SUAP
Dosen :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL
2019-2020
SUAP MASUK DALAM KLASIFIKASI TINDAK PIDANA KORUPSI
Suap dapat diberikan secara langsung atau sebagai bagin dari "komisi" di
dalam suatu perjanjian atau kontrak atau dapat pula dalam bentuk tersamar-samar
seperti hadiah, keuntungan, jasa baik, atau donasi. Suap juga dapat dibayarkan
tanpa sepengetahuan perusahaan oleh para agen atau pihak ketiga yang bekerja
atas nama bisnis atau perusahaan.
Hadiah mahal atau tawaran hiburan mewah dapat dilihat sebagai penyuapan
menurut hukum setempat, dan dapat dipakai sebagai suap, yang lebih halus
ketimbang tunai, tetapi dibuat dengan maksud yang disengaja untuk
mendapatkeuntungan secara tudak wajar dan barangkali menyiapkan cara untuk
penyuapan yang lebih besar.
Di sisi lain, hadiah-hadiah dan hiburan yang wajar dan rasional yang ditawarkan
secara terbuka dalam perjalan biasa untyk meningkatkan hubungan baik dan untuk
menandai kesempatan istimewa bukanlah suap. Jadi, penting bahwa setiap orang
memahami perbedaannya.
Cara menangani hal ini adalah dengan memiliki aturan-aturan tentang bagaimana
mengelola situasi yang bias menimbulkan konflik. Bahkan tanpa malpraktik,
konflik-konflik kepentingan dapat dipandang sebagai kegiatan yang korup. Hal ini
sama merusaknya dengan malpraktik yang sesungguhnya.
Suap bisa disamarkan dalam bentuk sumbangan amal atau sponsor. Pastikan
bahwa uang yang dibayarkan untuk amal tidak berkaitan atau dibuat untuk
memenangkan suatu perjanjian. Selalu berikan uang kepada organisasi dan bukan
pada perorangan. Pensponsoran terjadi ketika bisnis membayar, dalam bentuk
tunai atau barang, supaya dapat mengaitkan namanya dengan suatu peristiwa
olahraga, misalnya aktivitas olahraga.
Atau orang terkenal, misalnya penyanyi. Keuntungan untyk bisnis adalah asosiasi
namanya dengan orang terkenal dan popular, tetapi pensponsoran harus membawa
keuntungan nyata dan terukur kepada bisnis, misalnya lebih banyaknya publikasi
dan nama produk yang lebih kuat. Pastikan pensponporan dibuat untuk
keuntungan bisnis dan tidak dipakai untuk menutu-nutupi penyuapan.
Pembayarn fasilitas adalah benyuk lain dari penyuapan. Karena itu, hampir
disemua Negara hal itu melanggar hukum. Mungkin saja tidak besar jumlah yang
diminta oleh penyedia jasa untuk mengamankan atau 'memfasilitasi' layanan-
layanan yang menjadi tuagas, seperti menyambungkan telepon atau mendapat
visa, atau mungkin jumlah-jumlah yang ditawarkan kepada bea cukai, migrasi,
dan pejabat lainny untuk 'mempercepat' pemebrian layanan atau izin.
Sayangnya, hal-hal sperti ini sangat lazim di banyak Negara sehonng dilihat
sebagai sesuatu yang 'normal' atau 'tak terhindarkan' tatepi karena melanggar
hukum. Hal-hal seperti itu harus dan dapat dihindari . memiliki rencana jelas
tentang bagaimana memastikan melawan pembayaran fasilitas akan membantu
dan mengelola untuk menangani masalah itu.
Suap dapat mengambil bentuk lain sebagai sumbangan politis. Jika bisnis ingin
memberi sumbangan kepada sebuah partai politik, penting bahwa keputusan ini
dibuat secara terbuka. Jika ada Dewan Direktur, hal itu harus dicatat sebagai
resolusi. Jika menjalankan bisnis kecil, hal iyu bias ditulis sebagai catatan
pertemuan majamenen.
Jika sedang dalam tahapan negoisasi untuk kontrak pemerintahan atau lisendi,
misalnya izin perencanaan, atau ada isu sensetif yang sedang ditinjau oleh
pemerintah, sumbangan kepada pemerintah atau partai setempat dapat dipandang
sebagai penyuapan. Jangan pernah memberi sumbangan secara langsung kepada
perorangan.
Menurut Hanny JES Leihitu SH, Penyuapan merupakan istilah yang dituangkan
dalam undang-undang sebagai suatu hadiah atau janji (giften/beloften) yang
diberikan atau diterima meliputi penyuapan aktif dan penyuapan pasif.
Di dalam KUHP terdapat pasal-pasal mengenai penyesuapan aktif (pasal 209 dan
210) maupun penyuapan pasif (pasal 418, 419 dan 420) yang kemudian semuanya
ditarik dalam pasal 5, 6, 11 dan 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(PTPK) 2001.
Demikian juga dengan penyuapan aktif dalam penjelasan Pasal 1 ayat (1) sub d
UU No. 3/1971 (sekarang Pasal 13 UU PTPK 1999) dan suap pasif dalam Pasal
12B dan 12C UU PTPK 2001.
Korupsi yang terkait dengan suap menyuap diatur dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 :