baik, dalam konsep pembentukan indeks komposit, variabel yang

tidak sensitif menyebabkan indikator komposit tidak relevan. Oleh karena

itu, indikator Angka Melek Huruf (AMH) dianggap sudah tidak relevan

sebagai komponen dalam perhitungan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM). Selanjutnya adalah indikator Produk Domestik Bruto (PDB) per

kapita. Indikator ini disadari bahwa Produk Domestik Bruto (PDB)

diciptakan dari seluruh faktor produksi dan apabila ada investasi asing turut
24

diperhitungkan. Padahal, tidak seluruh pendapatan faktor produksi

dinikmati oleh penduduk lokal saja. Oleh karena itu, Produk Domestik

Bruto (PDB) per kapita kurang menggambarkan pendapatan masyarakat

suatu wilayah.

2. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam perhitungan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) menggambarkan capaian yang rendah di

suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain. Pada

dasarnya, konsep yang diusung dalam pembangunan manusia adalah

pemerataan pembangunan dan sangat anti terhadap ketimpangan

pembangunan. Rata-rata aritmatik memungkinkan adanya transfer dari

dimensi dengan capaian tinggi ke dimensi dengan capaian rendah.

Angka IPM diperoleh dengan menggunakan dua tahapan perhitungan

sebagai berikut:

a. Melakukan perhitungan indeks untuk komponen pembentuk IPM, yaitu

Indeks kesehatan, Indeks pendidikan, dan Indeks Standar Hidup Layak.

Untuk setiap komponen dengan standar maksimum dan minimum yang

telah ditetapkan.

b. Menghitung angka IPM. Angka IPM sendiri merupakan rata-rata geometrik

dari ketiga komponen pembentuk IPM.

Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM


Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan

Angka Harapan Hidup 85 20 Standar UNDP

Rata-rata Lama Sekolah 15 0 Standar UNDP


25

Harapan Lama Sekolah 18 0 Standar UNDP

Pengeluaran Perkapita
26.572.252 1.007.436 Standar UNDP
disesuaikan

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Nilai maksimum dan minimum dalam komponen IPM metode baru

merupakan nilai standarisasi dari United Nations Development Programme

(UNDP) yang digunakan dalam perhitungan IPM. Adapun rumus yang digunakan

dalam perhitungan IPM adalah:

IPM = 𝟑√𝐈𝐤𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 × 𝐈𝐩𝐞𝐧𝐝𝐢𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧 × 𝐈𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐚𝐧 × 𝟏𝟎𝟎

Keterangan:

IKesehatan = Angka Harapan Hidup (AHH)

IPendidikan = Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS)

IPengeluaran = Pengeluaran Per Kapita disesuaikan

Untuk mengetahui pencapaian pembangunan manusia, dapat dilihat dari dua

segi, yang pertama yaitu kenaikan IPM secara nilai absolut yang diukur dengan

pertumbuhan IPM. Sedangkan yang kedua yaitu kenaikan status pembangunan

manusia. Adapun klasifikasi statusnya telah ditentukan berdasarkan kategorisasi

UNDP. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Pembangunan Manusia


Nilai IPM Status
< 60 Rendah
60 ≤ IPM < 70 Sedang
70 ≤ IPM < 80 Tinggi
≥ 80 Sangat Tinggi
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
26

2.1.3.1 Komponen-komponen Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia dibagun atas tiga dimensi, yang masing-

masing dimensi memiliki indikator sebagai alat ukurnya, komponen-komponen

Indeks Pembangunan Manusia sebagai berikut:

1. Dimensi Kesehatan

Dimensi kesehatan memiliki indikator yang ditetapkan oleh United

Nations Development Programme (UNDP) yaitu Angka Harapan Hidup

(AHH). Angka Harapan Hidup (AHH) adalah rata-rata perkiraan banyak tahun

yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Semakin baik kesehatan

seseorang maka kecenderungan untuk bertahan hidup akan semakin tinggi.

AHH dihitung melalui pendekatan tak langsung (indirect estimation). AHH

merupakan rata-rata banyak tahun yang ditempuh seseorang selama hidup.

Menurut BPS Indonesia, dimensi kesehatan (AHH) dapat dirumuskan sebagai

berikut:

𝑨𝑯𝑯−𝑨𝑯𝑯𝒎𝒊𝒏
Ikesehatan =
𝑨𝑯𝑯𝒎𝒂𝒌𝒔−𝑨𝑯𝑯𝒎𝒊𝒏

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya dan

meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.

