Panduan Etika Dan Perilaku Dokter Spesialis Anak Indonesia
Panduan Etika Dan Perilaku Dokter Spesialis Anak Indonesia
PANDUAN
ETIKA
DAN
PERILAKU
PROFESI
DOKTER
SPESIALIS
ANAK
INDONESIA
(PEP-‐DSAI)
(RANCANGAN)
Tim
Penyusun
Agus
Firmansyah
Hadjat
S
Digdowirogo
Soepardi
Soedibyo
Zakiudin
Munasir
Iramaswati
Kamarul
KONTRIBUTOR
Staf
Ahli
Agus
Purwandianto
Herkutanto
Sesepuh
IDAI
Bambang
Permono
Husein
Alatas
Iskandar
Wahidiyat
Koesno
Martoatmodjo
Rusdi
Ismail
Soetjiningsih
Anggota
BP2A
Cabang
Adrian
Umboh
Ag.
Soemantri
Hardjojuwono
Ahmad
Dimyati
Syakur
Aumas
Pabuti
Bidasari
Lubis
Charles
Hutasoit
Edi
Hartoyo
Erling
David
Kaunang
Herry
D.
Nawing
I
Nyoman
Sugitha
I.
Boediman
Indra
Yanti.
M.
Sjoekri
Ridwan
Made
Tirtha
Yasa
Meita
Dhamayanti
Metrizal
Munar
Lubis
Nurul
Hidayah
Pandji
Prijadi
Budojo
Raihan
Ridwanto
Riswandi
Riza
Iriani
Nasution
Rudi
Ruskawan
Sunartini
Hapsara
Syamsul
Arief
Syarif
Darwin
Ansor
Wisman
Herminto
Ade
Febrina
Catharina
Rini
Pratiwi
Chairul
Yoel
Dyah
Silviaty
Endah
Citra
Resmi
Etty
Widyastuti
Faisal
Haris
Marta
Saputra
Ina
Rosalina
Irwanto
Julius
Anzhar
Leberina
Tresia
Maria
Lilia
Dewayanti
Murdoyo
Rahmanoe
Novie
Hamenta
Rampengan.
Riva
Auda
Sang
Ayu
Kompiang
Indriyani
Sudigdo
Sastroasmoro
Wulandewi
Marhaen
Yazid
Dimyati
Sambutan
Ketua
Badan
Pembinaan
dan
Pembelaan
Anggota,
Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia
(BP2A
IDAI)
Nilai-‐nilai
etika
bukanlah
milik
satu
atau
dua
orang,
atau
segolongan
orang
saja,
tetapi
milik
setiap
kelompok
masyarakat.
Dengan
nilai-‐nilai
etika
tersebut,
suatu
kelompok
masyarakat
diharapkan
akan
mempunyai
tata
nilai
untuk
mengatur
kehidupan
bersama.
Oleh
karena
itu,
Panduan
Etika
dan
Perilaku
Profesi
adalah
pedoman
sikap,
tingkah
laku
dan
perbuatan
dalam
melaksanakan
tugas
dan
dalam
kehidupan
sehari-‐hari.
Dengan
kata
lain,
panduan
etika
dan
perilaku
profesi
ibarat
kompas
yang
menunjukkan
arah
moral
bagi
suatu
profesi
dan
sekaligus
juga
menjamin
mutu
moral
profesi
itu
di
mata
masyarakat.
Berhubung
kelompok
masyarakat
bersifat
dinamis
maka
nilai–nilai
etika
juga
berkembang
sesuai
kemajuan
IPTEK
dan
zaman.
Masyarakat
dokter
spesialis
anak
merupakan
masyarakat
yang
berkeahlian
dan
berkemahiran
yang
diperoleh
melalui
proses
pendidikan
dan
pelatihan
yang
berkualitas
dan
berstandar
tinggi,
yang
dalam
menerapkan
semua
keahlian
dan
kemahirannya
yang
tinggi
itu,
hanya
dapat
dikontrol
dan
dinilai
dari
dalam
oleh
rekan
sejawat
dokter
spesialis
anak
sendiri.
Kehadiran
IDAI
dengan
perangkat
built-‐in
mechanism
berupa
Panduan
Etika
dan
Perilaku
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia
jelas
akan
diperlukan
untuk
menjaga
martabat
serta
kehormatan
profesi,
dan
di
sisi
lain
melindungi
masyarakat
dari
segala
bentuk
penyimpangan
maupun
penyalahgunaan
keahlian.
Setelah
melakukan
diskusi
yang
panjang,
mendalam
dan
memakan
waktu,
akhirnya
kami
dapat
merangkum
prinsip-‐prinsip
dan
nilai-‐nilai
luhur
yang
dianut
oleh
Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia
(IDAI)
sebagai
perhimpunan
profesi
kita.
Panduan
etika
dan
perilaku
profesi
ini
merupakan
suplemen
dari
Kode
Etik
Kedokteran
Indonesia
(KODEKI)
dan
peraturan
perundangan
yang
berlaku
yang
berkaitan
dengan
profesi
kita.
Semoga
buku
ini
dapat
bermanfaat
bagi
sejawat
sekalian,
sebagai
acuan,
dalam
menjalankan
pekerjaan
dan
pergaulan
sehari-‐hari.
Asupan
berupa
komentar
dan
kritik
atau
apapun
sangat
kami
hargai
dan
harapkan
untuk
penyempurnaan
buku
ini
di
masa
mendatang.
Sambutan
Ketua
Pengurus
Pusat
Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia
Salam
hormat
dari
Pengurus
Pusat
Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia.
Pertama
tama,
kami
ingin
mengucapkan
terima
kasih
kepada
BP2A
IDAI
yang
telah
merangkum
prinsip
-‐
prinsip
dan
nilai
nilai
luhur
dari
IDAI
menjadi
satu
Panduan
Etika
dan
Perilaku
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia.
Kami
memahami
untuk
mewujudkan
hal
ini
bukan
satu
pekerjaan
yang
mudah;
diperlukan
koordinasi
dengan
berbagai
pihak
terkait
dan
kajian
mendalam,
agar
hasil
yang
diperoleh
dapat
menjadi
pedoman
setiap
anggota
IDAI.
Etik
dan
profesionalisme
menjadi
hal
yang
makin
diperhatikan,
tidak
saja
oleh
masyarakat
tetapi
juga
oleh
organisasi
profesi.
Kode
etik
kedokteran
di
berbagai
negara
terus
dikembangkan,
direvisi
dan
disempurnakan.
Keselamatan
dan
kesehatan
pasien
menjadi
pokok
utama.
Para
profesional
juga
memerlukan
kode
etik
yang
lebih
rinci
sesuai
bidangnya,
sehingga
mereka
memiliki
panduan
yang
lebih
jelas.
Sebuah
kematangan
dan
kebanggaan
dari
sebuah
organisasi
profesi,
ketika
melihat
anggotanya
bekerja
selalu
memperhatikan
kode
etik.
Panduan
Etika
dan
Perilaku
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia
sangat
diperlukan
oleh
IDAI
sebagai
organisasi
profesi
dokter
spesialis
anak
satu-‐satunya
di
Indonesia,
agar
anggotanya
dapat
bekerja
di
bidangnya
secara
profesional
dan
terintegrasi.
Dengan
mempertimbangkan
bahwa
anak
tidak
dapat
disamakan
dengan
orang
dewasa
secara
umum,
maka
keberadaan
Panduan
Etika
dan
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia
menjadi
sangat
penting.
Panduan
ini
diharapkan
dapat
melengkapi
hal
yang
telah
tercantum
secara
umum
dalam
Kode
Etik
Kedokteran
Indonesia
(KODEKI)
maupun
peratuan
perundangan
terkait
kesehatan
anak
yang
ada,
agar
para
dokter
spesialis
anak
Indonesia
lebih
mudah
dalam
mengimplementasi
nilai-‐nilai
etika
dan
profesionalisme
yang
diharapkan
pada
dirinya.
Kami
berharap
semua
anggota
IDAI
membaca
panduan
ini
dan
menerapkannya
saat
menjalankan
keprofesiannya
sehari-‐hari,
sehingga
kita
dapat
selalu
memberikan
pelayanan
kesehatan
anak
yang
lebih
baik
dari
waktu
sebelumnya.
Selamat
bertugas,
semoga
Tuhan
Yang
Mahe
Esa
selalu
memberkahi
segala
upaya
kita
dalam
meningkatkan
kualitas
pelayanan
kesehatan
anak
Indonesia.
Dr.
Badriul
Hegar,
Ph.D,
SpA(K)
Ketua
Umum
Pengurus
Pusat
Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia
Sambutan
Ketua
Majelis
Kehormatan
Etika
Kedokteran
Pusat
Ikatan
Dokter
Indonesia
Salam
sejawat,
Saya
ucapkan
terimakasih
kepada
IDAI
yang
telah
menjabarkan
KODEKI
menjadi
lebih
spesifik
di
bidang
kesehatan
anak.
Sebagaimana
diketahui
keputusan
etik
selalu
mendasari
setiap
perilaku
dokter
di
dalam
melakukan
pelayanan
kesehatan
dan
Kedokteran.
Dasar
keputusan
etik
kedokteran
bersumber
pada
Autonomy,
Beneficence
,
Non
Maleficence
dan
Justice.
