Anda di halaman 1dari 55

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Beras

lokal Indonesia sangat melimpah. Namun, hingga saat ini beras lokal belum

mampu menggeser beras impor yang mendominasi makanan di Indonesia. Salah

satu penyebabnya adalah rendahnya inovasi teknologi terhadap produk pangan

lokal (Hariyadi, 2010). Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi beras

tertinggi di dunia, hal ini disebabkan karena beras telah menjadi budaya yang

tidak dapat dipisahkan dari penduduk Indonesia. Produksi beras di Indonesia pada

tahun 2018 mencapai angka 32,42 juta ton beras (Badan Pusat Statistik, 2018).

Sedangkan di Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah produksi beras pada tahun

2018 mencapai 285,10 ribu ton (Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara, 2018).

Kebutuhan akan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan selalu meningkat tiap

tahunnya sejalan dengan pertambahan penduduk sehingga Indonesia harus

mengimpor beras di negara lain (Mangiri et al., 2010).

Provinsi Sulawesi Tenggara tepatnya Kabupaten Buton Utara memliki 22

jenis beras lokal organik salah satunya yaitu beras hitam kultivar Wakombe. Beras

hitam (Oryza sativa L. Indica) adalah salah satu varietas lokal yang mempunyai

perikarp, aleuron, dan endosperma yang berwarna merah pekat dan ungu kebiruan

yang mengandung antosianin (antioksidan). Beras hitam mengandung serat dan

hemiselulosa yang cukup tinggi, sekitar 7,5 % dan 5,8 % (Nurhidajah et al.,

2018). Khasiat yang dimiliki beras hitam bagi kesehatan yaitu meningkatkan daya

tahan tubuh, memperbaiki kerusakan sel hati, mencegah gangguan fungsi ginjal,
2

mencegah kanker atau tumor, memperlambat penuaan, sebagai antioksidan,

membersihkan kolestrol dalam darah, dan mencegah anemia. (Kristamtini et al.,

2017).

Kebijakan pangan untuk menjamin ketahanan pangan yang meliputi

diversifikasi pangan lokal menjadi penting dan strategis dalam rangka

mempertahankan kedaulatan negara untuk tidak bergantung pada impor pangan

dari negara lain (Syaifullah, 2013). Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementrian

Pertanian mengungkapkan bahwa Indonesia kaya akan pangan lokal dan

pengembangan tepung bisa jadi kunci diversifikasi pangan lokal. Dalam rangka

mendukung program ketahanan pangan maka teknologi tepung tepungan

merupakan solusi yang dapat dilakukan secara tepat.

Tepung beras hitam adalah alternatif pengolahan setengah jadi dari beras

hitam (Oryza sativa L. Indica) yang dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi

berbagai macam produk dengan kandungan gizi yang baik. Menurut hasil

penelitian Artaty (2001), tepung beras hitam memiliki kandungan zat gizi meliputi

kadar air 13,1121 %, kadar abu 1,9859 %, kadar protein 8,5103 %, kadar lemak

3,4168 %, serat kasar 5,2642 %, karbohidrat 67,7296 %. Tepung beras memiliki

sifat yang hampir mirip dengan tepung terigu dalam hal rasa dan kemampun

menyerap air, tetapi kemampuan dalam menahan gas secara keseluruhan sangat

rendah (Wahyuningsih et al., 2015). Produk-produk yang dihasilkan dari tepung

beras hitam juga bersifat rapuh, kasar dan kurang mengembang. Hal tersebut

menyebabkan masih banyak masyarakat yang belum memanfaatkan tepung beras

hitam karena karakteristik tepung beras yang masih terbatas penggunaannya

dalam produk olahan pangan tertentu. Kelemahan produk pangan berbasis serealia
3

adalah daya cernanya yang rendah karena tersusun atas senyawa-senyawa

kompleks yang sulit dicerna. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

memperbaiki nilai cerna dari protein dan karbohidrat yang merupakan komponan

utama penyusun komoditas tersebut adalah dengan proses fermentasi sereal oleh

mikroba (Rukmi et al., 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu modifikasi

pati untuk memperbaiki karakteristik fisikokimia dari tepung beras hitam.

Karakteristik tepung sangat menentukan penggunaannya pada produk

pangan dalam hubungannya dengan kualitas produk tersebut. Peningkatan

karakteristik dan sifat fisikokimia tepung beras hitam dapat dimodifikasi melalui

proses fermentasi menggunakan mikroorganisme/bakteri. Fermentasi adalah

bentuk pemanfaatan aktivitas sebuah mikroorganisme yang spesifik untuk

menghasilkan suatu produk dengan karakteristik baru (Riadi, 2013). Penambahan

mikroorganisme/bakteri pada proses pembuatan tepung-tepungan dapat

memperbaiki kualitas tepung, diantaranya penambahan bakteri asam laktat pada

pada pembuatan tepung dapat meningkatkan pengembangan roti (Aini et al.,

2016). Cho et al. (2019) melaporkan bahwa tepung beras yang difermentasi

menggunakan bakteri asam laktat (BAL) jenis Lactobacillus amylovorus dapat

menurunkan kadar abu dari tepung beras. Bakteri asam laktat adalah kelompok

bakteri yang menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi

karbohidrat atau gula.

Correia et al. (2010) melaporkan bahwa fermentasi bakteri asam laktat

(BAL) yang dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu 60 °C akan menurunkan

pH tepung sorghum dan sedikit meningkatkan pati tergelatinisasi serta

kekentalannya (viskositas). Nilai pH rendah dari tepung sorghum fermentasi


4

menyebabkan produk roti lebih bervolume dan memiliki crumb lebih lembut. Hal

itu dikarenakan adanya penurunan aktivitas malt amylase dan peningkatan

kapasitas pengikatan air (water holding capacity) oleh pati.

Adnan (2018) melaporkan bahwa hasil skrining 10 isolat bakteri asam

laktat (BAL) yang dihasilkan dari fermentasi air cucian beras merah diperoleh 4

isolat unggul diantaranya SBM.3D dan SBM.4A sebagai agensia probiotik, dipilih

berdasarkan kemampuan degradasi pati dan kasein yang cukup besar serta

memiliki kemampuan tumbuh pada pH rendah. Bakteri asam laktat yang tumbuh

pada proses fermentasi menghasilkan enzim amilase yang dapat menghancurkan

dinding sel pati, sehingga terjadi pembebasan granula pati. Hal ini akan

menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan, yaitu naiknya

viskositas, swelling power dan indeks kelarutan dalam air (IKA) (Reddy et al.,

2008). Sidupa (2019) melaporkan modifikasi tepung gadung menggunakan BAL

SBM.3D dan SBM.4A asal Wakawondu menghasilkan tepung dengan nilai pH

paling rendah yaitu 6,20, nilai swelling power paling tinggi yaitu 8,30 g/g serta

indeks kelarutan air paling tinggi yairu 13,33%.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka pada penelitian ini akan

dilakukan modifikasi terhadap tepung organik beras hitam (Oryza sativa L.

Indica) kultivar Wakombe dengan melakukan fermentasi menggunakan bakteri

asam laktak (BAL) SBM.3D yang telah diisolasi oleh Adnan (2018) hasil

fermentasi air cucian beras merah kultivar Wakawondu yang diharapkan dapat

memperbaiki karakteristik tepung beras hitam kultivar Wakombe dan dapat

meluas penggunaannya dalam pengolahan produk pangan dengan kualitas tepung

yang lebih baik.


5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Adakah pengaruh perlakuan interaksi lama fermentasi dan konsentrasi BAL

SBM.3D terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik tepung beras

hitam Wakombe?

2. Adakah pengaruh mandiri perlakuan lama fermentasi dan/atau konsentrasi

BAL SBM.3D yang berbeda terhadap karakteristik fisikokimia dan

organoleptik tepung beras hitam Wakombe?

3. Perlakuan interaksi atau mandiri apa saja yang memberi pengaruh terbaik

terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik tepung beras hitam

Wakombe?

4. Bagaimana nilai proksimat tepung beras hitam Wakombe termodifikasi BAL

isolat SBM.3D terpilih?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan pengaruh perlakuan interaksi lama fermentasi dan konsentrasi

BAL SBM.3D terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik tepung

beras hitam Wakombe.

2. Menentukan pengaruh perlakuan mandiri lama fermentasi dan/atau

konsentrasi BAL SBM.3D yang berbeda terhadap karakteristik fisikokimia

dan organoleptik tepung beras hitam Wakombe.


6

3. Menentukan perlakuan interaksi atau mandiri lama fermentasi dan

konsentrasi BAL SBM.3D yang terbaik terhadap karakteristik fisikokimia dan

organoleptik tepung beras hitam Wakombe.

4. Menentukan nilai proksimat tepung beras hitam Wakombe termodifikasi BAL

SBM.3D yang terpilih

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Menghasilkan produk tepung beras hitam kultivar Wakombe yang memiliki

karakteristik fisikokimia dan organoleptik yang baik.

2. Menghasilkan produk olahan dari tepung beras hitam kultivar Wakombe yang

bermutu.

3. Mengeksplor potensi beras organk lokal asal Buton Utara.


7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Teori

2.1.1. Beras Hitam (Oryza sativa L. Indica)

Beras hitam merupakan salah satu jenis beras yang ada di dunia, di

samping beras putih, beras cokelat, dan beras merah. Beras hitam mulai populer

dan dikonsumsi oleh sebagian masyarakat sebagai bahan pangan fungsional

karena secara alami atau melalui proses tertentu mengandung satu atau lebih

senyawa yang dianggap mempunyai fungsi fisiologis yang bermanfaat bagi

kesehatan. Khasiat yang dimiliki beras hitam lebih baik dibandingkan beras merah

atau beras warna lain yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, memperbaiki

kerusakan sel hati, mencegah gangguan fungsi ginjal, mencegah kanker atau

tumor, memperlambat penuaan, sebagai antioksidan, membersihkan kolestrol

dalam darah, dan mencegah anemia. Beras hitam memiliki kandungan antosianin

tinggi yang terletak pada lapisan perikarp yang memberikan warna ungu gelap

(Kristamtini et al., 2017).