2. Dimensi Pendidikan

Dimensi pendidikan atau pengetahuan diukur dengan dua indikator,

yaitu:

a) Rata-rata Lama Sekolah (RLS)


27

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata-rata jumlah tahun yang

telah dihabiskan oleh penduduk usia 25 tahun ke atas di seluruh jenjang

pendidikan formal yang pernah dijalani, sehingga rata-rata lama sekolah

dapat mencerminkan kualitas sumber daya manusia yang diukur dalam

aspek pendidikan. Semakin lama rata-rata tahun pendidikan yang dijalani

oleh penduduk di suatu wilayah, maka akan semakin tinggi pula mutu

sumber daya manusianya.

b) Harapan Lama Sekolah (HLS)

Harapan Lama Sekolah (HLS) adalah lamanya sekolah (dalam

tahun) yang diharapkan dapat dirasakan oleh anak pada umur tertentu di

masa mendatang, sehingga HLS menggambarkan tingkat partisipasi

masyarakat dalam perluasan kesempatan pendidikan di suatu wilayah.

HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas sesuai dengan kebijakan

pemerintah mengenai program wajib belajar, berdasarkan sumber data dari

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

Dimensi kesehatan dan indikatornya dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑯𝑳𝑺−𝑯𝑳𝑺𝒎𝒊𝒏
IHLS =
𝑯𝑳𝑺𝒎𝒂𝒌𝒔−𝑯𝑳𝑺𝒎𝒊𝒏

𝑹𝑳𝑺−𝑹𝑳𝑺𝒎𝒊𝒏
IRLS =
𝑹𝑳𝑺𝒎𝒂𝒌𝒔−𝑹𝑳𝑺𝒎𝒊𝒏

𝑰𝑯𝑳𝑺+𝑰𝑹𝑳𝑺
IPendidikan =
𝟐

3. Dimensi Standar Hidup Layak


28

Standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang

diterima oleh penduduk sebagai dampak membaiknya ekonomi. Untuk

pengukuran standar hidup layak di Indonesia, BPS menggunakan rata-rata

pengeluaran per kapita setahun yang disesuaikan. Pengeluaran per kapita

disesuaikan memberikan gambaran tingkat daya beli masyarakat, dan sebagai

salah satu komponen yang digunakan dalam melihat status pembangunan

manusia di suatu wilayah.

Pengeluaran riil per kapita disesuaikan ditentukan berdasarkan nilai

pengeluaran riil per kapita serta perhitungan paritas daya beli 96 komoditas

kebutuhan pokok, antara lain beras lokal, tepung terigu, tempe, tahu, daging

sapi, ayam, telur, susu kental manis, pepaya, jeruk, kelapa, kacang tanah,

kacang panjang, bayam, kopi, garam, gula, merica, mie instan, rokok kretek,

air minum, bensin, minyak tanah, listrik, sewa rumah, dan lain-lain.

Dimensi standar hidup layak dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑰𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏−𝑰𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏𝒎𝒊𝒏
IPengeluaran =
𝑰𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏𝒎𝒂𝒌𝒔−𝑰𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏𝒎𝒊𝒏

2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi IPM

Menurut Tambunan (2001), IPM dapat juga digunakan sebagai salah satu

indikator sosial untuk mengukur tingkat kesenjangan pembangunan antar daerah.

Secara hipotetik dapat dikatakan bahwa semakin baik pembangunan di suatu

wilayah maka semakin tinggi IPM daerah tersebut. Namun data menunjukkan

bahwa korelasi antara pendapatan per kapita dan IPM tidak terlalu kuat. Misalnya

tahun 1996 Jakarta menduduki posisi teratas dalam IPM dan nomor dua dalam
29

PDRB per kapita. Sementara Kalimantan Timur paling tinggi PDRB per kapita

tetapi IPM berada di posisi kedelapan (Tambunan, 2001).

Dengan demikian dapat dimaklumi bahwa pada hakekatnya pembangunan

manusia yang berkualitas bisa dilakukan percepatan melalui pengembangan

komponen-komponen indeksnya, namun demikian tidak semua komponen dapat

diperoleh melalui penyediaan fasilitas atau bantuan pemerintah saja, ada komponen

IPM khususnya daya beli yang juga memerlukan upaya-upaya yang serius dari

seluruh masyarakat.

Tingkat pendapatan masyarakat yang berkaitan langsung dengan daya beli,

diduga mempunyai peran yang sangat dominan dalam peningkatan kualitas hidup

manusia yang diukur dengan pencapaian IPM, oleh karena itu pendapatan

masyarakat yang sangat timpang akan menyebabkan kualitas hidup yang timpang

juga, sehingga pada akhirnya akan mengurangi kualitas hidup manusia dalam suatu

wilayah terntentu secara kuantitatif. Dengan demikian dapat disimpulkan tingkat

pencapaian IPM dipengaruhi oleh faktor pendapatan.

2.1.3.3 Kelebihan Dan Keterbatasan IPM

Salah satu kelebihan IPM adalah indeks ini mengungkapkan bahwa sebuah

negara dapat berbuat jauh lebih baik pada tingkat pendapatan yang rendah, dan

bahwa kenaikan pendapatan yang besar dapat berperan relatif kecil dalam

pembangunan manusia. Indikator IPM jauh melebihi pertumbuhan konvensional,

pertumbuhan ekonomi penting untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat.

Namun pertumbuhan bukan bukan merupakan akhir dari pembangunan manusia.