Saya
percaya
bahwa
dalam
Pendidikan
Dokter
Spesialis
Anak
pasti
ada
modul
tentang
etika
kedokteran
dan
saya
percaya
para
Gurubesar
dan
Senior
di
Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia
selalu
berupaya
menjadi
role
model
yang
baik
dalam
menjalankan
praktek
spesialisasi
sebagai
dokter
spesialis
anak,
tetapi
karena
zaman
selalu
berubah
maka
sebagai
ketua
MKEK
saya
membuat
kebijakan
pada
setiap
kegiatan
CPD/CME
harus
ada
materi
etika
jika
ingin
mendapatkan
nilai
satuan
kredit
dari
IDI.
Hal
tersebut
dimaksudkan
supaya
Etika
Kedokteran
dihayati
dalam
setiap
langkah
kita
sebagai
dokter.
Sekali
lagi
selamat
mengabdi
pada
kemanusiaan
dengan
selalu
mengedepankan
nilai
nilai
Etika
Kedokteran.
Wassalam,
Dr.
Prijo
Sidipratomo,
Sp.
Rad
Ketua
MKEK
Pusat
IDI.
Daftar Isi
MUKADIMAH................................................................................................................................................1
BAB I UMUM................................................................................................................................3
PROFESI.............................................................................................................................23
PENUTUP....................................................................................................................................................26
DAFTAR KEPUSTAKAAN..............................................................................................................................27
MUKADIMAH
Kehidupan
manusia
(sikap
dan
perilaku)
secara
individual
maupun
kolektif
di
dalam
suatu
organisasi
(poleksosbud),
tidak
bisa
lepas
dari
batasan
norma-‐norma
kehidupan
yang
baik:
Agama
(demi
keyakinan
terhadap
Tuhan
YME),
Hukum
(aturan
tentang
hak
dan
kewajiban),
serta
Etika
(sadar
kewajiban
antar
sesama
manusia).
Dokter
adalah
suatu
profesi,
maka
layaknya
seorang
profesional
seorang
dokter
harus
mematuhi
norma-‐norma
etika,
disiplin
keilmuan
dan
hukum.
Untuk
norma
etika
diperlukan
suatu
kode
etik
yang
mengaturnya.
Panduan
etika
dan
perilaku
profesi
merupakan
pedoman
dasar
yang
didesain
untuk
membantu
profesional
bekerja
di
bidangnya
secara
jujur
dan
berintegritas.
Panduan
etika
dan
perilaku
profesi
sebuah
organisasi
dibuat
untuk
membantu
anggotanya
memahami
pengertian
tentang
yang
“baik”
dan
“buruk”
sesuai
kepatutan
dan
menerapkan
pengertian
itu
dalam
menjalankan
keprofesiannya.
Panduan
ini
adalah
panduan
moral
bagi
dokter
spesialis
anak
agar
martabat
profesi
yang
mulia
tetap
terjaga.
Sebagai
panduan
moral
rumusan-‐rumusan
dalam
pasal-‐pasal
panduan
etika
dan
perilaku
profesi
dokter
spesialis
anak
Indonesia
ini
tidak
dapat
digunakan
untuk
menentukan
pelanggaran
seorang
dokter
dalam
bidang
hukum..
Untuk
menentukan
pelanggaran
seorang
dokter
dalam
bidang
hukum,
digunakan
norma-‐norma
hukum
dan
bukan
norma-‐norma
etika
profesi.
Untuk
menjaga
kehormatan
ilmu
kedokteran
digunakan
disiplin
keilmuan.
Dokter
spesialis
anak
adalah
dokter
yang
terdidik
hingga
lulus
dan
dipercaya
memberikan
pelayanan
kesehatan
anak
secara
komprehensif.
Selain
terikat
pada
peraturan
perundangan
yang
berlaku
di
negeri
ini,
dokter
spesialis
anak
juga
harus
mematuhi
Kode
Etik
Kedokteran
Indonesia
(KODEKI)
dan
Panduan
Etika
dan
Perilaku
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia
(PEP-‐DSAI).
Sebagai
dasar,
anak
bukan
miniatur
orang
dewasa
karena
anak
adalah
manusia
dengan
keunikan
dan
kekhususannya,
yang
memerlukan
perhatian
pada
norma-‐norma
dan
nilai-‐nilai
khusus
dalam
pelayanan
kesehatan
anak.
Anak,
pada
umumnya,
adalah
mereka
yang
berusia
di
bawah
delapan
belas
tahun.
Anak
melewati
masa
neonatus,
bayi,
anak
dan
remaja,
sebelum
menjadi
manusia
dewasa.
Semua
tahapan
perkembangan
itu
mempunyai
keunikan
dan
kekhususan
tersendiri.
PEP-‐DSAI
ini
mengandung
kerangka
garis
besar
norma-‐norma
etika
dan
perilaku
profesi
bagi
dokter
spesialis
anak
Indonesia.
Buku
ini
tentu
tidak
dapat
memberikan
jawaban
dan
solusi
yang
mudah
bagi
masalah
pelayanan
kesehatan
anak
yang
kompleks
yang
dihadapi
dokter
spesialis
anak
sehari-‐
hari,
tetapi
paling
tidak
memberikan
refleksi
prinsip-‐prinsip
dan
nilai-‐nilai
yang
dianut
IDAI
dalam
memberikan
pedoman
sikap
dan
perilaku
anggotanya
dalam
melaksanakan
profesinya.
Pada
hakekatnya,
nilai-‐nilai
yang
dikandung
dalam
buku
ini
merupakan
landasan
moral
yang
menjunjung
tinggi
kemanusiaan,
kearifan,
saling
menghormati,
demokratis,
kejujuran,
integritas,
kearifan,
keberanian,
tidak
diskriminatif
(inklusivitas),
saling
asah
asih
asuh,
tanggung
jawab
sosial-‐budaya
dan
berakhlak
mulia.
Istilah
moral
mengandung
integritas
dan
martabat
pribadi
manusia.
Moral
merupakan
ajaran-‐ajaran,
patokan-‐patokan,
lisan
maupun
tertulis.
Manusia
harus
hidup
dan
bertindak
menjadi
manusia
yang
baik.
Sedangkan
etika
merupakan
pemikiran
yang
kritis
dan
mendasar,
yang
menjadi
dasar
kesusilaan
dan
tata
krama.
Selain
KODEKI,
panduan
ini
diharapkan
menjadi
rujukan
bagi
sikap
dan
perilaku
dokter
spesialis
anak
dalam
menjalankan
tugasnya
sehari-‐hari
melayani
kesehatan
anak
di
Indonesia.
BAB
I
UMUM
Pasal
1
Setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
memiliki
martabat
dan
mematuhi
etika,
sopan
santun
dan
mematuhi
peraturan
yang
berlaku
Penjelasan:
Dokter
spesialis
anak
menampilkan
dirinya
dalam
cara
berpikir,
bertindak
dalam
sikap
dan
budi
pekerti
yang
luhur
serta
penuh
sopan
santun.
Dokter
spesialis
anak
wajib
menjunjung
tinggi
sumpah
dokter
dan
KODEKI
serta
tidak
akan
menggunakan
profesinya
bertentangan
dengan
asas
perikemanusiaan.
Secara
sadar,
dokter
spesialis
anak
mematuhi
peraturan
perundang-‐undangan
dan
pedoman
keilmuan
yang
berlaku.
PEP-‐DSAI
ini
berlaku
pula
pada
dokter
spesialis
anak
asing
yang
berpraktek
di
Indonesia.
Pasal
2
Dalam
mengamalkan
profesi
kedokteran,
setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
bersikap
professional,
yaitu
jujur
dan
dapat
dipercaya,
dapat
dihandalkan
dan
bertanggung
jawab,
menghormati
orang
lain,
bersikap
kasih
sayang
dan
empati,
tidak
diskriminatif,
selalu
meningkatkan
kemampuan
diri,
kesadaran
terhadap
kemampuan
diri,
mampu
berkomunikasi
dan
berkolaborasi
dengan
anak,
serta
berjiwa
pengabdian
Penjelasan:
Komunikasi
secara
jujur
dengan
isi
informasi
yang
dapat
dipercaya
baik
oleh
kelompok
keahlian
maupun
oleh
pasien,
keluarga
dan
masyarakat.
Keputusan
dan
langkah-‐langkahnya
dapat
diandalkan
dan
dipertanggung
jawabkan,
karena
selalu
didasarkan
kepada
bukti
ilmiah
yang
mutakhir.
Kepentingan
pasien
lebih
diutamakan,
disampaikan
secara
simpatik
dengan
empati,
tanggap
dan
responsif
terhadap
masalah
yang
dihadapi
oleh
pasien
beserta
keluarganya.
Dalam
hal
dijumpai
masalah
yang
di
luar
kemampuan
kompetensinya,
dokter
spesialis
anak
wajib
melakukan
kerjasama/konsultasi
dengan
sejawat
lain
yang
memiliki
kompetensi
sesuai
yang
dibutuhkan
pasien.
Dokter
spesialis
anak
diharapkan
tidak
mencantumkan
sebutan
atau
gelar
yang
bukan
haknya
atau
tidak
relevan
dengan
praktik
profesinya.
