Anda di halaman 1dari 6

Memahami “bullying”

School “bullying” adalah perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh


seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa/siswi lain yang lebih
lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut (Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, 2005).

Bentuk perilaku bullying dapat berupa :

1. kekerasan fisik (mendorong, menendang, memukul, menampar).


2. Secara verbal (Misalnya panggilan yang bersifat mengejek atau celaan).
3. Secara mental (mengancam, intimidasi, pemerasan, pemalakan).
4. Secara sosial, misalnya menghasut dan mengucilkan.

Menurut Ida dan Komang (2014), dalam penelitiannya, terhadap 176 anak sekolah di Bali,
korban “bullying” akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut datang ke sekolah
sehingga absensi mereka tinggi dan tertinggal pelajaran, dan mengalami kesulitan
berkonsentrasi sehingga akan berdampak pada prestasi belajarnya. Hasil penelitian secara
kualitatif menunjukan bahwa korban perilaku kekerasan menunjukkan self-esteem yang
rendah sehingga tidak mampu membentuk meknisme pertahanan diri yang kuat (Newman,
2004).

Gejala Siswa yang Menjadi Korban Bullying

 Mengalami luka (berdarah, memar,goresan).


 Sakit kepala/sakit perut.
 Barang miliknya mengalamikerusakan.
 Tidak mau pergi ke sekolah,merubahrute pergi ke sekolah.
 Prestasi akademiknya menurun.
 Menarik diri dari pergaulan ataumerasa malu.
 Tidak mau berpartisipasi lagi dalamkegiatan yang biasanya disukainya.
 Gelisah, muram, dan menjadi agresifdengan melakukan bullying kepada saudara
kandung.
 Mengancam atau mencobamelakukan bunuh diri

(Tisna, 2010 danTine, 2012)

Mengukur “bullying” di sekolah

Mengidentifikasi kejadian perilaku kekerasan (Sharp & smith, 2003) merupakan hal yang
sangat penting guna menghentikan segera perilaku kekerasan yang terjadi. Ada berbagai
macam cara untuk mengidentifikasi kejadian bullying di sekolah :

1. Melakukan survey dengan menggunakan instrumen pengumpulan data


2. Melakukan wawancara terhadap siswa sekolah dan guru.
3. Mengobservasi perilaku siswa sekolah, terutama siswa yang sering berkelompok.
Professor Dan Olweus pada tahun 1993 telah mengembangkan instrumen untuk
mengidentifikasi dan mengukur tingkat bullying yang terjadi di sekolah. Namun demikian,
sekolah dapat mengembangkan sendiri instrumen untuk menidentifikasi perilaku kekerasan
yang dapat terjadi di sekolah (Lee, 2004).

Beberapa pertanyaan yang perlu ada dalam instrumen antara lain :

1. Seberapa sering siswa mengalami perilaku kekerasan?


2. Bagaimana cara pelaku melakukan perilaku kekerasan ?
3. Bagaimana perasaan korban terhadap perilaku kekerasan yang dialami ?
4. Apakah siswa pernah melakukan perilaku kekerasan terhadap siswa lain? Seberapa
sering ?
5. Dimana perilaku kekerasan terjadi?
6. Apakah ada orang lain yang berusaha mencegah terjadinya perilaku kekerasan ?

(Sharp Smith, 2003)

Berdasarkan penelitian Bernstein dan Watson (1997) bahwa karakteristik korban sasaran
tindakan “bullying” adalah cenderung lebih kecil atau lebih lemah daripada teman
sebayanya. Dengan kata lain, ukuran badan lebih besar, terutama diantara anak laki-laki
cenderung mendominasi teman sebaya berbadan lebih kecil. Selain itu, juga bisa dikaitkan
dengan kecenderungan siswa atau mahasiswa senior terhadap siswa/mahasiswa junior
(Hamburger, 2011).

Metode Pencegahan Bullying

Ken Rigby (2010) mengatakan ada 6 (enam) cara yang dapat dilakukan di Sekolah untuk
mengurangi “bullying” dan dampaknya :

1. The traditional disciplinary approach

Pendekatan ini dilakukan dengan cara :

1. Guru memanggil siswa yang melakukan perilaku kekerasan


2. Menjelaskan kepada siswa tentang perilaku kekerasan yang terjadi.
3. Minta penjelasan dari siswa tersebut terhadap kejadian perilaku kekerasan yang
dilakukan.
4. Jelaskan kepada siswa jika ada peraturan sekolah yang dapat memberikan hukuman
atau sanksi bagi pelaku perilaku kekerasan
5. Berikan hukuman dan sanksi kepada pelaku kekerasan
6. Motivasi agar tidak melakukan kembali perilaku kekerasan
7. Berikan penekanan dengan ancaman hukuman yang lebih berat jika perilaku
kekerasan terjadi kembali di masa yang akan datang.

