Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk membantu peserta

didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 dijelaskan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk manusia Indonesia yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

Untuk mencapai tujuan di atas, maka dibutuhkan kerjasama semua pihak

yang terkait dengan proses pendidikan. Tidak hanya terbatas pada hubungan

antara dosen dengan mahasiswa, pimpinan perguruan tinggi dengan mahasiswa,

dan orang tua dengan mahasiswa, namun hubungan baik antar mahasiswa juga

ikut mendorong pencapaian tujuan pendidikan di atas. Dengan demikian, segala

bentuk perilaku negatif yang menyangkut hubungan antar mahasiswa harus segera

mendapatkan penanganan yang cepat, cermat dan bijaksana.

Fenomena yang umumnya terjadi di lembaga pendidikan formal adalah

bullying. Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti

“penggencetan”, “pemalakan”, “pengucilan”, “intimidasi” dan lain-lain. American

Psychological Association mengartikan Bullying sebagai, “a form of aggressive

behavior in which someone intentionally and repeatedly causes another person

1
injury or discomfort. Bullying can take the form of physical contact, words or

more subtle actions”.1 Bullying dapat didefinisikan sebagai bentuk perilaku

agresif di mana seseorang dengan sengaja dan berulang kali menyebabkan cedera

atau ketidaknyamanan pada orang lain. Bullying dapat berupa kontak fisik, kata-

kata atau tindakan yang lebih halus. Definisi lain dikemukakan oleh Sulivan,

yakni tindakan negatif dan agresif yang bersifat manipulatif yang dilakukan

seseorang kepada orang lain selama periode waktu tertentu.2

Penelitian tentang fenomena bullying salah satunya yang dilakukan oleh

Irvan Usman3 ditemukan hasil dari 103 siswa yang menjadi sampel penelitian

diperoleh 15,5% siswa melakukan bullying dalam intensitas yang tinggi dan 52%

tingkatan sedang. Begitu pula halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti

Chairani Umasugi4 ditemukan hasil 83,33% siswa pernah melakukan bullying

dengan intensitas sedang. Beberapa peristiwa bullying yang masih hangat, di

antaranya sebanyak 13 siswa SMA Negeri 70 Bulungan, Jakarta Selatan

dikeluarkan dari sekolah lantaran melakukan bullying terhadap juniornya.5

Bahkan di salah satu kota X, perilaku bullying mengakibatkan cedera fisik yang

memperihatinkan.6 Menurut data KPAI jumlah anak sebagai pelaku kekerasan

1
http://www.apa.org/, diakses 8 Agustus 2017.
2
Sullivan, Keith., Cleary, Mark & Sullivan, Ginny, Bullying in Secondary Schools: What it
looks like and how to manage it, California: Corwin Press, 2005, h. 3-5.
3
Irvan Usman, Perilaku Bullying Ditinjau dari Peran Kelompok Teman Sebaya dan Iklim
Sekolah pada Siswa SMA di Kota Gorontalo, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Gorontalo, 2014, h. 5.
4
Siti Chairani Umasugi, Hubungan antara Regulasi Emosi dan Religiusitas dengan
Kecenderungan Perilaku Bullying pada Remaja, Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan,
2014, h. 13.
5
http://news.okezone.com/, diakses 8 Agustus 2017.
6
http://www.infosumbar.net/, diakses 8 Agustus 2017.

2
(bullying) di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus pada 2014 menjadi 79

kasus di 2015.7

Kasus-kasus bullying yang terjadi di lembaga pendidikan formal masih

menjadi masalah yang tersembunyi karena tidak disadari oleh pendidik dan orang

tua, karena korban menyembunyikan masalah tersebut dengan menutup diri.

Masih banyak yang menganggap bahwa bullying tidak berbahaya. Padahal

sebenarnya bullying dapat memberikan dampak negatif bagi korbannya. Menurut

Rigby dampak negatif perilaku bullying antara lain: 1) psychological well-being

yang rendah; 2) penyesuaian sosial yang buruk; 3) psychological distress. Seperti

munculnya tingkat kecemasan yang tinggi, depresi dan pikiran-pikiran untuk

bunuh diri; 4) physical unwellness.8 Adanya tanda-tanda yang jelas mengenai

masalah fisik dan dapat dikenali melalui diagnosis medis sebagai penyakit dan

symtom psikomatis. Untuk menghadapi segala bentuk perlakuan dan perkataan

yang mengarah kepada tindakan bullying, maka mahasiswa yang menjadi korban

akan menggunakan strategi coping.

Coping menurut Lazarus & Folkman adalah proses mengelola tuntunan

(internal dan eksternal) yang diduga sebagai beban karena di luar kemampuan

indivdu.9 Matheny, dkk mendefinisikan coping sebagai segala usaha, sehat,

maupun tidak sehat, positif, maupun negatif, usaha kesadaran atau ketidaksadaran,

7
http://www.republika.co.id/, diakses 8 Agustus 2017.
8
Asep Ediana Latip, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying Pada
Peserta Didik Anak Usia MI/SD, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, h. 12.
9
Lazarus & Folkman, Stress, Appraisal, and Coping, New York: Springer Publishing
Company, 1984, h. 152.

