Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

EDEMA PARU

Disusun oleh :
Siti Abila Zebadiah
030.14.177

Pembimbing :
dr. Paralam Sinambela, Sp.Rad (K) RI, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

RS ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 23 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2019


LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul

Edema Paru

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepanitraan Klinik


Ilmu Radiologi di

RS Angkatan Laut Mintohardjo Jakarta 23 September – 25 Oktober 2019

Disusun oleh:

Siti Abila Zebadiah

030.14.177

Telah diterima dan disetujui oleh


dr. Paralam S, Sp.Rad (K) RI, M.Kes selaku dokter pembimbing
Departemen Ilmu Radiologi RS Angkatan Laut Mintohardjo Jakarta

Jakarta, Oktober 2019

dr. Paralam Sinambela, Sp.Rad (K) RI, M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT dan Baginda Rasulullah
Muhammad SAW karena berkah dan ridho-Nya yang begitu besar sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “Edema Paru”
pada kepaniteraan klinik departemen ilmu radiologi.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada dr. Paralam S, Sp.Rad (K) RI, M.Kes selaku pembimbing yang
telah memberikan waktu dan bimbingannya sehingga makalah referat ini dapat
terselesaikan.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa referat ini
masih belum sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik penulis harapkan
untuk menyempurnakan referat ini di kemudian hari. Terlepas dari segala
keterbatasan yang ada penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
yang membacanya.

Jakarta, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5
2.1 Radioanatomi Paru....................................................................................5
2.2 Definisi Edema Paru.................................................................................7
2.3 Epidemiologi Paru....................................................................................7
2.4 Klasifikasi Edema Paru.............................................................................7
2.5 Etiologi dan Mekanisme Edema Paru.......................................................8
2.6 Manifestasi Klinis Edema Paru..............................................................10
2.7 Pemeriksaan Radiologi...........................................................................10
BAB III KESIMPULAN.................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler


keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara
akut. Masuknya cairan ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah klinis
yang penting. Hal ini merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta yang
serius. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial
melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini
akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke
dalam sirkulasi.(1)
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus edema paru menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia
insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR) = 35,19 per 100.000
penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%,
namun pada tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 %
(tahun 2000), 19,24 % (tahun 2002), dan 23,87 % (tahun 2003).(2)
Edema paru adalah suatu kegawatdaruratan medis yang membutuhkan
penanganan segera, selain dari anamnesis yang terarah dan pemeriksaan fisik,
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi berupa rontgen thoraks,
pemeriksaan ultrasonography (USG), dan CT Scan pada pasien dengan
kecurigaan edema paru untuk menegakkan diagnosis, selain itu pemeriksaan
rontgen thoraks diperlukan untuk evaluasi pengobatan.(3)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radioanatomi Paru


2.1.1 Paru
Gambaran radiologi pada foto polos thoraks, warna paru merupakan
kombinasi warna udara yang hitam (radiolusen) dan warna jaringan lunak
yang putih (radioopak). Perubahan susunan atau perbandingan antara udara
dan jaringan lunak akan mengubah gambaran paru. Bila udara dalam alveoli
diganti dengan cairan, eksudat, darah, atau jaringan padat, atau alveoli yang
kehilangan udaranya, maka di daerah itu akan terjadi bayangan putih
(radioopak). Ini berarti kemungkinan adanya kelainan pada paru, berupa
infiltrat, abses, tumor, ateletaksis, atau edema. Sebaliknya bila udara di suatu
tempat jumlahnya bertambah maka akan nampak bayangan radiolusen berupa
kavitas atau bula. Bila seluruh alveoli berisi lebih banyak udara, paru-paru
menjadi emfisematus, hiperradiousen.(4)