2. Strengthening the victim


Korban “bullying” diberi penguatan untuk dapat melawan dan mempertahankan diri dengan
berbagai macam aktifitas seperti bela diri. Namun demikian, hal ini dapat menimbulkan terus
berlangsungnya “bullying” dengan perilaku kekerasan. Agar korban “bullying” mampu
beradaptasi terhadap stressor yang dialami, maka perlu dilakukan latihan “management
stress” sehingga anak memiliki kemampuan koping yang baik.

3. Mediation

Mediasi merupakan cara penyelesaian konflik yang terjadi antara siswa dengan melibatkan
guru sebagai mediator. Mediasi dapat terjadi jika kedua pihak, pelaku dan korban sepakat
untuk mencari bantuan terhadap masalah yang mereka hadapi.

Langkah-langkah yang dilakukan :

1. Guru meminta penjelasan dari setiap siswa secara bergantian, tentang kejadian atau
masalah yang terjadi.
2. Siswa lain diminta mendengarkan tanpa memberikan pendapat, memotong
pembicaraan sampai siswa tersebut selesai menyampaikan pendapatnya.
3. Guru kemudian meminta saran tentang penyelesaian masalah kepada setiap murid
kemudian mencatatnya tanpa memberikan pendapat terhadap saran yang disampaikan
oleh setiap siswa.
4. Saranyang disampaikan oleh setiap siswa dibuatkan daftar dan didiskusikan dengan
kedua siswa, memilih saran yang disepakati bersama untuk mengatasi masalah yang
ada.

4. Restorasi practice

Pendekatan ini mencoba memperbaiki hubungan yang tidak harmonis antara pelaku dan
korban, dengan saling memaafkan dan tindakan kompensasi. Kegiatan ini diterapkan dengan
meningkatkan komunikasi dengan melibatkan orang tua kedua belah pihak atau di kelas
dengan teman mereka.

5. The Support Group Method

Ada 7 langkah dalam metoda ini yaitu :

1. Wawancara terhadap korban untuk mengidentifikasi kejadian secara detail, termasuk


nama-nama pelaku yang melakukan perilaku kekerasan atau yang menyaksikan
perilaku kekerasan terjadi. Yakinkan kepada korban bahwa tidak ada pelaku yang
akan mendapatkan hukuman.
2. Nama-nama yang teridentifikasi, dikumpulkan dalam sebuah group 6 – 8 orang.
3. Kemudian diskusikan tentang perilaku kekerasan dan jelaskan situasi yang dialami
oleh korban tanpa menyebutkan secara spesifik identitas korban atau waktu serta
lokasi kejadian perilaku kekerasan
4. Pastikan dan yakinkan bahwa tidak ada yang akan dihukum agar pelaku mau terlibat
dalam diskusi dan bertanggung jawab terhadap kejadian yang terjadi.
5. Tanyakan kepada setiap individu apa yang bisa dilakukan untuk dapat membuat
korban perilaku kekerasan menjadi lebih baik lagi.
6. Ingatkan kepada peserta akan tanggung jawab yang harus dilakukan agar korban
menjadi lebih baik. Berikan penghargaan karna sudah mau terlibat dalam diskusi dan
membuat situasi menjadi lebih baik lagi. Jelaskan bahwa pertemuan berikutnya akan
dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama untu mendiskusikan tindak lanjut.
7. Seminggu kemudian, setiap siswa dari grup di wawancara secara individu untuk
mengidentifikasi perkembangan tanggungjawab yang telah dilakukannya. Korban
juga diwawancara untuk melihat perbaikan situasi yang telah dilakukan oleh para
pelaku.

Selama metode ini diterapkan, penting untuk tidak menyalahkan salah satu pihak atau
individu.

6. The Method of Shared Concern

Metode ini meliputi :

1. Mengidentifikasi dengan cara mengobservasi dan wawancara siswa yang dicurigai


menjadi korban dan pelaku perilaku kekerasan.
2. Motivasi siswa agar mau menjelaskan kejadian yang terjadi dan yakinkan bahwa tidak
ada satu pun yang akan mendapatkan hukuman termasuk dengan menyebutkan pelaku
kekerasan.
3. Temui siswa yang dicurigai secara individual, jika respon siswa positif, rencanakan
untuk bertemu antaraa pelaku dan korban dalam sebuah diskusi.
4. Dalam pertemuan kedua belah pihak, cari solusi penyelesaian terhadap masalah yang
dihadapi.

Menciptakan kebijakan anti “bullying di sekolah

Meskipun tidak ada peraturan yang mewajibkan sekolah harus memiliki kebijakan program
anti “bullying”, tapi dalam undang-undang perlindungan anak No.23 Tahun 2002 pasal 54
dinyatakan:

"Anak wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola
sekolah atau temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan
lainnya."

Dengan kata lain, siswa mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dalam lingkungan yang
aman dan bebas dari rasa takut. Pengelola Sekolah dan pihak lain yang bertanggung jawab
dalam penyelengaraan pendidikan mempunyai tugas untuk melindungi siswa dari intimidasi,
penyerangan, kekerasan atau gangguan.