Beras hitam lokal memiliki sebutan yang beragam tergantung daerah

asalnya. Di provinsi Sulawesi Tenggara tepatnya di Kabupaten Buton Utara

dikenal dengan beras hitam kultivar Wakombe. Perbedaan nama beras hitam

tersebut diduga disebabkan oleh keragaman warna berasnya, dari hitam cerah

sampai hitam pekat dan terjadi sebagai akibat adanya perbedaan kandungan

antosianin (Kristamtini et al., 2014). Varietas beras hitam di Indonesia cukup

banyak, antara lain Cempo Ireng, Wojalaka, Manggarai. Beras hitam di Indonesia,

khususnya yang ditanam di Kepanjen, Malang, Jawa Timur termasuk kelompok


8

Indica. Beras hitam sendiri memiliki flavour yang berbeda dengan beras lainnya,

sedangkan flavour merupakan salah satu penentu mutu beras. Bila dimasak, nasi

beras hitam warnanya menjadi pekat dengan rasa dan aroma yang khas (Hartati,

2014). Gambar beras hitam kultivar Wakombe dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Beras hitam kultivar Wakombe


Sumber : Savira (2019)

Beras hitam merupakan prebiotik berdasarkan kandungan oligosakarida

yang mengandung pigmen antosianin utama yaitu cyanidin dan peonidin sebagai

antioksidan (Indrasari et al., 2010). Beras hitam memiliki kandungan antosianin

tinggi yang terletak pada lapisan perikarp yang memberikan warna ungu gelap

(Ryu et al., 1998). Antosianin telah diakui sebagai bahan pangan fungsional

kesehatan karena aktivitas antioksidan, antikanker, hipoglikemia, dan efek anti

inflamasi (Nam et al., 2006).

Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang

memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu fungsinya

dan dapat memutus reaksi berantai radikal bebas. Beras hitam merupakan varietas

lokal yang mengandung pigmen yang paling baik dibandingkan beras putih atau

beras warna yang lain. Antosianin sebagai antioksidan yang mempunyai efek

protektif terhadap peradangan, aterosklerosis, karsinoma, dan diabetes. Antosianin


9

merupakan pigmen alami yang termasuk golongan flavonoid yang bertanggung

jawab terhadap warna merah, ungu, dan biru pada bahan makanan. Selain itu,

beras hitam mengandung fitokimia aktif seperti tokoferol, tokotrienol, oryzanols,

vitamin B kompleks, dan senyawa fenolik (Mangiri, et al., 2010). Beras hitam

mempunyai kandungan serat pangan (dietary fiber) dan hemiselulosa masing-

masing sebesar 7,5% dan 5,8 % (Imas et al., 2013). Kandungan gizi dan

komposisi kimia beras hitam (Oryza sativa L. Indica) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Kandungan gizi dan komposisi kimia beras hitam.


Komposisi Zat Gizi Hasil
Karbohidrat (%) 83,8
Protein (%) 4,94
Lemak (%) 2,2
Serat kasar (%) 1,4
Air (%) 11,4
Abu (%) 0,9
Kalsium (mg/ml) 0,24’
Zat besi (mg/ml) 0,33
Kalium (mg/ml) 0,82
Magnesium (mg/ml) 3,11
Zink (mg/ml) 0,04
Vitamin E (mg/ml) 25,75
Vitamin C (mg/ml) 0,96
Sumber : Brilia et al. (2015)

Menurut sejarah, beras hitam hanya dikonsumsi oleh raja-raja di China dan

Indonesia sehingga dikenal dengan sebutan forbidden rice, karena beras hitam

(Oryza sativa L. Indica) mempunyai dua keunggulan yaitu sebagai makanan

pokok dan juga sebagai obat yang manjur (Guo et al., 2007). Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa beras hitam (Oryza sativa L. Indica) merupakan salah satu

alternatif makanaan pokok yang menyehatkan karena komponen bioaktifnya,

terutama antosianin dan fenol (Hartati, 2014). Senyawa fenol ini memiliki

aktifitas antioksidan yang sangat kuat dan telah diteliti dapat menekan
10

perkembangan sel kanker. Salah satu senyawa fenol pada bekatul adalah

polikosanol yang dapat menurunkan kolesterol sama efektifnya dengan obat statin

(Zakaria, 2010).

2.1.2. Tepung Beras

Tepung beras adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau

sangat halus tergantung pemakaiannya. Tepung beras merupakan salah satu

alternatif bahan dasar dari tepung komposit dan terdiri atas karbohidrat, lemak,

protein, mineral dan vitamin. Tepung beras adalah produk setengah jadi untuk

bahan baku industri lebih lanjut. Beras hitam dapat diolah menjadi tepung beras

hitam untuk membuka peluang pemanfaatan yang lebih luas sehingga manfaatnya

juga dapat diperoleh. Tepung beras organik hitam perlu pengemasan untuk

meminimalkan kerusakan serta mempermudah proses penyimpanan dan distribusi.

Menurut United States of Agriculture Rice Federation umur simpan beras

berwarna selama enam bulan. Selama penyimpanan tepung beras dapat

mengalami penurunan mutu, hal tersebut dikarenakan faktor eksternal dan internal

(Liamantoro et al., 2015). Komposisi kimia tepung beras hitam dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia tepung beras hitam


No Komponen Tepung Beras Hitam
1 KadarAir (%) 8,412
2 Kadar Abu (%) 0,86
3 Kadar Protein(%) 10,377
4 Kadar Pati (%) 65,167
5 Aktivitas Antioksidan (%) 57,156
6 Kadar Antosianin (ppm) 1843,043
Sumber: Latifah et al. (2008)
11

Tepung beras diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan ukuran

partikelnya, yaitu butir halus (>10 mesh), tepung kasar atau bubuk (40 mesh),

tepung agak halus (65-80 mesh), dan tepung halus (≥ 100 mesh) (Hubeis 1984).

Spesifik persyaratan mutu tepung beras menurut SNI 3549 : 2009 dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3.Persyaratan mutu tepung beras (SNI 3549:2019)


No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bentuk - Serbuk halus
1.2 Bau - Normal
1.3 Warna Putih, khas tepung
-
Beras
2 Benda Asing - Tidak boleh ada
3 Serangga dalam semua bentuk stadia Tidak boleh ada
dan potongan-potongannya yang -
tampak
4 Jenis pati lain selain pati beras - Tidak boleh ada
5 Kehalusan, lolos ayakan 80 mesh Min. 90
%
(b/b)
6 Kadar air (b/b) % Maks. 13
7 Kadar abu (b/b) % Maks. 1,0
8 Belerang dioksida - Tidak boleh ada
9 Silikat (b/b) % Maks. 0,1
10 Ph - 5-7
11 Cemaran logam
11.1 Cadmium (Cd) mg/kg Maks. 1x108
11.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10
11.3 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 1x104
12 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1x104
13 Cemaran mikroba
13.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1,0x106
13.2 Escherichia coli APM/g Maks. 10
13.3 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1,0x104
14 Kapang Koloni/g Maks. 1,0x104
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)

2.1.3. Pati Beras

Pati merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan karena

mempunyai sifat fungsional yang baik. Jenis pati yang berbeda akan memiliki
12

sifat yang berbeda dalam pengolahan bahan makanan tersebut. Sifat-sifat ini dapat

diaplikasikan pada pengolahan pangan untuk mendapatkan keuntungan gizi,

teknologi pengolahan, fungsi, sensori dan estetika. Sifat thickening

(mengentalkan) dan gelling (pembentuk gel) dari pati merupakan sifat yang

penting dan dapat memberikan karakteristik sensori produk yang lebih baik

(Prayuda, 2019).

Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras

tersusun dari dua polimer karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa

adalah pati dengan struktur kimia tidak bercabang dan merupakan fraksi yang

larut dalam air, sedangkan amilopektin adalah pati dengan struktur kimia

bercabang, tidak larut air, dan cenderung bersifat lengket dibandingkan dengan

sifat kimia amilosa (Haryadi, 2008). Perbandingan adanya komposisi kedua

golongan pati ini berpengaruh terhadap penentuan warna beras (transparan atau

tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Berdasarkan kandungan

amilosanya, beras dibagi menjadi empat bagian yaitu beras ketan (1-2 %), beras

beramilosa rendah (9-20 %), beras beramilosa sedang (20-25 %) dan beras

beramilosa tinggi (25-33 %) (Winarno, 1997). Struktur rantai amilosa dan

amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Struktur rantai molekul amilosa


Sumber: Belitz et al. (2009).
13

Gambar 3. Struktur rantai molekul amilopektin


Sumber: Belitz et al. (2009).

2.1.4. Fermentasi Pati

Asal kata fermentasi sebenarnya berasal dari bahasa latin yaitu ferfere

yang berarti mendidih. Kata tersebut digunakan karena menggambarkan aksi ragi

selama pembuatan minuman beralkohol. Fermentasi menurut ahli biokimia

merupakan segala proses yang menghasilkan suatu produk dengan perombakan

senyawa organik oleh kultur mikroorganisme. Fermentasi juga dapat diartikan

sebagai proses disimilasi senyawa-senyawa organik yang disebabkan oleh kultur

mikroorganisme. Disimilasi merupakan reaksi kimia yang membebaskan energi

melalui perombakan nutrien (Sulistyaningrum, 2008)

Fermentasi adalah proses yang dilakukan oleh mikroorganisme (misalnya

bakteri) yang bertujuan mengawetkan dan mengubah tekstur (Yanti dan Dali,

2013). Proses fermentasi menyebabkan terdegadasinya protein menjadi senyawa-

senyawa dengan berat molekul yang lebih sederhana (Dewi dan Aziz, 2011).

Semakin lama proses fermentasi, aktivitas mikrob dalam mendegradasi pati

semakin besar sehingga akan meningkatkan viskositas, dan tingkat kelarutan


14

namun, menyebabkan penurunan sifat fisik seperti aroma dan cita rasa (Pusparai

dan Yuwono, 2014).

Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam

laktat (BAL) yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu bakteri asam laktat

homofermentatif dan heterofermentatif. Proses fermentasi bersifat

homofermentatif jika hanya menghasilkan satu jenis komponen saja, misalnya

asam laktat, sedangkan fermentasi bersifat heterofermentatif bila menghasilkan

campuran berbagai senyawa atau komponen lainnya, misalnya asetat, etanol,

karbondioksida, dan asam laktat (Yanti dan Dali, 2013).

Tujuan fermentasi pada pembuatan tepung beras adalah mengubah sifat

fisiokimia dan fungsional tepung beras. Penggunaan mikrob pada tepung tepung

secara enzimatik menunjukan perubahan sifat fisiokimia dan fungsional.

Perubahan yang terjadi antara lain kadar amilosa, dan derajat polimerisasi

mengalami penurunan sedangkan gula reduksi mengalami kenaikan (Aini et al.,

2016).

Fermentasi pati oleh bakteri menunjukkan perubahan mikrostruktur yaitu

pembentukan struktur globular dan lamelar. Perubahan struktur pati dari kristalin

menjadi lebih porus (amorf), meningkatkan kemampuan pelepasan amilosa

serta menurunkan suhu gelatinisasi pati. Pada proses fermentasi, mikroba yang

tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan selulotik yang dapat menghancukan

dinding sel singkong sehingga terjadi pelepasan granula pati yang dapat

menyebabkan perubahan karakteristik tepung yang dihasilkan. Selanjutnya,

granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan monosakarida

(Prayuda, 2019).
15

Menurut Koswara (2009), pati yang telah termodifikasi akan mengalami

perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk keperluan-keperluan tertentu. Sifat

sifat yang diinginkan adalah memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan

rendah, daya tahan terhadap mekanis yang baik serta daya pengental yang tahan

terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi.

2.1.5. Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai kelompok bakteri yang dalam

metabolisme karbohidrat menghasilkan asam laktat sebagai produk utama

disamping produk produk lainnya. Bakteri ini banyak terdapat pada bahan

makanan baik mentah maupun olahan. Pada umumnya bakteri asam laktat

ditemukan pada makanan fermentasi (Indriati, et al., 2018). Menurut Ray & Field

(1992) bakteri asam laktat yang berasal dari pangan merupakan agen

biopreservatif yang unik, penggunaannya dari waktu ke waktu terbukti aman dan

tidak menimbulkan gangguan kesehatan.

Ciri-ciri bakteri asam laktat secara umum adalah selnya bereaksi positif

terhadap pewarnaan Gram, bereaksi negatif terhadap katalase dan tidak

membentuk spora dan fermentasi glukosa akan dihasilkan asam Iaktat. Tipe

fermentasi bakteri asam laktat metiputi homofermentatif yaitu yang hasil

fermentasinya hanya asam laktat dan heterofermentatif yang hasil fermentasinya

di samping asam laktat ada asam organik lainnya seperti asetat, gas CO2, dan

etanol. Beberapa marga bakteri asam laktat adalah Lactobacillus, Streptococcus,

Enterococcus, Pediococcus, Tetragenococcus, Leuconostoc, dan Lactococcus

(Romadhon et al., 2012).


16

Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri gram positif, tidak

berspora, berbentuk bulat atau batang dan dapat mengubah karbohidrat menjadi

asam laktat (Korhenen, 2010). Asam laktat yang dihasilkan bakteri asam laktat

(BAL) dapat memberikan efek bakterisidal untuk bakteri lain karena dapat

menurunkan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri

lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. BAL secara luas digunakan

sebagai stater untuk fermentasi minuman, daging dan sayuran. BAL berperan

dalam perubahan tekstur, aroma, warna, dan kualitas nutrisi produk fermentasi

(Yunenshi, 2011).

Bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan memanfaatkan pati sebagai

substrat dikenal sebagai bakteri asam laktat amilolitik. Aktivitas bakteri asam

laktat pada fermentasi bahan berpati berperan terhadap perubahan karakteristik

produk, untuk memproduksi asam laktat, enzim spesifik, dan senyawa aromatik.

Bakteri asam laktat dapat menghasilkan amilase ekstraseluler dan memfermentasi

pati secara langsung menjadi asam laktat. Hal ini disebabkan fermentasi dengan

BAL amilolitik akan menggabungkan dua proses yaitu hidrolisis enzimatis

substrat karbohidrat/pati sekaligus memanfaatkan gula yang dihasilkan menjadi

asam laktat (Chelule et al., 2010).

Perubahan karakteristik pati yang difermentasi disebabkan karena

penyerangan granula-granula pati oleh enzim sekaligus asam yang dikeluarkan

oleh mikroorganisme. Degradasi pati oleh BAL terjadi karena sumber karbon

dibutuhkan bagi pertumbuhannya sehingga bakteri menghasilkan enzim amilase

ekstraseluler. Enzim ini memecah ikatan polimer pati menjadi lebih pendek,

polisakarida dengan rantai yang lebih pendek, sehingga uji iodin yang dilakukan
17

menyebabkan terjadinya perubahan warna yang berbeda. Identifikasi diperkuat

dengan hasil penggunaan iodin untuk mewarnai amilosa menunjukkan warna biru

gelap, yang terjadi karena pembentukan kompleks. Kompleks tersebut terjadi

akibat amilosa membentuk double heliks disekeliling molekul iodin. Apabila

polimer amilosa terputus menjadi lebih pendek maka terjadi perubahan ikatan

kompleks dengan iodin sehingga warna menjadi lebih muda, merah, atau coklat

(Marcon et al., 2014).

BAL menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula

dan selanjutnya mengubahnya menjadi asam laktat yang akan terimbibisi dalam

tepung, dan ketika tepung tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan

citra rasa khas (Pusparani dan Yuwono, 2014). Hal ini juga akan menyebabkan

perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas,

swelling power, dan indeks kelarutan dalam air (IKA) (Subagio, 2009).

2.1.6. Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Air Cucian Beras Merah Wakawondu

Air cucian beras/leri merupakan suatu limbah yang dihasilkan oleh

kegiatan rumah tangga yaitu dari pencucian beras. Selama ini cucian beras belum

banyak dimanfaatkan dan biasanya hanya dibuang begitu saja, padahal di dalam

air cucian beras masih mengandung senyawa organik seperti karbohidrat dan

vitamin seperti thiamin antaranya karbohidrat yang berupa pati 85 %, protein,

selulosa, 10 fosfor dan vitamin serta bisa menjadi perantara terbentuknya hormon

auksin dan giberelin (Bukhari, 2013).

Limbah air cucian beras berpotensi digunakan untuk pembuatan minuman

yogurt, hal ini didasari pemikiran bahwa limbah air cucian beras ini memenuhi
18

syarat untuk pertumbuhan bakteri karena terdapat kandungan karbohidrat yang

cukup memadai. Air cucian beras terdapat kandungan laktosa yang merupakan

nutrisi utama bagi pertumbuhan bakteri asam laktat selama proses fermentasi

(Leko et al., 2018). Oleh karena itu saat ini air cucian beras sudah mulai

dimanfaatkan untuk menghasilkan produk yang lebih bermanfaat (Chethana et al.,

2011).

Adnan (2018) melaporkan bahwa hasil karakteristik 10 isolat BAL yang

dihasilkan dari fermentasi air cucian beras merah diperoleh 4 isolat unggul

diantaranya SBM.3D sebagai agensia probiotik, dipilih berdasarkan kemampuan

degradasi pati dan kasein yang cukup besar serta memiliki kemampuan tumbuh

pada pH rendah. Isolat BAL asal air cucian beras merah Wakawondu dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Performa koloni BAL SBM.3D pada media MRS-Agar


Sumber: Adnan (2018).

Hasil uji hidrolisis pati menunjukkan bahwa isolat bakteri asam laktat yang

dihasilkan dari fermentasi air cucian beras merah yaitu isolat BAL SBM.3D

bereaksi positif terhadap uji hidrolisis pati yang artinya isolat tersebut dapat
19

menghasilkan enzim amilase. Hal ini ditandai dengan terbentuknya zona bening

disekitar koloni BAL setelah beberapa saat ditambahkan larutan iodin. Rata- rata

indeks amilolitik isolat BAL SBM.3D sebesar 3, 15 mm.

2.1.7. Gelatinisasi Pati

Gelatinisasi adalah suatu proses pemecahan bentuk kristalin granula pati,

sehingga setiap lapisan permukaan molekulnya dapat menyerap air atau larut dan

bereaksi dengan bahan lain, dan kondisinya tidak dapat kembali seperti semula.

Beberapa manfaat gelatinisasi pada pati yaitu mampu meningkatkan penyerapan

sejumlah air, dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis (amilase) untuk

memecah ikatan pati menjadi bentuk lebih sederhana yang mudah larut. (Uhi,

2006).

Suhu gelatinisasi pati merupakan sifat khas untuk masing-masing pati.

Suhu gelatinisasi ini diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati

dalam air panas dan diakhiri pada waktu telah kehilangan sifat kristalnya

(McCready, 1970 ). Selanjutnya dikatakan fase proses gelatinisasi diawali saat air

secara perlahanlahan dan bolak balik berimbibisi ke dalam granula, kemudian

granula mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat birefringence

nya dan bila suhu tetap naik maka molekul-molekul pati terdifusi keluar granula.

Berbagai macam tepung atau pati memberikan sifat yang berbeda pada

bahan makanan. Tepung beras membentuk tekstur yang lembut, tetapi tidak

lengket saat dimasak. Pati beras memberikan tampilan opaque atau tidak bening

setelah proses pemasakan. Imanningsih (2012) melaporkan bahwa waktu yang

dibutuhkan tepung beras untuk tergelatinisasi sempurna yaitu pada 9,97 menit
20

dengan suhu 85,39 ºC. Tepung beras memiliki waktu terlama untuk mencapai

viskositas puncak dibandingkan tepung ketan, tepung tapioka dan tepung terigu.

Akan tetapi, tepung ini memiliki nilai viskositas tertinggi pada fase suhu rendah.

2.1.8. Karakteristik Organoleptik

Penilaian organoleptik merupakan penilaian yang dilakukan dengan

penginderaan. Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu

suatu komoditi hasil pertanian maupun makanan. Penilaian organoleptik bertujuan

untuk memecahkan masalah yang biasanya terdapat dalam sebuah industri

khususnya industri pangan seperti pemakaian bahan mentah, proses produksi dan

hasil akhir. Dalam penilaian organoleptik dibutuhkan panelis. Panelis merupakan

alat yang terdiri dari orang atau kelompok orang yang menilai sifat atau mutu

benda berdasarkan kesan subyektif. Orang yang menjadi anggota di dalam panel

disebut dengan panelis. Terdapat macam-macam panel yang biasa digunakan

dalam penilaian organolpetik, yaitu: (1) panel pencicip perorangan; (2) panel

pencicip terbatas; (3) panel terlatih; (4) panel tidak terlatih; (5) panel agak terlatih;

(6) panel konsumen (Soekarto, 1985).

Uji organoleptik keseluruhan digunakan dalam uji hedonik untuk

mengetahui dan mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut

yang ada pada produk. Hal ini dilakukan karena uji panelis terhadap parameter

lain seperti rasa, aroma, warna, dan tekstur menghasilkan nilai yang berbeda-beda

(Gustiar, 2009). Uji tingkat kesukaan terhadap panelis dilakukan untuk

mendapatkan formulasi produk terbaik.


21

2.1.6.1. Warna

Warna merupakan faktor penentu mutu bahan pangan yang mudah untuk

diamati.Warna dapat menjadi suatu indikasi mutu dari bahan pangan. Bahan

pangan apa bila memiliki warna yang tidak sedap untuk dipandang atau memberi

kesan memiliki mutu yang buruk akan mempengaruhi kesan konsumen. Penilaian

parameter warna dapat dilakukan dengan cara melihat dengan indra mata.

Penentuan mutu suatu bahan pangantergantung dari beberapa faktor, tetapi

sebelum faktor lain diperhatikan secara visual faktor warna tampil lebih dulu

untuk menentukan mutu bahan pangan (Noviyanti, 2016).

Warna merupakan atribut kualitas yang paling penting. Walaupun suatu

produk bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur yang baik namun jika warna

tidak menarik maka akan menyebabkan produk tersebut kurang diminati. Syarat

mutu tepung beras berdasarkan SNI 3549-2009 bahwa warna tepung beras yang

baik adalah putih, khas tepung beras (Badan Standarisasi Nasional, 2009).

2.1.6.2. Aroma

Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia

senyawa volatil yang tercium oleh syaraf yang berada di rongga hidung ketika

bahan pangan masuk ke mulut. Rangsangan yang timbul akan memberikan

sensasi kelezatan yang kemudian dapat mempengaruhi daya terima panelis atau

konsumen terhadap suatu produk pangan (Peckham, 1969).

Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat

penilaian dan kualitas suatu bahan pangan, seseorang yang menghadapi makanan

baru, maka selain bentuk dan warna, bau atau aroma akan menjadi perhatian
22

utamanya, sesudah bau diterima maka penentuan selanjutnya adalah cita rasa

disamping teksturnya (Noviyanti et al., 2016). Menurut SNI 3549-2009 aroma

pada tepung tidak boleh tercium bau asing atau aroma tidak normal.

2.1.6.3. Tekstur

Tekstur dan kosistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan,

perubahan tekstur dan viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul,

karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rasa terhadap sel alfaktori dan

kelenjar air liur, semakin kental suatu bahan penerimaan terhadap intensitas rasa,

bau dan rasa semakin berkurang. Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai

akibat perpaduan dari beberapa sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah

dan unsur-unsur pembentukan bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan

perasa, termasuk indera mulut dan penglihatan (Midayanto dan Yuwono, 2014).

Menurut SNI 3549-2009 tekstur atau bentuk pada tepung adalah berbentuk serbuk

halus.

2.2. Kerangka Pikir

Provinsi Sulawesi Tenggara tepatnya Kabupaten Buton Utara memliki

pangan lokal beras organik salah satunya yaitu beras hitam kultivar Wakombe

yang dapat diolah menjadi tepung. Tepung beras memiliki sifat yang hampir mirip

dengan tepung terigu dalam hal rasa dan kemampun menyerap air, tetapi

kemampuan dalam menahan gas secara keseluruhan sangat rendah (Wahyuningsih

et al., 2015). Produk yang dihasilkan dari tepung beras juga bersifat rapuh, kasar

dan kurang mengembang. Hal tersebut menyebabkan masih banyak masyarakat

yang belum memanfaatkan tepung beras hitam karena karakteristik tepung beras
23

yang masih terbatas penggunaannya dalam produk olahan pangan tertentu. Oleh

karena itu, perlu dilakukan suatu modifikasi pati untuk memperbaiki karakteristik

fisikokimia dari tepung beras hitam.

Karakteristik tepung sangat menentukan penggunaannya pada produk

pangan dalam hubungannya dengan kualitas produk tersebut. Untuk memperbaiki

karakteristik dan peningkatan sifat fisikokimia tepung beras hitam dapat

dimodifikasi melalui proses fermentasi menggunakan mikroorganisme/bakteri.

Fermentasi adalah bentuk pemanfaatan aktivitas sebuah mikroorganisme yang

spesifik untuk menghasilkan suatu produk dengan karakteristik baru (Riadi,

2013).

Proses fermentasi dalam pembuatan tepung beras hitam menggunakan

bakteri asam laktat (BAL) bertujuan untuk mengubah karakteristik tepung yang

dihasilkan. Bakteri asam laktat (BAL) yang tumbuh menghasilkan asam laktat

serta enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel

beras sedemikian rupa sehingga terjadi pelepasan granula pati. Enzim dan asam

organik yang dihasilkan bakteri asam laktat akan mendegradasi sebagian pati

menjadi polimer yang lebih pendek rantainya sehingga memperbaiki sifat

fungsional tepung (Salim, 2011). Hal ini akan menyebabkan perubahan

karakteristik fisikokimia dari tepung yang dihasilkan, yaitu naiknya viskositas,

swelling power dan indeks kelarutan dalam air (IKA).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka penulis akan melakukan

modifikasi terhadap tepung beras hitam kultivar Wakombe dengan melakukan

fermentasi menggunakan bakteri asam laktat (BAL) SBM.3D yang telah diisolasi

oleh Adnan (2018) hasil fermentasi air cucian beras merah kultivar Wakawondu
24

yang diharapkan dapat memperbaiki karakteristik tepung beras hitam kultivar

Wakombe dan dapat meluas penggunaannya dalam pengolahan produk pangan

dengan kualitas tepung yang lebih baik. Bagan kerangka pikir penelitian dapat

dilihat pada Gambar 3.

Masalah
Kelemahan aplikasi Tepung  Pemanfaatan untuk prmbuatan
beras karena karakteristik produk olahan pangan menjadi
yang kurang menguntungkan terbatas.

Solusi
Modifikasi melalui fermentasi
Fermentasi menggunakan Pemanfaatan beras hitam
BAL SBM.3D asal cucian kultivar Wakombe
beras merah Wakawondu

Beras organik lokal yang mempunyai


perikarp, aleuron dan endosperma yang
berwarna merah pekat dan ungu kebiruan
yg mengandung antosianin tinggi.

 Isolat BAL yang digunakan cocok


diaplikasikan pada beras karena beras
mengandung karbohidrat cukup tinggi
Tepung Beras Hitam sehingga sangat potensial.
Fermentasi  Memperbaiki karakteristik fisikokimia
dan organoleptik tepung beras hitam
kultivar Wakombe.

Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir Penelitian


25

2.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Perlakuan interaksi lama fermentasi dan konsentrasi BAL SBM.3D yang

berbeda berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisikokimia dan

organoleptik tepung beras hitam Wakombe.

2. Perlakuan mandiri lama fermentasi dan/atau konsentrasi BAL SBM.3D

berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik tepung

beras hitam Wakombe.

3. Minimal terdapat satu perlakuan interkasi atau mandiri lama fermentasi dan

konsentrasi BAL SBM.3D OD (0.5, 0.75 dan 1) yang meberikan pengaruh

terbaik terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik tepung beras

hitam Wakombe.

4. Nilai mutu proksimat tepung beras hitam kultivar Wakombe termodifikasi

BAL SBM.3D terpilih meningkat dibandingkan tanpa modifikasi.


26

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Pangan, Laboratorium Unit Fitopatologi Fakultas Pertanian, Universitas Halu

Oleo Kendari, pada bulan Februari sampai Mei 2020.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan terdiri atas beras hitam kultivar Wakombe,

Bakteri Asam Laktat isolat SBM.3D, dan media pertumbuhan BAL Man Ragosa

Sharpe-Agar (MRS-Agar). Bahan kimia untuk analisis fisikokimia serta

proksimat adalah reagen biuret, reagen nelson, NaOH, H2SO4.