2.1.2 Vaskular Paru


Corakan paru yang nampak pada foto disebabkan oleh pembuluh darah.
Pembuluh darah ini berasal dari arteri pumonalis, dari hilus pembuluh darah
ini akan semakin mengecil di perifer. Pada foto yang kondisinya baik
pembuluh darah kecil-kecil masih tampak di tepi thoraks. Pembuluh darah
vena tidak banyak yang tampak, hanya beberapa saja yaitu di daerah
perikardial kanan. Jadi pada foto thoraks normal, vena ini tidak banyak
memberi sumbangan pada corakan paru, kecuali bila vena ini melebar karena
terbendung, maka corakan vaskuler bertambah yaitu di suprahilar kanan dan
kiri (berupa inverted moustache/kumis terbalik).(4)
Gambar 1. Foto Polos Thoraks Normal Proyeksi Postero-Anterior (PA)(4)

Gambar 2. Foto Thoraks PA dengan ilustrasi Arteri Pulmonalis: RV : Right


Ventrikel, MPA : Main Pulmonary Artery, LPA : Left Pulmonary Artery, RPA :
Right Pulmonary Artery.(4)
2.2 Definisi Edema Paru

Edema paru adalah akumulasi cairan di paru yang dapat disebabkan


oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema
paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit
terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada
mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk
menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut
sebagai pedoman pengobatan.(5)

2.3 Epidemiologi Edema Paru

Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971.


Sejak itu penyakit tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai
tahun 1980 sudah mencakup seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998
dengan incidence rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%.
Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun pada tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 % (tahun 2000), 19,24 %
(tahun 2002), dan 23,87 % (tahun 2003).(2)

2.4 Klasifikasi Edema Paru

Perubahan anatomis paru yang terlihat pada gambaran radiologi dapat


menyertai segala kondisi yang menyebabkan edema paru. Sebagian besar
temuan pada pemeriksaan foto thoraks menunjukkan adanya cairan pada
rongga udara di ruang alveolar (edema alveolar) atau di ruang interstisial paru
(edema interstisial).
Edema alveolar biasanya beruhubungan dengan hipertensi vena yang
berat dan biasanya belum terlihat sebelum diagnosis gagal jantung jelas
ditegakkan oleh klinisi. Adanya sedikit peningkatan pada tekanan vena
seringkali menyebabkan redistribusi dari aliran darah pulmo sehingga pada
gambaran foto thoraks terlihat lobus superior mengalami hiperperfusi
daripada lobus inferior. Diantara dua manifestasi berat tersebut terdapat
manifestasi edema interstisial. Edema insterstisial muncul ketika terjadi
hipertensi pulmo sedang yaitu ketika mean venous pressure antara 18 – 25
mmHg dan tanda-tanda klinis dari gagal jantung belum ditemukan, atau
sebelum terjadinya edema alveolar.(6)

2.5 Etiologi dan Mekanisme Edema Paru(5)


2.5.1 Ketidak-seimbangan Starling Forces:
1. Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler
pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid
plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia.
Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah
antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai
terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara
lain:
a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan
fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri.
c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
2. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,
hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau
penyakit nutrisi.Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan
edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru.
Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia
akan menyebabkan edema paru.
3. Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari
udara pleural, contoh yang sering menjadi etiologi adalah:
a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-
expiratory volume (asma).
2.5.2 Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult
Respiratory Distress Syndrome)
1. Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas
antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun
surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat
kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan
Starling Force.
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,
alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Pneumonitis radiasi akut.
f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g. Disseminated Intravascular Coagulation.
h. Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j. Pankreatitis Perdarahan Akut.
2. Insufisiensi Limfatik:
a. Post Lung Transplant.
b. Lymphangitic Carcinomatosis.
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
3. Tak diketahui/tak jelas
a. High Altitude Pulmonary Edema.
b. Neurogenic Pulmonary Edema.
c. Narcotic overdose.
d. Pulmonary embolism
e. Eklamsia
f. Post cardioversion
g. Post Anesthesia
h. Post Cardiopulmonary Bypass

