MAKALAH
Disusun Oleh :
122100100
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
2022
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
Pembahasan .........................................………………………………….
BAB III
Penutup
BAB 1
Bullying merupakan dari kata bull dari bahsa inggris yang artinya banteng. Secara
etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Namun
kata tersebut dirasa belum tepat untuk mendefinisikan kata bullying itu sendiri sehingga
terdapat beberap ahli membahasa bullying. Caloroso (2007) mengungkapkan bahwa
‘tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat
terhadap pihak lebih lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai
korbanya secara fisik maupun emosional’. Menurut American Psychatric Association
(APA) bahwa bullying adalah perilaku agresif yang dikarakteristikkan dengan tiga
kondisi yaitu: perlikaku negative yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan,
perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu dan adanya ketidakseimbangan
kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat. Beberapa kondisi tersebut lebih
mengacu pada yang dapat menjadikan korban trauma, cemas dan sikap-sikap yang
membuat tidak nyaman.
Perilaku bullying ini terjadi karena beberapa faktor seperti, sebagai tindakan reaktif,
yakni aksi yang dilakukan oleh sekelompok anak/orang secara mendadak sebagai reaksi
atas perlakuan atau gangguan orang lain kepada anggota kelompoknya atau sebagai
tindakan proaktif, yakni tindakan yang sengaja dilakukan sesorang/kelompok sebagai
motivasi awal atau hukuman pada korbannya untuk mendapatkan balasan. Namun
sebagian besar laporan media massa luput melihat benang merah persoalan berbagai
kasus dalm fenomena kekerasan itu, yakni masalah bullying di sekolah. Sebagian masih
berkutat dengan komerntar pakar yang menyoroti masalah ekonomi, ketidakharmonisan
keluarga dan kerapuhan korban. Ditemukan begitu banyak alasan mengapa seseorang
menjadi pelaku bullying. Namun, alasan yang paling jelas adalah bahwa pelaku bullying
merasakan kepuasan apabila ia “berkuasa” di kalangan teman sebaya nya ataupun di
sebuah lingkungan nya. Tidak semua pelaku bullying melakukannya sebagai kompesansi
karena kepercayaan diri yang rendah. Banyak diantara mereka justru memiliki
kepercayaan diri yang begitu tinggi dan sekaligus dorongan untuk selalu menindas anak
yang lebih lemah. Ini disebabkan karena mereka tidak pernah dididik untuk memiliki
empati terhadap orang lain.
Dampak dari perilaku bullying ini ada beberapa, antara lain seperti menghambat besar
bagi seorang anak untuk mengaktualisasikan diri, karena korban merasa bahwa hal
apapun yang ia lakukan akan salah dalam pandangan orang-orang terutama bagi para
pelaku bullying, korban yang selalu merasa takut dan cemas menyebabkan ia tidak
mampu untuk bersosialisasi secara baik di lingkungannya.
Rumusan Masalah
Penyusunan makalah ini dibuat dengan sistematika runtut sesuai dengan standar penulisan
karya ilmiah yang baik. Berikut ini manfaat mengenai kasus tema yang diangkat :
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi penelitian
selanjutnya dan bisa dikembangkan menjadi lebih baik
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran jelas
mengenai kasus yang diangkat, yaitu bullying
Universitas A, pernah terjadi kasus bullying. Alasan lainnya adalah, latar belakang
penghuni kamar di asrama yang cukup beragam, mulai dari daerah asal, asal sekolah,
status ekonomi orangtua, tingkat, dan jurusan yang berbeda. Perbe- daan-perbedaan
tersebut memicu timbul- nya kesenjangan sosial sehingga menye- babkan terjadinya
bullying (Sukmadinata, 2005).
Peneliti adalah instrumen utama da- lam penelitian ini, yang dibantu oleh seorang asisten.
