Anda di halaman 1dari 16

ARTIKEL

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati


Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan Pemanasan
Bertekanan-Pendinginan
Production of Yam (Dioscorea hispida Dennst) Flour which Rich
Resistant Starch by Using Lactic Acid Bacteria Fermentation and
Autoclaving-Cooling
R. Haryo Bimo Setiartoa dan Firda Yunirmab
a
Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI
Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 46, Kawasan CSC Cibinong 16911, Jawa Barat
b
Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang
Email: haryobimo88@gmail.com
Diterima : 16 Januari 2017 Revisi : 4 Pebruari 2017 Disetujui : 9 Agustus 2017
ABSTRAK
Pati resisten atau Resistant Starch (RS) adalah pati yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim
pencernaan dan tidak dapat diserap di dalam usus halus, namun dapat mengalami proses
fermentasi secara lambat oleh bakteri di usus besar sehingga bisa memperbaiki kesehatan
saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kadar RS tepung gadung melalui
fermentasi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan pemanasan bertekanan-pendinginan. Irisan gadung
difermentasi dengan kultur campuran Bakteri Asam Laktat selama 18 jam pada suhu 37 oC . Irisan
gadung hasil fermentasi selanjutnya diautoklaf (121oC, 15 menit) dan didinginkan (4 oC , 24 jam),
perlakuan dilakukan untuk satu dan dua siklus. Selanjutnya, irisan gadung dikeringkan (70oC, 16
jam), digiling dan diayak (80 mesh) untuk mendapatkan tepung gadung modifikasi. Perlakuan
dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan kadar RS pada tepung
gadung modifikasi dibandingkan dengan satu siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Kadar
RS tertinggi dicapai pada perlakukan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan
(Autoclaving Cooling-2 Siklus/AC-2S) tanpa fermentasi sebesar 6,86 persen bobot kering (bk),
yang merupakan peningkatan 3,2 kali lipat jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol (2,14
persen bk). Kandungan amilosa tinggi yang dihasilkan perlakuan pemanasan bertekanan-
pendinginan berasosiasi dengan tingginya kadar RS tepung gadung modifikasi. Peningkatan
kadar RS pada tepung gadung modifikasi menyebabkan penurunan daya cerna pati gadung.
kata kunci: pangan fungsional, prebiotik, tepung gadung modifikasi
ABSTRACT
Resistant starch is the starch which cannot hydrolized by digestive enzymes and it can not be
absorbed in the small intestine. However it can be fermented slowly by probiotic bacteria in the
colon, therefore it can improve the health of the human digestive. This study aimed to improve
the levels of resistant starch in yam flour by using Lactic Acid Bacteria (LAB) fermentation and
autoclaving-cooling. Yam slices had been fermented with mixed cultures of lactic acid bacteria for
18 hours at 37oC . Then, fermented yam slices had been autoclaved (121 oC, 15 min) and cooled
(4oC , 24 hours), treatment was done for one and two cycles. Furthermore, yam slices was done
dried (70 oC , 16 hours), ground and sieved (80 mesh) to obtain modified yam flour. Treatment
autoclaving-cooling two cycle can increase levels of resistant starch on modified yam flour. It
compared to treatment autoclaving-cooling one cycle. The highest levels of resistant starch can

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
be achieved to treatment of autoclaving-cooling two cycles (AC-2C) without fermentation by 6,86
percent dry basis (db). It was increase around 3,2-fold, when compared to the control treatment
(2,14 percent dry basis). High amylose content which generated from autoclaving-cooling
treatment associated with high levels of resistant starch modified yam flour. Improvement levels
of resistant starch on modified yam flour causes decrease on digestibility yam starch.
keywords: functional food, prebiotic, modified yam flour

I. PENDAHULUAN dan RS5 (Sajilata, dkk., 2006; dan Zaragoza,


dkk., 2009). RS tipe I (RS1) merupakan pati
angan fungsional merupakan bahan
P pangan utuh yang secara alami maupun resisten alami yang secara fisik terperangkap
dalam sel-sel tanaman dan matriks dalam
melalui pengolahan diketahui bermanfaat
bahan pangan kaya pati, terutama dari biji-
sebagai sumber nutrisi, mampu menjaga
bijian dan sereal yang digiling kasar (Sajilata,
kesehatan dan aman untuk dikonsumsi
dkk., 2006; dan Zaragoza, dkk., 2009). RS tipe
(Setiarto, dkk., 2015). Salah satu komponen
II (RS2) merupakan pati yang secara alami
pangan fungsional adalah prebiotik yang
sangat resisten terhadap enzim α-amilase,
merupakan komponen nutrisi bagi bakteri
struktur granula pati termasuk kristalin tipe B
probiotik di usus besar (Huebner, dkk., 2007).
berdasarkan hasil analisis difraksi sinar X
Prebiotik dapat berupa bahan tambahan
(Sajilata, dkk., 2006; dan Zaragoza, dkk.,
pangan, namun juga dapat diperoleh secara
2009). Sumber RS2 diantaranya pisang dan
alami dari berbagai jenis makanan (Jenie, dkk.,
kentang yang masih mentah, dan jenis pati
2012). Salah satu komponen bahan pangan
jagung dengan kadar amilosa yang tinggi. RS
yang mempunyai sifat prebiotik unggul adalah
tipe III (RS3) adalah pati teretrogradasi yang
pati resisten (Sajilata, dkk., 2006). Pati resisten
diproses dengan pemanasan (gelatinisasi)
Resistant Starch (RS) merupakan bagian pati
suspensi pati dan pendinginan pada suhu
yang tidak dapat dicerna oleh enzim
rendah (4oC) sehingga mengalami retrogradasi
pencernaan dan tidak dapat diserap di dalam
(Sajilata, dkk., 2006; dan Zaragoza, dkk.,
usus halus, namun dapat mengalami proses
2009). Retrogradasi pati terjadi melalui
fermentasi secara lambat oleh bakteri probiotik
penyusunan kembali (reasosiasi) ikatan
di usus besar sehingga bisa memperbaiki
hidrogen terutama rantai linear (amilosa)
kesehatan saluran pencernaan (Liu, 2005).
setelah proses gelatinisasi. RS3 dapat
RS mempunyai sifat dan fungsi, seperti diperoleh dalam gel pati, tepung, adonan,
serat pangan, yaitu rendah energi, produk yang dipanggang, dan amilosa hasil
menurunkan indeks glikemik, menurunkan fragmentasi. RS tipe IV (RS4) adalah pati
level kolesterol dalam darah dan menurunkan termodifikasi secara kimia, seperti pati ester,
resiko kanker usus dengan memperbanyak pati eter atau pati ikatan silang (Liu, 2005;
produksi asam lemak rantai pendek, terutama Sajilata, dkk., 2006; dan Zaragoza, dkk., 2009).
asam butirat (Zaragoza, dkk., 2009). RS juga RS tipe V (RS5) terbentuk ketika pati
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan berinteraksi dengan lemak sehingga amilosa
prebiotik lainnya, seperti oligosakarida (Frukto- membentuk kompleks heliks tunggal dengan
oligosakarida/FOS dan inulin), yaitu mudah asam lemak dan lemak alkohol (Birt, dkk.,
mengikat dan memerangkap air sehingga 2013). RS tipe III (RS3) merupakan RS yang
dapat mempertahankan kadar air dalam feses. paling sering digunakan sebagai bahan baku
Hal tersebut mengakibatkan RS tidak pangan fungsional (Setiarto, dkk., 2015). RS3
menyebabkan sembelit jika dikonsumsi dalam dapat mempertahankan karakteristik
jumlah relatif tinggi (Sajilata, dkk., 2006). FAO organoleptik suatu makanan ketika
merekomendasikan konsumsi RS sebanyak ditambahkan pada makanan (Lehmann, dkk.,
15–20 gram setiap hari untuk memperoleh 2002). RS tipe III relatif lebih tahan panas
manfaat bagi kesehatan (Huebner, dkk., (Eerlingan dan Delcour, 1995) dibandingkan
2007). dengan RS tipe lainnya sehingga RS3 stabil
RS diklasifikasikan dalam lima kelompok selama proses pengolahan pangan (Wang,
berdasarkan asal dan cara proses dkk., 2007).
pembuatannya, yaitu tipe RS1, RS2, RS3, RS4

