Menurut Ida dan Komang (2014), dalam penelitiannya, terhadap 176 anak sekolah di Bali,
korban “bullying” akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut datang ke sekolah
sehingga absensi mereka tinggi dan tertinggal pelajaran, dan mengalami kesulitan
berkonsentrasi sehingga akan berdampak pada prestasi belajarnya. Hasil penelitian secara
kualitatif menunjukan bahwa korban perilaku kekerasan menunjukkan self-esteem yang
rendah sehingga tidak mampu membentuk meknisme pertahanan diri yang kuat (Newman,
2004).
Mengidentifikasi kejadian perilaku kekerasan (Sharp & smith, 2003) merupakan hal yang
sangat penting guna menghentikan segera perilaku kekerasan yang terjadi. Ada berbagai
macam cara untuk mengidentifikasi kejadian bullying di sekolah :
Berdasarkan penelitian Bernstein dan Watson (1997) bahwa karakteristik korban sasaran
tindakan “bullying” adalah cenderung lebih kecil atau lebih lemah daripada teman
sebayanya. Dengan kata lain, ukuran badan lebih besar, terutama diantara anak laki-laki
cenderung mendominasi teman sebaya berbadan lebih kecil. Selain itu, juga bisa dikaitkan
dengan kecenderungan siswa atau mahasiswa senior terhadap siswa/mahasiswa junior
(Hamburger, 2011).
Ken Rigby (2010) mengatakan ada 6 (enam) cara yang dapat dilakukan di Sekolah untuk
mengurangi “bullying” dan dampaknya :
3. Mediation
Mediasi merupakan cara penyelesaian konflik yang terjadi antara siswa dengan melibatkan
guru sebagai mediator. Mediasi dapat terjadi jika kedua pihak, pelaku dan korban sepakat
untuk mencari bantuan terhadap masalah yang mereka hadapi.
1. Guru meminta penjelasan dari setiap siswa secara bergantian, tentang kejadian atau
masalah yang terjadi.
2. Siswa lain diminta mendengarkan tanpa memberikan pendapat, memotong
pembicaraan sampai siswa tersebut selesai menyampaikan pendapatnya.
3. Guru kemudian meminta saran tentang penyelesaian masalah kepada setiap murid
kemudian mencatatnya tanpa memberikan pendapat terhadap saran yang disampaikan
oleh setiap siswa.
4. Saranyang disampaikan oleh setiap siswa dibuatkan daftar dan didiskusikan dengan
kedua siswa, memilih saran yang disepakati bersama untuk mengatasi masalah yang
ada.
4. Restorasi practice
Pendekatan ini mencoba memperbaiki hubungan yang tidak harmonis antara pelaku dan
korban, dengan saling memaafkan dan tindakan kompensasi. Kegiatan ini diterapkan dengan
meningkatkan komunikasi dengan melibatkan orang tua kedua belah pihak atau di kelas
dengan teman mereka.
Selama metode ini diterapkan, penting untuk tidak menyalahkan salah satu pihak atau
individu.
Meskipun tidak ada peraturan yang mewajibkan sekolah harus memiliki kebijakan program
anti “bullying”, tapi dalam undang-undang perlindungan anak No.23 Tahun 2002 pasal 54
dinyatakan:
"Anak wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola
sekolah atau temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan
lainnya."
Dengan kata lain, siswa mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dalam lingkungan yang
aman dan bebas dari rasa takut. Pengelola Sekolah dan pihak lain yang bertanggung jawab
dalam penyelengaraan pendidikan mempunyai tugas untuk melindungi siswa dari intimidasi,
penyerangan, kekerasan atau gangguan.
Di beberapa negara lain, disetiap sekolah dan perguruan tingginya diadakan kebijakan
program anti-”bullying”. Program tersebut melibatkan pihak sekolah, konselor, orang tua dan
siswa dengan memberikan penyuluhan tentang apa itu perilaku “bullying” dan akibatnya
serta bagaimana strategi pencegahan dan cara menghadapi kejadian “bullying”(Craig, 2009).