Pasal
3
Dalam
melakukan
pekerjaan
kedokterannya,
seorang
dokter
spesialis
anak
tidak
boleh
dipengaruhi
oleh
sesuatu
yang
mengakibatkan
hilangnya
kebebasan
dan
kemandirian
profesi
Penjelasan:
Dalam
melaksanakan
kegiatan
profesinya
seorang
dokter
spesialis
anak
harus
bersikap
rasional,
artinya
bertindak
sesuai
indikasi,
biaya
yang
wajar
sesuai
dengan
manfaat,
berbasis
bukti,
aman,
mematuhi
tatalaksana
(standar
prosedur
operasional
yang
berlaku),
serta
memberi
informasi
yang
memadai.
Nuansa
etika
pada
penggunaan
berbagai
alat
kedokteran,
daftar
obat
esensial
dan
pedoman
pengobatan
dapat
berpengaruh
pada
kewajaran
tindakan
kedokteran.
Jiwa
pengabdian
mendorong
dokter
spesialis
anak
bersikap
lebih
mementingkan
kepentingan
pasien
daripada
kepentingan
pribadi.
Atas
pelayanan
yang
telah
diberikan
dokter
spesialis
anak
memperoleh
jasa
medis.
Dalam
kaitan
ini,
dokter
spesialis
anak
dituntut
untuk
mematuhi
etika
serta
menghindari
adanya
konflik
kepentingan.
Kontribusi
perusahaan
farmasi
kepada
dokter
disepakati
hanya
untuk
kegiatan
peningkatan
profesionalisme,
dalam
bentuk
registrasi,
akomodasi
dan
transportasi.
Pasal
4
Dalam
menangani
pasien
anak,
dokter
spesialis
anak
wajib
memperlakukannya
sebagai
anak
sendiri
Penjelasan:
Anak
sendiri
pasti
diperlakukan
dengan
cara
yang
terbaik
oleh
orangtuanya.
Anak
diberikan
yang
terbaik
dan
dihindarkan
dari
yang
buruk
dan
diasabilitas.
Dokter
spesialis
anak
wajib
melakukan
rawat
inap
sesuai
indikasi,
menegakkan
diagnosis,
memberikan
pengobatan,
dan
melakukan
tindakan
medis
sesuai
panduan
/
kedokteran
berbasis
bukti
yang
berkualitas
tinggi
sesuai
dengan
kebutuhan
pasien.
Pasal
5
Penelitian
pada
anak
harus
mengikuti
prinsip
dasar
etika
penelitian
yang
dianut
secara
internasional
Penjelasan:
Prinsip
dasar
etika
penelitian
adalah
(1)
menghormati
harkat
dan
martabat
manusia
(respect
for
human
dignity),
(2)
menghormati
privasi
dan
kerahasiaan
subyek
penelitian
(respect
for
privacy
and
confidentiality),
(3)
keadilan
dan
inklusivitas
(respect
for
justice
and
inclusiveness),
dan
(4)
memperhitungkan
manfaat
dan
kerugian
yang
ditumbulkan
(balancing
harms
and
benefits).
Peneltian
kesehatan
harus
berlandaskan
moral
yang
tinggi
yang
menjadi
dasar
‘bukti
ilmiah’.
Keterlibatan
anak
dalam
penelitian
diatur
pada
Deklarasi
Helsinki.
Penelitian
yang
melibatkan
anak
hendaknya
berpotensi
memberi
manfaat
untuk
anak
secara
umum,
selama
penelitian
tersebut
tidak
merugikan
kepentingannya
atau
hanya
berisiko
minimal.
Selain
itu,
memiliki
manfaat
terapeutik
bagi
pasien
sendiri
dengan
mempertimbangkan
rIsiko
yang
mungkin
terjadi
dan
diusahakan
seminimal
mungkin.
Untuk
menjaga
ketentuan
di
atas,
rancangan
penelitian
terlebih
dahulu
memperoleh
lolos
uji
etik
dari
Komite
Etik
Penelitian
setempat.
Pasal
6
Setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
berhati-‐hati
dalam
mengumumkan
dan
menerapkan
temuan
hasil
penelitian
atau
analisis
Penjelasan:
Dokter
spesialis
anak
dianjurkan
menulis
artikel
penelitian
atau
analisis
ilmiahnya
dalam
media
umum
atau
jurnal
kedokteran.
Dokter
spesialis
anak
wajib
berhati-‐hati
dalam
menulis
artikel
atau
analisis
yang
dapat
menimbulkan
polemik
maupun
kekhawatiran
publik
tanpa
didasari
kajian
ilmiah.
Dokter
spesialis
anak
juga
perlu
berhati-‐hati
dalam
mengumumkan
dan
menerapkan
setiap
temuan
teknik
pengobatan
atau
obat
baru
yang
belum
diuji
kebenarannya.
Temuan
baru
untuk
menatalaksana
penyakit
anak
sebaiknya
dibahas
terlebih
dahulu
dalam
forum
ilmiah
IDAI.
Pasal
7
Dana
penelitian
dapat
diperoleh
dari
donasi
mitra
IDAI,
dengan
ketentuan
bahwa
hasil
penelitian
dipublikasi
sesuai
dengan
hasil
yang
diperoleh
tanpa
sensor
dari
pihak
sponsor
Penjelasan:
Dalam
hal
melakukan
penelitian,
pendanaan
tidak
menerima
donasi
dari
perusahaan
yang
bergerak
di
bidang
tembakau
dan
produk
lain
tembakau,
alkohol
dengan
produk
lainnya,
tidak
melanggar
UU
dan
Peraturan
Pemerintah
tentang
ASI
eksklusif.
Hasil
penelitian
yang
didanai
sponsor,
dipublikasi
sesuai
hasil
tanpa
intervensi
pihak
sponsor.
Segala
hal-‐ihwal
donasi
dilaksanakan
sesuai
dengan
Pedoman
Bermitra
Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia,
tahun
2010.
BAB
II
PANDANGAN
TERHADAP
ANAK
Pasal
8
Area
kompetensi
dokter
spesialis
anak
terbatas
pada
seseorang
sejak
lahir
hingga
sebelum
berusia
18
(delapan
belas)
tahun
Penjelasan:
Batasan
anak
adalah
seseorang
yang
belum
berusia
18
(delapan
belas)
tahun
(kecuali
bila
sudah
menikah
dini).
Dengan
demikian
anak
yang
sudah
memasuki
umur
lebih
dari
18
tahun,
bukan
lagi
area
kompetensi
dokter
anak
untuk
menangani
kesehatannya.
Masalah
muncul
kalau
setelah
usia
18
tahun,
anak
atau
orang
tua
meminta
kepada
dokter
anak
untuk
tetap
berperan.
Mungkin
pula
dokter
yang
memiliki
kompetensi
sesuai
penyakit
yang
diderita
pasien
tidak
bersedia
atau
tidak
ada
di
daerah
tinggal
pasien.
Untuk
memperpanjang
hubungan
dokter-‐pasien,
agar
tidak
menyalahi
peraturan
yang
ada,
orang
tua/pengampu
perlu
membuat
permintaan
tertulis.
Sama
halnya
dengan
bayi
dalam
kandungan,
dimana
pemeliharaan
kesehatan
kandungan
dan
kehamilannya
menjadi
kompetensi
dokter
spesialis
kandungan
dan
ginekologi.
Dalam
keadaan
khusus,
bila
telah
terdekteksi
bayi
dengan
kelainan
bawaan
yang
sangat
mempengaruhi
kualitas
hidup
setelah
dilahirkan,
dokter
spesialis
anak
wajib
memberikan
pertimbangan.
Demikian
juga
kelahiran
dengan
risiko
tinggi,
dokter
spesialis
anak
wajib
menganjurkan
kelahiran
dilakukan
di
rumah
sakit
dengan
fasilitas
dan
sumber
daya
yang
memadai.
Bagi
anak/remaja
yang
telah
menikah,
bila
status
formal
telah
bersuami,
dianggap
sebagai
orang
dewasa.
Tetapi
bila
tidak
jelas
menikah,
merupakan
abuse,
dokter
spesialis
anak
secara
moral
masih
diharapkan
melindunginya.
Secara
etika
kasus
demikian
ditangani
oleh
tim
multi
profesi.
Pasal
9
Seorang
dokter
spesilais
anak
wajib
memberlakukan
anak
remaja
sesuai
dengan
masa
pertumbuhan
dan
perkembangannya
Penjelasan:
Anak
usia
remaja
(sejak
usia
10
tahun)
mengalami
pertumbuhan
dan
perkembangan
organ
reproduksinya.
Terjadi
perubahan
pada
alat
kelamin
primer
dan
alat
kelamin
sekunder,
tertarik
pada
lawan
jenisnya,
ingin
memperlihatkan
identitas
diri,
ingin
tahu
proses
yang
sedang
berlangsung
pada
dirinya.
Karena
secara
psikologis
remaja
tidak
mau
lagi
disamakan
dengan
anak
kecil,
diperlukan
tempat
pemeriksaan
yang
menjamin
privatisasinya,
baik
pada
pelayanan
rawat
jalan
maupun
pelayanan
rawat
inap.
Terlebih
pelayanan
kesehatan
seksual
remaja
bersifat
pribadi
dan
konfidensial.
Tuntunan
kesehatan
reproduksi
adalah
menjamin
tidak
terganggunya
atau
menghambat
kemampuan
reproduksi
secara
sehat.
Dalam
hal
remaja
menderita
penyakit
kronik
yang
akan
memasuki
usia
lebih
dari
18
tahun,
sesuai
jenis
kasusnya
dilimpahkan
ke
dokter
yang
memiliki
kompetensi
untuk
menangani
kasus
tersebut.