Pertumbuhan ekonomi penting tetapi yang lebih penting adalah bagaimana


30

pertumbuhan ekonomi digunakan untuk memperbaiki kapabilitas manusia dan

selanjutnya bagaimana rakyat menggunakan kapabilitasnya.

Todaro memberikan beberapa catatan terhadap penggunaan IPM sebagai

indikator pembangunan yaitu sebagai berikut:

1) Pembentukan IPM sebagian didorong oleh strategi politik yang didesain

untuk memfokuskan perhatian pada aspek pembangunan kesehatan dan

pendidikan.

2) Ketiga indikatornya bagus tetapi tidak ideal.

3) Nilai IPM suatu negara mungkin membawa dampak yang kurang

menguntungkan karena mengalihkan fokus dari masalah ketidakmerataan

dalam negara tersebut.

4) Alternatif Gross National Product (GDP) per kapita dan ditambah indikator

sosial masih relevan.

5) IPM adalah indikator relatif bukan absolut.

Kendati demikian menurut Todaro, IPM tetap bermanfaat setidaknya

untuk membandingkan kinerja pembangunan manusia antar negara dan

antardaerah.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan hasil dari penelitian-penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang

akan dilakukan penulis mengenai Analisis Disparitas Indeks Pembangunan

Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2020. Penelitian


31

terdahulu bertujuan untuk membandingkan dan memperkuat hasil analisis yang

dilakukan. Ringkasan penelitian terdahulu terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu


No Judul dan Penulis Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

(1) (2) (3) (4) (5)


1. Rizky Anta Analisis Sasaran Aantarwilayah
Restiyanti. Analisis disparitas IPM analisisnya Kabupaten/Kota
Disparitas Indeks dan yaitu di Provinsi Jawa
Pembangunan komponennya. Kabupaten/Kot Tengah periode
Manusia di Provinsi Menggunakan a di Provinsi 2004-2013 terjadi
Jawa Tengah. UNS-F Indeks Jawa Tengah. disparitas
Ekonomi Dan Bisnis Williamson. pembangunan
Jurusan Ekonomi Menentukan manusia dengan
Pembangunan (2015). kemajuan kategori yang
perekonomian cukup tinggi di
dan pencapaian atas 0,4 dengan
IPM. perkembangan
Menggunakan yang fluktuatif.
Tipologi Berdasarkan
Klassen. Tipologi Klassen
menunjukkan
bahwa terdapat
beberapa daerah
yang mengalami
pola pertumbuhan
yang tetap,
meningkat
ataupun menurun.
Daerah dengan
bentuk
administratif kota
cenderung lebih
maju
dibandingkan
dengan daerah
kabupaten.
32

(1) (2) (3) (4) (5)


2. Fazlur Rahman Menganalisis Sasaran Terjadi perbaikan
Sitorus dan Nur disparitas IPM analisis yaitu tingkat disparitas
Aidar. Analisis dan lima kota di pembangunan
Disparitas komponennya. Provinsi Aceh. manusia untuk
Pembangunan Menggunakan Menggunakan angka harapan
Manusia Studi Pada Indeks t- hitung. hidup, rata lama
Lima Kota Provinsi Williamson. sekolah dan
Aceh. Jurnal Ilmiah harapan lama
Mahasiswa. Ekonomi sekolah
Pembangunan FEB sedangkan
Unsyiah Vol. 3 No. 3 pendapatan
Agustus 2018: 294- perkapita
305. disesuaikan
tingkat
disparitasnya
memburuk.
Sedangkan untuk
perhitungan
dengan t- hitung
pembangunan
manusia untuk
angka harapan
hidup, rata lama
sekolah dan
harapan lama
sekolah
mengalami
ketimpangan
sedangkan
pendapatan
perkapita di
sesuaikan
ketimpangannya
membaik.
3. Evan Evianto. Menggunakan Menggunakan Ketimpangan
Analisis Indeks Indeks analisis regresi yang cukup tinggi
Pembangunan Williamson dan data panel. di atas 0,5 dengan
Manusia Tipologi kecenderungan
Kabupaten/Kota di Klassen. yang semakin
Provinsi Jawa Barat menurun. Hasil
dan Faktor-Faktor analisis Tipologi
yang Mempengaruhi Klassen
Capaiannya. berdasarkan
Universitas Indonesia tingkat
(2010). pertumbuhan
33

(1) (2) (3) (4) (5)


PDRB dan LPE,
diketahui tidak
semua
kabupaten/kota
mengalami
pertumbuhan,
sebagian besar
adalah tetap pada
pola pertumbuhan
yang sama. Hasil
persamaan regresi
data panel hanya
variabel jumlah
bangunan sekolah
lanjutan pertama,
rasio jumlah gruru
terhadap murid
tingkat sekolah
lanjutan pertama,
jumlah
puskesmas, PDRB
perkapita serta
kepadatan
penduduk yang
berpengaruh
signifikan.
34

(1) (2) (3) (4) (5)