Peneliti berhadapan lang- sung dengan subjek penelitian untuk melakukan wawancara
mendalam. Alat peneltian yang digunakan adalah pedo- man wawancara dan pedoman
diskusi kelompok terarah yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Pedoman tersebut berisi
daftar pertanyaan dengan pertanyaan terbuka tentang fenomena perilaku keke- rasan dan
upaya pencegahan serta peng- hentiannya pada mahasiswa berasrama, catatan lapangan,
tape recorder dan kaset, handycam, serta kamera.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview).
Wawancara ini dilakukan kepada subjek penelitian penelitian yaitu mahasiswa kor- ban
bullying, mahasiswa pelaku bullying, dan Kepala asrama. Wawancara dilakukan kepada
subjek penelitian agar dapat mengungkap riwayat terjadinya perilaku bullying ditinjau
dari sudut korban, pelaku bullying dan Kepala asrama yang pernah menangani kasus
bullying. Diskusi kelom- pok terarah (DKT) dilakukan dengan menggunakan maximum
variation sampling, yaitu memilih variasi fenomena yang bera- gam dari kelompok
monitor, saksi peri- laku bullying dan kelompok mahasiswa lain. Pengumpulan data juga
melalui observasi tidak terstruktur. Observasi digunakan untuk mengamati kehidupan di
asrama dan iklim pergaulan antar mahasiswa di asrama, sistem pengelolaan asrama, serta
pengawasan monitor dan kepala asrama.
BAB 2
PEMBAHASAN
Bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa inggris. Bulliying berasal dari kata
bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Beberapa
istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan
fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan,
pemalakan, pengucilan atau intimidasi (Susanti, 2016).
Barbara Coloroso (2003:44) Bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara
sadar dan disengaja yang bertujuan untuk meyakiti, seperti menakuti melalui ancaman
agresi dan menimbulkan terror. Termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun yang
spontan bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, dihadapan seseorang dibalik
persahabatan, dilakukan oleh seseorang anak atau kelompok anak.
Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai bullying. Seperti pendapat
Olweus (1993) dalam pikiran rakyat, 5 Juli 2007: “Bullying can consist of any action that
is used to hurt another child repeatedly and without cause”. Bullying merupakan perilaku
yang ditujukan untuk melaukai siswa lain secara terus-menerus dan tanpa sebab.
Sedangkan menurut Rigby (Anesty, 2009) menjelaskan “bullying” merupakan sebuah
hasrat untuk menyakiti, hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang
menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang
lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan
senang (Retno Astuti, 2008:3). Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan
school bullying sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan
berulang-ulang oleh seorang/ kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa
lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa bullying merupakan
serangan berulang secara fisik, psikologi, social, ataupun verbal yang dilakukan teman
sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk keuntungan
atau kepuasan mereka sendiri. Hal itu merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu
tingkah laku kasar, bisa secara fisik, psikis melalui kata-kata ataupun kombinasi dari
ketiganya. Pelaku mengambil keuntungan dari orang lain yang dilihatnya mudah
diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek nama, korban diganggu atau diasingkan dan
dapat merugikan korban. Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus
terjadi di kalangan peserta didik disekolah dasar, biasanya bullying terjadi berulang kali,
bahkan ada yang dilakukan secara terencana.
Sedangkan menurut psikolog Andrew Mellor, bullying adalah “Pengalaman yang terjadi
ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan ia takut apabila perilaku
buruk tersebut akan terjadi lagi sedangkan korban merasa tidak berdaya untuk
mencegahnya. Bullying tidak lepas dari adanya kesenjangan power atau kekuatan antara
korban dan pelaku serta diikuti pola repetisi (pengulangan perilaku)”.
Menurut Smith dan Thompson bully diartikan sebagai “Seperangkat tingkah laku yang
dilakukan secara sengaja dan menyebabkan kecederaan fisik serta psikologikal yang
menerimanya. Tingkah laku buli yang dimaksudkan termasuk tindakan yang bersifat
mengejek, penyisihan sosial, dan memukul. Sementara itu, Tattum dan Tattum
mengartikan bully sebagai “Keinginan untuk mencederakan, atau meletakkan seseorang
dalam situasi yang tertekan”.