Tetapi
kalau
tidak
terdapat
dokter
yang
bisa
meneruskan/tidak
bersedia,
maka
penanganan
kasus
bisa
dilanjutkan
dengan
terlebih
dahulu
memberi
informasi
kepada
Komite
Medik
rumah
sakit
setempat
atau
perhimpunan
dokter
terkait.
BAB
III
TUMBUH
KEMBANG
Pasal
10
Setiap
dokter
anak
wajib
berupaya
mengoptimalkan
tumbuh
kembang
anak
secara
komprehensif
meliputi
upaya
promotif,
preventif/pencegahan
penyakit
termasuk
melalui
program
imunisasi,
diagnosis
dini,
kuratif/pengobatan
segera
hingga
rehabilitasi
sebagai
wujud
kepedulian
dan
tanggung
jawab
untuk
menangani
masalah
mendasar
kesehatan
anak
di
Indonesia
Penjelasan:
Sehat
meliputi
kesehatan
jasmani/fisik,
rohani,
intelektual,
sosial
dan
spiritual.
Dengan
demikian
diharapkan,
anak
sehat
dapat
menjadi
manusia
dewasa
sesuai
dengan
potensi
yang
dimilikinya.
Oleh
karena
itu
upaya
kesehatan
harus
dilakukan
secara
komprehensif,
meliputi
upaya
promotif,
pencegahan
penyakit
termasuk
imunisasi,
diagnosis
dini,
pengobatan
segera
dan
rehabilitasi.
Imunisasi
memberikan
kekebalan
spesifik
terhadap
penyakit
tertentu,
oleh
karena
itu
wajib
diberikan.
IDAI
telah
menyusun
skedul
imunisasi
yang
setiap
saat
mengalami
penyempurnaan
sesuai
dengan
perkembangan
baru.
Penjelasan
kepada
orangtua
perlu
diberikan
sebelum
melakukan
imunisasi.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
nomor
290
tahun
2008
tentang
Persetujuan
Tindakan
Kedokteran
pasal
15
berbunyi:
“Dalam
hal
tindakan
kedokteran
harus
dilaksanakan
sesuai
program
pemerintah,
dimana
tindakan
medik
tersebut
untuk
kepentingan
masyarakat
banyak,
maka
persetujuan
tindakan
kedokteran
tidak
diperlukan.”
Dalam
hal
orangtua
tetap
menolak
imunisasi
setelah
diberikan
penjelasan
lengkap,
maka
penolakan
orangtua,
perlu
dicatat
pada
berkas
rekam
medis.
Sementara
kemampuan
pemerintah
terbatas,
imunisasi
yang
belum
dimasukkan
ke
dalam
program
pemerintah,
pelaksanaannya
disesuaikan
dengan
kemampuan
orangtua
pasien.
Pasal
11
Setiap
Dokter
spesialis
anak
wajib
berupaya
memanfaatkan
Air
Susu
Ibu
(ASI)
secara
dini
dan
optimal
untuk
tumbuh
kembang
anak
Penjelasan:
Setiap
bayi
berhak
mendapatkan
air
susu
ibu
eksklusif
sejak
dilahirkan
selama
6
(enam)
bulan,
kecuali
atas
indikasi
medis.
Pelaksanaan
pemberian
ASI
eksklusif
telah
diatur
pada
peraturan
pemerintah.
Pemerintah
Indonesia
meluncurkan
‘Program
Rumah
Sakit
Sayang
Bayi’
dengan
melaksanakan
10
(sepuluh)
langkah
menuju
keberhasilan
menyusui.
Untuk
itu,
perusahaan
di
mana
ibu
menyusui
yang
bekerja
dan
di
tempat-‐tempat
umum,
dianjurkan
penyediaaan
‘pojok
ASI’.
Pasal
12
Dalam
melakukan
pelayanan
kesehatan
anak,
setiap
dokter
spesialis
anak
mempunyai
tanggung
jawab
untuk
mengawal
anak
untuk
mencapai
kualitas
hidup
optimal
sesuai
dengan
kondisi
dan
tumbuh
kembang
anak
Penjelasan:
Proses
tumbuh
kembang
dimulai
sejak
bertemunya
sperma
dengan
sel
telur
di
kandungan
seorang
ibu,
melalui
masa
dalam
kandungan,
persalinan,
neonatus,
masa
bayi,
balita,
usia
sekolah,
masa
remaja
dan
memasuki
usia
dewasa
setelah
melampaui
umur
18
(delapan
belas)
tahun.
Yang
dimaksud
dengan
berkualitas
optimal
adalah
tidak
hanya
bebas
dari
penyakit
namun
juga
berkembang
sesuai
dengan
potensi
yang
dimiliki.
Berbagai
keadaan
misalnya
malnutrisi,
berbagai
penyakit
infeksi,
penyakit
menahun,
pengaruh
lingkungan,
keganasan
atau
gangguan
dalam
proses
pembentukan
organ,
menyebabkan
seorang
anak
berada
dalam
keadaan
tidak
ideal,
sehingga
tidak
memungkinkan
mencapai
kualitas
seperti
anak
yang
tidak
memiliki
masalah.
Demikian
pula
halnya
dengan
pelayanan
terhadap
anak
dengan
kebutuhan
khusus/disabilitas/difabel.
Untuk
hal
seperti
ini
menjadi
kewajiban
dokter
spesialis
anak
untuk
mengupayakan
tumbuh
kembang
secara
maksimal
untuk
mencapai
hasil
yang
optimal.
Bila
dalam
pengananan
kasus
mengalami
kesulitan,
harus
merujuk
kepada
yang
lebih
kompeten.
Intinya
adalah
pemenuhan
hak
anak
terhadap
akses
pelayanan
kesehatannya.
BAB
IV
PRINSIP
TATA
LAKSANA
KASUS
Pasal
13
Setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
mengikuti
bukti
ilmiah
yang
ada
disertai
Komunikasi-‐
Informasi
–
Edukasi
(KIE)
yang
meliputi
penjelasan
umum
kasus,
pencegahan,
pengobatan
dan
pengaruhnya
terhadap
kualitas
hidup
anak
dengan
memperhatikan
nilai-‐nilai,
harkat
dan
martabat
anak
(value)
dengan
mengutamakan
keselamatan
pasien
Penjelasan:
Organisasi
IDAI
dibentuk
untuk
meningkatkan
derajat
kesehatan
dan
kesejahteraan
anak
dalam
pembangunan
manusia
Indonesia
seutuhnya.
Oleh
karena
itu
dalam
menghadapi
setiap
kasus
dan
masalah
kemasyarakatan
harus
dikembalikan
ke
tujuan
organisasi.
Dalam
menangani
setiap
kasus
tumbuh
kembang
anak
harus
dinilai.
Pedoman
pelayanan
medis,
Rekomendasi,
dan
buku
–
buku
rujukan
lain
yang
direkomendasikan
oleh
IDAI
dipakai
sebagai
panduan
penyelesaian
kasus
(yang
disusun
berdasarkan
bukti
ilmiah).
Sesuai
dengan
tingkat
pelayanan
institusi
pelayanan
kesehatan
di
tempat
anggota
IDAI
bekerja,
panduan-‐panduan
tersebut
disusun
dalam
Standar
Prosedur
Operasional/SPO,
termasuk
tempat
praktek
pribadi.
Tindakan
medik
yang
dilakukan
berdasarkan
indikasi,
yang
dikerjakan
mengikuti
SPO
serta
seijin
orangtua
pasien
untuk
melindungi
dokter
spesialis
anak
dari
tuntutan
hukum.
Selain
itu,
komunikasi
–
informasi
-‐
edukasi
terhadap
pasien
dan
antar
dokter
merupakan
bagian
penting
yang
harus
dilakukan
sebagai
upaya
untuk
meningkatan
kesehatan
pasien.
Bila
diperlukan,
dokter
spesialis
anak
harus
melaksanakan
penanganan
multidisiplin
dalam
satu
tim
yang
melayani
pasien.
Anggota
tim
harus
berperan
sesuai
dengan
kompetensinya,
serta
menghargai
profesi
mitra
kerjanya
(Interprofessional
teamwork).
Pasal
14
Dalam
memberikan
pelayanan
kesehatan
anak,
seorang
dokter
spesialis
anak
dapat
memanfaatkan
teknologi
kedokteran
baru
yang
telah
terbukti
secara
ilmiah
dan
melalui
kajian
IDAI,
dengan
tujuan
untuk
kepentingan
terbaik
anak
Penjelasan:
Dengan
kemajuan
teknologi
pemahaman
terhadap
penyakit/gangguan
kesehatan
dan
penanganan
penyakit
berkembang
dengan
pesat.
Misalnya
transplantasi
organ
(hati,
sumsum
tulang),
pemeriksaan
genetika,
terapi
genetika,
pemanfaatan
sel
punca,
reproduksi
buatan,
mesin
ventilator,
mesin
hemodialisis,
endoskopi,
kardiologi
intervensi,
dan
sebagainya.
Fertilsasi
in
vitro
dapat
dibenarkan
dalam
batasan
pasangan
perkawinan.
Skrining
genetika
dilakukan
sebagai
upaya
menegakkan
diagnosis
dan
pencegahan
karena
ditemukannya
keluhan
dan
gejala
klinis.