4. Taryono. Analisis Menggunakan Sasaran Disparitas
Disparitas Indeks Analisisnya pembangunan
Pembangunan Williamson. yaitu Provinsi manusia
Manusia di Provinsi Riau. antarwilayah
Riau. Jurnal Sosial Menggunakan kabupaten/kota
Ekonomi uji ANOVA. Provinsi Riau
Pembangunan Tahun selama periode
IV No. 11, Maret 2004-2012 terus
2014: 194-214. menunjukkan
penurunan dengan
kategori
ketimpangan
sedang.
Berdasarkan hasil
uji statistik
menunjukkan
bahwa telah
terjadi disparitas
antara
pembangunan
kesehatan,
pendidikan dan
ekonomi dalam
upaya
mewujudkan
pembangunan
manusia yang
seimbang di Riau.
5. Zulfikar Mohamad Menganalisis Menggunakan Variabel-variabel
Yamin Latuconsina. IPM dan analisis regresi yang berpengaruh
Analisis Faktor- komponennya. data panel. positif dan
Faktor yang signifikan
Mempengaruhi terhadap indeks
Indeks Pembangunan pembangunan
Manusia Kabupaten manusia Pada tiap
Malang Berbasis tipologi wilayah
Pendekatan pengembangan
Perwilayahan dan Kabupaten
Regresi Panel. Malang,
Journal of Regional diantaranya:
and Rural faktor jumlah
Development sarana kesehatan,
Planning Vol. 1 No. 2 jumlah perawat-
Tahun 2017. bidan dan
kepadatan
35

(1) (2) (3) (4) (5)


penduduk pada
tipologi I (urban);
faktor rasio
sekolah per siswa
SD dan kepadatan
penduduk pada
tipologi II (peri-
urban); dan faktor
jumlah perawat-
bidan pada
tipologi III (rural).
6. Dewi Nur Aini, Menggunakan Sasaran Berdasarkan
Harianto, dan Herien Indeks analisis yaitu Indeks
Puspita. Ketimpangan Williamson dan Kota Depok. Williamson
dan Faktor-Faktor Tipologi Menggunakan bahwa disparitas
yang Mempengaruhi Klassen. analisis regresi pendapatan antar
Kualitas data panel. kecamatan di
Pembangunan Depok relatif
Manusia di Kota tinggi tetapi
Depok. Jurnal cenderung
Manajemen menurun selama
Pembangunan Daerah periode 2013-
Vol. 8 No.1, Juni 2014. Tipologi
2016. Klassen
mengklasifikasika
n Kota Depok
menjadi 4 kuadan.
Estimasi dengan
menggunakan
modal efek tetap
bisa diterapkan
untuk meneliti
dampak dari
variabel
independent
meliputi aspek
pendidikan,
kesehatan,
pendapatan
pribadi dan
demografi
terhadap IPM.
36

(1) (2) (3) (4) (5)


Analisis regresi
menunjukkan
pengaruh positif
dan signifikan
antara jumlah
sekolah dasar,
PDRB per kapita
dan kepadatan
penduduk dengan
IPM. Rasio guru
dan murid di
sekolah dasar dan
rasio guru dan
murid sekolah
menengah
atas/kejuruan
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap IPM.
7. Eko Hermawati AS. Menganalisis Sasarannya Indeks
Disparitas Indeks disparitas IPM. Kabupaten/Kot Pembangunan
Pembangunan a di Indonesia. Manusia belum
Manusia. Badan Menggunakan terdistribusi
Pusat Statistik metode merata antara
Magelang (2019). kontigensi. kabupaten dan
kota di Indonesia.
8. Lutfhia Nur Syarifah. Menggunakan Menggunakan Selama tahun
Determinan Indeks metode analisis 2017, Provinsi
Ketimpangan Williamson, regresi data DKI Jakarta
Pembangunan Antar Tipologi panel. memiliki kriteria
Wilayah Pada Klassen. daerah maju dan
Provinsi-Provinsi cepat tumbuh.
Indonesia. Repository Berdasarkan
Universitas Indeks
Pertamina (2020). Williamson,
kawasan timur
memiliki tren
negatif, sedangkan
kawasan barat
konstan. Rata-rata
ketimpangan yang
tinggi di kawasan
barat yaitu Jawa
37

(1) (2) (3) (4) (5)


Timur dan
terendah Bangka
Belitung. Pada
kawasan timur,
Papua memiliki
ketimpangan
tertinggi dan
Maluku Utara
terendah.
Berdasarkan hasil
olahan data panel
dengan model
random effect,
dapat diketahui
bahwa Indeks
Williamson
memiliki
pengaruh positif
signifikan
terhadap variabel
dummy dari
perbedaan
kawasan timur dan
barat, PDRB per
kapita, dan
populasi. Selain
itu, IPM memiliki
hubungan negatif
signifikan
terhadap Indeks
Williamson.
9. Ayuk Istighfarani dan Menggunakan Menggunakan Indeks
Kun Hariwibowo. Indeks Indeks Entropi Williamson
Analisis Williamson. Theil, Analisis menunjukkan
Ketimpangan Regresi Linear bahwa rata-rata
Regional Antar Berganda, ketimpangan
Kabupaten/Kota di Regresi Data antara tahun 2011-
Provinsi Jawa Timur. Panel dan Uji t. 2017 sebesar 0,93
Universitas Gadjah (ketimpangan
Mada (2019). tinggi).
Sedangkan dari
penghitungan
Indeks Entropi
Theil
38

