Anda di halaman 1dari 13

Analisis Flakes dengan Perbandingan Tepung Kacang Merah (..

) dan
Tepung Pisang Goroho (..)

(Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Pangan Lokal)

Dosen pengampu :
Yoyanda Bait, S.TP., M.Si
Siti Aisa Liputo, S.Si., M.Si
Widya Rahmawaty Saman, S.TP., M.Si

Disusun Oleh:

Nur Zenap K. Supu 651420012

Rini Safitri H. Pitua 651420002

Vidya Putri E. Haebun 6514200

Riyanti Utina 651421027

Moh. Fahri Mooduto 6514200

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
ABSTRAK
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr. wb.


Puji syukur saya panjatkan atas kehadiran Allah SWT karena dengan
rahmat hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Proposal yang mengenai
Analisis Beras Tiruan Instan Berbasis Ubi Ungu dengan Penambahan CMC
(Catboxymethyl Cellulose) untuk memenuhi Tugas dari mata kuliah Teknologi
Pengolahan Pangan Lokal.

Dalam penyusunan proposal ini penulis mendapat mendapatkan banyak


hambatan namun dengan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak
yang terlibat dalam penulisan makalah ini. semoga laporan ini bermanfaat untuk
menambah ilmu pengetahuan.
Gorontalo, Oktober 2022

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh CMC terhadap karakteristik fisik beras tiruan instan
berbasis ubi ungu?
2. Bagaimana pengaruh CMC terhadap uji kesukaan beras tiruan instan
berbasis ubi ungu?
1.3 Tujuan Masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Beras Tiruan
Beras Tiruan merupakan inovasi produk yang menyerupai beras yang menjadi
sumber karbohidrat selain beras dari padi. Beras tiruan bukanlah hal yang baru di
Indonesia. Teknologi produksi beras tiruan dikembangkan sebagai salah satu
terobosan untuk mempercepat penurunnan konsumsi beras. Pembuatan beras
tiruan dibuat dari tepung lokal selain beras. Tepung diformulasikan kemudian
dibentuk menjadi butiran menyerupai beras dengan karakteristik mendekati beras.
Beras tiruan juga biasa disebut beras analog, beras artifisial, beras mutiara atau
beras cerdas (Herawati et al., 2014).
Komoditi yang umumnya digunakan sebagai bahan baku olahan beras tiruan
adalah kelompok umbi-umbian seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, gembili dan
lainnya, kelompok serealia seperti jagung dan sorgum, tanaman pohon seperti
sagu, dan tanaman buah seperti sukun dan pisang dapat dijadikan sebagai bahan
baku dalam pembuatan beras tiruan (Adelina et al., 2019). Penerimaan beras
tiruan dimasyarakat tidak hanya mementingkan karakteristik fisik, kimia dan
sendori saja, namun juga bagaimana meningkatkan nilai fungsional dari beras
tiruan (Adelina et al., 2019).
Adapun beras beras tiruan instan atau beras cepat saji merupakan beras yang
ditanak dalam waktu singkat. Berdasarkan Herawati et al., (2014) dalam
penelitiannya yang berjudul “Teknologi Proses Produksi Beras Tiruan
Mendukung Diversifikasi Pangan” mengatakan bahwa teknologi yang digunakan
pada pembuatan beras tiruan instan adalah proses pra-pemasakan atau
pragelatinisasi dengan menggunakan air atau pengukusan. Prinsip yang digunakan
adalah proses dehidrasi yang akan membuka struktur sehingga membentuk beras
setang masak sehingga mempersingkat waktu tanak (Owens, 2000)

1.2 Ubi Ungu (Ipomoea batatas .L)


Adapun taksonomi atau klasifikasi ubi ungu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatohyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Concolvulales
Famili : Concolvullaseae
Genus : Ipomea
Species : Ipomea batatas .L Gambar 1. Ubi Ungu

Sumber : fitco.id

1.3 CMC

Carbixymethyl Cellulose (CMC) merupakan rantai polimer yang terdiri


dari unit molekul selulosa. Setiap unit anhidroglukosa memiliki tiga gugus
hidroksil dan beberapa atom hydrogen dari gugus hidroksil tersebut
disubtitusi oleh carboxymethyl (Kamal, 2010). Berdasarkan Ayuni, (2020)
CMC berbentuk serbuk, berwarna putih, dan tidak beraroma yang secara
khusus digunakan untuk membentuk tekstur yang kokoh. CMC sering
dimanfaatkan untuk mencegah retrogradasi yaitu proses kristalisasi
kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi.