3
untuk mencegah, menghilangkan, atau melemahkan stresor, atau untuk

memberikan ketahanan terhadap dampak stres.10

Menurut Lazarus, coping memiliki dua bentuk yakni emotional focused

coping dan problem focused coping.11 Emotional focused coping adalah suatu

usaha untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi yang sangat menekan.

Emotion focused coping cenderung dilakukan apabila individu tidak mampu atau

merasa tidak mampu mengubah kondisi, sehingga yang dilakukan individu adalah

mengatur emosinya. Menurut Taylor, dkk, “emotional focused coping involves

efforts to regulate the emotional reaction to the stressful event”.12 Menurut

Sarafino, emotional focused coping merupakan pengaturan respon emosional dari

situasi yang penuh stres.13 Sedangkan Santrock mendefinisikan emotional focused

coping sebagai strategi penanganan stres di mana individu memberikan respon

terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan

penilaian defensif.14

Bentuk lain dari coping stress yakni problem focused coping yang

dimaknai sebagai usaha untuk mengurangi stesor, dengan mempelajari cara-cara

atau keterampilan-keterampilan baru untuk digunakan mengubah situasi, keadaan,

atau pokok permasalahan. Menurut Taylor, dkk, problem solving efforts are

attempts to do something constructive to change the stressful circumstances.15

10
Triantoro & Nofrans, Manajemen Emosi “Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana
Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda, Jakarta: Bumi aksara, 2009.
11
Lazarus & Folkman. Op.Cit., h. 152.
12
Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia Anne, dan Sears, David O, Social Psychology, New
Jersey: Prentice Hall, 1997, h. 404.
13
Triantoro & Nofrans, Op.Cit.
14
Santrock, John W, Adolesence ”Perkembangan Remaja. Terjemahan oleh Shintro B
Adelar dan Sherly Saragih. 2003, Jakarta: Erlangga.
15
Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia Anne, dan Sears, David O, Op.Cit., h. 405.

4
Menurut Smet, individu akan cenderung menggunakan strategi ini apabila dirinya

yakin akan dapat mengubah situasi.16 Santrock mendefinisikan problem focused

coping sebagai strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang

digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha

menyelesaikannya.17

Mahasiswa yang menjadi korban bullying akan menggunakan satu di

antara dua strategi di atas ketika mendapatkan perlakuan yang tidak

menyenangkan dari teman-temannya. Jika mahasiswa tidak mampu

menyelesaikan masalah yang langsung berpusat pada masalah tersebut maka ia

akan menggunakan emotional focused coping, sebaliknya seseorang yang

menggunakan problem focused coping akan berusaha menyelesaikan masalah

dengan orientasi kepada masalah tersebut bukan pada hal-hal lain. Jika mahasiswa

menggunakan emotional focused coping, maka yang dikendalikan adalah hanya

emosi-emosinya terkait dengan permasalahan yang dialami, sedangkan apabila

menggunakan strategi yang berpusat pada masalah, maka mahasiswa akan dapat

mengurangi perilaku bullying yang mengarah pada dirinya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap mahasiswa Jurusan

Bimbingan dan Konseling Islam (BKI), diperoleh gejala-gejala mahasiswa kurang

memiliki strategi coping yang baik, antara lain masih ada mahasiswa yang diam

ketika ada teman yang berkata kasar kepadanya, masih ada mahasiswa yang terus

menjadi bahan cemoohan teman-temannya, masih ada mahasiswa yang

16
Triantoro & Nofrans, Op.Cit.
17
Santrock, John W, Op.Cit.

5
mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya, masih ada

mahasiswa yang memiliki rasa dendam dan kesal kepada teman-temannya yang

memberikan perlakuan tidak menyenangkan kepada dirinya, bahkan ada

mahasiswa yang merasa tidak nyaman berada di kampus karena perlakuan dan

perkataan tidak menyenangkan dari teman-temannya.

Sesuai dengan latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik

melakukan penelitian dengan judul: “Strategi Coping Korban Bullying (Studi pada

Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Kerinci)”.

B. Masalah dan Fokus Penelitian

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa masalah berkenaan

dengan strategi coping mahasiswa korban bullying dapat diidentifikasi

antara lain sebagai berikut:

a) Masih ada mahasiswa yang diam ketika ada temannya yang berkata

kasar kepadanya.

b) Masih ada mahasiswa yang terus menjadi bahan cemoohan teman-

temannya.

c) Masih ada mahasiswa yang mendapatkan perlakuan tidak

menyenangkan dari teman-temannya.

d) Masih ada mahasiswa yang memiliki rasa dendam dan kesal kepada

teman-temannya yang memberikan perlakuan tidak menyenangkan

kepada dirinya.