2.6 Manifestasi Klinis Edema Paru


a. Sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari).
b. Sering berkeringat dingin.
c. Batuk dengan sputum berwarna kemerahan (pink frothy sputum).
d. Pada pasien dengan edema paru kardiak, dapat ditemukan adanya riwayat
penyakit atau keluhan jantung sebelumnya (infark jantung, aritmia,
kelainan katup).(3)

2.7 Pemeriksaan Radiologi pada Edema Paru

Gambar 3. Ilustrasi Radiologi Edema Paru(8)


Table 1. Stage of congestive heart failure. PCWP = pulmonary
capillary wedge pressure
Stage 1 -Redistribution of pulmonary vessels
Redistribution -Cardiomegaly
PCWP 13-18 mmHg -Broad Vascular Pedicle (non acute CHF)
Stage 2 -Kerley lines
Interstitial Edema -Perbronchial cuffing
PCWP18-25 mmHg -Hazy contour of vessels
-Thickened Interlobar Fissure
Stage 3 -Consolidation
Alveolar Edema -Butterfly appearance
PCWP > 25 mmHg -Pleural effusion

1. Redistribusi Vaskuler Pulmo


Pada foto polos thoraks normal dengan posisi postero-anterior,
vaskuler paru terlihat lebih banyak menyuplai bagian basal daripada
bagian atas paru. Apabila terdapat kongesti, vaskuler paru akan
melebar dan menyebabkan vaskuler yang tak terperfusi menjadi
terperfusi, sehingga tampak gambaran vaskuler bagian atas paru sama
dengan bagian basal paru.(6,7)
Gambar 4. Foto thoraks dengan gambaran pembuluh darah lobus paru superior
yang normal (kiri) dan pada saat terjadi gagal jantung (kanan) serta pelebaran
pedikel vaskular (panah merah).(8)

2. Edema Interstisial
a. Garis Kerley
Bocornya cairan ke dalam interlobular dan interstisium
peribronkial akibat dari peningkatan tekanan dalam kapiler. Garis
kerley A merupakan garis linear panjang yang membentang dari
perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose
antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai
garis pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut
kostofrenikus yang menggambarkan adanya edema septum
interlobular. Garis kerley C berupa garis pendek, yang biasanya
bercabang dan tersebar tidak beraturan pada seluruh paru namun perlu
pengalaman untuk melihatnya karena terlihat hampir sama dengan
pembuluh darah.(6,8,9)
Gambar 5. Foto thoraks dengan gambaran garis Kerley A pada pasien edema
paru interstisial (kiri) dan garis Kerley B akibat edema Interstisial (kanan) (6)

Gambar 6. Garis Kerley C yang tersebar di lapang paru kiri pada foto thoraks.(6)

b. Peribronchial Cuffing dan Perihilar Haze


Ketika cairan masuk ke ruang interstisium
peribronkovaskular maka akan terlihat sebagai penebalan dari dinding
bronkus (peribronchial cuffing) dan gambaran pembuluh darah yang
kabur karena dikelilingi oleh edema (perihilar haze).(8)
Gambar 7. Foto thoraks PA dengan gambaran perihilar haze pada gagal jantung
stadium interstisial.(8)

3. Edema Alveolar
Pada stadium ini terjadi kebocoran cairan ke ruang interstisium yang
tidak dapat dikompensasi oleh drainase limfatik sehingga cairan dapat
masuk ke dalam alveoli (edema alveolar) dan ke kavum pleura (efusi
pleura).(8)

Gambar 8. Foto thoraks PA dengan edema alveolar, konsolidasi perihilar, dan


air-bronchogram (panah kuning), efusi pleura (panah biru), pelebaran pedikel
vaskular (panah merah), dan pelebaran jantung.(8)
a. Kardiomegali
Gagal jantung kiri merupakan penyebab paling sering dari CHF
dan menyebabkan penurunan cardiac output dan meningkatkan
tekanan vena paru. Pada gagal jantung kiri akan menyebabkan dilatasi
vaskuler paru, yang menyebabkan edema pulmo.(7)