Ada banyak definisi mengenai bullying, terutama yang terjadi dalam konteks lain (tempat
kerja, masyarakat, komunitas virtual).Riauskina, Djuwita, dan Soesetio mendefinisikan
school bullying sebagai “Perilaku agresif yang dilakukan berulang- ulang oleh seorang
atau sekelompok pelajar yang memiliki kekuasaan, terhadap pelajar lain yang lebih
lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut”.
Adapun tindakan Bullying bisa terjadi dimana saja, terutama tempat-tempat yang tidak
diawasi oleh guru atau orang dewasa lainnya. Pelaku akan memanfaatkan tempat yang
sepi untuk menunjukkan “kekuasaannya” atas anak lain, agar tujuannya tercapai. Sekitar
toilet sekolah, pekarangan sekolah, tempat menunggu kendaraan umum, lapangan parkir,
bahkan mobil jemputan dapat menjadi tempat terjadinya Bullying. Bentuk bullying fisik
termasuk persoalan serius dan membahayakan, tidak hanya terhadap korbannya tetapi
juga pelaku dan saksi.Tindakan bullying tergolong menjadi beberapa tempat :
a. Bullying bisa terjadi dilingkungan sekolah, biasanya dilakukan oleh senior kepada
junior atau bahkan teman satu angkatan apabila terjadi dilingkungan sekolah.
b. Bullying juga bisa terjadi dilingkungan keluarga, sifatnya relasional misalnya korban
tidak diakui sebagai anggota keluarga ataupun pelaku melakukan kekerasan fisik.
c. Bullying bisa terjadi dan dilakukan oleh masyarakat sekitar, seperti karena unsur
mayoritas menindas unsur minoritas misalnya orang pendatang yang dibully oleh
warga asli.
Penyebab bullying tersendiri bermacam-macam, seperti karena (1) permusuhan dan rasa
kesal diantara pertemanan atau lingkup sosial,(2) lalu rasa kurang percaya diri & mencari
perhatian maka dari itu pelaku merasa puas, lebih kuat dan dominan, (3) perasaan dendam
atau tertindas biasanya memiliki emosi yang ingin disalurkan kepada orang lain agar
merasakan hal yang sama dengan pelaku dan (4) pengaruh negatif dari media baik
televisi, internet menjadi contoh buruk yang bisa menginspirasi seseorang untuk
melakukan kekerasan tanpa alasan yang jelas.
Bullying memberikan dampak fisik dan psikologis. Secara fisik, dampak yang
ditimbuklan yaitu kerusakan tulang, gigi rusak, luka- luka sampai kerusakan otak
permanen. Korban prilaku bullying akan merasakan dampak kurang baik terhadap
perkembangannya. Siswa atau remaja yang menjadi korban bullying merasa tergangggu
dan tidak nyaman dengan tindakan tersebut (Sullivan dalam Damayanti & Karsih, 2016).
Lebih lanjut, Wiyani (Bulu dkk 2019) mengatakan bullying memberikan dampak negatif
bagi korban dan juga pelaku. Dampak buruk bullying pada fisik, yaitu sakit kepala,
mengalami sakit dada, luka benda tajam, dll. Beberapa kasus terjadi berdampak pada
kematian. Dampak psikologis, yaitu rendahnya
psychology well being, mengalami hambatan dalam penyesuaian sosial, perilaku marah,
rasa dendam, rasa tertekan, rasa tidak nyaman, rasa sedih mendalam, merasa terancam
dan timbul pemikiran bunuh diri. Pelaku bullying mendapatkan hukuman pidana karena
melakukan pelanggaran HAM dan otoritas lembaga, sekolah memberikan sanksi atau
perilaku tersebut.
Dampak negatif yang dirasakan akibat bullying adalah marah, rasa dendam, rasa tertekan,
mau, dan merasa sedih. Bahkan, emosi negative pun sering dirasakan oleh korban
bullying. Dampak psikis bullying yang berbahaya adalah munculnya gangguan
psikologis, seperti cemas berlebihan, takut, depersi, bunuh diri, dan PTSD. Anak yang
mengalami tindakan bullying di sekolah akan mengalami depresi dan gangguan mental.