Peralatan yang akan digunakan terdiri atas alat analisis dan alat

pengolahan. Alat analisis yaitu alat instrument yang meliputi spektrofotometri Uv-

Vis, soxhlet, tanur. Alat glass yang meliputi cawan petri, pipet tetes, mikro pipet,

gelas kimia, mikrotube, erlenmeyer, thermometer, pH meter, tabung reaksi. Alat

pengolahan yaitu laminar air flow, autoclave, inkubator, sentrifuge, oven, shaker

waterbath, hot plate, desikator, timbangan analitik, blender, lampu bunsen, jarum

ose, penangas, magnetic stirrer, dan ayakan 100 mesh.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola

faktorial dari dua faktor. Faktor pertama adalah lama fermentasi yang terdiri dari 3

taraf, yaitu: 24 jam (A1), 48 jam (A2) dan 72 jam (A3). Faktor kedua adalah

variasi konsentrasi isolat BAL SBM.3D yang terdiri dari 3 optical density (OD)
27

yaitu OD 0,5 (D1), OD 0,75 (D2), OD 1,0 (D3), sehingga diperoleh 9 kombinasi

perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga secara

keseluruhan terdapat 27 unit percobaan. Denah rancangan percobaan terdapat

pada Lampiran 1.

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Persiapan Proses Fermentasi

3.4.1.1. Proses Pembuatan Media MRS-Agar

Proses pembuatan media MRS (Man rogosa and Sharpe) agar dilakukan

dengan menimbang media MRS-Agar, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

ditambahkan aquades steril. Larutan dipanaskan menggunakan hot plate dengan

bantuan magnetic stirrer sampai mendidih. Setelah mendidih media tersebut

dituang ke dalam botol schott dan dilakukan sterilisasi media menggunakan

autoclave. Setelah disterilisasi media dituangkan pada cawan petri yang telah

disterilkan terlebih dahulu dan didiamkan dengan menyalakan lampu ultraviolet

(UV). Proses tersebut dilakukan di dalam meja laminar dan ditunggu hingga

dingin atau hingga media MRS-Agar mengeras. Setelah itu dapat dilakukan

penumbuhan BAL untuk pemurnian isolat (Lampiran 3).

3.4.1.2. Peremajaan Isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) SBM.3D

Proses peremajaan isolat BAL menggunakan metode spread plate. Koloni

tunggal yang tumbuh mencirikan BAL diisolasi dan digores ulang pada media

MRS-Agar menggunakan metode streak. Setelah itu dilakukan inkubasi selama 48

jam dalam inkubator pada suhu 37o C.

3.4.1.3. Penyiapan Sampel Beras Hitam Wakombe


28

Sebanyak 100 g beras hitam Wakombe dicuci sebanyak 3 kali

menggunakan air mengalir. Setelah beras hitam bersih, ditiriskan hingga setengah

kering atau tidak ada lagi air yang menetes.

3.4.2. Modifikasi Beras Hitam Wakombe melalui Proses Fermentasi


Menggunakan BAL SBM.3D

Proses inokulasi dilakukan dengan menambahkan inokulum BAL SBM.3D

secara terpisah dengan tiga perlakuan konsentrasi yang berbeda (OD 0,50 ; 0,75

dan 1,00). Suspensi inokulum BAL SBM.3D diinokulasi ke 100 g beras hitam

kultivar Wakombe yang berada pada toples kaca dengan volume 10%. Bahan yang

telah diberi perlakuan inokulum BAL difermentasi pada suhu ruang dengan 3 taraf

perlakuan lama fermentasi yang berbeda yaitu selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam

menggunakan metode Solid State Fermentation. Setelah waktu fermentasi selesai

beras dikeluarkan dari inkubator dan dicuci dengan air steril untuk menghentikan

proses fermentasi dan bahan siap diproses lebih lanjut. Proses fermentasi

dilakukan dalam kondisi yang steril untuk mencegah kontaminasi.

3.4.3. Pembuatan Tepung Beras Hitam Hasil Fermentasi

Pembuatan tepung beras hitam dilakukan setelah beras hitam difermentasi

selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam sesuai perlakuan. Pertama-tama beras hitam

dicuci hingga bersih menggunakan air steril, kemudian ditiriskan dan dikeringkan

menggunakan oven padasuhu 60 oC selama 24 jam. Setelah kering, beras

dihaluskan menggunakan blender dan selanjutnya diayak dengan menggunakan

ayakan 100 mesh sehingga mendapatkan tepung beras hitam Wakombe berukuran

seragam (Lampiran 4). Tepung beras hitam yang diperoleh dianalisis karakteristik
29

fisikokimianya yang meliputi swelling power, viskositas, pH, Indeks Kelarutan

Air dan kadar air.

3.4.4. Analisis Fisikokimia Tepung Beras Hitam Wakombe Termodifikasi

3.4.4.1. Analisis Viskositas

Analisis viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Oswald

(metode Oswald). Pengujian ini dilakukan dengan menghitung waktu yang

dibutuhkan oleh larutan tepung beras hitam yang telah mencapai titik maksimum

untuk mengalir dari alat viskometer Oswald sampai mencapai titik henti.

Perhitungan waktu menggunakan alat stopwatch dan sebagai pembanding uji

larutan sampel yang digunakan tepung terigu yang diberi perlakuan sama seperti

sampel (Lampiran 5).

3.4.4.2. Analisis Swelling Power dan Indeks Kelarutan dalam Air

Swelling power merupakan rasio antara bobot endapan tertinggal dalam

tabung sentrifuse dengan bobot kering sampel. Sedangkan indeks kelarutan dalam

air (IKA) merupakan prsentase bobot pati yang larut dalam air (Lampiran 5).

3.4.4.3. Analisis Nilai pH

Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter Jeneway 3505. Sebelum

digunakan, pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan pH 7.

Setelah dikalibrasi baru dilakukan pengukuran sampel dengan membuat suspense

sampel sebesar 10% di air (Lampiran 6).


30

3.4.4.5. Analisis Morfologi

Sampel diletakkan pada plat aluminium yang memiliki dua sisi. Sampel

tersebut kemudian dilapisi dengan lapisan emas dengan keadaan vakum untuk

membuat sampel konduktif. Morfologi pati diamati dengan menggunakan

mikroskop elektron scanning (SEM Philips XL30) dan gambar diambil pada

potensi percepatan 20 kV (Ashri et al., 2014).

3.4.5. Analisis Proksimat Tepung Beras Hitam Termodifikasi

Analisis proksimat yaitu kadar air menggunakan metode thermo

gravimetri (AOAC, 2005) (Lampiran 7), kadar abu menggunakan metode thermo

gravimetri (AOAC, 2005) (Lampiran 8), kadar protein menggunakan metode

Biuret (AOAC, 2005) (Lampiran 9), kadar lemak menggunakan metode ekstrasi

soxhlet (AOAC, 2005) (Lampiran 10), kadar serat kasar (AOAC, 2005) (Lampiran

11), analisis kadar glukosa (Sudarmadji et al., 2007) (Lampiran 12).

3.4.6. Uji Organoleptik Tepung Beras Hitam Termodifikasi

Penilaian organoleptik terhadap mutu produk meliputi warna, aroma dan

tekstur. Pengujian ini berdasarkan pada pemberian skor panelis terhadap mutu dari

segi warna, aroma dan tekstur. Pengujian menggunakan 20 orang panelis tidak

terlatih (Lampiran 13 dan 14). Skor penilaian diberikan pada Tabel 3 dan 4.
31

Tabel 4. Skor Penilaian Uji Sensorik Deskriftif


Kriteria Penilaian Warna Penilaian Aroma Penilaian Tekstur
5 Sangat Menarik Sangat Menarik Sangat Halus
4 Menarik Menarik Halus
3 Agak Menarik Agak Menarik Agak Halus
2 Tidak Menarik Tidak Menarik Tidak Halus
1 Sangat Tidak Menarik Sangat Tidak Menarik Sangat Tidak Halus

Tabel 5. Skor Penilaian Dan Kriteria Uji Hedonik


No Kriteria Kriteria Uji Hedonik
5 5 Sangat Suka
4 4 Suka
3 3 Agak Suka
2 2 Tidak Suka
1 1 Sangat Tidak Suka

3.5. Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati antara lain analisis organoleptik tepung yang

meliputi penilaian warna, aroma dan tekstur oleh 30 orang panelis. Analisis

fisikokimia meliputi viskositas, swelling power, indeks kelarutan air dan pH, serta

analisis proksimat meliputi kadar air (Lampiran 7), kadar abu (Lampiran 8), kadar

protein (Lampiran 9), kadar lemak (Lampiran 10), serat kasar (Lampiran 11), dan

kadar glukosa (Lampiran 12).

3.6. Analisis Data

Data organoleptik tepung beras hitam termodifikasi dan karakteristik

fisikokimia tepung dianalisis dengan uji ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Apabila dari hasil analisis ragam menunjukkan nilai F hitung > F tabel α = 0,05

berarti perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel respon, maka dilanjutkan

dengan uji berbanding ganda Duncan dengan taraf kepercayaan 95% untuk
32

mengetahui nyata respon yang berbeda nyata atau tidak berbeda nyata. Analisis

data sifat fisikokimia produk tepung ubi kayu manis modifikasi dihitung

menggunakan tabulasi sederhana.

3.7. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian Modifikasi Tepung Beras Hitam

(Oryza sativa L. Indica) Kultivar Wakombe Menggunakan Bakteri Asam Laktat

SBM.3D yaitu:

1) Beras hitam kultivar Wakombe merupakan salah satu kultivar dari 22 jenis

padi lokal organik yang dapat dijumpai diseluruh wilayah Kabupaten Buton

Utara Provinsi Sulawesi Tenggara yang mempunyai perikarp, aleuron dan

endosperma yang berwarna merah pekat dan ungu kebiruan yg mengandung

antosianin tinggi.

2) Tepung beras hitam adalah tepung yang berasal dari penggilingan beras dan

diayak sampai mencapai ukuran granula yang diinginkan.

3) Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan kelompok bakteri yang mampu

menghasilkan enzim amilase yang memiliki kemampuan menghidrolisis

pati. BAL SBM.3D merupakan hasil isolasi dari fermentasi air cucian beras

merah (Oryza nivara) kultivar Wakawondu (Adnan, 2018) dengan ciri

koloni BAL berbentuk bulat dan elips yang berwarna putih, kecil, dan tepian

yang jelas dengan zona jernih yang terbentuk di sekeliling koloni. BAL

isolat SBM.3D juga mampu bertahan dan tumbuh pada pH rendah.

4) Fermentasi merupakan bentuk pemanfaatan aktivitas sebuah

mikroorganisme spesifik untuk menghasilkan suatu produk dengan


33

karakteristik baru. Pada penelitian ini beras hitam difermentasi dengan

prinsip solid state fermentation yaitu beras hitam difermentasi dalam

kondisi kering untuk mengetahui terjadinya perubahan fisikokimia pada

beras hitam kultivar Wakombe menggunakan bakteri asam laktat (BAL)

isolat SBM.3D.

5) Analisis sifat fisikokimia adalah suatu metode analisis kimia untuk

menentukan karakteristik viskositas, swelling power, indeks kelarutan air

dan pH.

6) Analisis proksimat adalah suatu metode analisis yang terdiri dari kadar air,

kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar glukosa.

7) Uji organoleptik terdiri dari uji hedonik dan deskriptif. Uji organoleptik

hedonik merupakan uji yang didasarkan penilaian kesukaan panelis dari segi

penilaian warna, penilaian aroma, dan penilaian tekstur terhadap produk.

Uji organoleptik deskriptif merupakan uji yang didasarkan pemberian

respon panelis terhadap penilaian warna, penilaian aroma, dan penilaian

tekstur lebih spesifik.


34

DAFTAR PUSTAKA

Adnan NS. An enz a2018. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat (BAL)
dari Fermentasi Air Cucian Beras Merah (Oryza nivara). Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Halu Oleo. Kendari.

Aini N, Wijonarko G, Sustriawan B. (2016). Sifat Fisik Kimia dan Fungsional


Tepung Jagung Yang di Proses Melalui Fermentasi. Journal Agritech.
36(2). 5-11.

Annisa I. 2015. Perbedaan Kualitas Egg Roll Berbahan Dasar Tepung Beras
Merah Varietas Oryza Glaberrima Dengan Penerapan Metode Penepungan
Yang Berbeda. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Anggraini T, Yossie K. D, dan Kesuma S. 2017. Karakteristik Sponge Cake


Berbahan Dasar Tepung Beras Merah, Hitam dan Putih dari Beberapa
Daerah di Sumatera Barat. Jurnal Litbang Industri. 7(2): 123-136.

(AOAC) Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of


Analysis of The Association of Official Agriculture Chemist 16th edition.
Virginia.

Badan Pusat Statistik Nasional. 2018. Ringkasan Eksekutif Luas Panen dan
Produksi Beras di Indonesia 2018. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara.2018. Luas Panen dan Produksi
Padi di Sulawesi Tenggara 2018. Sulawesi Tenggara.

Badan Standarisasi Nasional [BSN]. 2006. SNI 01-3751-2006. Tepung terigu.

Badan Standarisasi Nasional [BSN] 2009. Standarisasi Nasional Indonesia 349-


2009. Tepung Beras. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Bukhari. 2013. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Air Cucian Beras
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung (Solanum melongena L.)
Jurnal Sains Riset. 3(1):45-50.

Chethana SH, Pratap B, Roy S,Jaiswal A, Shruthi SD, Vedamurthy AB. 2011.
Bioetanol Production from Rice Water Waste : A Low Cost Motor Fuel.
Article Pharmacologyonline. 3(12):5-13

Chelule PK, Mokoena MP dan Gqaleni N. 2010. Advantages of Traditional Lactic


Acid Bacteria Fermentation of Food in Africa. University of Limpopo.
South Africa (SA).
35

Cho SH, Lee BH, Euna JB. 2019. Physicochemical Properties of Dry and
Semiwet-nilled Rice Flours after Fermentationby Lactobacillus
Amylovorus. Journal of Cereal Science.(85):15-19.

Guo H, Ling H, Wang WH, Liu Q, Hu C, Xia M. 2007. Effect of Anthocyaninrich


Extract From Black Rice (Oryza sativa L.) on Hyperlipidemia and Insulin
Resistance in Fructose-Fat Rats. Plant Foods for Human Nutrition. 62 (1):
1-6.

Haryadi, 2010. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Handayani R. 2018. Fermentasi Jali Menggunakan Bakteri Selulolitik dan Bakteri


Asam Laktat untuk Pembuatan Tepung. Jurnal Biologi Indonesia.14(1): 81-
89.

Hartati FK. 2014. Evaluasi Fitokimia, Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator


Beras Hitam (Oryza sativa L.Indica). Skripsi. Fakultas Teknologi Hasill
Pertanian, Universitas DR. Soetomo. Surabaya.

Imanningsih N. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan


untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Journal Gizi Makan. 35 (1) : 13-22.

Indrasari SD, Purwani EY, Wibowo P, Jumali. 2010. Glycemic Indices Of Some
Rice Varieties. Indonesian Journal of Agriculture. 3(1):9-16.

Kristamini, Purwaningsih H. 2014. Potensi Pengembangan Beras Merah Sebagai


Plasma Nutfah Yogyakarta. J. Penelitian dan Pembangan Pertania. 28(3):
88-95.

Korhenen J. 2010. Forestry and Natural Sciences. Antibiotic Resistance Of Lactid


Acid Bacteria. University Of Eastern. Finland.

Latifah, Nurismanto R, Putra FA. 2008. Penggunaan Tepung Beras Hitam dan
Gliserol Monostearat pada Pembuatan Roti Tawar. Jurnal Teknologi
Pangan. 2(1). 2-3.

Leko A, Lawalata VN, Nendissa SJ. 2018. Kajian Penambahan Konsentrasi Susu
Skim Terhadap Mutu Minuman Yogurt dari Limbah Air Cucian Beras
Lokal. Jurnal Teknologi Pertanian. 7(2): 49-55

Limantoro S, Suseno TIP, Widyawati PS. 2015. Perubahan Sifat Fisikokimia


Tepung Beras Organik Hitam Varietas Jawa dengan Pengemas Polipropilen
Selama Penyimpanan pada Suhu Kama. Jurnal Teknologi Pertanian. 1(1).
4-5.
36

Mangiri J, Nelly M, Shirley E. S. K. 2010. Gambaran Kandungan Zat Gizi Pada


Beras Hitam (Oryza Sativa L.) Kultivar Pare Ambo Sulawesi Selatan.

Marcon MJA, Vieira MA, Santo K, De Simas KN, Amboni, Amante ER. 2006.
The Effect of Fermentation on Cassava Starch Microstructure. Journal Of
Food Process Engineering. 29: 362–372.

McCready RM. 1970. Starch and Dextrin. In: Joslyn M. A. Editor Method in Food
Analysis. Academic Press, New York.

Nurhidajah, Ulvie YNS, Suyanto A. 2018. Karakteristik Fisik Dan Kimia Beras
Hitam Dengan Variasi Metode Pengolahan. Jurnal Nasional Unimus.
1(1):217-218.

Pusparani T dan Yuwono SS. 2014. Pengaruh Fermentasi Alami pada Chips Ubi
Jalar (Ipomoea Batatas) terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar. Jurnal
Pangan dan Agroindustri . 2(4):137-147.

Prayuda DA. 2019. Fermentasi Pada Tepung Beras Dan Tepung Jagung
Menggunakan Bakteri Bacillus Subtilis Dan Streptococcus Thermophilus
Terhadap Karakteristik Roti Mani. Skripsi. Universitas Pasundan. Bandung.

Rahmah A, Faizah H, dan Rahmayuni. 2017. Penggunaan Tepung Komposit dari


Terigu, Pati Sagu dan Tepung Jagung Dalam Pembuatan Roti Tawar.
Journal FAPERTA.4(1): 5-13.

Reddy G, Altaf MD, Naveena BJ,Venkateshwar M, Kumar EV. 2008. Amylolytic


Bacterial Lactic Acid Fermentation.. Biotechnology Advances. 26 (4) : 22–
34.

Riadi L. 2013. Teknologi Fermentasi Edisi 2. Gaha Ilmu. Yogyakarta.

Romadhon, Subagiyo dan Sebastian M. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri


Asam Laktat dari Usus Udang Penghasil Bakteriosin sebagai Agen
Antibakteria pada Produk-Produk Hasil Perikanan. Jurnal Saintek
Perikanan. 8(1): 42-45

Rukmi WD, Zubaidah E, Saparianti E, Maria MPS. 2006. Karakterisasi Kimiawi


Tepung Sereal Terfermentasi oleh Bakteri Asam Laktat dan Saccharomyces
Cerevicea. J. Tek. Pert. 4(1): 26 – 31.

Ryu, SN, Park SZ, Ho CT. 1998. High Performance Liquid Chroomatoghrapic
determination of Anthocyanin Pigments in Some Varietes of Black Rice.
Journal of Food and Drug Analysis. (6):1710-1715.

Savira API. 2019. Analisis Kandungan Gizi, Organoleptik dan Aktivitas


Antioksidan Snack Bar Berbasis Beras Warna Organik (Oryza sativa L.)
37

Varietas Lokal (Merah Wakawondu, Hitam Wakombe dan Cokelat


Warumbia) sebagai Alternatif Makanan Selingan Penderita Diabetes
Melitus. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian.
Universitas Halu Oleo : Kendari.