Gambar 9. Foto thoraks PA dengan gambaran kardiomegali (No.1), dan


redistribusi Pembuluh darah (No.2)(8)

b. Efusi Pleura
Efusi pleura terjadi bilateral pada 70% kasus CHF, jika terjadi
efusi pleura unilateral, biasanya efusi lebih sering terjadi pada paru
kanan daripada paru kiri. Pada foto polos thoraks proyeksi PA
setidaknya harus terdapat 175 ml cairan pada cavum pleura sehingga
bisa terlihat yang ditandai dengan sudut costofrenikus yang tumpul.(7)
Gambar 10. Foto thoraks PA dan lateral dengan gambaran efusi pleura dan
kardiomegali (8)

c. Pedikel Vaskuler yang Lebar


Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax Postero-
Anterior terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel
vaskuler > 85 mm ditemukan 80% pada kasus edema paru.(8)

Gambar 11. Tampak vaskuler bagian lobus atas pada pasien dalam keadaan baik
(kiri), dan selama periode CHF (kanan). tampak pelebaran pedikel vaskuler
(panah merah).(8)
d. Penebalan Fisura Interlobaris
Cairan terkumpul di rongga subpleura, antara pleura
visceral dan parenkim paru. Cairan dapat terkumpul di fisura
manapun (fissura mayor, minor, accessory fissures, azygous
fissure).(7)

Gambar 12. Foto thoraks PA dengan penebalan fisura interlobaris (panah merah)
dan kardiomegali(8)
e. Konsolidasi
Jika terjadi eksudasi cairan ke alveolus akan
memperlihatkan gambaran opasitas multifocal.(7)
Gambar 13. Foto thoraks PA dengan gambaran konsolidasi pada lapang paru
kanan lobus medial (panah merah)(8)

f. Butterfly Appearance
Pada edema pulmo yang melibatkan alveolus, cairan
pindah dari intersisial ke alveolus yang mengikuti corakan
bronkus sehingga akan tampak gambaran “Butterfly
appearance”.(7)

Gambar 14. Foto thoraks PA dengan gambaran Butterfly Appearance(8)

11. Bat Wing Edema


Bat wing edema mengarah pada distribusi edema alveolar di
bagian sentral dan dengan distribusi non-gravitasional. Gambaran
radiologis ini biasanya terdapat pada 10% kasus edema paru, dan secara
keseluruhan terjadi pada kasus perkembangan cepat gagal jantung berat
seperti pada insufisiensi katub mitral akut (yang berhubungan dengan
rupturnya otot papilar, infark miokard masif, dan destruksi katub seperti
pada endokarditis septik) atau pada kasus gagal ginjal. Pada kasus bat
wing edema, korteks paru bersih dari cairan alveolar ataupun interstitial.
Kondisi patologis ini berkembang secara cepat yang ditandai secara
radiologis dengan infiltrat alveolus, dan gambaran tipikal edema pulmo
jarang ditemukan.(8)

Gambar 15. Foto thoraks PA dengan gambaran bat wing


Gambar 14. Foto thoraks PA dengan gambaran radiologis menunjukkan adanya
bat wing pulmonary edema yang berhubungan dengan efusi pleura pada
hemithoraks kanan dan kardiomegali.(8)

2.7.1 Gambaran Ultrasonografi Edema Paru


Pada kasus edema paru sedang hingga berat, pemeriksaan
ultrasonografi berguna untuk memperkuat diagnosis kerja. Gambaran
garis Kerley B dilaporkan meningkatan sensitivitas dan spesifisitas.(10)
Gambar 15. Gambaran USG edema paru menunjukkan gambaran garis
hyperechoic yang merupakan garis Kerley B(8)