Pemeriksaan
genetika
pada
anak
sehat
disarankan
ditunda
pada
usia
dewasa,
menunggu
yang
bersangkutan
sudah
dapat
sendiri
meminta
pemeriksaan
dan
memperoleh
penjelasan
dampak
terhadap
kesehatannya
serta
akibat-‐akibat
lainnya.
Untuk
beberapa
penyakit,
misalnya
thalassemia
dan
sindrom
Down
malah
harus
dilakukan
lebih
dini.
Donor
organ
oleh
anak
dimungkinkan
sepanjang
telah
dikaji
secara
mendalam:
(1).
Memberi
keuntungan
baik
bagi
donor
dan
penerima,
(2).
Risiko
bedah
untuk
donor
sangat
minimal,
(3).
Semua
kematian
dan
donor
hidup
telah
dipelajari
dengan
seksama,
(4).
Tidak
ada
paksaan
kepada
donor
minor,
(5).
Risiko
dampak
emosi
dan
psikologis
pada
donor
diupayakan
seminimal
mungkin.
Anak
dapat
menjadi
resipien
organ
dari
orang
dewasa
baik
dari
orangtuanya
atau
keluarganya
atau
orang
dewasa
lain.
Di
samping
aspek
manfaat,
pelaksana
dan
institusi
di
tempat
prosedur
akan
dilaksanakan
harus
sudah
melalui
pengujian
pengetahuan,
keterampilan
semua
pelaku,
dan
didukung
oleh
alat
dan
sumber
dana
memadai.
Pengkajian
akan
dilakukan
oleh
IDAI,
lembaga
penelitian,
lembaga
pendidikan
serta
memperhatikan
ketentuan
dan
norma
agama,
kepercayaan,
budaya
yang
berlaku.
Pasal
15
Setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
melakukan
sendiri
pemeriksaan
anak
dan
dicatat
pada
berkas
rekam
medis
(rawat
jalan/rawat
inap)
yang
disediakan
serta
mengikuti
ketentuan-‐ketentuan
yang
berlaku
Penjelasan:
Dokter
yang
memiliki
Surat
Ijin
Praktik
(SIP)
mempunyai
wewenang
antara
lain
mewancarai
pasien,
memeriksa
fisik
dan
mental,
menentukan
pemeriksaan
penunjang,
menegakkan
diagnosis,
menentukan
pelaksanaan
dan
pengobatan,
menulis
resep
obat
dan
alat
kesehatan.
Khusus
di
institusi
pendidikan,
pemeriksaan
dilakukan
sesuai
dengan
prosedur
di
tempat
tersebut
sesuai
SIP
yang
dimiliki.
Kewenangan
klinis
(Clinical
Previledge)
dokter
spesialis
anak
terkait
dengan
tempat
praktiknya.
Komunikasi
dokter-‐pasien
atau
dokter-‐orangtua
pasien,
di
luar
tempat
praktik
bersifat
wacana,
tidak
memiliki
aspek
medikolegal
hubungan
dokter-‐pasien.
Oleh
karena
itu
dokter
dituntut
bijaksana
dan
disertai
kehati-‐hatian.
Hasil
pemeriksaan
dan
rencana-‐rencana
yang
akan
dilakukan
ditulis
pada
rekam
medis
pasien.
Rekam
medis
ini
merupakan
alat
bukti
tertulis
utama
yang
berisi
identitas,
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
penunjang,
diagnosis,
diagnosis
banding,
tata
laksana,
masalah,
dan
edukasi
sehingga
bermanfaat
dalam
penyelesaian
masalah
hukum,
disiplin
dan
etik.
Pasal
16
Seorang
dokter
spesialis
anak
dalam
memilih
terapi
medikamentosa
wajib
mengikuti
diagnosis
yang
ditegakkan
sesuai
panduan
pemakaian
obat
secara
rasional
di
institusi
pelayanan
setempat
demi
kepentingan
terbaik
anak
dan
keselamatan
pasien
Penjelasan:
Data
WHO
menyebutkan
sekitar
50%
dari
seluruh
obat
yang
diresepkan,
penggunaannya
tidak
tepat
dan
tidak
rasional.
Terapi
medikamentosa
diberikan
secara
rasional,
artinya
sesuai
dengan
diagnosis,
dosis
dan
cara
pemberian
yang
benar,
terjangkau,
sesuai
dengan
kondisi
dan
situasi
setempat
dan
disetujui
oleh
orangtua
pasien.
Resistensi
antimikroba
adalah
salah
satu
masalah
kesehatan
masyarakat
di
seluruh
dunia.
Organisasi
kesehatan
dunia
(WHO)
menanggapi
positif
dengan
kebijakan
dibentuknya
Tim
Program
Pengendalian
Resistensi
Antimikroba
(PPRA)
di
rumah
sakit.
Masalah
penggunaan
antibiotik
yang
tidak
terkendali
sesungguhnya
merupakan
bagian
dari
masalah
penggunaan
obat
yang
irasional.
Perlu
diupayakan
menegakkan
diagnosis
etiologis,
yang
dapat
dengan
cara
empiris
maupun
pemeriksaan
biakan
dan
uji
kepekaan.
Pilih
antibiotik
yang
merupakan
obat
pilihan
utama
untuk
etiologi
yang
bersangkutan.
Kalau
oleh
karena
suatu
sebab
pilihan
utama
tidak
dapat
diberikan,
maka
diberikan
antibiotik
lini
kedua.
Pasal
17
Dalam
memberikan
pelayanan
pasien,
setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
memperhatikan
hak
pasien,
hak
anak,
hak
orangtua/wali
dan
hak
masyarakat
dalam
rangka
mewujudkan
prinsip
keselamatan
pasien
Penjelasan:
Hak
pasien
adalah
memperoleh
pelayanan
kesehatan
yang
berkualitas
dan
aman.
Joint
Commission
International
dalam
International
Patient
Safety
Goals
pada
tanggal
9
Februari
2012
meringkas
tindakan
yang
dapat
mencegah
hal–hal
yang
dapat
mengancam
keamanan
pasien
yaitu
:
(1)
Melakukan
identifikasi
pasien
dengan
benar,
(2)
Melakukan
komunikasi
efektif,
(3)
Meningkatkan
pengawasan
penggunaan
obat
yang
high-‐alert,
(4)
Memperhatikan
prosedur
keselamatan
operasi
dan
prosedur
tindakan
medik
lain,
dengan
menjamin
tempat
benar,
prosedur
benar,
pasien
benar,
(5)
Mengurangi
risiko
infeksi
selama
perawatan,
dan
(6)
mengurangi
risiko
bahaya
karena
jatuh.
Rencana
penanganan
kesehatan
anak,
wajib
dibicarakan
terlebih
dahulu
dengan
orangtua
pasien.
Didengar
bagaimana
pendapat
orangtua,
diperhatikan
kepercayaan
terhadap
sistim
pengobatan
yang
telah
dipercaya
oleh
orangtua
pasien,
dicatat
pengobatan
komplementer
dan
alternatif
yang
telah
dilakukan.
Keputusan
akhir
diserahkan
kepada
orangtua
pasien.
Pasal
18
Dalam
menetapkan
kebijakan
medis
(obat
dan
tindakan),
setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
mempertimbangkan
kemampuan
pasien/orangtuanya,
fasiltas
yang
tersedia
pada
institusi
pelayanan
dengan
mengutamakan
keselematan
pasien
(patient
safety)
dan
prognosis
terhadap
kualitas
hidup
anak
pasca
tindakan
Penjelasan:
Setiap
institusi
pelayanan
kesehatan
harus
memiliki
standar
pelayanan
yang
disesuaikan
dengan
jenis
dan
strata
sarana
pelayanan
kesehatan.
Perlu
diutarakan
beberapa
alternatif
tindakan
dan
dijelaskan
kelebihan
dan
kekurangan
pada
setiap
pilihan.
Pilihan
diserahkan
kepada
orangtua
pasien.
Dalam
hal
adanya
ketidakmampuan
institusi
pelayanan
dalam
menangani
pasien,
dengan
pertimbangan
keberhasilan
yang
lebih
baik,
perlu
dirujuk
ke
fasilitas
pelayanan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
pasien.
Pasal
19
Setiap
dokter
speialis
anak
melakukan
tindakan
medis
invasif
setelah
melalui
pertimbangan
medis
berdasarkan
uji
ilmiah
serta
sumber
daya
yang
tersedia
di
institusi
pelayanan
di
tempat
pasien
berada,
sesuai
pilihan
orangtua,
dan
terjaminnya
kualitas
hidup
anak
Penjelasan:
Sebelum
melakukan
tindakan
medis,
dokter
wajib
minta
persetujuan
secara
tertulis
dari
pasien/
orangtua/wali.
Untuk
anak
remaja,
harus
didengar
pula
pendapatnya.
Perlu
dijelaskan
sebelumnya
tentang
diagnosis,
tata
cara
tindakan
medis,
tujuan,
alternatif
tindakan
dan
risiko
serta
komplikasi
yang
mungkin
terjadi.
Institusi
pelayanan
harus
sudah
dilengkapi
dengan
sumber
daya
dan
fasilitas
memadai
untuk
menghadapi
komplikasi
dan
risiko.
Meskipun
ada
dokter
yang
kompeten,
tetapi
kalau
sumber
daya
manusia
yang
lain
dan
atau
fasilitas
pelayanan
kurang
memadai,
perlu
dipertimbangkan
untuk
dirujuk
ke
tempat
lain
atau
dicari
tindakan
alternatif
yang
masih
mungkin
bisa
dikerjakan.