Sidupa H. 2019. Sifat Fisikokimia Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennts)


Termodifikasi dengan Menggunakan Isolat Bakteri Asam Laktat(SBM.3D
dan SBM.4A) Asal Wakwondu dan Aplikasinya Pada Pembuatan Mie
Basah. Skripsi. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Sulistianiingrum LC. 2008. Optimasi Fermentasi menggunakan Aspergillus


Flavus. Skripsi. FMIPA UI. Jakarta.

Subagio A. 2009. Modified Cassava Flour Masa Depan Ketahanan Pangan


Nasional Berbasis Potensi Lokal. FTIP Universitas Jember: Jember.

Syaifullah Y. 2013. Ketahanan Pangan dan Pola Distribusi Beras Di Propinsi


Jawa Timur. Journal of Economics and Policy. 6(2): 103-213.

Takashi I, Bing X, Yoichi Y, Masaharu N, Tetsuya K. . 2001. Antioxidant


Activity of Anthocyanin Extract from Purple Black Rice. Journal Medical
Food. (4): 211-21.

Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada. University Press.


Yogyakarta.

Uhi HT. 2006. Pemanfaatan Gelatin Tepung Sagu (Metroxylon sago) sebagai
Bahan Pakan Ternak Ruminansia (Utilization of Sago (Metroxylon sago)
Gelatin as Feed Ruminant). Jurnal Ilmu Ternak. 6(2): 108 – 111.

Wahyuningsih K, Natasa PD, Wisnu C, Endang YP. 2015. Pemanfaatan Beras


(Oryza sativa L.) Inpari 17 Menjadi Tepung sebagai Bahan Baku Roti
Tawar Non Gluten. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertania.2(1).

Yanti WID, Dali FA. 2013. Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Yang Diisolasi
Selama Fermentasi Bakasang. JPHPI. 16(2).

Zikira S. 2019. Pengaruh Penambahan BAL (Bakteri Asam Laktat) Asal Air
Cucian Beras Merah Wakawondu pada Pembuatan Tepung Ubi Kano
(Dioscorea Rotundata) Terhadap Fisikokimia dan Organoleptik Cookies.
Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian.
Universitas Halu Oleo : Kendari.
38

Lampiran 1. Denah Penelitian Penilaian Organoleptik Perbedaan


Lama Fermentasi dengan Penambahan Konsentrasi BAL

AID3 (1) A1D1 (1) A3D1 (2)


A2D1 (1) A1D2 (2) A2D2 (1)
A2D3 (3) A1D1 (2) A1D2 (1)
A2D1 (3) A3D3 (3) A2D2 (2)
AID3 (1) A2D3 (2) AID3 (3)
A3D3 (2) A1D2 (3) A3D1 (3)
A3D1 (1) A1D1 (3) A3D2 (3)
A2D1 (2) A3D2 (1) A2D3 (1)
A3D3 (1) A3D2 (2) A2D2 (3)

Keterangan:

A1 : Lama Fermentasi 24 Jam


A2 : Lama Fermentasi 64 Jam
A3 : Lama Fermentasi 72 Jam
D1 : Penambahan BAL OD 0,50
D2 : Penambahan BAL OD 0,75
D3 : Penambahan BAL OD 1,00
(1), (2) dan (3) adalah ulangan
39

Lampiran 2. Diagram Alir Penelitian

Beras Hitam (Oryza sativa


L.Indica) Kultivar Wakombe

Metode Solid State


Fermentation

Proses Penepungan

Tepung Beras Hitam


Wakombe Hasil Fermentasi

Analisis Fisikokimia (viskositas, swelling power, indeks


Gambar 6. Diagram Alir Penelitian
kelarutan dalam air, dan pH), Analisis Organoleptik
(warna, aroma dan tekstur) dan Analisis Proksimat
(kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar
serat kasar, dan kadar glukosa)

Tepung Beras Hitam


Wakombe Modifikasi

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian


40

Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Media Pertumbuhan BAL Isolat


SBM.3D

Penimbangan media MRS-agar


sebanyak 13,5 g

250 ml Pelarutan media ke dalam labu


aquades erlenmeyer
steril
Pemanasan di atas hot plate dengan
bantuan magnetic stirer hingga mendidih

Penuangan media ke dalam botol schoot

Sterilisasi menggunakan autoclave


(t=15 menit, T=121 oC)

Media MRS-Agar steril

Proses
Penuangan media pada cawan petri steril dilakukan di
dalam laminar
air flow
Pemadatan media dengan menyalakan
lampu UV (t=30 menit)

Media padat MRS-Agar

Media MRS-Agar siap digunakan untuk


pemurnian dan peremajaan isolat bakteri
asam laktat (BAL)

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Media MRS-Agar


41

Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Hitam


Termodifikasi (Oryza sativa L. Indica) Kultivar Wakombe

100 g beras hitam (Oryza sativa L. Indica)


kultivar Wakombe

Pencucian dengan air bersih

Penirisan

Perlakuan I : Beras cokelat setengah kering Perlakuan II:


A1 = Lama Fermentasi 24 Jam R1= Konsentrasi BAL OD 0, 50
A2 = Lama Fermentasi 48 Jam R2= Konsentrasi BAL OD 0, 75
A3 = Lama Fermentasi 72 Jam R3= Konsentrasi BAL OD 1, 00
Proses fermentasi beras hitam dengan
perlakuan lama fermentasi dan penambahan
konsentrasi isolat BAL SBM.3D yang berbeda

Beras hitam (Oryza sativa L.Indica) Fermentasi

Pencucian dengan air bersih

Penirisan

Beras hitam fermentasi setengah kering

Pengeringan 24 Jam (60 OC)

Beras hitam kering

Penghalusan dengan blender

Pengayakan 100 mesh

Tepung Beras Hitam Termodifikasi

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Tepung Beras Cokelat Termodifikasi


42

Lampiran 5. Analisis Karakteristik Fisikokimia Tepung Beras Hitam

(Oryza sativa L. Indica)

a. Analisis Viskositas Metode Oswald (Sutiah et al.,2008)

Masing-masing sampel ditimbang sebanyak 1 g, kemudian sampel

masing-masing dipindahkan ke dalam gelas kimia berukuran 500 mL,

selanjutnya ditambahkan 50 mL aquades ke dalam gelas kimia yang telah

berisi sampel. Selanjutnya menganalisis tingkat viskositas tepung, yaitu

dengan cara mengambil hasil gelatinisasi tepung yang telah diberikan

perlakuan pemanasan yang sama, lalu cairan kental hasil gelatinisasi

dimasukkan ke dalam alat viskometer Oswald melalui dinding-dinding,

selanjutnya dilakukan peniupan melalui mulut alat tersebut sampai caiaran

yang ada di dalamnya mencapai titik maksimum.

Selanjutnya diuji waktu yang dibutuhkan oleh larutan tepung yang

telah mencapai titik maksimum untuk mengalir dari alat viscometer Oswald

sampai mencapai titik henti. Semua peroses tersebut dihitung waktu yang

dibutuhkan oleh larutan tepung beras hitam untuk mengalir dari alat

viskometer oswald. Perhitungan waktu menggunakan alat stopwatch dan

sebagai pembanding uji larutan sampel yang digunakan tepung terigu yang

diberi perlakuan sama seperti sampel.

b. Analisis Swelling Power dan Indeks Kelarutan dalam Air


(Senanayake et al., 2013)

Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram (A) dan dicampur dengan 10

mL aquades dalam 15 mL tabung sentrifuse yang telah diketahui bobotnya.


43

Sampel diaduk dengan vortek selama 10 detik, selanjutnya ditempatkan pada

penangas air suhu 85 oC selama 30 menit dengan pengadukan continue

selama 10 detik setelah 5, 15 dan 25 menit pemanasan. Sampel yang

telah dipanaskan kemudian didinginkan pada suhu ruang disentrifuge dengan

kecepatan 2000 rpm selama 30 menit. Supernatannya diambil, kemudian

ditimbang endapannya (D). Supernatan diletakan dalam cawan petri yang

telah diketahui bobotnya (B). Cawan petri dikeringkan di dalam oven suhu

105oC sampai bobot konstan. Kemudian timbang (C).Swelling power

merupakan rasio antara bobot endapan tertinggal dalam tabung sentrifuse (D)

dengan bobot kering sampel. Sedangkan indeks kelarutan dalam air (IKA)

merupakan persentase bobot pati yang larut dalam air.

Perhitungan:
D
Swelling power= (g/g)
A
C-B
Indeks kelarutan dalam air (%) = X 100%
A
44

Lampiran 6. Analisis Nilai pH

Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter Jeneway 3505.

Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4

dan 7. Setelah dikalibrasi baru dilakukan pengukuran sampel dengan membuat

suspensi sampel sebesar 10% di air.


45

Lampiran 7. Analisis Kadar Air (AOAC, 2005)

Cawan petri dibersihkan dan dipanaskan dalam oven pada suhu105oC

lalu didinginkan dalam desikator. Kemudian ditimbang sebagai bobot kosong.

Perlakuan ini diulang hingga diperoleh bobot konstan. Selanjutnya

menimbang sampel sebanyak 2 gram dalam cawan petri dan dinyatakan

sebagai bobot awal. Sampel dalam cawan dikeringkan dalam oven pada

suhu 105oC selama 3-5 jam. Setelah proses pengeringan, cawan berisi sampel

dikeluarkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai

diperoleh bobot tetap (selisih dua penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2

mg), pengurangan bobot merupakan banyaknya air dalam bahan.