6
e) Masih ada mahasiswa yang merasa tidak nyaman terus berada di

kampus karena perlakuan dan perkataan tidak menyenangkan dari

teman-temannya.

2. Fokus Penelitian

Mengingat banyaknya permasalahan seperti diuraikan di atas,

namun karena keterbatasan waktu, dana, tenaga, dan kemampuan peneliti

sehingga peneliti tidak membahas semua masalah tersebut. Oleh karena

itu peneliti memfokuskan penelitian ini pada strategi coping mahasiswa

korban bullying di lingkungan kampus dan faktor faktor yang

mempengaruhinya.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini antara lain:

a) Bagaimana bentuk-bentuk bullying yang terjadi pada mahasiswa

Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) IAIN Kerinci?

b) Bagaimana strategi coping mahasiswa Jurusan Bimbingan dan

Konseling Islam (BKI) IAIN Kerinci ketika memperoleh perlakuan

bullying?

c) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan strategi coping

mahasiswa korban bullying di Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam

(BKI) IAIN Kerinci?

7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui:

a) Bentuk-bentuk bullying yang terjadi pada mahasiswa Jurusan

Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) IAIN Kerinci

b) Strategi coping mahasiswa korban bullying.

c) Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan strategi coping

mahasiswa korban bullying.

2. Manfaat Penelitian

a) Manfaat Teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan, khususnya tentang strategi coping mahasiswa korban

bullying dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep untuk

penelitian lanjutan berkaitan dengan strategi coping mahasiswa

korban bullying dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

b) Manfaat Praktis

1) Bagi Dosen Jurusan bimbingan dan konseling Islam IAIN Kerinci,

hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah acuan untuk terus

meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan

sikap, khususnya mengenai pencegahan dan penanganan

permasalahan bullying.

8
2) Bagi pimpinan perguruan tinggi, hasil penelitian ini dapat

dijadikan pertimbangan untuk memfasilitasi pengembangan dosen

bimbingan dan konseling Islam, khususnya terkait penguasaan

berbagai macam strategi dan pendekatan untuk mengembangkan

kehidupan efektif sehari-hari mahasiswa.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Strategi Coping
a) Pengertian Coping
Menurut Lazarus & Folkman, coping adalah proses mengelola

tuntunan (internal dan eksternal) yang diduga sebagai beban karena di luar

kemampuan individu.18 Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi

kegiatan dan intrapsikis. Matheny dkk, mendefinisikan “coping sebagai

segala usaha, sehat, maupun tidak sehat, psitif, maupun negatif, usaha

kesadaran atau ketidaksadaran, untuk mencegah, menghilangkan, atau

melemahkan stesor, atau untuk memberikan ketahanan terhadap dampak

stres”.19 Menurut Bartram, David & Gardner, Dianne, “coping is the

process of thoughts and behaviours that people use to manage the internal

and external demands of situations they appraise as being stressful.20

Coping merupakan proses berpikir dan berperilaku yang digunakan orang

untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal dari situasi stres.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan, coping adalah

usaha yang dilakukan seseorang dalam mengatasi stres baik dengan cara

memfokuskan penyelesaian langsung pada masalah atau dengan cara

mengelola emosinya.

18
Lazarus & Folkman, Op.Cit, h. 152.
19
Triantoro & Nofrans, Op.Cit.
20
Bartram, David & Gardner, Dianne, Coping with Stress, In Practice journal, Vol. 30,
2008, h. 228.

10
b) Faktor-faktor yang mempengaruhi Coping

Menurut Syamsu Yusuf, faktor-faktor yang mempengaruhi coping

adalah dukungan sosial (social support) dan kepribadian.21

1) Dukungan Sosial

Dukungan sosial dapat diartikan sebagai bantuan dari orang lain

yang memiliki kedekatan terhadap seseorang yang mengalami stres.22

Pengertian lain dari Rietschlin, yaitu, “Pemberian informasi dari orang lain

yang mempunyai kepedulian atau kedekatan hubungan, seperti orang tua,

suami/istri, teman, dan orang-orang yang aktif dalam lembaga

keagamaan”.23

2) Kepribadian

Kepribadian seseorang cukup besar pengaruhnya terhadap

“coping” atau usaha dalam mengatasi stress yang dihadapi. Adapun yang

tercakup dalam aspek kepribadian yakni: (1) Hardiness/ketegaran adalah

sikap yang membuat orang tahan akan stres. (2) Optimisme, merupakan

kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik (sesuai

harapan). (3) Humoris, orang yang senang humor cenderung lebih toleran

dalam menghadapi situasi stress dari pada orang yang tidak senang humor.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi strategi coping menurut

Holahan & Moss yaitu :

21
Syamsu Yusuf , Mental Hygiene, Bandung: Maestro, 2009, h. 129.
22
Syamsu Yusuf, Ibid, h. 129.
23
Syamsu Yusuf, Ibid, h. 129.

11
a. Sosiodemografik, yang meliputi status sosial, status perkawinan, status

pekerjaan, gender, tingkat pendidikan.

b. Peristiwa hidup yang menekan, yaitu peristiwa yang dialami individu

yang dirasa menekan dan mengancam kesejahteraan hidup seperti

bencana, kehilangan sesuatu yang berharga dan lain sebagainya.

c. Sumber-sumber jaringan sosial, yang meliputi dukungan sosial.

d. Kepribadian, seperti locus of control, kecenderungan neurotic,

optimism, self esteem, kepercayaan diri dan lain sebagainya.24

c) Jenis-jenis Coping

1) Problem Focused Coping

Problem focused coping adalah usaha untuk mengurangi stesor

dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan baru untuk

digunakan mengubah situasi, keadaan, atau pokok permasalahan. Menurut

Taylor, dkk, “problem solving efforts are attempts to do something

constructive to change the stressful circumstances”.25 Menurut Santrock,

“problem focused coping adalah strategi kognitif untuk penanganan stres

atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya

dan berusaha menyelesaikannya”.26

Aspek-aspek problem focused coping menurut Lazarus & Folkman

antara lain:

24
Jemi Dadang Kresnawan, Hubungan Antara Locus Of Control Dengan Strategi Coping
Pada Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang, Malang, UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang, 2010, h. 56.
25
Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia Anne, dan Sears, David O. Op.Cit, h.400.
26
Santrock, John W, Op.Cit, h. 153.

12
a. Seeking informational support, yaitu untuk mencoba untuk

memperoleh informasi dari orang lain.

b. Confrontive coping; individu berpegang teguh pada pendiriannya dan

mempertahankan apa yang diinginkannya, mengubah situasi secara

agresif dan adanya keberanian mengambil resiko.

c. Planful Problem-solving; individu memikirkan, membuat dan

menyusun rencana pemecahan masalah agar dapat terselesaikan.

2) Emotional Focused Coping

Emotion Focused Coping adalah suatu usaha untuk mengontrol

respon emosional terhadap situasi yang sangat menekan. Emotion-focused

coping cenderung dilakukan apabila individu tidak mampu atau merasa

tidak mampu mengubah kondisi yang stressfull, yang dilakukan individu

adalah mengatur emosinya. Menurut Taylor, dkk, Emotion focused coping

involves efforts to regulate the emotional reaction to the stressful event.27

Menurut Sarafino, merupakan pengaturan respons respons emosional dari

situasi yang penuh stress.28 Santrock mendefinisikan emotional focused

coping sebagai strategi penanganan stres di mana individu memberikan

respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan

menggunakan penilaian defensif.29

Aspek-aspek emotion focused coping memiliki beberapa aspek

antara lain :

27
Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia Anne, & Sears, David O. Op.Cit, h.400.
28
Triantoro & Nofrans. Op.Cit.
29
Santrock, John W, Op.Cit, h. 153.

13
a. Seeking social emotional support, yaitu mencoba untuk memperoleh

dukungan secara emosional maupun sosial dari orang lain.

b. Distancing, yaitu mengeluarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri

dari masalah atau membuat sebuah harapan positif.

c. Escape Avoidance, yaitu mengkhayal mengenai situasi atau melakukan

tindakan atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan.

d. Self control, yaitu mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau

tindakan dalam hubungannya untuk menyelesaikan malasah.

e. Accepting responsibility, yaitu menerima untuk menjalankan masalah

yang dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan

keluarnya.

f. Positive reappraisal, yakitu mencoba untuk membuat suatu arti positif

dari situasi dalam masa perkembangan kepribadian, kadang-kadang

dengan sifat religius.

2. Bullying

a) Pengertian Bullying

Berbagai definisi serta konsep mengenai bullying telah banyak

diberikan oleh para ahli, peneliti dan pengarang. Terlebih pada beberapa

tahun belakangan ini, banyak dari mereka para ahli, peneliti, ataupun

pengarang yang tertarik pada permasalahan mengenai bullying, terutama

bullying yang terjadi di lembaga pendidikan formal. Dalam Kamus Bahasa

Indonesia bullying diartikan sebagai perilaku "menggertak” atau

“menggencet” namun padanan kata tersebut dirasa belum tepat untuk

14
merepresentasikan kata bullying itu sendiri sehingga untuk pembahasan

selanjutnya, kata bullying akan tetap dipakai.

Bullying is a negative and often aggressive or manipulative act or

series of acts by one or more people against another person or people

usually over a period of time.30 Dengan kata lain bullying adalah tindakan

negatif dan agresif yang bersifat manipulatif atau serangkaian tindakan

yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain yang terjadi

selama periode waktu.

Menurut Johnstone, Munn, & Edwards, “Bullying is the wilful,

conscious desire to hurt or threaten or frighten someone else. And over the

victim; To do this, the bully has to have some of power over the victim, a
31
power not recognize that power always recognizable to the teacher”.

Bullying merupakan perilaku yang disengaja atau berupa keinginan sadar

untuk menyakiti, mengancam atau menakut-nakuti orang lain. Untuk

melakukan hal ini, pelaku bullying harus lebih kuat daripada korban.