Pasal
20
Seorang
dokter
spesialis
anak
dalam
melakukan
tindakan
medis
wajib
meminta
persetujuan
orangtua
(informed
consent)
dan
mengikuti
ketentuan
yang
ada
Penjelasan:
Setiap
tindakan
kedokteran
harus
mendapat
persetujuan
pasien
dan/atau
orangtua/wali.
Dari
aspek
hukum
tindakan
kedokteran
tersebut,
selain
memerlukan
persetujuan
pasien
dan/atau
orangtua/wali
pasien,
juga
harus
berdasarkan
indikasi
sesuai
bukti
ilmiah
dan
dilakukan
mengikuti
tatalaksana
yang
telah
ditetapkan.
Meskipun
anak
berhak
untuk
memberikan
persetujuan
bila
telah
mampu
memahami
dan
menimbang
pilihan-‐pilihan
yang
ada,
namun
dari
aspek
perlindungan
terhadap
anak,
keputusan
orang
tua
tetap
diperlukan.
Anak
remaja
perlu
dimintai
pendapatnya
dan
didengar
serta
dipertimbangkan.
Sesuai
dengan
pemahaman
anak,
orang
tua
diminta
membicarakan
terlebih
dahulu
dengan
anak.
Pendapat
orangtua
dan
anak
dikupas
untung
ruginya
dibandingkan
dengan
rencana
tindakan
kedokteran
yang
disarankan.
Dokter
mengikuti
pendapat
akhir
orangtua/
wali
dan
anak
secara
tertulis.
.
BAB
V
PANDANGAN
TERHADAP
PENGOBATAN
KOMPLEMENTER
-‐
ALTERNATIF
Pasal
21
Seorang
dokter
spesialis
anak
memanfaatkan
pengobatan
komplementer-‐alternatif
terbatas
pada
hal-‐hal
yang
sudah
dibuktikan
secara
ilmiah.
Penjelasan:
Dalam
upaya
masyarakat
mengatasi
dan
menyembuhkan
penyakitnya
banyak
mempergunakan
jamu
tradisional,
herbal
dari
berbagai
daerah
atau
dari
mancanegara.
Sudah
ada
MOU
antara
PB
IDI
dengan
Litbangkes
Kementerian
Kesehatan
dalam
rangka
saintifikasi
jamu.
Dalam
penggunaan
produk
herbal
dan
suplemen
makanan,
harus
berpegang
pada
patient
safety
dengan
penekanan
diberikan
kepada
produk
yang
telah
teruji
keamanan
dan
efikasinya.
BAB
VI
HUBUNGAN
DOKTER
-‐
PASIEN
Pasal
22
Hubungan
antara
dokter
spesialis
anak
dengan
orangtua
pasien
dan
pasien
adalah
hubungan
berdasarkan
landasan
moral
dan
kepercayaan
terhadap
integritas
dokter
Penjelasan:
Hubungan
antara
dokter
spesialis
anak
dengan
orangtua
pasien/pasien
didasarkan
atas
kepercayaan
dengan
memperhatikan
hak
dan
kewajiban
masing–masing.
Pasien
percaya
bahwa
dokter
spesialis
anak
akan
berupaya
semaksimal
mungkin
untuk
menyembuhkan
penyakit.
Kepercayaan
menjadi
salah
satu
bukti
kredibilitas
dokter
di
samping
keahliannya
menangani
pasien.
Dokter
spesialis
anak
harus
dapat
menyakinkan
orangtua
pasien,
bahwa
dia
tidak
akan
merugikan
pasien,
akan
berbuat
baik,
menghargai
kepentingan
pasien
dan
berbuat
adil.
Dalam
proses
komunikasi
dokter-‐pasien,
sikap
profesional
dokter
‘sambung-‐rasa’
(empati)
dan
mampu
menjadi
pendengar
yang
baik,
membuat
pasien
dan
keluarganya
merasa
aman,
nyaman,
dan
menambah
kepercayaan
pasien
kepada
dokter.
Selain
itu,
dokter
juga
mempunyai
hak
memperoleh
informasi
lengkap
dan
jujur
dari
pasien
atau
keluarganya
serta
menerima
imbalan
jasa.
Dokter
spesialis
anak
disarankan
tidak
mengobati
sendiri
anaknya
atau
anak
keluarga
dekatnya,
karena
dikhawatirkan
terganggu
objektivitasnya.
Perkecualian
terhadap
masalah
sederhana,
yang
bisa
ditangani
oleh
masyarakat
umum.
Pasal
23
Setiap
Dokter
spesialis
anak
wajib
membatasi
hubungan
dengan
pasien
dan
atau
orangtua
pasien,
sebatas
kepentingan
pelayanan
medis
Penjelasan:
Pertanggungan
jawab
medis
seorang
dokter
ditentukan
oleh
moral
dokter,
sesuai
dengan
panduan
perilaku
dokter
di
bidang
medis
maupun
di
bidang
nonmedis.
Kompetensi
dan
kepercayaan
dapat
diukur
dari
bagaimana
mekanisme
sertifikasi,
kredensial
rumah
sakit,
dan
panduan
yang
dibuat
oleh
peer
group.
Pemeriksaan
anak
di
dalam
kamar
periksa
perlu
mempertimbangkan
aspek
kebiasaan,
budaya,
agama
keluarga
pasien,
serta
menjaga
kerahasiaan
pasien.
Hak
dari
masyarakat
untuk
melindungi
anaknya
dari
praktek
seksual,
yang
tidak
hanya
tidak
etis,
tetapi
juga
sudah
termasuk
tindak
kriminal.
Keberhasilan
hubungan
dokter-‐pasien
atau
dokter-‐keluarga
bergantung
pada
adanya
kepercayaan
kepada
dokter
secara
paripurna.
Orangtua
pasien
suka
memberikan
hadiah
kepada
dokter
setelah
dokter
berhasil
membantu
mengatasi
sakit
yang
berat
dan
kompleks.
Dalam
batas
tertentu
pemberian
ini
tidak
menimbulkan
konflik,
tetapi
hadiah
yang
melebihi
kewajaran
dapat
berpengaruh
terhadap
psikis
dan
kesulitan
etika
dalam
mepertahankan
hubungan
terbatas
antara
dokter
orangtua
pasien.
Pasal
24
Dalam
memenuhi
permintaan
pasien
atau
orangtua
pasien,
dokter
spesialis
anak
wajib
tetap
mengikuti
bukti
ilmiah,
nilai-‐nilai
pasien
dan
orangtuanya,
mengutamakan
keselamatan
dan
menghormati
hak
otonominya
Penjelasan:
Kepentingan
pasien
menjadi
pertimbangan
utama
(altruism),
dibandingkan
dengan
kepentingan
dokter
dan
institusi
pelayanan.
Meskipun
demikian,
profesionalisme
menuntut
dokter
spesialis
anak
untuk
selalu
bisa
mempertanggung
jawabkan
tindakannya.
Oleh
karena
itu,
perlu
ada
solusi
bagaimana
memadukan
antara
keinginan
pasien
atau
orangtuanya
dengan
pertimbangan
medis
ilmiah.
Dokter
spesialis
anak
wajib
memberi
informasi
dengan
jelas,
hasil
yang
ingin
dicapai,
serta
akibat
tertundanya
atau
tidak
dilakukan
tindakan
medis
yang
disarankan.
Kalau
perlu
orangtua
diberi
kesempatan
untuk
berpikir,
atau
mencari
pendapat
dari
dokter
lain
atau
dari
informasi
teknologi
yang
ada.
Dalam
hal
keinginan
pasien/orangtua
bisa
membahayakan
kesehatannya,
maka
dokter
bisa
menolak
dan
memutuskan
hubungan
terapeutik.
Pemutusan
hubungan
dokter-‐pasien
juga
dapat
dilakukan
bila
dokter
menilai
kepercayaan
pasien
(trust)
terhadap
dokter
menurun
atau
tidak
ada
lagi,
dan
dokter
menyarankan
untuk
berobat
ke
dokter
lain.
Sebelum
pemutusan,
perlu
dikemukakan
pilihan
lain
yang
masih
dalam
batas
toleransi
ilmiah
medis.
BAB
VII
HUBUNGAN
ANTAR
SEJAWAT
Pasal
25
Setiap
Dokter
spesialis
anak
wajib
mengingatkan
kepada
sejawat
lain
dengan
dasar
kejujuran,
kepercayaan
dan
saling
menghormati
dalam
berinteraksi
melayani
pasien
sehingga
efisiensi
dan
efektivitas
kerja
sama
dapat
tercapai
Penjelasan:
Anggota
tim
saling
menjaga
aspek
etika
dan
moral
dalam
melayani
pasien.
Kehormatan
profesi
mencakup
bagaimana
bertindak
secara
benar
dan
bertanggung
jawab,
menghargai
kompetensi
profesi
lain,
saling
belajar
satu
sama
lain,
dan
bekerja
sama
merawat
pasien.
Menaruh
perhatian
kepada
peserta
pendidikan
dokter
spesialis
(PPDS),
kolega
profesi
medis
lain,
tidak
menyalahkan
dan
mempermalukan
di
depan
pasien
atau
keluarga
pasien
dan
atau
staf
lain.