Menyiapkan Program anti-bullying di Sekolah
Sekolah harus mampu membuat kebijakan atau menciptakan program “anti-bullying” untuk
mencegah terjadinya perilaku kekerasan di lingkungan sekolah. Kebijakan atau program
meliputi pencegahan dan intervensi terhadap perilaku kekerasan. Seluruh komponen sekolah
harus dilibatkan dalam membuat dan menerapkan program anti-bullying.
1. Mengumpulkan materi tentang bullying melalui sumber informasi yang benar dan
terpercaya, baik buku, pakar atau media massa dan teknologi informasi.
2. Berikan informasi tentang bullying melalui pelatihan dan seminar kepada guru, staf,
siswa dan orang tua, dengan melibatkan pihak terkait seperti aparat pemerintah,
puskesmas, kepolisian dll.
3. Bentuk tim kerja atau panitia untuk menyusun rencana kerja pembentukan program
anti-bullying di sekolah.
4. Tim melakukan survey, mengumpulkan pendapat tentang program anti-bullying yang
sesuai dengan kondisi dan karakteristik di lingkungan sekolah.
5. Hasil survey dan meminta pendapat kemudian dikemas menjadi sebuah rencana
program anti bullying untuk dipresentasikan secara internal di sekolah kepada guru
dan staf.
6. Konsultasikan rencana program anti bullying dengan pihak terkait seperti aparat
kepolisian, petugas kesehatan (perawat dan dokter), psikolog, tokoh agama serta
aparat pemerintahan setempat. Libatkan juga orang tua dalam konsultasi rencana
program anti-bullying.
7. Beberapa hal yang harus ada dalam rencana program anti-bullying adalah:
o Tujuan program anti-bullying
o Strategi untuk mencegah terjadinya bullying
o Cara pelaporan ketika terjadi bullying
o Penanganan bullying
o Tanggung jawab guru, staf, siswa, orang tua, pihak terkait dalam pelaksanaan
program anti-bullying
o Metode monitoring dan evaluasi pelaksanaan program anti bullying
o Program anti-bullying yang telah disempurnakan melalui konsultasi, siap
disahkan oleh sekolah dan mulai diimplementasikan dilingkungan sekolah
Sekolah memerlukan waktu dan proses untuk membuat program anti bullying dan
melaksanakannya dengan baik. Sosialisasi tentang program anti bullying dengan komunikasi
yang baik, sangat diperlukan agar lingkungan sekolah siap melaksanakan seluruh program
sesuai dengan yang telah ditentukan bersama.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan program anti bullying yaitu :
1. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan bekerja sama dengan petugas
kesehatan setempat (puskesmas).
2. Melakukan survey tingkat bullying yang terjadi di sekolah.
3. Memberikan penyuluhan tentang bullying dan dampaknya terhadap siswa sekolah.
4. Mengadakan pelatihan tentang manajemen penatalaksanaan penanganan bullying di
sekolah kepada guru dan staf.
5. Memasukan program anti bullying ke dalam kurikulum sekolah dengan menekankan
perilaku asertif, kerjasama, tolongmenolong, manajemen konflik dan manajemen
stres.
6. Mengadakan wadah bagi siswa untuk berkompetisi secara sehat di bidang
ekstrakurikuler.
7. Mengawasi secara rutin lokasi yang rawan terjadinya bullying (pergunakan kamera
pengawas jika diperlukan).
8. Meningkatkan peran guru wali dalam memantau perkembangan siswa di sekolah.
9. Menyediakan wadah pelaporan terjadinya bullying oleh siswa di sekolah.
10. Menciptakan lingkungan kondusif dengan melengkapi sarana dan prasaran bagi siswa
untuk berativitas dan berkarya.
Sebisa mungkin masalah bullying dicegah dan ditangani secara intern dilingkungan sekolah.
Dalam menangani masalah bullying, sangat penting untuk diselesaikan secepat mungkin
sebelum menimbulkan dampak serius terhadap perkembangan pribadi dan pendidikan siswa.
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan pihak berwajib terpaksa dilibatkan sebagai
upaya terakhir atau karena berdasarkan pertimbangan berbagai faktor berikut: