Dosen Pengampu:
Fakhrida Khairat, SKM, Mkes
Disusun Oleh:
Nama : Ronauly Dhea Khalintya
Nim : PO71331230021
Prodi : D4 Sanitasi Lingkungan
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Penyusun
DAFTAR ISI
1. Latar Belakang.....................……………………………………………………….. 3
2. Rumusan Masalah……………………………………………………..3
3. Tujuan………………………………………………………………….3II
PEMBAHASAN …………………………………………………………………….. 4
1. Definisi Bullying………………………………………………………. 4
2. Jenis-Jenis Bullying…………………………………………………….4
1. Faktor Penyebab Perilaku Bullying antar Pelajar……………………. 5
2. Dampak yang Timbul dari Tindakan Bullying antar Pelajar………….6
3. Upaya untuk Mengatasi Bullying di Sekolah…………………………7
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………….8
1. Kesimpulan ……………………………………………………………………….. 8
2. Saran ……………………………………………………………………………….8
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….9
BAB I
PENDAHULUAN
Bullying merupakan salah satu tindakan perilaku agresif yang disengaja dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap
seorang karbon yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah (Soetjipto,2012).
Salah satu riset yang telah dilakukan oleh LSM Plan International dan International Center for
Research on Women (ICRW) yang di unggah awal Maret 2015 ini menunjukan hasil fakta
mencengangkan terkait kekerasan anak di sekolah. Di tingkat Asia, kasus bullying yang terjadi
pada siswa di sekolah mencaapai 70% (Qodar, 2015).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2016) mengidentifikasi kasus yang
mengacu pada klaster perlindungan anak dari tahun 2011-2016. KPAI menyebutkan angka
korban bullying di atas 50 sejak 2011-2016. Terakhir, pada tahun 2016 angka korban mencapai
81. Angka tersebut ditemukan pada kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Untuk
angka pelaku bullying , KPAI (2016) menemukan jumlah di atas 40 orang. Pada tahun 2016,
jumlah pelaku bullying di lingkungan sekolah mengalami kenaikan menjadi 93 orang.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bullying adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus bullying
biasanya menimpa anak sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek kawannya
sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban bullying akan mengalami
depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri. Bullying harus dihindari karena bullying
mengakibatkan korbannya berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia
akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun
prestasinya karena merasa tertekan sering di bully oleh pelaku.
Sekalipun bullying telah menjadi sebuah masalah selama berabad-abad, bullying tidak
menerima perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an (Olweus, 1978). Profesor Dan
Olweus adalah ilmuwan pertama yang memfokuskan diri pada topik tersebut dan
mengkontribusikan data ilmiahnya pada literatur bullying. Banyak penelitian Olweus
menjelaskan mengapa beberapa anak melakukan bullying dan mengapa beberapa lainnya
menjadi korban bullying. Bukan itu saja, Olweus juga menunjukkan bahwa bullying di sekolah
dapat direduksi secara signifikan. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat penting.
Hasil studi dari Olweus mengesankan banyak peneliti sosial di dunia. Sebelum abad ke -20
berakhir, ratusan studi serupa telah dilakukan di banyak negara. Buku, artikel, website, video
dan CD mulai bermunculan dengan maksud untuk menjelaskan apa saja yang perlu kita
lakukan untuk mereduksi bahkan menghentikan bullying di sekolah.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
1. Definisi Bullying
Bullying (arti harfiahnya: penindasan) adalah perilaku seseorang atau sekelompok orang
secara berulang yang memanfaatkan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti
targetnya (korban) secara mental atau secara fisik. Menurut Merriam-Webster Online
Dictionary, bullying adalah “a blustering rowbeating person; especially one who is habitually
cruel to others who are weaker.” Melakukan bullying berarti to “treat someone abusively or to
affect them by means of force or coercion.”. Center for Children and Families in the Justice
System mendefinisikan bullying sebagai , “repeated and systematic harassment and attacks
on others.” Bullying bisa terjadi dalam berbagai format dan bentuk tingkah laku yang
berbeda-beda. Di antara format dan bentuk tersebut adalah; nama panggilan yang tidak
disukai, terasing, penyebaran isu yang tidak benar, pengucilan, kekerasan fisik,
dan penyerangan (mendorong, memukul, dan menendang), intimidasi, pencurian uang atau
barang lainnya, bisa berbasis suku, agama, gender, dan lain-lain.
Bullying merupakan suatu bentuk ekspresi, aksi bahkan perilaku kekerasan. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberi pengertian bullying sebagai “kekerasan fisik dan
psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang
yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau
menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi dan tidak
berdaya.”Bullying biasanya dilakukan berulang sebagai suatu ancaman, atau paksaan
dari seseorang atau kelompok terhadap seseorang atau kelompok lain. Bila dilakukan
terus menerus akan menimbulkan trauma, ketakutan, kecemasan, dan depresi.
Kejadian tersebut sangat mungkin berlangsung pada pihak yang setara, namun, sering
terjadi pada pihak yang tidak berimbang secara kekuatan maupun kekuasaan. Salah satu
pihak dalam situasi tidak mampu mempertahankan diri atau tidak berdaya.
Korban bullyingbiasanya memang telah diposisikan sebagai target. Bullying sering kita temui
pada hubungan sosial yang bersifat subordinat antara senior dan junior.
2. Jenis-Jenis Bullying
a. Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik
yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak
benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga
jenis bullying, bullyingdalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah
dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah
pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.
b. Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut,
meninju, menendang, menggigit, emiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas
hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak
yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk
diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain.
Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan anak yang
paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
c. Bullying secara relasional (pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau menolak
seorang teman atau bahkan untuk merusak hubungan persahabatan. Bullying secara
relasional adalah pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian,
pengucilan, pengecualian atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang
tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik,
cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar. Bullying secara relasional mencapai
puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental,
emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka
dan menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya.
d. Bullying elektronik, merupakan bentuk dari perilaku bullying yang dilakukan pelakunya
melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-
mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan
tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti
atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah
memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik
lainnya.
1. faktor keluarga
Pada dasarnya, Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, sehingga peran dan fungsi keluarga
menjadi sangat penting dan bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak.
Dalam hal peran dan fungsi orangtua terhadap anak, sangat berhubungan dengan pola
pengasuhan orangtua terhadap tumbuh kembang anaknya. Berdasarkan dari hasil
temuan peneliti di lapangan, dapat dijelaskan bahwa mereka yang menjadi pelaku
bullying di sekolah disebabkan oleh keluarga yang begitu cuek, terlalu membebaskan
anaknya, dan juga berasal dari keluarga yang memiliki pola pengasuhan otoriter, tidak
harmonis, sering bertengkar hebat di depan anaknya. Sedangkan yang menjadi korban
bullying adalah siswa dari keluarga yang baik, sering menghabiskan waktu bersama
orang tuanya, melakukan komunikasi dan interaksi dengan anak, dan tidak pernah
melakukan pertengkarang di depan anaknya, dapat memberikan kebutuhan kepada
anak, akan tetapi tidak memanjakannya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa, perilaku bullying berawal dari sosialisasi yang tidak sempurna yang berawal
dari keluarganya. sosialisasi yang tidak sempurna ini akan menyebabkan anak
mempelajari perilaku menyimpang salah satunya adalah tindakan bullying. Perilaku
menyimpang merupakan hasil dari proses belajar yang dia lihat dari interaksi dengan
orang-orang terdekatnya.