Gejala-gejala klinis gangguan mental yang muncul pada masa anak-anak, yaitu anak
tumbuh dan berkembang menjadi individu cemas, cepat gugup, dan takut hingga tak bisa
berbicara (Djuwita, dalam Bulu dkk 2019). Bullying yang belum diatasi akan mengancam
perkembangan psikososial remaja. Konsekuensi negatif tersebut akan ada dalam jangka
waktu yang panjang, dimana korban berisiko tinggi mengalami depresi, stress, merasa
harga diri rendah, dan menimbulkan trauma.
(1) Pelaku, bullying yang terjadi pada tingkat SD dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan pada jenjang pendidikan berikutnya; pelaku cenderung berperilaku agresif dan
terlibat dalam geng serta aktivitas kenakalan lainnya; pelaku rentan terlibat dalam kasus
kriminal saat menginjak usia remaja.
(2) Korban, memiliki masalah emosi, akademik, dan perilaku jangka panjang, cenderung
memiliki harga diri yang rendah, lebih merasa tertekan, suka menyendiri, cemas, dan
tidak aman, bullying menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan sekolah
seperti tidak suka terhadap sekolah, membolos dan drop out.
(3) Saksi, mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dan mengalami tekanan
psikologis yang berat, merasa terancam dan ketakutan akan menjadi korban selanjutnya,
dapat mengalami prestasi yang rendah di kelas karena perhatian masih terfokus pada
bagaimana cara menghindari menjadi target bullying dari pada tugas akademiknya.
Oleh karena itu trauma korban bullying, dapat mengakibatkan seorang pelajar depresi dan
tidak mau belajar di sekolah lagi. Hal ini sangat merugikan bagi masa depan anak, orang
tua yang perduli dengan masa depan anak sebaiknya segera melakukan tindakan yang
membantu penyembuhan anak korban bullying karena anak tersebut akan merasa nyaman
ketika dia tidak berangkat kesekolah. Untuk itu melibatkan orang dewasa dalam
penanggulangan dan pencegahan serta mendidik pelajar untuk bisa menjadi pribadi yang
bisa menghadapi situasi yang menjurus kearah bullying atau kekerasan adalah hal yang
sangat penting.
Dengan melihat uraian tersebut diatas, maka pencegahan bullying pelajar di sekolah harus
dimulai dari saat ini baik oleh pemerintah, sekolah, orang tua dan juga pelajar itu sendiri.
Pencegahan di lingkungan sekolah bisa berupa tindakan memperbaiki hubungan
interpersonal individu dalam sekolah dengan melibatkan partisipasi guru, orang tua,
pelajar, serta orang dewasa lain yang ada dalam sekolah.
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka untuk
menjawab dari rumusan masalah yang dicantumkan adalah dengan memaparkan hasil
penelitian dengan bentuk deskritif. Penelitian ini berusaha mencari fakta dilapangan
dengan melakukan observasi langsung dan tidak langsung, wawancara dan dokumentasi.
Observasi langsung dilaksanakan pada 02 Desember 2012 di Universitas A. Berdasarkan
data statistik yang dike- luarkan Biro Kemahasiswaan Universitas A, bahwa terdapat data
berkisar antara satu sampai dua kasus bullying di asrama setiap semester, dengan jumlah
pelaku bullying berkisar dari satu sampai delapan orang. Tindakan hukuman yang
diberikan kepada pelaku berbentuk skorsing selama dua semester. Bila dibiarkan berlang-
sung terus menerus, efek bullying bagi kedua belah pihak baik bagi korban maupun
pelaku akan mengganggu proses pembelajaran (Biro Kemahasiswaan Uni- versitas A -
Bandung, 2008)
Faktor penyebab bullying pada kasus ini karena perbedaan etnis, resistensi terhadap
tekanan kelompok, perbedaan keadaan fisik, masuk di sekolah yang baru, orientasi
seksual serta latar belakang sosial ekonomi.Faktor penyebab terjadinya bullying oleh
mahasiswa di Universitas A pada umumnya sama, yaitu faktor senioritas, meniru serta
pengalaman masa lalu. Sesuai dengan pendapat Heames, et al. (2006); Lodge dan
Frydenberg (2006); Juwita (2008) di Indonesia sejak lima tahun terakhir gejala bullying
di sekolah mulai diperhatikan oleh media massa, walaupun dengan istilah yang berbeda-
beda. Dalam bahasa pergaulan sehari-hari sering disebutkan sebagai kata gencet-gencetan
Hal terse- but juga sesuai dengan teori belajar sosial oleh Bandura bahwa perilaku
kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari dari pengalaman masa lalu, apakah melalui
pengamatan langsung (imitasi), pengukuh positif dan karena stimulus diskriminatif.