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
Salah satu sumber keanekaragaman kontrol tanpa fermentasi. Penelitian ini
bahan pangan pokok yang banyak tersebar di bertujuan meningkatkan kadar RS pada
Indonesia adalah umbi-umbian (Sugiyono, tepung gadung melalui fermentasi BAL dan
dkk., 2009). Umbi-umbian mempunyai banyak pemanasan bertekanan-pendinginan
kandungan inulin, rafinosa, frukto-
II. METODOLOGI
oligosakarida dan RS yang dapat menjadi
sumber prebiotik untuk pangan fungsional 2.1. Alat dan Bahan
(Huebner, dkk., 2007). Salah satu jenis umbi- Peralatan yang digunakan dalam
umbian lokal adalah umbi gadung (Dioscorea penelitian ini adalah autoklaf, spektrofotometer
hispida) yang dapat diolah menjadi tepung
UV-VIS, sentrifuse, pin disc mill (mesin
gadung. Tepung umbi gadung mempunyai penggiling tepung), inkubator, neraca analitik,
beberapa kelebihan dibandingkan dengan hot plate, water bath, oven, pipet mikro,
dengan tepung yang berasal dari umbi- peralatan gelas, seperti tabung reaksi, cawan
umbian lainnya karena mempunyai petri, erlenmeyer dan gelas piala. Bahan baku
kandungan pati yang tinggi dan teksturnya yang digunakan adalah umbi gadung dengan
yang lembut. Dalam tahap pengolahannya, umur panen 8 bulan yang diperoleh di daerah
umbi gadung harus diolah terlebih dulu karena Sukabumi, Jawa Barat. Isolat BAL unggulan
adanya kandungan sianida dan dioskorin. yang digunakan, yaitu L. plantarum D-240 dan
Kadar sianida dan dioskorin umbi gadung Leu. mesenteroides SU-LS 67 koleksi
harus dikurangi atau dihilangkan agar gadung laboratorium mikrobiologi pangan, Pusat
aman dikonsumsi oleh masyarakat. Kumoro Penelitian Biologi LIPI. Sedangkan, media dan
dan Hartati (2015) melaporkan bahwa umbi bahan kimia yang digunakan antara lain media
gadung dapat dikonsumsi apabila diberikan MRS (de Mann Rogosa Sharpe) agar dan
beberapa perlakuan, yaitu pengecilan ukuran, Broth, m-MRSB, m-TSB, TSB, TSA, yeast
pencucian, perendaman, pemanasan, dan extract (Difco), beef extract (Difco), bacto agar
penjemuran. Berdasarkan hasil penelitian (Difco), enzim α-amilase Sigma A6380, enzim
sebelumnya, cara yang dapat dilakukan untuk pepsin Sigma P6887, pankreatin Sigma P-
mengurangi kadar sianida dan dioskorin dalam 1750, enzim amiloglukosidase Sigma A-9913,
gadung, yaitu gadung dikupas dan diiris tipis, inulin Sigma I2255, glukosa, maltosa, 3,5-
dilumuri abu kayu, direndam, direbus, dan dinitrosalisilat (Merck), Na-K-tartarat (Merck),
dijemur (Kumoro dan Hartati, 2015). fenol (Merck), asam sulfat pekat, natrium
Pada tepung gadung, peningkatan kadar dodesilsulfat, etanol, aseton, eter, NaCl,
RS sangat diperlukan karena kadar RS dalam CaCO3, amonium sitrat, natrium asetat,
umbi gadung selama ini masih rendah magnesium sulfat, manganase sulfat, dikalium
(Moongngarm, 2013). Beberapa upaya yang fosfat, tween 80, NaOH (25 persen dan 1 N),
telah dilakukan untuk meningkatkan kadar RS HCl, akuades, buffer Na fosfat 0,05 M dan 0,01
diantaranya melalui kombinasi fermentasi M pH 6,9 dan pH 7, buffer sodium asetat 0,1 M
spontan dengan pemanasan autoklaf pada pH 5,2 dan pH 6,0, dan 0,4 M pH 4,75, kertas
pisang tanduk (Abdillah, 2010), dan proses saring Whatman No. 41.
pemanasan bertekanan-pendinginan dengan 3 2.2. Pretreatment pada Umbi Gadung
dan 5 siklus pada umbi garut (Sugiyono, dkk.,
2009 dan Faridah, dkk., 2013). Kombinasi Umbi gadung dikupas dan diiris dengan
fermentasi kultur campuran BAL selama 72 ketebalan ± 1 cm. Selanjutnya, irisan tersebut
jam dengan pemanasan bertekanan- dilumuri abu kayu (abu dapur) dan dijemur
pendinginan terbukti dapat meningkatkan hingga kering selama 1 hari. Setelah kering,
kadar RS tipe III tepung pisang sebesar 2 kali irisan umbi gadung direndam dengan air bersih
lipat (Jenie, dkk., 2012). Setiarto (2015) mengalir selama 3 hari dan ditiriskan.
menyampaikan bahwa hasil fermentasi kultur 2.3. Perlakuan Fermentasi dan Pemanasan
campuran BAL (Lactobacillus plantarum D-240 Bertekanan-Pendinginan untuk
dan Leuconostoc mesenteroides SU-LS 67), Produksi Tepung Gadung Modifikasi
penghasil amilase dan pululanase, selama 18
jam dan pemanasan 1 siklus bertekanan-
pendinginan, mampu meningkatkan kadar RS
tepung talas 2,8 kali lipat dibandingkan dengan

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
Pengelompokan tepung gadung untuk setiap perlakuan pembuatan tepung gadung
mengetahui pengaruh perlakuan fermentasi modifikasi dibuat 3 kali ulangan (triplo), dimana
Bakteri Asam Laktat dan jumlah siklus setiap ulangan dibutuhkan sebanyak 500 g
pemanasan bertekanan–pendinginan umbi gadung basah.
(autoclaving-cooling/AC), serta kombinasi
keduanya dalam meningkatkan kadar RS. Pembuatan tepung gadung modifikasi
Kelompok A perlakuan tanpa fermentasi, yaitu dilakukan dengan mengacu pada metode
(i) Kode K (kontrol, tanpa siklus pemanasan Setiarto (2015). Hasil irisan gadung
bertekanan-pendinginan/AC); (ii) Kode AC-1S pretreatment diberi perlakuan yang dijabarkan
(tanpa fermentasi, dengan 1 siklus pemanasan lebih lanjut. Perlakuan fermentasi irisan
bertekanan-pendinginan/AC); (iii) Kode gadung dengan menggunakan kultur
AC-2S (tanpa fermentasi, dengan 2 siklus campuran BAL (Leu. mesenteroides SU-LS 67
pemanasan bertekanan-pendinginan/AC). : L. plantarum D-240) dengan rasio (1 : 1), 108
Kelompok B dengan fermentasi, yaitu (i) Kode cfu/mL, 2 persen (v/v) pada suhu 37 oC
F (fermentasi, tanpa siklus pemanasan menggunakan inkubator selama 18 jam.
bertekanan-pendinginan/AC); (ii) Kode FAC- Sementara itu, pada perlakuan pemanasan
1S (fermentasi, dengan 1 siklus pemanasan bertekanan-pendinginan, irisan gadung di
bertekanan-pendinginan/AC); (iii) Kode FAC- autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit
2S (fermentasi, dengan 2 siklus pemanasan (rasio irisan gadung : akuades, yaitu 1 : 2)
bertekanan-pendinginan/AC). Penelitian ini dan didinginkan dengan menggunakan
menggunakan desain eksperimental refrigerator pada suhu 4 oC selama 24 jam.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan Selanjutnya, irisan gadung tersebut
dikeringkan dengan oven pada suhu 70 oC