Rigby mengemukakan “bullying is repeated oppression

psychological or physical, of a less powerful person by a more powerful

between bully and victim. person or group or persons”.32 Bullying

merupakan perilaku penindasan secara psikologis atau fisik, seseorang

yang kurang kuat oleh yang lebih kuat atau antara pengganggu dan korban.

30
Sullivan, Keith., Cleary, Mark & Sullivan, Ginny, Op.Cit, h. 3-5.
31
Chris, Lee, Preventing Bullying in School, London, Paul Chapman Publishing, 2004, h.
13.
32
Chris, Lee, Ibid, h. 13.

15
Menurut Askew, “bullying is a continuum of behaviour which

involves the attempt to gain power and dominance over another”.33

Sebuah perilaku kontinum yang melibatkan upaya untuk mendapatkan

kekuasaan dan dominasi atas orang lain.

Bullying mengandung unsur-unsur berikut:

1) Orang yang melakukan bullying memiliki kekuatan lebih dari satu


menjadi korban.
2) Bullying sering diselenggarakan, sistematis, dan tersembunyi.
3) Bullying kadang-kadang oportunistik, tetapi setelah itu mulai
kemungkinan akan berlanjut.
4) Ini biasanya terjadi selama periode waktu, meskipun orang-orang yang
secara teratur bully juga dapat melakukan satu kali insiden.
5) Korban bullying bisa terluka secara fisik, emosional, atau psikologis.
6) Semua tindakan bullying memiliki dimensi emosional atau psikologis.34
.

b) Faktor - Faktor Bullying

Bullying merupakan masalah penting yang dapat terjadi di setiap

lembaga pendidikan formal jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab

oleh lembaga tersebut terhadap komunitasnya, yakni peserta didik, staf,

masyarakat sekitar, dan orang tua murid. Maka, Asep Ediana Latip35

menyimpulkan bahwa faktor-faktor bullying antara lain disebabkan

sebagai berikut:

1) Kontribusi Anak; setiap anak memiliki karakteristik


kepribadian. Temperamen dan jenis kelamin merupakan contoh
dari kontribusi anak.
2) Pola Asuh Keluarga; menurut Pearce faktor lain yang juga
penting untuk diidentifikasi yang dapat mempengaruhi perilaku
bullying adalah pola asuh keluarga, karena pola asuh dan

33
Chris, Lee, Ibid, h. 12.
34
Sullivan, Keith., Cleary, Mark & Sullivan, Ginny, Ibid., h. 5.
35
Asep Ediana Latip, Op.Cit, h. 9-11.

16
masalah dalam keluarga dapat mendorong perilaku bullying
pada anak.
3) Konformitas teman sebaya; konformitas teman sebaya atau
peer lebih memiliki pengaruh terhadap prilaku anak oleh
karena itu memilih teman dan kelompok yang baik menjadi
keniscayaan yang tidak bisa ditawarkan untuk menghindari
prilaku anak dari tindakan negatif, dan apabila lepas kendali
dari cara berteman dan berkelompok yang salah diapastikan
anak anak terlibat dalam tindakan negatif seperti bullying.
4) Media; berbagai tampilan di media dapat ditiru oleh anak,
seperti perilaku kekerasan.
5) Iklim sekolah; Iklim sekolah atau school climate adalah kondisi
dan suasana sekolah sebagai tempat belajar bagi peserta didik
anak usia MI/SD. Sekolah bagi anak usia MI/SD adalah rumah
kedua yang kondisinya harus diciptakan senyaman mungkin
like at home. Dan jika kondisinya terjadi sebaliknya sekolah
justru menjadi tempat berlatih untuk bertindak negatif maka
iklim sekolah seperti ini akan merusak dan bahkan
menghancurkan masadepan emas anak.

c) Bentuk-bentuk Bullying

Perilaku bullying yang merupakan bentuk dari tindakan agresivitas

yang membuat korban merasa tidak nyaman dan terluka, baik secara fisik

maupun psikologis, seperti telah dikatakan oleh para ahli di atas.

Sullivan36 membedakan bullying dalam 3 bentuk:

1) Fisik: contohnya adalah menggigit, menarik rambut, memukul,

menendang, mengunci, dan mengintimidasi korban di ruangan atau

dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong, mencakar,

meludahi, mengancam, dan merusak kepemilikan (property) korban,

penggunaan senjata dan perbuatan kriminal.

2) Non fisik: terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal. Verbal:

contohnya, panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan,

36
Sullivan, Keith., Cleary, Mark & Sullivan, Ginny, Ibid., h. 5.

17
mengancam, atau intimidasi, menghasut, berkata jorok pada korban,

berkata menekan, menyebarluaskan kejelekan korban. Non-verbal:

terbagi menjadi langsung dan tidak langsung. Tidak Langsung:

diantaranya adalah manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak

mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, curang, dan sembunyi-

sembunyi. Langsung: contohnya gerakan (tangan, kaki, atau anggota

badan lain) kasar atau mengancam, menatap, muka mengancam,

menggeram, hentakan, mengancam, atau menakuti.