Di beberapa negara lain, disetiap sekolah dan perguruan tingginya diadakan kebijakan
program anti-”bullying”. Program tersebut melibatkan pihak sekolah, konselor, orang tua dan
siswa dengan memberikan penyuluhan tentang apa itu perilaku “bullying” dan akibatnya
serta bagaimana strategi pencegahan dan cara menghadapi kejadian “bullying”(Craig, 2009).
Menyiapkan Program anti-bullying di Sekolah

Sekolah harus mampu membuat kebijakan atau menciptakan program “anti-bullying” untuk
mencegah terjadinya perilaku kekerasan di lingkungan sekolah. Kebijakan atau program
meliputi pencegahan dan intervensi terhadap perilaku kekerasan. Seluruh komponen sekolah
harus dilibatkan dalam membuat dan menerapkan program anti-bullying.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu :

1. Mengumpulkan materi tentang bullying melalui sumber informasi yang benar dan
terpercaya, baik buku, pakar atau media massa dan teknologi informasi.
2. Berikan informasi tentang bullying melalui pelatihan dan seminar kepada guru, staf,
siswa dan orang tua, dengan melibatkan pihak terkait seperti aparat pemerintah,
puskesmas, kepolisian dll.
3. Bentuk tim kerja atau panitia untuk menyusun rencana kerja pembentukan program
anti-bullying di sekolah.
4. Tim melakukan survey, mengumpulkan pendapat tentang program anti-bullying yang
sesuai dengan kondisi dan karakteristik di lingkungan sekolah.
5. Hasil survey dan meminta pendapat kemudian dikemas menjadi sebuah rencana
program anti bullying untuk dipresentasikan secara internal di sekolah kepada guru
dan staf.
6. Konsultasikan rencana program anti bullying dengan pihak terkait seperti aparat
kepolisian, petugas kesehatan (perawat dan dokter), psikolog, tokoh agama serta
aparat pemerintahan setempat. Libatkan juga orang tua dalam konsultasi rencana
program anti-bullying.
7. Beberapa hal yang harus ada dalam rencana program anti-bullying adalah:
o Tujuan program anti-bullying
o Strategi untuk mencegah terjadinya bullying
o Cara pelaporan ketika terjadi bullying
o Penanganan bullying
o Tanggung jawab guru, staf, siswa, orang tua, pihak terkait dalam pelaksanaan
program anti-bullying
o Metode monitoring dan evaluasi pelaksanaan program anti bullying
o Program anti-bullying yang telah disempurnakan melalui konsultasi, siap
disahkan oleh sekolah dan mulai diimplementasikan dilingkungan sekolah

Pelaksanaan program anti-bullying di Sekolah

Sekolah memerlukan waktu dan proses untuk membuat program anti bullying dan
melaksanakannya dengan baik. Sosialisasi tentang program anti bullying dengan komunikasi
yang baik, sangat diperlukan agar lingkungan sekolah siap melaksanakan seluruh program
sesuai dengan yang telah ditentukan bersama.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan program anti bullying yaitu :

1. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan bekerja sama dengan petugas
kesehatan setempat (puskesmas).
2. Melakukan survey tingkat bullying yang terjadi di sekolah.
3. Memberikan penyuluhan tentang bullying dan dampaknya terhadap siswa sekolah.
4. Mengadakan pelatihan tentang manajemen penatalaksanaan penanganan bullying di
sekolah kepada guru dan staf.
5. Memasukan program anti bullying ke dalam kurikulum sekolah dengan menekankan
perilaku asertif, kerjasama, tolongmenolong, manajemen konflik dan manajemen
stres.
6. Mengadakan wadah bagi siswa untuk berkompetisi secara sehat di bidang
ekstrakurikuler.
7. Mengawasi secara rutin lokasi yang rawan terjadinya bullying (pergunakan kamera
pengawas jika diperlukan).
8. Meningkatkan peran guru wali dalam memantau perkembangan siswa di sekolah.
9. Menyediakan wadah pelaporan terjadinya bullying oleh siswa di sekolah.
10. Menciptakan lingkungan kondusif dengan melengkapi sarana dan prasaran bagi siswa
untuk berativitas dan berkarya.

Perlukah Kasus Bullying Dilaporkan ke Aparat Kepolisian?

Sebisa mungkin masalah bullying dicegah dan ditangani secara intern dilingkungan sekolah.
Dalam menangani masalah bullying, sangat penting untuk diselesaikan secepat mungkin
sebelum menimbulkan dampak serius terhadap perkembangan pribadi dan pendidikan siswa.
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan pihak berwajib terpaksa dilibatkan sebagai
upaya terakhir atau karena berdasarkan pertimbangan berbagai faktor berikut:

1. Kasusnya berpotensi dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang serius terhadap


korban.
2. Cara lain gagal atau tidak tepat karena masalahnya serius sehingga dengan
melaporkan kepada polisi diharapkan kasus bullying tidak akan terjadi lagi.

Anda mungkin juga menyukai