(1) (2) (3) (4) (5)


menunjukkan
bahwa distribusi
PDRB
antarkabupaten/ko
ta di Provinsi Jawa
Timur merata.
Setelah dilakukan
analisis Kuznets
menunjukkan
bahwa di Provinsi
Jawa Timur
selama tahun
2011-2017 tidak
berlaku hukum
Kuznets.
Penelitian ini
menggunakan tiga
variabel
independen yaitu
pertumbuhan
ekonomi, Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM)
dan Pendapatan
Asli Daerah
(PAD) dan
variabel terikat
yaitu Indeks Gini
kemudian
dianalisis
menggunakan
Analisis Regresi
Linear Berganda
(multiple linier
regression
method) dengan
model data panel.
Hasil yang
diperoleh dari
analisis regresi
data panel yaitu
bahwa Fixed
Effect Model
(FEM) adalah
39

(1) (2) (3) (4) (5)


model yang paling
tepat untuk
digunakan dalam
menjelaskan
pengaruh variabel
independen
terhadap variabel
dependen.
Berdasarkan uji
validitas pengaruh
atau uji t, dapat
diketahui bahwa
variabel yang
berpengaruh
signifikan
terhadap
ketimpangan di
Provinsi Jawa
Timur pada tahun
2015-2017 adalah
variabel IPM
dengan arah
koefisien negatif
dan PAD dengan
arah koefisien
positif.
10. Analisis Kesenjangan Menggunakan Menghitung Hasil penelitian
Wilayah dan Indeks ketimpangan menunjukkan
Kesenjangan Williamson. pembangunan bahwa
Pendapatan di dan ketimpangan pem-
Indonesia Tahun pendapatan. bangunan
2015-2018 (Farris Sasaran antarprovinsi di
Adiat dan Achamd analisinya Indonesia periode
Tjachja N, 2020). Indonesia. 2015-2018 dengan
menggunakan
Indeks
Williamsom
menunjukkan
bahwa
kesenjangan
wilayah masih
tinggi dengan nilai
Indeks yang terus
mengalami
40

(1) (2) (3) (4) (5)


peningkatan yaitu,
pada tahun 2015
nilai indeks
williamson
sebesar 0,739,
kemudian ditahun
2016 mengalami
penurunan
menjadi 0,735 dan
pada tahun 2017
kembali
meningkat
menjadi 0.741,
kemudian terus
meningkat
menjadi 0,747 di
tahun 2018.
2.2 Kerangka Pemikiran

Permasalahan ketimpangan merupakan permasalahan yang banyak

dihadapi negara sedang berkembang seperti Indonesia, tidak terkecuali secara

khusus ketimpangan pembangunan antardaerah yang terjadi di Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Barat.

Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat dilihat salah

satunya dari pembangunan manusianya dengan pendistribusian yang merata di

setiap daerahnya. Salah satu indikator untuk mengukur kinerja pembangunan

manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004 yang merupakan

publikasi bersama BPS, Bappenas dan UNDP disebutkan bahwa salah satu tugas

pembangunan yang terpenting adalah menerjemahkan pertumbuhan ekonomi

menjadi peningkatan pembangunan manusia. IPM dianggap telah dapat mewakili

tingkat kesejahteraan penduduk, karena IPM mencakup variabel ekonomi yaitu


41

dilihat dari pendapatan yang menunjukkan daya beli masyarakat, sedangkan

variabel non ekonomi yaitu dilihat dari prendidikan dan kesehatan masyarakat,

maka dengan asumsi ini kabupaten/kota yang nilai IPM-nya masih rendah dianggap

tingkat kesejahteraan penduduknya masih rendah sehingga perlu mendapatkan

prioritas penanganan agar tidak terjadi ketimpangan yang cukup jauh antara satu

dengan yang lainnya dan dapat disejajarkan dengan kabupaten/kota lainnya.

Pembangunan
Ekonomi

Pembangunan Manusia

Indeks Kesehatan

Indeks Pembangunan
Indeks Pendidikan
Manusia

Indeks Standar Hidup Layak

Disparitas IPM dan


Komponennya

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia, Indeks

Kesehatan (AHH), Indeks Pendidikan (RLS dan HLS), dan Indeks Standar Hidup

Layak (Pengeluaran Per Kapita) di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun

2011-2020. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data Indeks

Pembangunan Manusia dan komponennya dari website Badan Pusat Statistik (BPS)

Jawa Barat, Jabar Open Data, selain itu juga dari penelitian yang dilakukan

sebelumnya.