Gambar 1. Proses Produksi Tepung Gadung Modifikasi dengan Fermentasi dan Pemanasan
Bertekanan-Pendinginan
Keterangan: A (umbi gadung utuh sebelum dikupas), B (umbi gadung setelah dikupas), C (irisan
umbi gadung), D (irisan umbi gadung yang dilumuri abu kayu), E (irisan umbi
gadung yang siap difermentasi), F (fermentasi irisan gadung), G (proses
autoclaving irisan umbi gadung), H (irisan umbi gadung setelah diberikan
perlakuan autoclaving-cooling), I (pengeringan irisan umbi gadung dalam oven), J
(penepungan umbi gadung pascapengeringan), K (tepung gadung modifikasi)

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
selama 16 jam, lalu ditepungkan dengan pin (μg/mL) ditentukan dengan menggunakan
disc mill, dan diayak sehingga diperoleh kurva standar. Kadar total gula (persen bk)
sampel tepung gadung berukuran 80 mesh. diperoleh dari kurva standar, sedangkan kadar
Proses produksi tepung gadung kaya RS total pati (persen bk) dihitung dengan
dengan perlakuan fermentasi dan pemanasan mengalikan kadar total gula dengan faktor 0,9.
bertekanan-pendinginan dapat dilihat pada 𝐺
Gambar 1. Kadar Total Pati (%bk) = 𝑊x v x FPx100% x 0,9
2.4. Analisis Kimia terhadap Tepung Keterangan:
Gadung Kaya RS
G = Kadar Glukosa (mg/mL)
Keenam sampel tepung gadung dari 2
W = Bobot Sampel (mg)
kelompok perlakuan tersebut dilakukan
analisis kadar amilosa (Faridah, dkk., 2013), V = Volume Total Reaksi (mL)
kandungan total pati (Dubois, dkk., 1956), FP = Faktor Pengencer
kadar gula pereduksi (Miller, 1959), kadar pati
cepat cerna (Rapid Digestible Starch/RDS), 2.4.2. Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin
pati lambat cerna (Slowly Digestible Starch/ Analisis kadar amilosa dan amilopektin
SDS) dan kadar RS (Engyst, dkk., 1992), daya dilakukan dengan mengacu pada metode
cerna pati in vitro (Anderson, dkk., 2002) Faridah, dkk. (2013). Sebanyak 100 mg
sebanyak tiga kali ulangan (triplo). sampel tepung gadung, 1 mL etanol 95 persen
2.4.1. Analisis Kadar Total Pati dan 9 mL larutan NaOH 1 N dimasukkan ke
dalam labu takar 100 mL. Labu takar tersebut
Analisis kadar total pati dilakukan dipanaskan dalam penangas air pada suhu
mengacu pada metode Dubois, dkk. (1956). 95°C selama 10 menit. Setelah didinginkan,
Sebanyak 1 g tepung gadung dimasukkan larutan gel tepung gadung ditambahkan
secara perlahan ke dalam 100 mL etanol 95 akuades sampai dengan tanda tera dan
persen dan dihomogenkan menggunakan dihomogenkan. Sebanyak 5 mL larutan gel
pengaduk magnetik. Selanjutnya, suspensi tepung gadung dipipet dari labu takar ini dan
tepung gadung disaring menggunakan kertas dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL
saring. Kertas yang berisi residu tepung lainnya. Selanjutnya, ditambahkan 1 mL
gadung tersebut didiamkan semalam dalam larutan asam asetat 1 N dan 2 mL larutan iod,
desikator. Residu tepung gadung ditimbang dan akuades hingga tanda tera. Larutan
untuk diketahui beratnya. Setelah itu, sampel ini dibiarkan selama 20 menit pada
sebanyak 40 mg tepung gadung tepung suhu ruang sebelum diukur absorbansinya
gadung dihaluskan dengan mortar. tepung dengan spektrofotometer UV-Vis pada
tersebut ditambahkan dengan 20 mL akuades panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa
dan diautoklaf pada suhu 105 oC selama 1 (dalam persen) ditentukan dengan
jam. Setelah diautoklaf, sampel didinginkan menggunakan persamaan kurva standar
pada suhu kamar dan diencerkan dengan larutan amilosa.
akuades sebanyak 40 kali. 𝐶 𝑥 𝑉 𝑥 𝐹𝑃
Kadar Amilosa (%bk) = 𝑊
x 100%
Sebanyak 0,5 mL sampel tepung gadung Keterangan :
dan 0,5 mL fenol 5 persen dimasukkan ke C = Konsentrasi Amilosa (mg/mL)
dalam tabung reaksi dan dihomogenkan V = Volume Akhir Sampel (mL)
dengan menggunakan vorteks. Sebanyak 2,5 FP = Faktor Pengencer
mL larutan H2SO4 pekat lalu ditambahkan W = Berat Sampel (mg)
secara cepat ke dalam tabung reaksi tersebut
sehingga terjadi reaksi eksoterm yang Sementara itu, penentuan kadar amilopektin
menghasilkan panas. Larutan sampel dilakukan dengan menyelisihkan persen kadar
kemudian didiamkan selama 10 menit pada total pati dengan persen kadar amilosa.
suhu ruang dan diaduk dengan vorteks, 2.4.3. Analisis Kadar Gula Pereduksi
selanjutnya didiamkan kembali selama 20
menit pada suhu ruang. Nilai absorbansi diukur Analisis kadar gula pereduksi dilakukan
dengan spektrofotometer UV-Vis pada dengan merujuk pada metode Milller (1959).
panjang gelombang 490 nm. Kadar glukosa Sebanyak 1 g tepung gadung dimasukkan

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
secara perlahan ke dalam 100 mL etanol 95 salah satunya digunakan sebagai blanko.
persen dan dihomogenkan dengan Tabung ditutup dan diinkubasikan pada suhu
menggunakan pengaduk magnetik. Suspensi 37°C selama 15 menit. Larutan sampel dan
tepung gadung tersebut disaring blanko diangkat dan ditambahkan 5 mL larutan
menggunakan kertas saring. Kertas yang enzim α-amilase (1 mg/mL dalam larutan
berisi residu tepung gadung didiamkan buffer fosfat pH 7). Kedua tabung tersebut
semalam di dalam desikator. Setelah kering, diinkubasi kembali selama 30 menit dan
sebanyak 20 mg tepung gadung dihaluskan dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup
dengan mortar. Selanjutnya, tepung tersebut berisi 2 mL larutan DNS (asam dinitrosalisilat).
ditambahkan dengan 10 mL akuades dan Larutan dipanaskan dalam air mendidih
dipanaskan dalam autoklaf 105°C selama 1 selama 12 menit dan didinginkan dengan air
jam. Setelah pemanasan selesai, pasta pati mengalir. Sebanyak 10 mL akuades kemudian
didinginkan pada suhu kamar dan dilakukan ditambahkan dan diaduk hingga homogen
pengenceran 10 kali sebelum digunakan. dengan menggunakan vorteks. Larutan
sampel dan blanko tersebut kemudian diukur
Prosedur pengujian kadar gula pereduksi absorbansinya dengan spektrofotometer UV-
dijelaskan lebih lanjut. Sebanyak 1 mL sampel
Vis pada panjang gelombang 520 nm. Daya
dan 2 mL pereaksi DNS (3,5- Dinitro Salisic
cerna pati (dalam persen) dihitung dengan
Acid) dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
menggunakan rumus di bawah ini.
Sampel tersebut ditempatkan dalam air
Kadar maltosa sampel − Kadar maltosa blanko sampel
mendidih selama 5 menit. Selanjutnya, 𝑥 100
Kadar maltosa pati murni − Kadar maltosa blanko pati murni
diencerkan dengan 10 mL akuades dan
didiamkan sampai dingin pada suhu ruang. 2.4.5. Analisis Kadar RDS, SDS dan RS
Absorbansi diukur pada spektrofotometer UV- Tepung Gadung
Vis pada panjang gelombang 540 nm. Gula Komposisi pati (RDS, SDS dan RS)
pereduksi (dalam persen) ditentukan dengan ditentukan dengan menggunakan metode
menggunakan persamaan kurva standar
Englyst, dkk. (1992). Sampel sebanyak 1 g
larutan glukosa. ditempatkan dalam tabung sentrifus. Sampel
𝐺 dicuci menggunakan 8 mL etanol 80 persen
Kadar gula pereduksi (%bk)=𝑊 x v x FP x 100%
selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 554
Keterangan : x g selama 10 menit dan diulang dua kali.
Residu yang merupakan pati ditambah 20 mL
G = Kadar Glukosa (mg/mL)
buffer sodium asetat (0,1M, pH 5,2),
W = Bobot Sampel (mg) selanjutnya dididihkan dalam penangas air
V = Volume Total Reaksi (mL) selama 30 menit. Sampel didinginkan dan
ditambah 5 mL larutan enzim yang
FP = Faktor Pengencer mengandung ekstrak pankreatin dan
amiloglukosidase. Larutan enzim disiapkan
dengan cara mensuspensikan 3 g pankreatin
2.4.4. Analisis Daya Cerna Pati in Vitro (Sigma, Cat. No. P7545) ke dalam 20 mL air
(Anderson, dkk., 2002) deionisasi, selanjutnya distirer selama 10
Analisis daya cerna pati secara in vitro menit pada suhu ruang dan disentrifugasi
dilakukan dengan mengacu pada metode dengan kecepatan 1500 x g, 4oC selama 10
Anderson, dkk. (2002). Sebanyak 1 g sampel menit. Sebanyak 13,5 mL supernatan
tepung gadung dan 100 mL akuades pankreatin ditambah 0,25 mL
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. amiloglukosidase 210 U (Sigma Cat. No.
Labu erlenmeyer ditutup dengan alumunium A7095) dan 1,25 mL air deionisasi.
foil dan dipanaskan dalam penangas air Selanjutnya, sampel diinkubasi dalam shaker
hingga mencapai suhu 90°C sambil terus waterbath pada suhu 37oC selama 20 menit
diaduk, lalu didinginkan. Sebanyak 2 mL untuk menentukan kadar RDS dan 120 menit
larutan sampel tersebut dipipet ke dalam untuk SDS. RDS dinyatakan sebagai total pati
tabung reaksi bertutup dan ditambahkan 3 mL yang dicerna selama 20 menit pertama, dan
akuades dan 5 mL larutan buffer fosfat pH 7. SDS dinyatakan sebagai total pati yang
Masing-masing sampel dibuat dua kali, yang dicerna antara 20 dan 120 menit.

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
Sampel yang telah dianalisis RDS dan 550 nm. Akuades digunakan sebagai blanko.
SDS disentrifugasi selama 15 menit, 3000 x g. Kurva standar dibuat dengan menggunakan
bagian residu diambil dan dicuci dengan 10 mL larutan glukosa standar, yaitu 2 mg/ml sebagai
akuades. Proses sentrifugasi diulang lagi larutan induk. Larutan kerja yang digunakan
dengan cara yang sama seperti di atas dan sebagai standar adalah 0,2 mg/mL; 0,4 mg/mL;
residunya kembali diambil dan dicuci. Residu 0,6 mg/mL; dan 0,8 mg/mL; 1,0 mg/mL. Persen
sampel tersebut ditambahkan 3 mL akuades RS diperoleh dengan mengalikan persen
dan 1,5 mL larutan KOH 10 M, lalu diaduk glukosa dengan faktor koreksi 0,9.
dengan menggunakan vorteks dan didiamkan
𝐴 𝐹𝑃
selama 30 menit pada suhu ruang. Secara % RS = 𝑆 x 𝑊
𝑥 100 0,9
berturut-turut ke dalam sampel tersebut
ditambahkan 2,75 mL 2 M HCl dan 1,5 mL Keterangan :
buffer sodium asetat pH 4,75 dan 40 μl enzim A = Absorbandi Sampel
amiloglukosidase 210 U. Sebelum diinkubasi S = Slope atau Kemiringan Kurva
pada suhu 60°C selama 45 menit dengan FP = Faktor Pengencer
menggunakan vorteks. Sampel disentrifugasi W = Berat Sampel (g)
selama 15 menit, 3000 x g). Bagian supernatan
diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar. 2.5. Analisis Statistik
Bagian residu dicuci dengan 10 mL akuades Analisis ragam (Analisis of Variance)
dan disentrifugasi kembali. Bagian supernatan dilakukan terhadap data yang diperoleh
dicampurkan dengan supernatan sebelumnya. dengan menggunakan menggunakan
Sebanyak 25‒1.000 mL sampel diencerkan Software SPSS 17. Selanjutnya, dilakukan
dengan akuades (tingkat pengenceran perbandingan nilai tengah untuk peubah yang
tergantung pada kandungan RS dalam menunjukkan beda nyata dengan uji jarak
sampel). berganda Duncan (Duncan Multiple Range
Sebanyak 1 mL sampel ditambahkan Test) pada taraf signifikansi 5 persen.

Gambar 2. Pengaruh Fermentasi dan Siklus AC terhadap Kadar Total Pati Tepung Gadung
Keterangan: huruf yang berbeda pada diagram batang menunjukkan nilai yang berbeda nyata
dengan taraf nyata 95 persen, (α = 5 persen), setelah dilakukan uji Duncan pada
SPSS 17
2 mL pereaksi DNS (asam dinitrosalisilat) dan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dipanaskan dalam penangas air dengan suhu
o
air (100 C) selama 10 menit lalu didinginkan 3.1. Kadar Total Pati Tepung Gadung
pada suhu ruang. Selanjutnya, sampel
Pati merupakan karbohidrat yang
diencerkan dengan penambahan 10 mL
berbentuk polisakarida berupa polimer anhidro
akuades dan diukur menggunakan
monosakarida dengan rumus umum
spektrofotometer pada panjang gelombang
(C6H10O5)n. Pati juga merupakan homopolimer

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
glukosa dengan ikatan α-glikosidik pati gadung karena mengakibatkan
(Kusnandar, 2011). Berdasarkan sifatnya, pati peningkatan degradasi pati yang
tergantung dari panjang rantai C-nya, serta menyebabkan kerusakan pada pati. Zaragoza,
lurus maupun bercabang rantai molekulnya. dkk., (2010) dan Vatanasuchart, dkk. (2012)
Pati terdiri dari dua fraksi, yaitu fraksi terlarut menyebutkan degradasi pada pati singkong
disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut terjadi akibat putusnya ikatan glikosidik pada
amilopektin (Winarno, 2007). Hasil analisa fraksi pati baik pada ikatan linier α-1,4 amilosa
kadar total pati (persen bk) terhadap tepung dan ikatan percabangan α-1,6 amilopektin oleh
gadung modifikasi dapat dilihat pada Gambar pemanasan autoklaf. Kombinasi perlakuan
2. Kadar total pati tepung gadung fermentasi dan pemanasan bertekanan-
menunjukkan penurunan setelah diberi pendinginan pada gadung sangat signifikan
perlakuan fermentasi, pemanasan bertekanan- dapat menurunkan kadar total pati gadung dan
pendinginan dan kombinasi fermentasi dengan paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan
pemanasan bertekanan pendinginan. yang lainnya.

Pada perlakuan fermentasi tanpa Jenie, dkk. (2012) dan Nurhayati, dkk.
pemanasan bertekanan-pendinginan, kadar (2014) menyebutkan proses fermentasi yang
total pati tepung gadung menurun akibat dilanjutkan dengan siklus pemanasan
hidrolisis kultur campuran BAL L. plantarum D- bertekanan-pendinginan menyebabkan
240 dan Leu. Mesenteroides SU-LS67. Kedua penurunan signfifikan kadar total pati pada
kultur BAL tersebut mempunyai aktivitas enzim tepung pisang tanduk. Hasil analisa statistik
amilase dan pululanase yang tinggi (Setiarto, ANOVA menunjukkan bahwa tepung gadung
dkk., 2015). Menurut Bhanwar dan Ganguli kontrol dan fermentasi berbeda nyata (α= 5
(2014), amilase menghidrolisis ikatan linier α- persen) dengan tepung gadung AC-1S, AC-
1,4-glikosidik pada amilosa secara acak 2S, FAC-1S, dan FAC-2S. Hasil uji beda nyata
menghasilkan campuran dekstrin, maltosa, duncan menunjukkan bahwa perlakuan FAC-
dan glukosa. Sedangkan Vatanasuchart, dkk. 2S memberikan dampak penurunan kadar total
(2010) menyebutkan pululanase pati yang berbeda nyata dengan perlakuan
menghidrolisis ikatan percabangan α-1,6 FAC-1S.
penghubung amilopektin pada pati sehingga
dihasilkan amilosa rantai pendek. 3.2. Kadar Gula Pereduksi Tepung Gadung
Perlakuan pemanasan bertekanan- Gula pereduksi adalah gula berupa
pendinginan juga mempengaruhi kadar total monosakarida dan disakarida yang

Gambar 3. Pengaruh Fermentasi dan Siklus AC terhadap Kadar Gula Pereduksi Tepung
Gadung
Keterangan: huruf yang berbeda pada diagram batang menunjukkan nilai yang berbeda nyata
dengan taraf nyata 95 persen, (α = 5 persen), setelah dilakukan uji Duncan pada
SPSS 17

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
Gambar 4. Pengaruh Fermentasi dan Siklus AC terhadap Kadar Amilosa Tepung Gadung
Keterangan: huruf yang berbeda pada diagram batang menunjukkan nilai yang berbeda nyata
dengan taraf nyata 95 persen, (α = 5 persen), setelah dilakukan uji Duncan pada
SPSS 17
mempunyai gugus hidroksi bebas dan reaktif. menyebutkan amilase dan pululanase yang
Pada glukosa (aldose) biasanya terikat pada dihasilkan selama proses fermentasi oleh BAL
atom karbon nomor satu (anomerik), akan menghidrolisis amilosa dan amilopektin
sedangkan pada fruktosa (ketosa) dengan pati pisang menjadi glukosa dan maltosa yang
gugus hidroksi reaktifnya terletak pada atom merupakan gula pereduksi. Peningkatan kadar
karbon nomor dua. Sementara itu, laktosa gula pereduksi akibat perlakuan fermentasi
mempunyai gugus hidroksi bebas pada atom C tidak signifikan karena gula pereduksi (seperti
nomor satu pada rantai glukosanya (Winarno, maltosa dan glukosa) dimanfaatkan oleh kultur
2007). Kadar gula pereduksi tertinggi pada campuran BAL sebagai sumber karbon untuk
penelitian ini terdapat pada tepung gadung pertumbuhannya (Jenie, dkk., 2012).
modifikasi dengan perlakuan siklus
3.3. Kadar Amilosa dan Amilopektin
pemanasan bertekanan-pendinginan baik satu
Tepung Gadung
siklus, maupun dua siklus (Gambar 3).
Berdasarkan hasil analisis diketahui
Peningkatan kadar gula pereduksi dipengaruhi
bahwa baik tanpa maupun dengan perlakuan
oleh peningkatan jumlah amilosa rantai
fermentasi, penambahan siklus pemanasan
pendek yang terbentuk sebagai akibat
bertekanan-pendinginan dapat meningkatkan
degradasi pati yang menyebabkan putusnya
kadar amilosa. Sementara itu, perlakuan
ikatan linier α-1,4 glikosidik selama proses
fermentasi sendiri justru tidak berpengaruh
pemanasan autoklaf berlangsung sehingga
terhadap kadar amilosa tepung gadung
ikut terukur sebagai gula pereduksi (Zaragoza,
modifikasi (Gambar 4 dan 5). Perlakuan
dkk., 2010 dan Moongngarm, 2013).
fermentasi cenderung menurunkan kadar
Kombinasi perlakuan fermentasi dengan 1
amilopektin tepung gadung modifikasi.
siklus pemanasan bertekanan-pendinginan
Penambahan siklus pemanasan bertekanan-
menurunkan kadar gula pereduksi jika
pendinginan tanpa fermentasi dapat
dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
menurunkan kadar amilopektin tepung gadung
Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk
modifikasi. Penambahan jumlah siklus
perlakuan fermentasi dengan 2 siklus
pemanasan bertekanan-pendinginan dari 1 ke
pemanasan bertekanan-pendinginan.
2 siklus pada perlakuan fermentasi dapat
Penurunan tersebut disebabkan karena
meningkatkan kadar amilopektin pada tepung
gula pereduksi yang terkandung dalam gadung
gadung modifikasi, walaupun nilainya lebih
yang diberi perlakuan pemanasan bertekanan-
rendah dibandingkan dengan perlakuan
pendinginan sebagian besar dimanfaatkan
fermentasi saja (Gambar 4 dan 5). Semakin
oleh BAL selama fermentasi untuk
banyak jumlah siklus pemanasan bertekanan-
pertumbuhannya (Bhanwar dan Ganguli,
pendinginan yang diaplikasikan, maka dapat
2014). Vatanasuchart, dkk.(2010)

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma

a
Gambar 5. Pengaruh Fermentasi dan Siklus AC terhadap Kadar Amilopektin Tepung Gadung
Keterangan: huruf yang berbeda pada diagram batang menunjukkan nilai yang berbeda nyata
dengan taraf nyata 95 persen, (α = 5 persen), setelah dilakukan uji Duncan pada
SPSS 17
meningkatkan kadar amilosa rantai pendek dan mempunyai berat molekul sekitar 1x10 5–
yang terbentuk sehingga menurunkan kadar 1x106. Amilopektin mempunyai struktur
amilopektin pada tepung gadung modifikasi. bercabang-cabang, yaitu titik percabangannya
Zaragoza, dkk. (2010) menyebutkan dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-1,6.
peningkatan kadar amilosa dan penurunan Karim, dkk. (2000) menyebutkan jumlah α-D-
amilopektin terjadi karena pemanasan autoklaf glukosa penyusun titik percabangan pada
yang menyebabkan putusnya sebagian kecil amilopektin, yaitu 20–30 unit anhidroglukosa.
ikatan glikosidik pada percabangan α-1,6 Amilopektin mempunyai berat molekul lebih
sehingga terjadi perubahan amilopektin dari tinggi bila dibandingkan dengan amilosa, yaitu
struktur cabang menjadi linier. sekitar 106–109. Pada jenis pati yang rekat
Pati tersusun atas komponen amilosa dan (adesif), amilosa dalam pati berkisar 20–30
amilopektin. Amilosa mempunyai struktur persen (Sudarmadji, dkk., 2003). Karakteristik
lurus, yaitu α-D-glukosa yang dihubungkan amilosa dalam suatu larutan adalah
satu sama lain dengan ikatan glikosidik α-1,4 kecenderungan membentuk koil yang sangat

Gambar 6. Pengaruh Fermentasi dan Siklus AC terhadap Kadar RDS Tepung Gadung
Keterangan: huruf yang berbeda pada diagram batang menunjukkan nilai yang berbeda nyata
dengan taraf nyata 95 persen, (α = 5 persen), setelah dilakukan uji Duncan pada
SPSS 17

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
Gambar 7. Pengaruh Fermentasi dan Siklus AC terhadap Kadar SDS Tepung Gadung
Keterangan: huruf yang berbeda pada diagram batang menunjukkan nilai yang berbeda nyata
dengan taraf nyata 95 persen, (α = 5 persen), setelah dilakukan uji Duncan pada
SPSS 17

panjang dan fleksibel yang selalu bergerak tersebut disebabkan oleh enzim amilase dan
melingkar. Dalam masakan, amilosa pululanase yang dihasilkan oleh kultur
memberikan efek keras bagi pati, sedangkan campuran BAL yang menghidrolisis amilosa
amilopektin bersifat merangsang terjadinya pada ikatan linier α-1,4 dan amilopektin pada
proses mekar (puffing), dimana produk yang ikatan percabangan α-1,6 selama fermentasi,
berasal dari pati yang kandungan seperti yang terjadi pada tepung pisang tanduk