Tidak
toleran
terhadap
praktik
penggunaan
kata
dan
bentuk
kekejaman
fisik
terhadap
pasien
dan
profesi
medis
lain,
untuk
menghindari
moral
hazard.
Dokter
anak
wajib
menjawab
konsultasi/rujukan
yang
diminta
sejawat
lain
menurut
pengetahuan,
keterampilan
dan
pengalaman
yang
dapat
dipertanggungjawabkan
secara
ilmiah
dan
etika.
Pasal
26
Setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
memberikan
ilmu
dan
keterampilannya
kepada
mitra
di
lingkungan
kerjanya
demi
peningkatan
mutu
pelayanan
kesehatan
dan
keselamatan
pasien
Penjelasan:
Di
lingkungan
kerjanya,
seorang
dokter
spesialis
anak
melakukan
kerjasama
atau
dibantu
oleh
dokter
umum,
paramedik
dan
mahasiswa.
Ia
wajib
memberikan
ilmu
dan
ketrampilannya
kepada
mereka
sesuai
dengan
tingkat
kompetensinya.
Ia
juga
diharapkan
menjadi
contoh
dan
teladan
dalam
praktek
profesional
yang
berkualitas
tinggi,
menghormati
dan
menghargai
profesi
lain
dalam
jiwa
team
work.
Pasal
27
Konflik
intra
profesi
antar
dokter
spesialis
anak
atau
antara
dokter
spesialis
anak
dengan
dokter
lain
diselesaikan
dengan
mengikuti
ketentuan
dan
peraturan
yang
berlaku.
Penjelasan:
Konflik
di
antara
anggota
IDAI
diselesaikan
secara
internal
melalui
Dewan
Etika
IDAI
di
tempat
anggota
berada.
Penyelesaian
masalah
etikolegal
diselesaikan
mengikuti
Pedoman
Organisasi
dan
Tatalaksana
Kerja
Majelis
Kehormatan
Etik
Kedokteran
IDI.
Bila
tidak
dapat
diselesaikan
secara
kekeluargaan,
konflik
antar
anggota
perhimpunan
dokter
diselesaikan
melalui
Majelis
Kehormatan
Etika
Kedokteran
(MKEK)
Cabang
IDI
setempat.
Untuk
menghindari
konflik
antar
sejawat,
dokter
spesialis
anak
diharapkan
tidak
menanggapi
keluhan
orangtua
pasien
mengenai
sejawat
lain
dan
tidak
mencemarkan
nama
baik
sejawat
lain.
BAB
VIII
HUBUNGAN
DOKTER
DENGAN
MASYARAKAT
Pasal
28
Setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
menjaga
keluhuran
profesinya
di
tengah
masyarakat
yang
membutuhkan
pengabdiannya
Penjelasan:
Keluhuran
sikap
ditunjukkan
dengan
sifat-‐sifat
ketuhanan,
kemurnian
niat,
keluhuran
budi,
kerendahan
hati,
kesungguhan
kerja,
integritas
ilmiah
dan
sosial.
Oleh
karena
itu,
sikap
dan
kerjanya
tidak
keluar
dari
visi
dan
misi
IDAI
untuk
mensejahterakan
anak
Indonesia.
Pengaruh
luar
yang
menyimpang
dari
tujuan
utama
tersebut
harus
dihindari
dan
ditolak.
Kerjasama
dengan
pihak
ketiga,
terbatas
kepada
mereka
yang
memiliki
tujuan
sama.
Tidak
menerima
donasi
dari
perusahaan
yang
merusak
kesehatan
anak,
misalnya
perusahaan
yang
bergerak
dalam
bisnis
tembakau,
alkohol,
persenjataan,
eksploitasi
anak,
dan
melanggar
undang–undang
dan
Peraturan
Pemerintah
mengenai
ASI
eksklusif.
Di
manapun
dokter
spesialis
anak
beraktivitas
tetap
terkait
dengan
KODEKI,
PEP-‐DSAI
dan
peraturan
lainnya.
Pasal
29
Setiap
Dokter
spesialis
anak
dilarang
terlibat
dalam
kegiatan
promosi
obat,
alat
kesehatan,
pelayanan
kesehatan
dan
atau
kegiatan
memuji
diri
sendiri
Penjelasan:
Dokter
spesialis
anak
dituntut
kemandiriannya
dan
menghindari
dari
memuji
diri
sendiri.
Dengan
ketatnya
persaingan
bisnis
pelayanan
kesehatan,
perkembangan
dan
penemuan
obat
dan
peralatan
medis
baru,
menuntut
para
pengusaha
mengintensifkan
kegiatan
pengenalan
dan
promosi
produk
yang
dijualnya.
Tenaga
kesehatan
dilarang
mengiklan
dan
atau
menjadi
model
iklan
obat,
alat
kesehatan,
perbekalan
kesehatan,
dan
fasilitas
pelayanan
kesehatan,
kecuali
dalam
iklan
layanan
masyarakat,
yaitu
iklan
promosi
kesehatan
yang
bertujuan
untuk
mengubah
masyarakat
untuk
berperilaku
hidup
bersih
dan
sehat
(PHBS)
atau
mendukung
program
pemerintah
dan
tidak
bersifat
komersial.
Kegiatan
penyuluhan
kesehatan,
pembinaan
kesehatan/penyuluhan
kesehatan
melalui
radio,
televisi
atau
melalui
media
lain,
perlu
dijaga
substansinya
supaya
tidak
menjurus
ke
arah
promosi.
BAB
IX
KEWAJIBAN
TERHADAP
DIRI
DAN
PENGEMBANGAN
PROFESI
Pasal
30
Setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
menjaga
kesehatan
pribadi,
baik
aspek
jasmani,
mental,
intelektual,
sosial,
serta
bebas
dari
kemungkinan
menjadi
sumber
penularan
penyakit
yang
dapat
membahayakan
kepentingan
pasien
Penjelasan:
KODEKI
mengamanatkan
bahwa
setiap
dokter
harus
memelihara
kesehatannya
agar
dapat
bekerja
baik.
Ketergantungan
pada
narkotika,
psikotropika,
alkohol
termasuk
perilaku
yang
melanggar
disiplin
profesi
dokter.
Tembakau
dan
produk
yang
mengandung
tembakau
termasuk
bahan
yang
mengandung
zat
adiktif
yang
membahayakan
kesehatan
perorangan,
keluarga,
masyarakat
dan
lingkungan,
harus
diamankan
penggunaanya.
Konsil
Kedokteran
Indonesia
dengan
Perkonsil
Nomor
16/KKI/KEP/XI/2006
Tentang
Penerbitan
Surat
Keterangan
Sehat
Fisik
dan
Mental
Bagi
Dokter/Dokter
Gigi,
perlu
dinyatakan
tentang
ada/tidak
adanya
disabilitas,
yang
dapat
mengganggu
fungsi
luhur.
Bila
ada
disabilitas
atau
ada
keraguan,
wajib
dikonsulkan
ke
Majelis
Penguji
Kesehatan
(MPK)
pada
rumah
sakit
terdekat.
Untuk
dokter
yang
bekerja
di
rumah
sakit,
kompetensi,
kesehatan
fisik
dan
mental,
perilaku
dan
etika
profesi
anggota
staf
medis,
menjadi
tugas
dan
fungsi
Komite
Medik
Rumah
Sakit
untuk
pemeriksaan
dan
pengkajiannya.
Akan
terpuji
kalau
dokter
dapat
menilai
diri
sendiri,
apakah
dirinya
masih
mampu
mengamalkan
profesinya
melayani
masyarakat
atau
tidak.
.
Pasal
31
Setiap
dokter
spesialis
anak
wajib
selalu
meningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
profesionalismenya
mengikuti
perkembangan
baru
sesuai
dengan
kompetensi
Penjelasan:
Visi
IDAI
menetapkan
bahwa
pada
tahun
2015
terbentuk
komunitas
dokter
spesialis
anak
yang
profesional,
berkualitas
tinggi
dengan
standar
global,
selalu
memperhatikan
etik
profesi
kedokteran,
dan
mengabdikan
dirinya
untuk
meningkatkan
derajat
kesehatan
dan
kesejahteraan
anak
Indonesia.
Tanpa
dilandasi
oleh
etika
yang
baik,
kepercayaan
masyarakat
terhadap
profesi
dokter
specials
akan
hilang.
Oleh
karena
itu
IDAI
telah
membangun
tata
nilai
(values)
:
integritas,
visioner,
unggul
(excellence),
koordinasi
dan
transparansi.
Di
samping
mengikuti
program
Continuing
Professional
Development
(CPD),
juga
mengikuti
jurnal
ilmiah
secara
pribadi,
mempublikasi
hasil
penelitian
yang
dibuat,
serta
aktif
dalam
diskusi
ilmiah
di
tempat
bekerja
atau
diskusi
yang
diselenggarakan
oleh
perhimpunan.
Hasil
pendidikan
dan
pelatihan
yang
diikuti,
akan
menjadi
prasyarat
registrasi
ulang
ke
KKI
yang
harus
diperbaharui
setiap
5
(lima)
tahun.
Pasal
32
Seorang
dokter
spesialis
anak
wajib
memajukan
pendidikan
dokter
khususnya
dokter
spesialis
anak,
baik
langsung
maupun
tidak
langsung.
Penjelasan:
Tujuan
didirikannya
IDAI
antara
lain,
sebagai
peran
dalam
memberikan
pengarahan,
pembinaan,
pengembangan
dan
pelaksanaan
pendidikan
ilmu
kesehatan
anak,
serta
membina
dan
meningkatkan
kemampuan
profesi
dokter
spesialis
anak.