3) Merusak properti, seperti merusak pakaian, merusak buku, dan

mencuri.

Sedangkan Lee Chris37 membagi perilaku bullying sebagai berikut :

1) Physical bullying. Intimidasi fisik lebih dari meninju dan menendang

dan dapat mengasumsikan bentuk tidak langsung, termasuk mengambil

harta, merusak properti atau pekerjaan sekolah dengan maksud untuk

melemahkan, yaitu ada manifestasi fisik dari bullying tapi tidak ada

rasa sakit fisik

2) Verbal bullying. Memanggil nama orang lain dengan tidak sopan,

hingga dalam bentuk hinaan.

3) Social bullying. Perilaku bullying dalam bentuk ini seperti pengucilan

dan intimidasi di dalam kelompok.

37
Chris, Lee, Op.Cit, h. 9.

18
d) Dampak perilaku bullying

Perilaku bullying tentunya akan menimbulkan dampak negatif, baik bagi

pelaku dan terutama korban. Adapun dampak perilaku bullying menurut

Rigby38 antara lain :

1) Psychological well-being yang rendah. Seperti perasaan tidak bahagia


secara umum, self esteem rendah, dan perasaan marah dan sedih
2) Penyesuaian sosial yang buruk. Seperti munculnya perasaan benci
terhadap lingkungan social seseorang, mengekespresikan ketidaksenangan
terhadap sekolah, merasa kesepian, merasa terisolasi, dan sering
membolos.
3) Psychological distress. Seperti munculnya tingkat kecemasan yang tinggi,
depresi dan pikiran-pikiran untuk bunuh diri.
4) Physical unwellness. Adanya tanda-tanda yang jelas mengenai masalah
fisik dan dapat dikenali melalui diagnosis medis sebagai penyakit dan
symtom psikomatis.

3. Strategi Coping Korban Bullying

Kasus-kasus bullying sering terjadi di lembaga pendidikan formal dan

masih menjadi masalah yang tersembunyi karena tidak disadari oleh pendidik

(guru) dan orang tua serta korban yang menyembunyikan masalah tersebut

dengan menutup diri. Masih banyak yang menganggap bahwa bullying tidak

berbahaya. Padahal sebenarnya bullying dapat memberikan dampak negatif

bagi korbannya.

Dalam menghadapi dan mendapatkan perlakuan bullying, siswa akan

menggunakan strategi coping. Penggunaan strategi coping terbentuk melalui

proses appraisal (penilaian), ketika diri dihadapkan pada masalah, maka

sistem kognitif diri segera bereaksi terhadap masalah tersebut dengan

memunculkan perilaku yang akan membantunya mengatasi atau mengurangi

38
Asep Ediana Latip, Op.Cit, h. 12.

19
ketegangan yang dialaminya. Strategi coping merupakan cara seseorang untuk

mengatasi stres. Menurut Lazarus, coping memiliki dua bentuk yakni

emotional focused coping dan problem focused coping.39

Mahasiswa korban bullying akan menggunakan satu di antara dua

strategi di atas ketika diperlakukan tidak menyenangkan oleh teman-temannya

di kampus. Jika mahasiswa tidak mampu menyelesaikan masalah secara

langsung, maka ia akan menggunakan emotional focused coping, sebaliknya

seseorang yang menggunakan problem focused coping maka ia akan berusaha

menyelesaikan masalah dengan orientasi kepada masalah tersebut bukan hal-

hal lain. Jika mahasiswa menggunakan emotional focused coping, maka yang

dikendalikan adalah emosi-emosinya terkait dengan permasalahan yang

dialami, jika menggunakan strategi yang berpusat pada masalah, mahasiswa

akan dapat mengurangi perilaku bullying yang mengarah pada dirinya bahkan

menghilangkannya.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan digunakan sebagai perbandingan untuk

menghindari manipulasi terhadap sebuah karya ilmiah dan menguatkan bahwa

penelitian yang penulis lakukan benar-benar belum pernah diteliti oleh orang lain.

Peneliti yang relevan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan Yenny Susana & Henny E. Wirawan dengan judul:

Upaya Coping Perempuan terhadap Pelecehan Seksual di Tempat Kerja.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan

39
Lazarus & Folkman. Op.Cit., h. 152.

20
hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa informan menggunakan upaya

coping yang beragam. Upaya coping informan dalam menghadapi pelecehan

seksual yakni melaporkan permasalahan tersebut (planful problem solving),

mencari dukungan sosial (seeking social support), tidak memberitahukan

kepada siapa-siapa tentang permasalahan tersebut termasuk keluarga dan

teman (self control), dan menghindari pelaku (escape avoidance).