Beberapa wujud bullying yang pernah terjadi di asrama universitas A adalah berupa
intimidasi, pemalakan, pemukulan, ucapan-ucapan kotor dan melecehkan. Intimidasi
dilakukan dengan mengguna- kan kata-kata yang keras atau yang disebut dengan bullying
verbal. Menurut Logde dan Frydenberg (2006) bentuk bullying lainnya yang sering
digunakan oleh orang-orang muda adalah agresi. Hal yang cukup tragis ditemukan pada
pene- litian ini yakni adanya bentuk bullying yang lebih ekstrim dari sekadar intimidasi.
Bentuk bullying tersebut adalah pemaksaan pada korban untuk menenggak mi- numan
keras, pelaku menelanjangi korban lalu korban tersebut dipaksa untuk mandi di tengah
malam. Kendati para mahasiswa tinggal di asrama yang cukup dengan aturan dan
rutinitas beribadah, tetapi masih terdapat perilaku bullying yang sangat merugikan bagi
penghuninya.
Mengatasi bullying
Hampir semua subjek penelitian pada penelitian ini mengatakan bahwa me- nangani
pelaku bullying harus dengan sikap yang tegas tetapi bijaksana. Memperlakukan mereka
dengan hormat, sehingga mereka akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Menurut
Sejiwa (2008) menghadapi pelaku bullying dengan sabar dan jangan menyudutkannya de-
ngan pertanyaan-pertanyaan interogatif. Memelihara harga dirinya, serta memper-
lakukannya dengan penuh hormat. Para pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai
pelaku kriminal, jika dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak melakukan bullying.
Karena itu, satu hal yang harus ditekankan adalah, jangan pernah menya- lahkannya,
tetapi sebaliknya memberi kepercayaan agar dapat memperbaiki dirinya.
Agar terhindar dari bullying tiap mahasiswa harus memiliki keterampilan merespon
celaan dengan tenang, tanpa harus terpancing emosi. Pada dasarnya jika orangtua
mendidik anak-anaknya menjadi orang-orang yang berkepribadian yang kuat, maka
mereka akan tahan terhadap segala terpaan energi negatif yang berlangsung di sekitarnya.
Seorang anak dididik untuk tidak saling membalas kekerasan dengan kekerasan. Lebih
lanjut dikatakan bahwa anak perlu dibekali cara- cara menghindar dari kekerasan (Sejiwa,
2008). Hasil diskusi kelompok terarah pada penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu
cara yang dilakukan oleh korban untuk menghindari bullying adalah dengan tidak
menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat menyinggung perasaan seniornya. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat pelaku bahwa mereka tidak akan melakukan tindakan
bullying pada mahasiswa yang menurutnya tidak sokjagoan dan menunjukkan sikap baik.
Fenomena bullying sebagai perilaku buruk yang telah meluas dan berlangsung lama.
Bahkan di tempat kerja ketika mahasiswa bekerja sebagai pekerja paruh waktu, tindakan
bullying dapat terjadi. Dewasa ini banyak dijumpai bullying terjadi di institusi pendidikan
mulai dari tingkat yang paling dasar hingga di perguruan tinggi (Muhammad, 2009).