Dengan
demikian
tujuan
ini
mengikat
semua
anggota
IDAI,
di
manapun
mereka
berada.
Masing-‐masing
berperan
sesuai
dengan
fungsi
dan
jabatan,
misalnya
pada
institusi
pendidikan,
tenaga
fungsional
maupun
manajemen
pada
institusi
pelayanan
kesehatan,
bahkan
mereka
yang
sudah
purna
bakti.
Pendidikan,
upaya
pembinaan
dan
peningkatan
profesionalisme
tidak
terbatas
pada
masalah
medis
saja
tetapi
juga
menyangkut
aspek
tingkah
laku
dan
etika.
Keteladanan
bagi
mereka
yang
lebih
senior
sangat
penting
dalam
menciptakan
dokter
spesialis
anak
yang
berkualitas
global
dan
beretika
mulia.
BAB
X
SANKSI
DAN
REHABILITASI
Pasal
33
Penelaahan
dan
pemberian
sanksi
terhadap
dugaan
konflik
etikolegal,
sengketa
medik
dan
pelanggaran
etika
kedokteran
dilakukan
sesuai
ketentuan
yang
berlaku
Penjelasan:
Dokter
spesialis
anak
dan
IDAI
bertanggung
jawab
atas
pelaksanaan
Panduan
Etika
dan
Perilaku
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia
dan
berkewajiban
mendiseminasikannya
kepada
rekan
sejawat.
Pelanggaran
adalah
perilaku
menyimpang
atau
tidak
melaksanakan
Panduan
Etika
dan
Perilaku
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia
dan
ketentuan
perundangan
yang
berlaku
yang
berkaitan
dengan
profesi
dokter
spesialis
anak.
Konflik
etikolegal,
sengketa
medik
dan
pelangaran
etika
kedokteran
dapat
mempengaruhi
keselamatan
pasien,
berpotensi
menurunkan
citra
dan
kehormatan
profesi
dan
mengganggu
kepentingan
umum.
Oleh
karena
itu,
pelanggaran
tersebut
perlu
diberikan
sanksi
setelah
ditelaah
kebenarannya
oleh
Dewan
Etika
IDAI.
Sanksi
yang
diberikan
sesuai
dengan
“Kompendium
MKEK
IDI”,
berupa
upaya
pembinaan
kepada
dokter
spesialis
anak
yang
melakukan
pelanggaran
dengan
tujuan
untuk
menjaga
harkat
dan
martabat
profesi
dokter
spesialis
anak.
Bila
terdapat
laporan
masuk
ke
BP2A
pusat/cabang
mengenai
kemungkinan
pelanggaran
terhadap
PEP-‐DSAI,
untuk
mencegah
berlanjutnya
pelanggaran,
Dewan
Etika
IDAI
akan
melakukan
klarifikasi
secara
lisan
(bisa
melalui
telpon)
dan
bimbingan
bila
diperlukan
sebelum
melakukan
pemanggilan
dan
menelaah
kemungkinan
pelanggaran
etika.
PENUTUP
Dokter
spesialis
anak
seyogyanya
berusaha
dengan
sungguh-‐sungguh
untuk
menghayati,
mematuhi
dan
mengamalkan
KODEKI
dan
PEP-‐DSAI
dalam
menjalankan
profesinya
sehari-‐hari,
demi
martabat
profesi
dan
kepercayaan
masyarakat.
Panduan
Etika
dan
Perilakui
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia
merupakan
panduan
bagi
anggota
IDAI
untuk
dipatuhi
dalam
kegiatan
profesinya.
Dengan
diterbitkannya
Buku
Panduan
Etika
dan
Perilaku
Profesi
Dokter
Spesialis
Anak
Indonesia
ini,
maka
pelaksanaan
KODEKI
bagi
pasien
anak
telah
dilengkapi
dengan
panduan
yang
lebih
jelas
dan
tegas.
Dengan
demikian,
dokter
spesialis
anak
dapat
mengamalkan
keprofesiannya
tanpa
ragu.
IDAI
telah
berkembang
menjadi
organisasi
profesi
yang
dewasa,
karena
telah
dapat
memperlihatkan
bentuk
tanggung
jawabnya
kepada
masyarakat.
Norma-‐norma
etika
dalam
buku
ini
merupakan
komitmen
IDAI
yang
telah
disepakati
secara
nasional
agar
anggotanya
dapat
bekerja
dengan
profesionalisme
yang
tinggi
disertai
etika
terpuji.
Menjadi
kewajiban
anggota
IDAI
untuk
mematuhi
dan
tunduk
kepada
norma
etika
dan
perilaku
yang
telah
ditetapkan.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
1. Undang-‐Undang
No.
29
Tahun
2004
Tentang
Praktik
Kedokteran.
2. Pedoman
Praktik
Dokter
Spesialias
Anak,
IDAI,
2010.
3. Kesepakatan
Bersama
Tentang
Etika
Promosi
Obat
antara
GP
Farmasi
Indonesia
dengan
PB
IDI
tanggal
11
Juni
2007.
4. Pedoman
Penegakan
Disiplin
Kedokteran,
KKI,
2006.
5. Undang-‐Undang
Nomor
23
Tahun
2002
Tentang
Perlindungan
Anak.
6. Undang-‐Undang
Nomor
36
Tahun
2009
Tentang
Kesehatan.
7. Peraturan
Pemerintah
Nomor
23
Tahun
2012
Tentang
Pemberian
Air
Susu
Ibu
Eksklusif.
8. Panduan
Imunisasi
Di
Indonesia,
Edisi
4,
Balai
Penerbit
IDAI
2011.
9. Anggaran
Dasar
IDAI,
2011.
10. Penyelenggaraan
Praktik
Kedokteran
Yang
Baik
Di
Indonesia,
KKI,
2007.
11. Kode
Etik
Kedokteran
Indonesia
(KODEKI)
Tahun
2012.
12. Manual
Rekam
Medis,
KKI,
2006.
13. Manual
Persetujuan
Tindakan
Kedokteran,
KKI,
2006.
14. Pedoman
Praktik
Dokter
Spesialis
Anak,
IDAI,
2010.
15. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1636/MENKES/PER/XI/2010
Tentang
Sunat
Perempuan.
16. Kemitraan
Dalam
Hubungan
Dokter-‐Pasien,
KKI,
2007.
17. Surat
Keputusan
KKI
No.
17/KKI/KRP/VIII/2006
Tentang
Pedoman
Penegakan
Disiplin
Profesi
Kedokteran.
18. Undang-‐Undang
Nomor
44
Tahun
2009
Tentang
Rumah
Sakit.
19. Pedoman
Organisasi
Dan
Tatalaksana
Kerja
Majelis
Kehormatan
Etik
Kedokteran,
IDI,
2007.
20. Permenkes
Nomor
1787/MENKES/PER/XII/2010
Tentang
Iklan
Dan
Publikasi
Pelayanan
Kesehatan.
21. Deklarasi
Helsinki,
WMA,
2004.
22. Pedoman
Penegakan
Disiplin
Profesi
Kedokteran,
KKI,
2006.
23. Isnanto
RR.
Buku
Ajar
Etika
Profesi.
Univesitas
Diponegoro,
Semarang,
2009.
24. Permenkes
Nomor
755/MENKES/PER/IV/2011
Tentang
Penyelenggaraan
Komite
Medik
Di
Rumah
sakit.
25. Rencana
Strategi
IDAI
2009-‐2015,
IDAI,
2009.
26. Keputusan
Fatwa
Majelis
Ulama
Indonesia
(MUI)
Nomor
9A
Tahun
2008
Tentang
Hukum
Pelarangan
Khitan
terhadap
Perempuan.
27. Keputusan
Majelis
Ulama
Indonesia
(MUI)
Nomor
22
Tahun
2002
Tentang
Penggunaan
Vaksin
Polio
Khusus
(IVP).
28. WHO/UNICEF.
A
Joint
Statement:
The
Ten
Steps
to
successful
breastfeeding,
Geneva,
Switzerlands,
1989.
29. Joint
Commission
International.
International
Patient
Safety
Goals,
Updated
9
February
2012.
30. The
Idaho
Psychological
Association,
Ethics
Committee.
Effect
of
religions
on
ethical
issues
including
end
of
life
consideration,
genetic
counseling,
abortion,
artificial
reproduction
and
organ
donation,
October,
2009.
31. American
Academy
of
Pediatrics.
Minors
as
living
solid
organ
donors.
Pediatrics
2008;122:454-‐
61.
32. Canadian
Pediatric
Society,
Bioethics
Committee.
Guidelines
for
testing
of
healthy
children
–
addendum.
Pediatr
Child
Health
2008;13:311.
33. American
Academy
of
Pediatrics.
Policy
Statement-‐Pediatrician-‐Family-‐Patient
Relationships:
Managing
the
Boundaries.
Pediatrics
2009;129:1685-‐88.
34. Undang-‐undang
Nomor
19
Tahun
2011
Tentang
Pengesahan
Convention
On
The
Right
of
Persons
Wtih
Disabilities.
35. Majelis
Umum
PBB:
Resolusi
Nomor
A/61/106
mengenai
Convention
On
the
Rights
of
Persons
With
Disabilities,
13
Desember
2006.