Gambar 8. Pengaruh Fermentasi dan Siklus AC terhadap Kadar Pati Resisten (RS) Tepung
Gadung
Keterangan: huruf yang berbeda pada diagram batang menunjukkan nilai yang berbeda nyata
dengan taraf nyata 95 Persen, (α = 5 persen), setelah dilakukan uji Duncan pada
SPSS 17

amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, (Jenie, dkk., 2012 dan Nurhayati, dkk., 2014).
berpori, kering, dan renyah (Moongngarm, Hasil analisa statistik ANOVA menunjukkan
2013). Perlakuan fermentasi, pemanasan bahwa tepung gadung modifikasi dengan
bertekanan-pendinginan satu dan dua siklus, perlakuan fermentasi, pemanasan bertekanan-
serta kombinasi keduanya diketahui mampu pendinginan, baik satu maupun dua siklus,
menurunkan kadar amilopektin. Penurunan serta kombinasi fermentasi dengan

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
pemanasan bertekanan-pendinginan akan serta kombinasi fermentasi dengan
meningkatkan kadar amilosa dan menurunkan pemanasan bertekanan-pendinginan satu dan
kadar amilopektin secara signifikan dengan dua siklus diketahui mampu meningkatkan
taraf nyata 95 persen. kadar SDS tepung gadung modifikasi secara
signifikan. Hal tersebut disebabkan karena
3.4. Kadar RDS dan SDS Tepung Gadung
mulai terjadinya retrogradasi pati yang
Pati dapat dikelompokkan menjadi dua, menyebabkan terbentuknya RS tipe III akibat
yaitu RDS dan SDS. RDS adalah fraksi pati perlakuan pemanasan bertekanan-
yang menyebabkan kenaikan glukosa darah pendinginan. Proses autoclaving-cooling (AC)
secara cepat setelah makanan masuk ke secara berulang dapat menyebabkan semakin
dalam saluran pencernaan selama 20 menit banyaknya pembentukan fraksi amilosa
akibat dicerna oleh enzim α-amilase. SDS teretrogradasi atau terkristalisasi (Saguilan
adalah fraksi pati yang baru dapat dicerna dkk., 2005). Fraksi amilosa yang berikatan
sempurna dalam usus halus dengan dengan fraksi amilosa lainnya melalui ikatan
kecepatan yang lebih lambat dibandingkan hidrogen membentuk struktur double helix.
dengan RDS (umumnya setelah 2 jam) Struktur double helix berikatan dengan struktur
(Kusnandar, 2011). Pengaruh perlakuan double helix lainnya membentuk kristalit
fermentasi kultur campuran bakteri asam laktat sehingga terjadi rekristalisasi fraksi amilosa
dan siklus pemanasan bertekanan- yang dikenal dengan proses pembentukan
pendinginan, maupun kombinasi keduanya RS3 (Mutungi, dkk., 2009). Rekristalisasi
terhadap kadar RDS dan SDS tepung gadung amilosa ini terjadi selama proses pendinginan
modifikasi disajikan dalam Gambar 6 dan 7. (cooling). Amilosa teretrogradasi (RS3)
bersifat lebih stabil terhadap panas, sangat
Perlakuan fermentasi BAL mampu kompleks dan tahan terhadap enzim amilase.
meningkatkan kadar SDS pada tepung gadung
modifikasi. Pada perlakukan tanpa fermentasi, 3.5. Kadar RS Tepung Gadung
penambahan siklus pemanasan bertekanan- Hasil analisis kadar RS terhadap tepung
pendinginan dari 1 siklus ke 2 siklus gadung modifikasi dapat dilihat pada Gambar
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar 8. Kadar RS tepung gadung kontrol tidak
SDS pada tepung gadung modifikasi. berbeda nyata dengan perlakuan fermentasi.
Sementara itu, pada perlakukan fermentasi, Penambahan siklus pemanasan bertekanan-
penambahan siklus pemanasan bertekanan- pendinginan baik tanpa, maupun dengan
pendinginan justru menurunkan kadar SDS fermentasi mampu meningkatkan kadar RS
tepung gadung modifikasi. Secara umum, tepung gadung modifikasi. Pada perlakukan
perlakuan fermentasi menurunkan kadar RDS satu siklus pemanasan bertekanan-
tepung gadung dibandingkan dengan kadar pendinginan, perlakukan fermentasi dapat
RDS tepung gadung tanpa fermentasi. meningkatkan kadar RS tepung gadung
Sedangkan, perlakuan 1 siklus tanpa modifikasi. Sementara itu, perlakukan 2 siklus
fermentasi menghasilkan kadar RDS lebih pemanasan bertekanan-pendinginan,
tinggi dibandingkan dengan kontrol dan 2 perlakukan fermentasi justru menurunkan
siklus (Gambar 6). Perbandingan kadar kadar RS tepung gadung modifikasi.
tersebut menjelaskan bahwa tepung gadung Peningkatan kadar RS dapat dikaitkan dengan
kontrol lebih cepat dicerna dibandingkan amilosa yang terkandung dalam tepung
dengan tepung gadung hasil fermentasi. gadung. Zaragoza, dkk. (2009) menyebutkan
Saguilan, dkk. (2005) melaporkan bahwa semakin tinggi kadar amilosa pati, maka
peningkatan RDS dan penurunan jumlah SDS semakin meningkat kadar RS dalam bahan
mengubah karakteristik bahan pangan menjadi pangan. Hasil analisa statistik ANOVA
lebih mudah dicerna. Kadar SDS tepung menunjukkan bahwa kadar RS tepung gadung
gadung fermentasi lebih tinggi dibandingkan kontrol berbeda nyata (p<0,05) dengan tepung
dengan kontrol tanpa fermentasi karena gadung yang diberi perlakuan pemanasan
selama fermentasi kultur campuran BAL bertekanan-pendinginan 1 siklus (AC-1 S) dan
menghasilkan amilase ekstraseluler. 2 siklus (AC-2S), serta kombinasi fermentasi
dengan pemanasan bertekanan-pendinginan
Perlakuan pemanasan bertekanan-
pendinginan satu dan dua siklus, fermentasi