Menciptakan lingkungan kampus yang bebas dari bullying tentu sangat diharapkan oleh
para mahasiswa, orangtua maupun dosen. Beberapa ide dikemukakan oleh subjek
penelitian yang tujuannya adalah untuk membebaskan lingkungan kampus khususnya di
asrama dari bullying. Ide tersebut yakni: peraturan tegas anti bullying, perlindungan
kepada saksi dan korban, sosialisasi antibullying, serta kerjasama semua pihak.
Salah satu unsur dalam skema sistem anti bullying adalah kebijakan institusi pendidikan.
Kebijakan institusi pendidikan antara lain adalah membuat seperangkat peraturan tentang
pencegahan, penghentian serta intervensi bagi korban maupun pelaku. Kebijakan lainnya
adalah menerapkan serta menegakkan kerjasama, tanggung jawab seluruh sivitas
akademika kampus (Milsom & Gallo, 2006). Kebijakan yang dirancang di Universitas A
antara lain: peningkatan pemahaman agama, menghidupkan ajaran agama, serta mene-
gakkan nilai-nilai keluhuran. Pelaksanaan kegiatan beribadah sekali dalam sepekan secara
bersama yang dilakukan oleh seluruh sivitas akademika juga dilakukan di Universitas A.
Hal lain yang diberlakukan adalah sistem pengawasan mahasiswa di asrama oleh Monitor
dan Kepala asrama (pegawai asrama). Mahasiswa diberikan kesempatan untuk
mengutarakan pen- dapatnya melalui angket yang dibagikan. Kendati demikian, tindakan
melanggar etika dan tata tertib di kampus Universitas A masih tetap dilakukan oleh
mahasiswa. Berdasarkan hasil observasi, masih terdapat mahasiswa yang kurang
menegakkan sikap hormat kepada sesama mahasiswa. Terdengar ucapan-ucapan kasar
yang terlontar dari mulut mereka. Hal tersebut dapat memicu terjadinya kesalahpahaman
yang berakibat pada perselisihan.
Kebijakan anti bullying yang diterapkan oleh Universitas A harus didukung oleh berbagai
pihak. Hal senada dituturkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain
bahwa upaya pencegahan bullying memang harus menjadi perhatian semua pihak.
(Orpine, et al., 2003). Seluruh komponen yang terkait dengan lingkungan kampus antara
lain mahasiswa, dosen, maupun orang tua harus mempunyai peran untuk meng-
hentikan bullying. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, dukungan yang selama ini
telah diberikan di Universitas A dilakukan oleh pihak-pihak antara lain: pimpinan
universitas, Kepala asrama, dosen, orangtua serta peran bimbingan konseling. Mahasiswa
yang tinggal di asrama mempunyai orangtua asuh di dalam kampus. Peran serta perhatian
dari orangtua asuh akan berguna bagi maha- siswa. Kendati sudah diterapkan sistem
orangtua asuh, demi kenyamanan hidup di kampus berasrama, mahasiswa tetap memiliki
keinginan untuk mendapatkan dukungan serta pendampingan tatkala mereka melakukan
sesuatu kegiatan di dalam kampus.
Dalam skema sistem anti bullying yang diusulkan bahwa aktivitas bagi warga kampus
menjadi salah satu unsur yang penting. Menurut Milsom dan Gallo (2006) kampus harus
menciptakan aktivitas serta atmosfer untuk memunculkan kreativitas dan menciptakan
rasa nyaman bagi mahasiswa. Menurut subjek penelitian, aktivitas olahraga menjadi
pilihan yang dianggap paling tepat untuk anti bullying. Kegiatan ekstrakurikuler lain
misalnya: tata boga dan merangkai bunga sangat diharapkan oleh beberapa subjek
penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan, Universitas A memiliki banyak grup paduan
suara dan grup pencinta alam. Setiap malam minggu diadakan kegiatan atau acara yang
melibatkan mahasiswa dan beberapa dosen di dalamnya. Di kampus tersebut juga tersedia
berbagai fasilitas olahraga serta sebuah gedung (student center) yang digunakan sebagai
fasilitas kegiatan mahasiswa.