3.2 Metode Penelitian

Metode adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mencapai tujuan,

misalnya untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknis dan alat-

alat analisis tertentu. Maksud cara ilmiah ini merupakan kegiatan penelitian yang

didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis

(Sugiyono, 2013:2).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013: 29), analisis deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul sebagaimana adanya

tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang lebih luas. Sedangkan kuantitatif

adalah metode penelitian yang menggunakan proses data berupa angka sebagai alat

menganalisis dan melakukan kajian penelitian mengenai apa yang sudah terjadi.

42
43

Secara deskriptif penelitian ini berusaha untuk memaparkan tingkat

pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan klasifikasi Kabupaten/Kota di Jawa

Barat dan secara kuantitatif mencoba menghitung tingkat disparitas Indeks

Pembangunan Manusia dan komponennya di Kabupaten/Kota Jawa Barat. Data

dalam penelitian ini merupakan runtutan waktu (time series) dari tahun 2011 sampai

dengan tahun 2020.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Indeks

Williamson digunakan untuk menghitung tingkat disparitas Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Barat, dan Tipologi Klassen untuk mengetahui klasifikasi

Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

3.2.1 Operasionalisasi Variabel

Menurut Lubis (2018) variabel adalah segala sesuatu yang dijadikan objek

yang akan diamati dalam penelitian atau yang menjadi pusat perhatian peneliti

untuk dilakukan observasi. Sedangkan operasionalisasi variabel adalah petunjuk

bagaimana variabel-variabel yang diukur dalam penelitian. Operasionalisasi

variabel diperlukan untuk menentukan jenis dan indikator dari variabel-variabel

yang terkait dalam penelitian ini.

Untuk mempermudah dan memperjelas pemahaman terhadap variabel-

variabel yang dianalisis dalam penelitian ini terlihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel


No. Nama Variabel Definisi Variabel Satuan

1. Indeks Pembangunan Indeks Pembangunan Manusia -


Manusia (IPM) merupakan perhitungan
kualitas sumber daya manusia
44

yang dihitung menggunakan


tiga aspek penting, yaitu
kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi. Nilai IPM terletak
antara angka 0-100.
2. Indeks Kesehatan Pengukuran indeks kesehatan Tahun
diwakili oleh Angka Harapan
Hidup (AHH) yaitu rata-rata
lamanya hidup manusia sejak
lahir yang dicapai oleh
penduduk Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat tahun
2011-2020 secara rata-rata.

3. Indeks Pendidikan Pengukuran indeks pendidikan Tahun


diwakili oleh Rata-Rata Lama
Sekolah (RLS) dan Harapan
Lama Sekolah (HLS). Rata-
Rata Lama Sekolah (RLS)
yaitu jumlah tahun yang
digunakan oleh penduduk
dalam menjalani pendidikan
formal. Cakupan penduduk
yang dihitung adalah
penduduk berusia 25 tahun ke
atas. Sedangkan Harapan
Lama Sekolah (HLS) yaitu
lamanya sekolah (dalam
tahun) yang diharapkan akan
dirasakan oleh anak pada umur
tertentu di masa mendatang.
45

4. Indeks Standar Hidup Pengukuran indeks standar Rupiah


Layak hidup layak diwakili oleh
pengeluaran per kapita
disesuaikan. Pengeluaran per
kapita yang disesuaikan
ditentukan dari nilai
pengeluaran per kapita dan
paritas daya beli (Purchasing
Power Parity-PPP) secara
rata-rata.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pendekatan kajian literatur atau

studi kepustakaan, yaitu mempelajari, memahami, menelaah, dan mengidentifikasi

hal-hal yang sudah ada untuk mengetahui apa yang sudah ada dan apa yang belum

ada dalam berbagai literasi seperti jurnal-jurnal atau karya ilmiah yang berkaitan

dengan penelitian.

3.2.2.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun

waktu (time series) yang diperoleh berdasarkan informasi peneliti yang sudah

disusun dan didapatkan dari hasil publikasi instansi tertentu. Data dalam penelitian

ini diperoleh dari website Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat dan Open Data

Jabar.

3.2.2.2 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan penulis dalam memilih objek penelitian adalah

sebagai berikut:
46

1. Penulis melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan pemahaman

mengenai teori-teori yang berhubungan dengan objek penelitian.

2. Penulis melakukan survei pendahuluan melalui situs resmi Badan Pusat

Statistik (BPS) Jawa Barat di www.Jabar.bps.go.id, Jabar Open Data di

www.data.jabarprov.go.id, dan penelitian terdahulu untuk memperoleh

objek atau data yang akan diteliti.

3.3 Model Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka model yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis Indeks Williamson digunakan untuk

menghitung tingkat disparitas, dan analisis Tipologi Klassen untuk mengetahui

klasifikasi daerah.

3.4 Teknik Analisis Data

3.4.1 Indeks Williamson

Diantara cara mengukur ketimpangan pembangunan antardaerah adalah

dengan menggunakan Indeks Williamson (Kusumantoro, 2009). Indeks

Williamson merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

ketimpangan daerah yang dipergunakan oleh Jeffry G. Williamson. Perhitungannya

didasarkan pada data PDRB masing-masing daerah, dengan formulasi sebagai

berikut:

IW = 𝚺(𝒀𝒊 −𝒀)𝟐 𝒇𝒊/𝒏



𝒀
Keterangan:

IW = Indeks Williamson
47

Yi = PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota ke-i

Y = PDRB Per Kapita Provinsi

fi = Jumlah penduduk Kabupaten/Kota ke-i

n = Jumlah penduduk Provinsi

Menurut Kuncoro (2004), semakin besar nilai Indeks Williamson maka

semakin besar ketimpangan, sebaliknya semakin kecil nilai Indeks Williamson

maka tingkat kemerataan semakin baik. Menurut Oktaviani (2014), hasil

perhitungan Indeks Williamson dibagi menjadi tiga kriteria yaitu:

1. Tingkat ketimpangan rendah = < 0,3

2. Tingkat ketimpangan sedang = 0,3 – 0,4

3. Tingkat ketimpangan tinggi = > 0,4

Menurut Taryono (2014), dengan menggunakan Indeks Williamson dalam

mengukur ketimpangan pembangunan manusia dalam penelitian ini, maka perlu

dilakukan modifikasi terhadap PDRB per kapita Kabupaten/Kota ke-i (Yi)

digantikan dengan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota ke-i dibagi

dengan jumlah penduduk Kabupaten/Kota ke-i (IPMi) dan PDRB per kapita

Provinsi (Y) digantikan dengan Indeks Pembangunan Manusia Provinsi (IPMA).

IW PM = ( )𝟐 𝒇𝒊/𝒏
√𝚺 𝑰𝑷𝑴𝒊−𝑰𝑷𝑴A
𝑰𝑷𝑴A

Keterangan:

IW PM = Indeks Williamson Ketimpangan Pembangunan Manusia

IPMi = Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota ke i / jumlah penduduk

Kabupaten/Kota ke i
48

IPMA = Indeks Pembangunan Manusia Provinsi

fi = Jumlah penduduk Kabupaten/Kota ke i

n = Jumlah penduduk Provinsi

Kemudian untuk mengukur ketimpangan masing-masing komponen

pembentuk Indeks Pembangunan Manusia, menurut Taryono (2014) formulasi

yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Ketimpangan pembangunan kesehatan

IW Kesehatan =

Keterangan:

IW Kesehatan = Indeks Williamson Ketimpangan Kesehatan

IKi = Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota ke i / jumlah penduduk

Kabupaten/Kota ke i

IKA = Indeks Kesehatan Provinsi

fi = Jumlah penduduk Kabupaten/Kota ke i

n = Jumlah penduduk Provinsi

2. Ketimpangan pembangunan pendidikan

IW Pendidikan =

Keterangan:

IW Pendidikan = Indeks Williamson Ketimpangan Pendidikan

IPi = Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota ke i / jumlah penduduk

Kabupaten/Kota ke i
49

IPA = Indeks Pendidikan Provinsi

fi = Jumlah penduduk Kabupaten/Kota ke i

n = Jumlah penduduk Provinsi

3. Ketimpangan pembangunan ekonomi

IW Ekonomi =

Keterangan:

IW Ekonomi = Indeks Williamson Ketimpangan Pendidikan

IEi = Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota ke i / jumlah penduduk

Kabupaten/Kota ke i

IEA = Indeks Pendidikan Provinsi

fi = Jumlah penduduk Kabupaten/Kota ke i

n = Jumlah penduduk Provinsi

3.4.2 Tipologi Klassen

Tipologi Klassen merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui

tingkat kemajuan suatu daerah ataupun basis sektoral suatu daerah (Kuncoro,

2004). Tipologi Klassen dapat digunakan melalui dua pendekatan, yaitu sektoral

maupun daerah. Untuk mengetahui tipologi suatu daerah Kabupaten/Kota

dibandingkan Provinsi maka digunakan pendekatan daerah.

Perhitungan Tipologi Klassen membandingkan Laju Pertumbuhan Ekonomi

(LPE) dan nilai masing-masing PDRB per kapita Kabupaten/Kota dengan LPE dan

PDRB per kapita rata-rata Provinsi. Namun pada penelitian ini nilai PDRB per

kapita diproksi dengan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).


50

Laju Pertumbuhan
Ekonomi LPEi > LPE Provinsi LPEi < LPE Provinsi

Indeks Pembangunan
Manusia

IPMi > IPM Rata-rata Kuadran I Kadran II


Provinsi Kabupaten/Kota Maju Kabupaten/Kota
dan Cepat Tumbuh Maju tetapi Tertekan

IPMi < IPM Rata-rata Kuadran III Kuadran IV


Provinsi Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
Berkembang Cepat Relatif Tertinggal

Sumber: Kuncoro (2004)


Gambar 3.1 Klasifikasi Tipologi Klassen

Dari perhitungan tersebut akan menghasilkan empat kuadran tipe

Kabupaten/Kota berdasarkan LPE dan IPM, yaitu:

1. Kuadran I adalah Kabupaten/Kota maju dan cepat tumbuh, yaitu

Kabupaten/Kota yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi dan nilai IPM

lebih besar daripada laju pertumbuhan ekonomi dan nilai IPM Kabupaten/Kota

di Provinsi.

2. Kuadran II adalah Kabupaten/Kota maju tetapi tertekan, yaitu

Kabupaten/Kota yang laju pertumbuhan ekonominya lebih kecil daripada laju

pertumbuhan ekonomi rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi, tetapi nilai IPM

lebih besar daripada nilai IPM rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi.


51

3. Kuadran III adalah Kabupaten/Kota berkembang cepat, yaitu

Kabupaten/Kota yang laju pertumbuhan ekonominya lebih besar daripada laju

pertumbuhan ekonomi rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi, tetapi nilai IPM

lebih kecil daripada nilai IPM rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi.

4. Kuadran IV adalah Kabupaten/Kota relatif tertinggal yaitu

Kabupaten/Kota dimana baik laju pertumbuhan ekonomi maupun nilai IPM

lebih kecil daripada laju pertumbuhan ekonomi dan nilai IPM rata-rata

Kabupaten/Kota di Provinsi.

Penggunaan Tipologi Klassen dapat membantu perencanaan pembangunan

wilayah apabila teknik ini digunakan dalam menentukan kebijakan beserta program

yang dapat menunjang pembangunan di suatu wilayah. Dalam merumuskan suatu

kebijakan dan program pembangunan di suatu wilayah dapat dilakukan sebagai

berikut:

1. Kuadran I, kebijakan dan program yang dilakukan akan lebih baik

meningkatkan kegiatan sektor ekonomi dan sumber daya manusia baik di

bidang kesehatan, pendidikan, dan daya beli agar produktivitas

perekonomian dan sumber daya manusia lebih maju.

2. Kuadran II, kebijakan dan program pembangunan wilayah lebih baik

diarahkan kepada pemecahan maupun penyelesaian masalah yang

mengakibatkan wilayah tersebut tertekan.

3. Kuadran III, kebijakan dan progam pembangunan wilayah lebih baik

diarahkan dan difokuskan kepada peningkatan sumber daya manusia baik

dari bidang kesehatan, pendidikan, dan daya beli.


52

4. Kuadran IV, perumusan kebijakan dan program pembangunan wilayah dan

sumber daya manusia lebih baik diarahkan pada pengupayaan dan

peningkatan teknologi, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan daya beli.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat 2018. [Online].
Tersedia:
https://jabar.bps.go.id/publication/2019/09/13/2d8fab69df7adfa34467f240/i
ndeks-pembangunan-manusia-provinsi-jawa-barat-2018.html (Diakses 20
April 2021).

. Komponen IPM Jawa Barat. [Online]. Tersedia:


https://jabar.bps.go.id/indicator/26/76/1/komponen-ipm.html (Diakses April
2021).

. Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat. [Online].


Tersedia: https://jabar.bps.go.id/indicator/26/123/5/indeks-pembangunan-
manusia.html (Diakses 20 April 2021).

. Indeks Pembangunan Manusia. [Online]. Tersedia:


https://ipm.bps.go.id/page/ipm (Diakses 23 April 2021).

Evan Evianto. 2010. Analisis Disparitas Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten


/Kota di Provinsi Jawa Barat Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Capaiannya (Model Regresi Data Panel Kabupaten/Kota Tahun 2003 –
2007). Universitas Indonesia.

Mudrajad Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga.

. 2006. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM


YKPN.

Kusumantoro. 2009. Disparitas Dan Spesialiasasi Industri Manufaktur


Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Dan KebijakanVol. 2, No.
2 tahun 2009. Universitas Negeri Semarang.

Marisca dan Haryadi. 2016. Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Indeks
Pembangunan Manusia Di Provinsi Jambi. Jurnal Prespektif Pembiayaan
Dan Pembangunan Daerah Vol. 3, No. 3, Januari-Maret tahun 2016. Dinas

53
54

Koperasi UMKM Provinsi Jambi dan Program Studi Ekonomi Pembangunan


Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jambi.

Mayang Sari Lubis. 2018. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Deepublish.

Nurmelia Oktaviani. 2014. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat


Ketimpangan Pendapatan di Kawasan Subosuka Wonosraten Tahun 2007-
2011.Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada.

Sugiyono. 2013. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:


ALFABETA.

Sukirno Sadono. 2010. Makroekonomi. Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

Tambunan, Tulus T.H. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia: Teori dan


Penemuan Empiris. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat.

Taryono. 2014. Analisis Disparitas Pembangunan Manusia Di Provinsi Riau.


Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, Halaman 194-214. Fakultas Ekonomi
Universitas Riau.

UNDP. 1991. “Human Development Report” United Nations Development


Programme. New York.

. 1993. “Human Development Report” United Nations Development


Programme. New York

Anda mungkin juga menyukai