2. Penelitian yang dilakukan Laura S. Tenenbaum, Kris Varjas, Joel Meyers &

Leandra Parris yang berjudul: “Coping Strategies and Perceived Effectiveness

in Fourth Through Eighth Grade Victims of Bullying”. Penelitian dilakukan

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Kesimpulan penelitian yakni

siswa lebih banyak menggunakan problem focused coping dibandingkan

emotional focused coping. Siswa laki-laki lebih menggunakan strategi

eksternal sedangkan siswa perempuan lebih menggunakan strategi mencari

dukungan (seeking social support). Hasil penelitian juga menemukan bahwa

penerapan strategi coping secara umum kurang efektif dalam menyelesaikan

permasalahan mereka.

C. Konsep Operasional

Konsep operasional merupakan suatu konsep yang digunakan untuk

memberikan batasan terhadap konsep teoritis. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi

kesalahpahaman dalam penafsiran penulisan ini. Adapun kajian ini berkenaan

dengan strategi coping mahasiswa korban bullying.

Mahasiswa yang menjadi korban bullying dapat menggunakan problem

focused coping atau menggunakan emotional focused coping ketika menghadapi

21
situasi stresful. Jika mahasiswa yang menjadi korban bullying menggunakan

problem focused coping maka karakteristiknya antara lain:

a. Seeking informational support, yaitu untuk mencoba untuk memperoleh

informasi dari orang lain.

b. Confrontive coping; individu berpegang teguh pada pendiriannya dan

mempertahankan apa yang diinginkannya, mengubah situasi secara agresif dan

adanya keberanian mengambil resiko.

c. Planful problem-solving; individu memikirkan, membuat dan menyusun

rencana pemecahan masalah agar dapat terselesaikan.

Jika mahasiswa korban bullying menggunakan emotional focused coping

maka karakteristiknya antara lain:

a. Seeking social emotional support, yaitu mencoba untuk memperoleh

dukungan secara emosional maupun sosial dari orang lain.

b. Distancing, yaitu mengeluarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari

masalah atau membuat sebuah harapan positif.

c. Escape Avoidance, yaitu mengkhayal mengenai situasi atau melakukan

tindakan atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan.

d. Self control, yaitu mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan

dalam hubungannya untuk menyelesaikan malasah.

e. Accepting responsibility, yaitu menerima untuk menjalankan masalah yang

dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya.

22
f. Positive reappraisal, yakitu mencoba untuk membuat suatu arti positif dari

situasi dalam masa perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan sifat

religius.

23
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi

kasus. Pendekatan studi kasus menurut Daymon dan Holloway adalah pengujian

intensis menggunakan berbagai sumber bukti terhadap suatu entitas tunggal yang

dibatasi oleh ruang dan waktu40. Pada umumnya studi kasus dihubungkan dengan

sebuah lokasi atau sebuah organisasi, sekumpulan orang seperti kelompok kerja

atau kelompok sosial, komunitas, peristiwa, proses, isu maupun kampanye.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Agustus hingga bulan

November 2017. Lokasi penelitian ini di Jurusan Bimbingan Konseling Islam

IAIN Kerinci. Alasan dipilihnya lokasi ini sebagai tempat penelitian dikarenakan

penulis mengamati masih banyak terjadi perlakuan bullying yang dilakukan antar

mahasiswa.

C. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti sebagai

instrumen penelitian. Di dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen penelitian

berusaha mencari informasi dari subjek sebagai orang yang dijadikan informan

dalam penelitian yang sedang dilakukan. Peneliti sadar bahwa tujuan utama

40
Tohirin. Metode Penelitian Kualitatif dalam pendidikan dan Bimbingan Konseling,
Jakarta, Rajawali Pers, 2012.

24
adalah mencari informasi bukan menilai suatu situasi, sehingga analisis datanya

pun berupa deskripsi tentang data yang diperoleh.

D. Informan Penelitian

Penelitian ini tidak menggunakan sampel acak, tetapi sampel bertujuan

(purposive sample). Adapun yang menjadi informan kunci atau informan utama

dari penelitian ini adalah 4 mahasiswa yang merupakan korban bullying di Jurusan

bimbingan dan konseling Islam IAIN Kerinci. Informan diperoleh peneliti

berdasarkan hasil pengamatan langsung. Informan tambahan atau pendukung

adalah dosen-dosen Jurusan BKI dan mahasiswa lain yang mengerti dan

mengetahui mengenai kasus yang diteliti.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural

setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data

lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan

dokumentasi.41 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan

data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dalam rangka

mengumpulkan data-data untuk keperluan penelitian.

1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Wawancara yaitu suatu cara pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah

pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian yang menghasilkan data berupa

transkip wawancara.

41
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Bandung, Alfabeta, 2010, h.225.

25
2. Observasi

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan langsung terhadap suatu objek dalam suatu priode tertentu dan

mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu.

3. Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,

gambar maupun ekektronik.