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
baik FAC-1S, maupun FAC-2S pada taraf yang disebabkan oleh lebih intensifnya ikatan
nyata (α= 5 persen) (Gambar 8). hidrogen. Hal tersebut mengakibatkan pati
Sementara itu, perlakuan fermentasi tidak mengembang atau mengalami
tepung gadung menghasilkan kadar RS yang gelatinisasi sempurna pada waktu pemasakan.
tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan Pembentukan RS terjadi karena granula pati
perlakuan tepung gadung kontrol. Hal tersebut mengalami gelatinisasi. Granula rusak akibat
membuktikan bahwa peningkatan kadar RS proses pemanasan basah dan terjadi
tepung gadung lebih disebabkan oleh pelepasan amilosa dari granula ke dalam
terjadinya retrogradasi akibat perlakuan larutan. Pada saat pendinginan, rantai polimer
pemanasan bertekanan-pendinginan. Jenie, terpisah sebagai ikatan ganda (double helix)
dkk. (2012) dan Nurhayati, dkk. (2014) dan mengalami pembentukan kembali ke
menyebutkan perlakuan fermentasi dengan struktur awalnya secara perlahan membentuk
kultur campuran bakteri asam laktat lebih struktur kompak yang distabilkan oleh ikatan
berperan dalam meningkatkan jumlah amilosa hidrogen (Sajilata, dkk., 2006).
rantai pendek yang menjadi bahan baku utama Perlakuan kombinasi fermentasi dan
pembentukan RS. Selama fermentasi, bakteri siklus pemanasan bertekanan-pendinginan
asam laktat akan menghasilkan enzim amilase berpengaruh signifikan meningkatkan kadar
yang akan menghidrolisis ikatan linier α-1,4 RS tepung gadung modifikasi (p<0,05).
glikosidik pada amilosa rantai panjang Tepung gadung dengan perlakuan FAC-1S
sehingga akan menghasilkan amilosa rantai meningkatkan kadar RS secara signifikan
pendek. Selain itu, bakteri asam laktat juga menjadi 2,1 kali lipat jika dibandingkan dengan
menghasilkan enzim pululanase yang kontrol (K) (Gambar 8). Sementara itu,
berperan dalam menghidrolisis ikatan perlakuan FAC-2S meningkatkan kadar RS
percabangan α-1,6 penghubung amilopektin menjadi 2,5 kali lipat (Gambar 8). Perlakuan
pada pati sehingga akan dihasilkan pula tepung gadung dengan satu dan dua siklus
amilosa rantai pendek. pemanasan bertekanan-pendinginan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata
Kadar RS tepung gadung meningkat
(p<0,05) dibandingkan dengan tepung gadung
secara signifikan (p<0,05) setelah diberikan
kontrol. Hal tersebut terjadi karena adanya
perlakuan pemanasan bertekanan-
proses gelatinisasi dan retrogradasi pati
pendinginan. Hasil tersebut sesuai dengan
gadung. Semakin banyak siklus pemanasan
hasil penelitian Sugiyono, dkk. (2009) dan
bertekanan-pendinginan yang diaplikasikan,
Faridah, dkk. (2013) pada pati garut, maupun
maka akan semakin meningkatkan kadar RS.
Jenie, dkk. (2012) dan Nurhayati, dkk. (2014)
pada tepung pisang. Perlakuan AC-1S Yadav, dkk. (2009) menyebutkan RS
meningkatkan kadar RS sebanyak 1,5 kali terbentuk selama proses retrogradasi atau
dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, kritalisasi ulang pati tergelatinisasi, khususnya
perlakuan AC-2S akan semakin meningkatkan amilosa. Setiap pemanasan berulang dapat
kadar RS menjadi 3,2 kali lipat dibandingkan meningkatkan derajat gelatinisasi pati dan
dengan kontrol (Gambar 8). Perlakuan 2 siklus pendinginan berulang memicu terjadinya
pemanasan bertekanan-pendinginan (AC-2S) retrogradasi. Retrogradasi amilosa disebabkan
menghasilkan kadar RS tertinggi pada tepung karena penyimpanan pati tergelatinisasi pada
gadung dan sangat berbeda nyata (p<0,05) suhu 4°C selama 24 jam. Hickman, dkk. (2009)
jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. juga menyebutkan tiga siklus pemanasan
bertekanan-pendinginan memberikan dampak
Peningkatan RS terutama diakibatkan
peningkatan RS tiga kali lipat pada tepung
oleh terjadinya retrogradasi pada pati gadung.
jagung dan tepung gandum.
Pada saat tahap retrogradasi, molekul pati
berupa amilosa maupun amilopektin akan 3.6. Daya Cerna Pati In Vitro Tepung
saling berikatan kembali secara double helix Gadung
sehingga membentuk struktur yang rapat dan
Daya cerna pati adalah tingkat
stabil oleh ikatan hidrogen (Sajilata, dkk., 2006
kemudahan suatu jenis pati untuk dihidrolisis
dan Vatanasuchart, dkk., 2012). Granula pati
oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit
yang kaya akan amilosa mempunyai
monomer yang lebih sederhana (Nugent,
kemampuan mengkristal yang lebih besar
2005). Analisis daya cerna pati adalah salah

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
Gambar 9. Pengaruh Fermentasi dan Siklus AC terhadap Daya Cerna In Vitro Tepung
Gadung
Keterangan: huruf yang berbeda pada diagram batang menunjukkan nilai yang berbeda
nyata dengan taraf nyata 95 persen, (α = 5 persen), setelah dilakukan uji
Duncan pada SPSS 17
satu parameter yang digunakan untuk Penurunan daya cerna pada perlakuan
mengetahui pengaruh perlakuan modifikasi pemanasan bertekanan-pendinginan
pati karena daya cerna pati dapat berkolerasi berhubungan dengan meningkatnya kadar RS
dengan kadar RS yang dihasilkan (Anderson, dan serat pangan akibat proses retrogradasi
dkk., 2002). Semakin tinggi kadar RS dalam sebagaimana hasil penelitian Vatanasuchart,
suatu bahan pangan, maka akan berkorelasi dkk. (2012) pada tepung pisang, maupun
dengan penurunan daya cerna pati dari bahan Faridah, dkk. (2013) pada pati garut. Hasil
pangan tersebut (Anderson, dkk., 2002). analisa statistik ANOVA menunjukkan bahwa
daya cerna pati setiap tepung gadung
Perlakuan fermentasi dapat meningkatkan modifikasi berbeda nyata dengan taraf nyata
daya cerna tepung gadung modifikasi. Namun, (p<0,05) untuk setiap perlakuan yang
peningkatan jumlah siklus pemanasan diberikan.
bertekanan-pendinginan dari 1 siklus ke 2
siklus telah menurunkan daya cerna tepung IV. KESIMPULAN
gadung modifikasi baik untuk perlakuan tanpa
fermentasi, maupun dengan fermentasi Perlakuan dua siklus pemanasan
(Gambar 9). Peningkatan daya cerna pada bertekanan-pendinginan menghasilkan kadar
perlakuan fermentasi (F) disebabkan oleh pati resisten (RS) lebih tinggi daripada tepung
hidrolisis pati gadung oleh amilase dan gadung modifikasi satu siklus pemanasan
pululanase sehingga terbentuk amilosa rantai bertekanan-pendinginan. Kadar RS tertinggi
pendek, oligosakarida, maltosa, maltotriosa, dicapai pada perlakukan 2 dua siklus
glukosa yang lebih mudah dicerna dengan pemanasan bertekanan-pendinginan (AC–2S)
indeks glikemik yang tinggi. Tepung gadung tanpa fermentasi, yaitu 6,86 persen bk.
fermentasi (F) dapat diaplikasikan sebagai Peningkatan kadar RS tersebut sebesar 3,2
bahan pangan yang mudah dicerna dan cepat kali lipat dibandingkan dengan perlakuan
diabsorbsi oleh tubuh sebagai sumber energi. kontrol (2,14 persen bk). Pada tepung gadung
Sebaliknya, perlakuan AC-1S, AC-2S, FAC- modifikasi, kadar amilosa tinggi yang
1S, dan FAC-2S berpengaruh nyata (p<0,05) dihasilkan pada perlakuan pemanasan
menurunkan daya cerna tepung gadung jika bertekanan-pendinginan berasosiasi dengan
dibandingkan dengan perlakuan kontrol tingginya kadar RS. Peningkatan kadar RS
(Gambar 9). pada tepung gadung modifikasi menyebabkan
penurunan daya cerna pati gadung.