Terjadinya bullying atau aksi intimidasi fisik, verbal, maupun psikologis yang terjadi
dilingkungan asrama membawa dampak bagi korban maupun pelakunya. Tanda-tanda
terjadi tindakan bullying harus tetap diwaspadai karena mengakibatkan dampak yang
tidak baik terutama bagi korbannya. Tidak sedikit kasus bullying di asrama yang akhirnya
menimbulkan trauma besar bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan. Pemahaman
mahasiswa tentang bullying cukup bera- gam, bahwa mereka memahami bullying sebagai
suatu tinda-kan yang merugikan bagi pelaku maupun korban. Para korban mengatakan
bahwa bullying adalah suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak kuat terhadap
pihak lemah.
Sikap yang bijaksana dan arif sangat diperlukan dalam menangani pelaku bullying
maupun korban bullying. Bullying tidak hanya memberi dampak negatif pada korban,
melainkan juga pada para pelakunya. Hampir semua subjek penelitian pada penelitian ini
mengatakan bahwa menangani pelaku bullying harus dengan sikap yang tegas tetapi
bijaksana. Memperlakukan mereka dengan hormat, sehingga mereka akan
mempertanggung- jawabkan perbuatannya.
Kebijakan anti bullying yang diterapkan oleh universitas harus didukung oleh berbagai
pihak. Upaya pencegahan bullying memang harus menjadi perhatian semua pihak.
Seluruh komponen yang terkait dengan lingkungan kampus antara lain mahasiswa, dosen,
maupun orang tua harus punya peran untuk menghentikan bullying.
Untuk mencegah terjadinya bullying bisa dilakukan dengan hal kecil, yaitu kenali
lingkungan sekolah rentan bullying seperti : sekolah yang minim pengawasan, sekolah
yang tingkat kompetisi antar murid terlalu tinggi atau sekolah yang menganut sistem
junior dan senior diluar kelas.
Ataupun melalui cara seeperti
Saat ini, bullying telah menjadi sebuah tindakan yang sangat mengkhawatirkan. Tidak
banyak orang tahu bahwa Indonesia masuk dalam empat negara dengan kasus bullying
tertinggi di dunia. Dengan gerakan bersama untuk melawan bullying, sangat diharapkan
anak-anak muda di Indonesia mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat akan
bahaya dari tindak bullying terhadap fisik dan mental sehingga tidak ada lagi korban dari
tindak bullying, serta semakin menyebarkan kepedulian masyarakat mengenai kasus
bullying.
pemaksaan pada korban untuk menenggak minuman keras, ditelanjangi lalu korban
tersebut dipaksa untuk mandi di tengah malam. Faktor penyebab terjadinya bullying oleh
mahasiwa di Universitas A, yaitu faktor senioritas, meniru serta pengalaman masa lalu.
Para pelaku pada umumnya melakukan bullying karena memilki pengalaman menjadi
korban pada masa lampau. Sehingga perilaku bullying dilakukan karena ingin
melampiaskan balas dendam.
Departemen Pendidikan & Kebudayaan. (1989). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Dinas Pariwisata Jawa Barat (2006). Profil kota Bandung. Diunduh dari: http://
www.bandung.go.id. tanggal 10 Sep- tember 2008.
Hoover, J., & Milner C.W. (1998). Are hazing and Bullying related to love and
belongingness? Reclaiming chil- dren and youth.Request Psychology Journal, 7(3), 138-
141
Milsom, A., & Gallo, L.L. (2006). Bullying in midlle schoolprevention and inter- vention.
Middle School Journal, 37(3), 12-19
Orpines, P., Horne, A.M., & Staniszewsk, D. (2003). School bullying, changing the
problem by changing the school School Psychology Review, 32, 431-444.
Pedoman Peraturan Umum Universitas A. (2008). Peraturan bag mahasiswa berasra- ma.
Bandung: Indonesia Publishing House.
Polanin, J.R., Espelage, D.L., & Pigott, T.D. (2012) A meta analysis of school based
bullying prevention program’ effects on intervention behavior school. Psychology
Review, 41(1) 47-65.