F. Teknik Menjamin Keabsahan Data

Menurut Moleong, ada 4 kriteria keabsahan data yakni kredibilitas,

kepastian, kebergantungan dan kepastian.42 Peneliti hanya akan menggunakan

salah satu dari 4 teknik tersebut yakni uji kredibilitas data. Menurut Moleong,

kredibilitas pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dan penelitian

nonkualitatif.43 Adapun teknik-teknik yang akan peneliti gunakan antara lain:

1. Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,

melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui

maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan

peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk rapport, semakin akrab (tidak

ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada

informasi yang disembunyikan lagi.

42
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
2010, h. 327.
43
Lexy J Moleong, Ibid., h. 324.

26
2. Ketekunan pengamatan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih

cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan

urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

3. Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan kesahihan data yang

dimanfaatkan untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data tersebut. Selanjutnya ia mengatakan bahwa triangulasi berarti

membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi yang meliputi; 1)

triangulasi dengan sumber, dilakukan dengan membandingkan dan mengecek

ulang data hasil wawancara kepada informan kunci, 2) triangulasi dengan metode,

dilakukan dengan membandingkan hasil data dengan alat pengumpulan data yang

digunakan, dan 3) triangulasi dengan teori, dilakukan untuk membandingkan data

hasil tindakan, pengamatan, dan wawancara dengan teori yang terkait. Triangulasi

teori dilakukan dengan cara membandingkan teori-teori yang dikemukakan para

pakar dengan data hasil penelitian ini.

4. Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi yang dimaksudkan di sini adalah adanya pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Data hasil wawancara

didukung dengan adanya rekaman wawancara. Alat-alat bantu perekam data

dalam penelitian kualitatif, seperti camera, handycam, alat rekam suara sangat

27
diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti.

Dalam laporan penelitian, sebaiknya data-data yang ditemukan perlu dilengkapi

dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih dapat dipercaya.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan

yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

selama di lapangan model Miles dan Huberman.44 Langkah-langkah analisis

ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar III.1
Komponen dalam analisis data (interactive model)

44
Sugiyono. Ibid., h.225.

28
1. Reduksi Data (data reduction)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk

itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berati

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian Data (data display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Penyajian data merupakan sajian yang memudahkan

peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Melalui

penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola

hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusions drawing/verifying)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal

yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Asep Ediana Latip. Tanpa Tahun. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Bullying Pada Peserta Didik Anak Usia MI/SD. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.

Bartram, David & Gardner, Dianne. 2008. Coping with Stress, (Online), In
Practice journal, Vol. 30, (http://www.vetlife.org.uk/sites/default/files/-
resourcefiles/PDF%20David%20Bartram%20Coping%20with%20Stress.p
df, diakses 20 Desember 2015).

Fatchiah Kertamuda & Haris Herdiansyah. 2009. Pengaruh Strategi Coping


terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru. Jurnal Universitas
Paramadina, (Online), Vol 6, No 1, (isjd.pdii.lipi.go.id/ admin/jurnal/6109
1123.pdf, diakses 9 Desember 2012).

Irvan Usman. 2014. Perilaku Bullying Ditinjau dari Peran Kelompok Teman
Sebaya dan Iklim Sekolah pada Siswa SMA di Kota Gorontalo. Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo.

Jemi Dadang Kresnawan. 2010. Hubungan Antara Locus Of Control Dengan


Strategi Coping Pada Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Lazarus, Richard S & Folkman, Susan. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New
York: Springer Publishing Company.
Lee, Chris. 2004. Preventing Bullying in School. London: Paul Chapman
Publishing.

Lexy J Moleong. 2010. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Santrock, John W. Tanpa Tahun. Adolesence ”Perkembangan Remaja.


Terjemahan oleh Shintro B Adelar dan Sherly Saragih. 2003. Jakarta:
Erlangga.
Siti Chairani Umasugi. 2014. Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Religiusitas
dengan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Remaja. Fakultas
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D), Bandung: Alfabeta.

30
Sullivan, Keith., Cleary, Mark & Sullivan, Ginny. 2005. Bullying in Secondary
Schools: What it looks like and how to manage it. California: Corwin
Press.
Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung. Maestro.

Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia Anne, dan Sears, David O. 1997. Social
Psychology. New Jersey: Prentice Hall.

Tenenbaum, Laura S., Varjas,Kris., Meyers, Joel & Parris, Leandra. 2011.
Coping Strategies and Perceived Effectiveness in Fourth Through Eighth
Grade Victims of Bullying, (Online), School Psychology International
Journal, Vol. 32, No. 3, (http://spi.sagepub.com/content/32/3/263.abstract,
diakses 20 Desember 2015).

Tohirin. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan


Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.

Triantoro Safari & Nofrans Eka Saputra. 2009. Manajemen emosi “Sebuah
Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup
Anda. Jakarta: Bumi aksara.
Yenny Susana & Henny E Wirawan. 2005. Upaya Coping Perempuan terhadap
Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Jurnal Arkhe, Vol. 10, No.1, 46-58.

http://www.apa.org
http://news.okezone.com
http://www.infosumbar.net
http://www.republika.co.id

31

Anda mungkin juga menyukai