2.7.2 Gambaran CT Scan Edema Paru


HRCT pasien dengan edema paru tidak digunakan untuk
menegakkan diagnosis, penegakkan diagnosis dilakukan dengan
menggabungkan gejala klinis dan temuan foto thoraks.(7)
Gambar 16. Gambaran HRCT edema paru. Penebalan septal halus dan ground
glass opacity pada lokasi yang dipengaruhi gravitasi, terdapat kardiomegali, dan
efusi pleura.(7)

Gambar 17. Bat wing edema/butterfly appearance pada HRCT


BAB III
KESIMPULAN

Secara radiologis, edema paru dapat dibagi menjadi edema paru interstisial
dan edema paru alveolar. Edema paru adalah suatu kegawatdaruratan medis yang
membutuhkan penanganan segera, selain dari anamnesis yang terarah dan
pemeriksaan fisik, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi berupa foto
thoraks pada pasien dengan kecurigaan edema paru untuk menegakkan diagnosis,
selain itu pemeriksaan rontgen thoraks diperlukan untuk evaluasi pengobatan.
Pemeriksaan foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru
kardiogenik dan non kardiogenik. Gambaran radiologi edema paru pada foto
polos thoraks berupa blurring vaskular, kerley lines, butterfly appearance,
konsolidasi, dan penebalan fisura interlobaris. Walaupun tetap ada keterbatasan
yaitu antara lain bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah
air di paru meningkat 30%. Pemeriksaan analisa gas darah, USG dan CT Scan
toraks juga dapat membantu menegakkan diagnosis serta memberikan petunjuk
dalam pengobatan.
Foto polos thoraks sangat membantu dalam menegakan diagnosis edema
paru dan menyingkirkan diagnosis banding penyakit paru dengan gejala sesak
nafas. Namun pemeriksaan foto thoraks memiliki keterbatasan pada pasien
dengan onset yang mendadak karena kelainan klasik pada foto thoraks belum
muncul dalam 12 jam sejak sesak muncul. Pada beberapa kasus yang sedang
hingga berat, pemeriksaan USG dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
kerja, sedangkan HRCT pasien dengan edema paru tidak digunakan untuk
menegakkan diagnosis. Penegakkan diagnosis dilakukan dengan menggabungkan
gejala klinis dan temuan pada foto thoraks.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nendrastuti H, Soetomo M. Edema Paru Akut Kardiogenik dan Non Kardiogenik.


Majalah Kedokteran Respirasi. 2010; 1(3): 10.
2. Rampengan SH. Edema Paru Kardiogenik Akut. Jurnal Biomedik. 2014; 6(3):
149-156.
3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Edema Pulmo. Dalam: Oentari W,
Menaldi SL, editors. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jilid: 1. Jakarta: Media
Aesculapius. 2014.p.846-8.
4. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi: II. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2009.p.131-44.
5. Harun S, Sally N. Edema paru akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009.p.1651-7.
6. Chait A. Interstitial Pulmonary Edema. Radiologic Notes in Cardiology. 2019; 45:
1323-3130.
7. Ware LB, Matthay MA. Acute Pulmonary Edema. New England Journal
Medicine. 2005 (diakses pada 14 Oktober 2019). Available at:
https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp052699.
8. Cremers S, Bradshaw J, Herfkens S. Chest X-Ray Heart Failure. The Radiology
Assistant. 2010 (diakses pada 12 Oktober 2019). Available at:
https://radiologyassistant.nl/chest/chest-x-ray-heart-failure.
9. Koga, T, Fujimoto, K. Kerley’s A, B and C Lines. New England Journal
Medicine. 2009 (diakses pada 14 Oktober 2019) Available at:
https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm0708489.
10. Sovari AA, Korcheril AG. 2017. Cardiogenic Pulmonary Edema. The
Radiography and Ultrasonography. (Online). Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/157452-workup#c9. Accessed on Oct
13th, 2019.

Anda mungkin juga menyukai