Perhitungan:
W3-W2
Kadar air (%) = W2-W1 X 100%

Keterangan: W1 = Bobot cawankosong

W2 = Bobot cawan + sampel

W3= Bobot cawan + sampel setelah di oven


46

Lampiran 8. Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)

Sampel sebanyak 2 gram ditempatkan pada cawan porselin yang telah

diketahui bobotnya. Sampel dioven pada suhu 105oC hingga diperoleh bahan

kering, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 600oC selama 6 jam

kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang hingga diperoleh

bobot tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus:

Bobot Abu
Kadar abu(%)= X 100
Bobot Sampel (%)

100%
Kadar abu bahan kering (%)= X % Abu
Bahan Kering (%)
47

Lampiran 9. Analisis Kadar Protein (AOAC, 2005)

a. Penyiapan Reagen dan Larutan Standar

Reagen Biuret dibuat dengan cara menimbang 0.75 gram

CuSO2.5H2O; 3.0 gram NaKC4O6.6H2O dan dilarutkan dalam 250 mL

aquades dalam labu takar 500 mL, kemudian ditambahkan 150 mL NaOH

10% sambil diaduk dan ditambahkan aquades hingga volumenya 500 mL.

b. Pembuatan Larutan Standar Protein

Pembuatan larutan standar dilakukakan dengan cara menimbang 90

mg BSA (Bovine Serum Albumin), dilarutkan dalam 25 mL aquades dan

ditambahkan 1 tetes NaOH 3% dan aquades hingga diperoleh larutan protein

induk 3600 ppm.

c. Pembuatan Kurva Standar

Dari larutan standar dipipet 0,2, 0,4, 0,6, 0,8 dan 1 mL. Masing-

masing ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan dengan aquades hingga 6 mL

dan ditambahkan 6 mL reagen biuret ke dalam masing-masing tabung, lalu

didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya diukur

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum hasil pengukuran. Blanko

yang digunakan adalah campuran 6 mL air dan 6 mL reagen biuret.

Pembuatan larutan protein: ditimbang 2 gram sampel kemudian dilarutkan

dengan 20 mL aquades setelah itu disentrifus selama 30 menit. Setelah

disentrifus, tabung sentrifus dimasukkan dalam air es dan didinginkan selama

± 20 menit. Filtrat sampel dipipet 1 mL ditambahkan 5 mL aquades dan 6 mL

reagen biuret dan didiamkan selama ± 30 menit kemudian di ukur kadar

protein sampel.
48

a
Kadar Protein(%) = X 100%
b

Keterangan: a = bobotprotein

b = bobot sampel 100

100
Kadar protein (% bk) = X Kadar Protein (bb)
100-kadar air
49

Lampiran 10. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 2005)

Lemak dihitung dengan metode Soxhlet. Sampel ditimbang sebanyak

2 gram dimasukkan kedalam selongsong kertas saring kemudian ditutup

dengan kapas bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel dimasukkan

kedalam alat soxhlet 95 kemudian alat kondensor di atas dan labu

dibawahnya. Pelarut heksan atau petroleum benzene dituang kedalam labu

100 ml dan dilakukan reflux sampai pelarut yang turun kelab lemak berwarna

jernih. Pelarut yang ada dilabu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian

labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu

105oC. Hasil ekstraksi dikeringkansampai bobot tetap dan didinginkan dalam

desikator, labu ditimbang. Bobot lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

Bobot lemak (g)


Kadarlemak= X 100 %
Bobot sampel (g)

100
Kadar bahan kering (%)= X Kadar lemak (bb)
100-kadar air
50

Lampiran 11. Analisis Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005)

Sampel ditimbang sebanyak 2 g, dikeringkan di dalam oven pada suhu

105˚C hingga bobotnya konstan, sampel yang sudah kering dihaluskan dan

dimasukan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 50 mL larutan H 2SO41,25%

dididihkan selama 30 menit, kemudian ditambahkan 50 mL NaOH 3,25% dan

dididihkan selama 30 menit. Larutan disaring dalam keadaan panas dengan

menggunakan corong buchner yang berisi kertas saring tak berabu yang telah

diketahui bobotnya. Endapan dicuci berturut-turut dengan H2SO4 1,25% dan

etanol 95%. Kertas saring beserta isinya diangkat dan dikeringkan di dalam oven

pada suhu 105˚C hingga bobot konstan, didinginkan dalam deksikator kemudian

ditimbang.

Bobot residu yang diperoleh merupakan bobot serat kasar dapat dihitung

dengan rumus:
Bobot serat kasar
Kadar seratkasar(% X 100%
Bobot awal sampel
51

Lampiran 12. Analisis Kadar Glukosa (Sudarmadji et al., 2007)

a. Penyiapan Reagen

Reagen Nelson A dibuat dengan menimbang 6,25 g Na2CO3; 6,25 gram

NaC4O6.4H2O; 5 g NaHCO3; 50 gram Na2SO4 anhidrit dan kemudian dilarutkan

dalam aquades hingga volume 250 ml. Reagen Nelson B dibuat dengan cara

menimbang 7,5 gram CuSO4.5H2O dan dilarutkan dalam 50 ml aquades kemudian

ditambahkan 1 tetes H2SO4pekat. Reagen Nelson dibuat dengan cara dicampurkan

25 bagian Reagen Nelson A dan 1 bagian Reagen Nelson B pada saat akan

digunakan.

Reagen Arsenomolybdat dibuat dengan menimbang 25 g Amonium

Molybdat dan melarutkannya dalam 400 ml aquades kemudian ditambahkan 25

ml H2SO4pekat (larutan 1). Menimbang 3 g Na 2H2SO4.7H2O dan dilarutkan

dalam 25 ml aquades (larutan 2). Larutan 1 dicampurkan ke dalam larutan 2,

disimpan dalam botol berwarna dan diinkubasi 37°C selama 24 jam.

b. Pembuatan Larutan Standar

Glukosa standar dibuat dengan cara ditimbang 10 mg glukosa anhidrat

dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml hingga diperoleh larutan

standarss 100 ppm.

c. Penyiapan Kurva Standar

Larutan standar glukosa diencerkan hingga diperoleh larutan dengan

konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm. Disiapkan tabung reaksi dan masing-

masing diisi dengan 1 mL larutan glukosa standar serta 1 tabung reaksi lain diisi

dengan aquades sebagai blanko. Setelah itu ke dalam masing-masing tabung


52

ditambahkan dengan 1 ml reagen Nelson dan dipanaskan pada penangas air

mendidih selama 20 menit (sampai berubah warna menjadi merah bata).

Selanjutnya semua tabung didinginkan dalam gelas piala yang berisi air dingin

hingga suhu mencapai 25°C. Kemudian ke dalam masing-masing tabung

ditambahkan 1 mL reagen Arsenomolybdat dan dikocok hingga semua endapan

Cu2O larut sempurna dan ditambahkan 7 ml aquades lalu dikocok sampai

homogen (Sudarmadji et al., 1996). Kemudian diukur pada panjang gelombang

maksimun. Panjang gelombang 97 maksimum ditentukan dengan mengukur

serapan larutan standar pada panjang gelombang 500-800 nm.

d. Pembuatan Larutan Sampel

Larutan sampel dibuat dengan cara ditimbang 2 g dibuat larutan tepung

beras putih 2% (b/v) dengan volume sampel 100 ml dan diekstraksi dengan

menggunakan alkohol 80% (1:2) selama 30 menit, selanjutnya dimasukkan dalam

oven suhu 40°C untuk menguapkan alkohol yang tertinggal setelah dingin

ditambahkan + 0,5 gram CaCO3 dan disaring, apabila larutan keruh selanjutnya

dilakukan penjernihan dengan penambahan Pb-asetat basa. Untuk menghilangkan

Pb ditambahkan Na-Oksalat dan disaring kembali, akhirnya sampel siap

dianalisis. Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi, perlakuan

selanjutnya sama pada prosedur kurva standar, tetapi larutan glukosa diganti

dengan larutan sampel. Jika larutan terlalu pekat maka diambil 1 ml larutan

larutan homogen kemudian diencerkan dengan aquades hingga volume 10 ml.

Berdasarkan kurva standar diperoleh persamaan regresi:

y = ax+b

Keterangan : y = Absorbansi sampel


53

x = konsentrasi sampel (mg/L)

Penentuan bobot glukosa (mg) = konsentrasi sampel (mg/L) x fp* x V sampel (L)

Keterangan : fp = faktor pengenceran


V = Volume (L)

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
Kadar glukosa (%) = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙(%) 𝑋 100

Kadar pati = 0,9 x kadar glukosa


54

Lampiran 13. Format Uji Organoleptik Hedonik

Nama Panelis :

Hari/Tanggal :

Usia :

Petunjuk :

Amatilah tepung sesuai dengan kode sampel di bawah ini. Nyatakan pendapat
anda terhadap karakteristik organoleptiknya meliputi warna, aroma, dan tekstur
dengan memberikan skor!
Uji Hedonik
No Kode Sampel
Warna Aroma Tekstur Keseluruhan
1
2
3
4
5

Keterangan : 5 = Sangat suka


4 = Suka
3 = Agak suka
2 = Tidak suka
1 = Sangat tidak suka
55

Lampiran 14. Format Uji Organoleptik Deskriptif

Nama Panelis :

Hari/Tanggal :

Usia :

Petunjuk :

Amatilah tepung sesuai dengan kode sampel di bawah ini. Nyatakan pendapat
anda terhadap karakteristik organoleptiknya meliputi warna, aroma, dan tekstur
dengan memberikan skor!
Penilaian Penilaian
Kriteria Penilaian Aroma
Warna Tekstur
1
2
3
4
5

Keterangan :
 Penilaian warna : 5 = Sangat putih
4 = Putih
3 = Putih kekuningan
2 = Putih kecokelatan
1 = Cokelat

 Penilaian aromaa : 5 = Sangat berbau khas beras cokelat Warumbia


4 = Berbau khas beras cokelat Warumbia
3 = Agak berbau khas beras cokelat Warumbia
2 = Tidak berbau khas beras cokelat Warumbia
1 = Sangat tidak berbau khas beras cokelat Warumbia

 Penilaian tekstur : 5 = Sangat halus


4 = Halus
3 = Cukup halus
2 = Kurang halus
1 = Tidak halus

Anda mungkin juga menyukai