2.Teman Sebaya
Pada masa remaja, terjadilah proses pencarian jati diri di mana remaja banyak
melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya, dan sekolah merupakan salah satu
tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi, sehingga remaja banyak
menghabiskan waktu di sekolah mulai dari memahami mata pelajaran yang diberikan
guru, sampai memenuhi kebutuhan bersosial bersama teman-temannya. Pengaruh
teman sebaya merupakan pengaruh yang cukup dominan terhadap tindakan bullying,
karena remaja akan menghabiskan waktunya bersama teman-teman sebayanya,
remaja akan banyak menghabiskan waktu di sekolahnya. Maka dari itu, teman sebaya
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku bullying siswa. Remaja
identik dengan pencarian jati diri, mereka akan mendapatkan banyak masukan atau pengaruh
dari teman-temannya yang nantinya akan membentuk pola perilaku mereka. Dalam proses
pencarian jati diri, biasanya remaja lebih sering membuat suatu kelompok atau dinamakan
genk bersama teman-temannya yang memiliki satu tujuan. Sebenarnya sah-sah saja jika para
remaja membentuk sebuah genk jika itu tidak merugikan atau berdampak negatif bagi dirinya
atau orang lain, yang akan jadi masalah adalah ketika mereka membentuk sebuah genk yang
justru banyak dampak negatifnya dan sering membuat masalah. Di sini peneliti menemukan
bahwa bentuk tindakan bullying yang sering dilakukan oleh genk pelaku di antaranya:
membentak, menyuruh, memalak, tidak memperbolehkan junior mereka untuk duduk di
kantin sekolah, tidak boleh bermain dengan kakak kelas wanita, dan lain sebagainya, ada
banyak peraturan aneh yang di buat oleh genk dari pelaku. Hal yang telah dipaparkan di atas,
peneliti sejalan dengan teori yang di ungkapkan oleh Benites dan Justicia (dalam Usman, 2013)
bahwa kelompok teman sebaya (genk) yang cenderung ke arah negatif atau yang memiliki
masalah di sekolah akan memberikan dampak yang buruk pula bagi temanteman lainnya
seperti berperilaku dan berkata kasar terhadap guru atau sesama teman yang lain. Hal ini
memperjelas bahwa kelompok teman sebaya menjadi salah satu faktor yang paling dominan
penyebab terjadinya perilaku bullying siswa di sekolah.
Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit
tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan dalam kasus-kasus yang
ekstrim seperti insiden yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa mengakibatkan kematian.
2. Menurunnya Kesejahteraan Psikologis
Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya
kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Dari
penelitian yang dilakukan Riauskina dkk., ketika mengalami bullying, korban merasakan
banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman,
terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat
berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka
ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di
sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk
sekolah. Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya
gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut,
depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress
disorder).
Menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer belajar tanpa rasa takut, melalui pendidikan
karakter, menciptakan kebijakan pencegahan bullying di sekolah dengan melibatkan siswa,
menciptakan sekolah model penerapan sistem anti-bullying, serta membangun kesadaran
tentang bullying dan pencegahannya kepada stakeholders sampai ke tingkat rumah tangga dan
tempat tinggal.
2. Menata Lingkungan Sekolah Dengan Baik.
Menata lingkungan sekolah dengan baik, asri dan hijau sehingga anak didik merasa nyaman
juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan akan membantu untuk
pencegahan bullying.
3. Dukungan Sekolah terhadap Kegiatan Positif Siswa.
Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa.
Selanjutnya sekolah menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan
sekolah, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas
terhadap tindakan bullying.
Ratiyono mengemukakan dua strategi untuk mengatasi bullying yakni strategi umum dan
khusus.
1. Strategi umum dijabarkan dengan menciptakan kultur sekolah yang sehat. Ratiyono
mendeskripsikan kultur sekolah sebagai pola nilai-nilai, norma, sikap, ritual, mitos dan
kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah
dilaksanakan oleh warga sekolah secara bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf
administrasi maupun siswa sebagai dasar dalam memahami dan memecahkan berbagai
persoalan yang muncul.
2. Sedangkan strategi khusus adalah mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang
menyebabkan terjadinya tindakan bullying di lingkungan sekolah, aktifkan semua
komponen secara proporsional sesuai perannya dalam menanggulangi perilaku bullying,
susun program aksi penanggulangan bullying berdasarkan analisis menyeluruh dan
melakukan evaluasi dan pemantauan secara periodik dan berkelanjutan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana
tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan memnuat seseorang
merasa tidak nyaman.
Pemahaman moral adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa
suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa
sesuatu adalah baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk,
tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik
atau buruk.
Peserta didik dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan
yang akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau
melakukan bullying kepada temannya.
Selain itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan
pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dan
dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang. Untuk itu mereka seyogyanya
mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk perkembangannya.
2. Saran
dari http://www.masbied.com.
darihttp://www.upi.edu.ac.id.
http://www.nurrahmawatidududu.blogspot.com.
Sahputra, H. (2009). Stop Bullying di Kalangan Pelajar. Diperoleh pada 07 Desember 2013
dari http://www.kabarindonesia.com.