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
UCAPAN TERIMA KASIH untuk Menghasilkan Pati Resisten Tipe 3.
J. Teknol Indus Pangan. Vol. 23 (1) : 61–69.
Kegiatan penelitian ini didanai oleh DIPA Hickman, E., Janaswamy B.S., dan Yao, Y. 2009.
Tematik Pusat Penelitian Biologi LIPI 2016. Autoclave and ß-amylolysis led to reduced in
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis vitro digestibility of starch. J. Agric. Food
sampaikan kepada Ibu Dra. Nunuk Chem. Vol. 57 : 7005–7012.
Widhyastuti, M.Si, Ibu Kasirah dan Nety
Huebner, J., Wehling R.L., dan Hutkins, R.W. 2007.
Agustin yang telah membantu baik secara Functional Activity of Commercial Prebiotics. J.
teknis maupun non-teknis sehingga penelitian Int Dairy. Vol. 17 : 770–775.
ini berjalan lancar.
Jenie, B.S.L., Reski P.P., dan Kusnandar F. 2012.
DAFTAR PUSTAKA Fermentasi Kultur Campuran Bakteri Asam
Laktat dan Pemanasan Otoklaf dalam
Abdillah, F. 2010. Modifikasi Tepung Pisang Meningkatkan Kadar Pati Resisten dan Sifat
Tanduk (Musa paradisiacal Formatypica) Fungsional Tepung Pisang Tanduk (Musa
Melalui Proses Fermentasi Spontan dan parasidiaca formatypica). J. Pascapanen. Vol.
Pemanasan Otoklaf untuk Meningkatkan 9 (1) : 18–26.
Kadar Pati Resisten. [tesis]. Sekolah Karim, A.A., Norziah M.H., dan Seow C.C. 2000.
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Methods for The Study of Starch
Bogor. Retrogradation. Food Chemistry. Vol. 71 :
Anderson, A.K. Guraya H.S., James C., dan 9–36.
Salvaggio L. 2002. Digestibility and Pasting Kumoro, A.C., dan Hartati I. 2015. Microwave
Properties of Rice Starch Heat-Moisture Assisted Extraction of Dioscorin from Gadung
Treated at The Melting Temperature (Tm). (Dioscorea hispida Dennst) Tuber Flour.
J. Starch/Stärke. Vol. 54 : 401–409. Procedia Chemistry. Vol. 14 : 47–55.
Bhanwar, S., dan Ganguli A. 2014. α-amylase and Kusnandar, F. 2011. Kimia Pangan Komponen
β-galactosidase Production on Potato Starch Makro. Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Dian
Waste by Lactococcus lactis subsp lactis Rakyat.
Isolated from Pickled Yam. Journal of Scientific
& Industrial Research. Vol. 73 : 324–330. Lehmann, U., Jacobasch G., dan Schmiedl D. 2002.
Characterization of Resistant Starch Type III
Birt, D.F., Boylston T., Hendrich S., Lane J., Hollis from Banana (Musa acuminata). Journal of
J., Li L., McClelland J., Moore S., Phillips G.J., Agriculture and Food Chemistry. Vol. 50 :
Rowling M., Schalinske K., Scott M.P., dan 5236–5240.
Whitley M.P. 2013. Resistant Starch: Promise
for Improving Human Health. Advances in Liu, Q. 2005. Understanding Starches and Their
Nutrition [Electronic Resource]. Vol. 4 (6) : Role in Foods. Di dalam RC Taylor & Francis.
587–601. Food Carbohydrates: Chemistry, Physical
Properties and Applications. Cui SW (editor).
Dubois, M., Gilles K.A., Hamilton J.K., Rebers P.A., Boca Ratn FL.
dan Smith, F. 1956. Calorimetric Method for
Determination of Sugars and Related Miller, G.L. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid
Substances. J. Analytical Chem. Vol. 28 : 350– Reagent for Determination of Reducing Sugar.
356. J. Analytical Chem. Vol. 31 : 426–428.
Eerlingan, R.C., dan Delcour J.A. 1995. Formation, Moongngarm, A. 2013. Chemical Compositions and
Analysis, Structure and Properties of Type III Resistant Starch Content in Starchy Foods.
Enzyme Resistant Starch. J. Cereal Sci. Vol. American Journal of Agricultural and Biological
22 : 129–138. Sciences. Vol. 8 (2) : 107–113.
Englyst, H.N., Kingman S.M., dan Cummings J.H. Mutungi, C., Rosta F., Onyangob C., Jarosa D., dan
1992. Classification and Measurement of Rohma H. 2009. Crystallinity, Thermal and
Nutritionally Important Starch Fractions. Morphological Characteristics of Resistant
European Journal of Clinical Nutrition. Starch Type III Produced by Hydrothermal
Vol. 46 : 533–550. Treatment of Debranched Cassava Starch. J.
Starch/Starke. Vol. 61 : 1–12.
Faridah, D.N., Rahayu W.P., dan Apriyadi M.S.
2013. Modifikasi Pati Garut (Marantha Nugent, A.P. 2005. Health Properties of Resistant
arundinacea) dengan Perlakuan Hidrolisis Starch. Br. Nutr. Foundation Nutr.Bull.
Asam dan Siklus Pemanasan-Pendinginan Vol. 30 : 27–54.

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma
Nurhayati, Jenie, B.S.L., Widowati S., Yadav, B.S., Sharma A., dan Yadav R.B. 2009.
Kusumaningrum H.D. 2014. Komposisi Kimia Studies on Effect of Multiple Heating/Cooling
dan Kristalinitas Tepung Pisang Termodifikasi Cycles on the Resistant Starch Formation in
Secara Fermentasi Spontan dan Siklus Cereals, Legumes and Tubers. International
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan. Journal of Food Science Nutrition.
Agritech. Vol. 34 (2) : 146–150. Vol. 60 (4) : 258–272.
Saguilan, A.A., Flores-Huicochea E., Tovar J., Zaragoza, E.F., Riquelme-Navarrete M.J.,
Garcia-Suarez F., Guiterrez-Meraz F., dan Sanchez-Zapata E., dan Perez-Alvarez J.A.
Bello-Perez L.A. 2005. Resistant Starch Rich- 2010. Resistant Starch as Functional
Powders Prepared by Autoclaving of Native Ingredient: A review. Food Research
and LIntnerized Banana Starch : Partial International. Vol. 43 (4) : 931–942.
Characterization. J. Starch/Starke. Vol. 57 :
405–412. R. Haryo Bimo Setiarto dilahirkan di Bogor pada
tanggal 27 Januari 1988. Menyelesaikan
Sajilata, M.G., Rekha S.S., dan Puspha R.K. 2006.
pendidikan S1 Biokimia, Institut Pertanian Bogor
Resistant Starch A Review. J. Comprehensive
Rev in Food Sci and Food Safety. Vol. 5 : tahun 2009 dan pendidikan S2 Magister Ilmu
1–17. Pangan, Institut Pertanian Bogor tahun 2015. Saat
ini bekerja sebagai peneliti bidang Mikrobiologi
Setiarto, R.H.B., Jenie B.S.L., Faridah D.N.,
Saskiawan I., dan Sulistiani. 2015. Seleksi Pangan di Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Bakteri Asam Laktat Penghasil Amilase dan Firda Yunirma dilahirkan di Jakarta pada tanggal
Pululanase dan Aplikasinya pada Fermentasi 4 Juni 1994. Menyelesaikan pendidikan S1
Talas. J. Teknol dan Industri Pangan. Vol. 26 Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi
(1) : 82–91. Pertanian, Universitas Brawijaya Malang tahun
Setiarto, R.H.B., Jenie B.S.L., Faridah D.N., dan 2016.
Saskiawan I. 2015. Kajian Peningkatan Pati
Resisten yang Terkandung dalam Bahan
Pangan Sebagai Sumber Prebiotik. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia. Vol. 20 (3) :191–200.
Setiarto, R.H.B. 2015. Peningkatan Pati Resisten
Tepung Talas Melalui Fermentasi dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan serta
Evaluasi Sifat Prebiotiknya. [tesis]. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Bogor.
Sudarmadji, Haryono B., dan Suhardi. 2003.
Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta : Kanisius.
Sugiyono, Pratiwi R., dan Faridah D.N. 2009.
Modifikasi Pati Garut dengan Perlakuan Siklus
Pemanasan Suhu Tinggi-Pendinginan untuk
Menghasilkan Pati Resisten Tipe III. J. Teknol
Indus Pangan. Vol. 20 (1) : 17–24.
Vatanasuchart, N., Niyomwit B., dan
Wongkrajang K. 2012. Resistant Starch
Content, In Vitro Starch Digestibility and
Physico-Chemical Properties of Flour and
Starch from Thai bananas. Maejo Int. J. Sci.
Technol. Vol. 6 (2) : 259–271.
Wang, J., Jin Z., dan Yuan X. 2007. Preparation of
Resistant Starch from Starch-Guar Gum
Extrudates and Their Properties. Food
Chemistry. Vol. 101 : 20–25.
Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Produksi Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Kaya Pati Resisten Melalui Fermentasi Bakteri Asam Laktat dan
Pemanasan Bertekanan-Pendinginan
R. Haryo Bimo Setiarto dan Firda Yunirma

Anda mungkin juga menyukai