Gambar 2. Struktur Carboxymethyl Cellulose

Sumber : celluloseether.com

Carboxymethyl Cellulose (CMC) memiliki sifat mudah larut dalam air dingin
maupun air panas, bersifat stabil terhadap lemak dan tidak larut dalam pelarut
organiak, bersifat pengikat, mampu membentuk film, sebagai zat inert, dan baik
sebagai bahan penebal (Kamal, 2010). Umumnya Carboxymethyl Cellulose
(CMC) dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pengental, emulsifier, perekat,
penstabil, pembentuk gel, dan pembentuk lapisan film (Herawati, 2018).
Carboxymethyl Cellulose (CMC) berfungsi untuk mengikat air pada adonan
sehingga mempengaruhi tekstur produk, sehingga diformulasikan dengan tepung
untuk pembuatan adonan beras tiruan. Penggunaan Carboxymethil Cellulose pada
pembuatan beras instan dapat meningkatkan penyerapan air sehingga waktu
masak lebih cepat serta sifat instan produk tercapai (Herawati et al., 2014).
Penambahan CMC dapat mempengaruhi kadar air, kadar serat kasar, daya
rehidrasi, pengembangan volume, cooking time, dan cooking loss (Ayuni, 2020).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November
2022 di Laboratorium Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi: Kompor, wadah, pisau,
blender, oven, pengaduk. Adapun alat analisis yang digunakan antara lain:
ph meter, hand refractometer, biurer, laminar air flow, incubator, pipet 1 ml,
5 ml dan 10 ml.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: yoghurt,
aquades, semangka sedangkan bahan analisis yang digunakan antara lain:
MRSA (Man Rogosa Sharpe Agar)
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan satu faktor yakni penambahan konsentrasi ekstrak kulit
semangka. Terdapat 3 kali perlakukan dan satu kontrol setiap perlakuan diulang
sebanyak 3 kali.
Tabel 1. Rancangan Penelitian

No. Kode Sampel Konsentrasi Ekstrak Kulit Semangka


1 A1 0%
2 A2 2%
3 A3 4%
4 A4 6%
Tabel 2. Formulasi Perlakuan

Konsentrasi
No. Formulasi
A1 A2 A3 A4
1 Ekstrak Kulit Semangka 0% 2% 4% 6%
2 Gula Merah 35g 35g 35g 35g
3 Yoghurt 25ml 25ml 25ml 25ml
200m
4 Susu skim 200ml 200ml 200ml
l

3.4 Rancangan Percobaan

Konsentrasi
ekstrak kulit Susu skim 200 ml
semangka:
A1 = 0%
A2 = 2%
A3 = 4% Pemanasan ±65oC
A4 = 6%
Gula 35g
Pengadukan

Inokulasi
Yoghurt 25ml

Inkubasi ±37oC selama 24 jam

Penyimpanan ±4oC

Beras Tiruan Instan


Ubi Ungu
Diuji:
Bakteri Asam Laktat
(BAL)
Derajat Keasaman (Ph)
Total Padatan Terlarut
(TPT)
Total Gula
Organoleptik

Gambar3 Diagram Alir Pembuatan Yoghurt Kulit Semangka (Amelia et al., 2022)
3.5 Parameter Uji

3.5.1 Bakteri Asam Laktat (BAL)


Prosedur pengamatan mikroba Salmonella sp. pada penelitian ini
menggunakan metode Harrigan (1998), berikut langkah-langkah
pengamatan.
1. Semua peralatan disterilkan dengan menggunakan autoclave pada tekanan
15 psi selama15 menit padasuhu 121oC.
2. Ditimbang Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA), sesuai kebutuhan
kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan disuspensikan aquades.
setelah itu dipanaskan dan dihomogenkan dengan magnet putar dan
disterilkan dengan autoclave pada tekanan 15 psi dengan suhu 121oC
selama 15 menit.
3. Disiapkan larutan pengencer aquades, kemudian dimasukan dalam tabung
reaksi sebanyak 9ml masing-masing untuk pengenceran tingkat kemudian
ditutup dengan aluminium foil. Semua larutan pengenceran disterilkan
dengan autoclave pada suhu 121oC tekanan 15 psi selama 15 menit.
4. Sampel hancurkan dan timbang 1 gram secara aseptis kemudian
dimasukkan ke dalam 9ml aquades steril sehingga diperoleh larutan
dengan tingkat pengenceran 10-1. Dari pengenceran 10-1 dipipet 1ml
kedalam tabung reaksi 2 kemudian dihomogenkan sehingga diperoleh
pengenceran 10-2.
5. Dari setiap pengenceran diambil 1 ml pindahkan ke cawan petri steril
yang telah diberi kode untuk tiap sampel pada tingkat pengenceran
tertentu.
6. Semua cawan petri dituangkan secara aseptis Man Rogosa Sharpe Agar
(MRSA) sebanyak 15 ml - 20 ml. Setelah penuangan, cawan petri
digoyang perlahan-lahan sambil diputar 3 kali ke kiri, ke kanan, lalu
kedepan, kebelakang, kiri dan kanan, kemudian didinginkan sampai agar
mengeras. Setelah Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) padat dimasukkan
ke dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah masa
inkubasi berakhir, dilakukan perhitungan jumlah bakteri menggunakan
colony counter. Perhitungan jumlah koloni menggunakan rumus sebagai
berikut:

Keterangan Rumus:
∑c
N= × 100 %
( 1 ×n 1 ) +( 0,1× n 2) ×d

N=Total Bakteri
∑c=Jumlah Bakteri
n1=Pengenceran Pertama yang dapat dihitung
n2=Pengenceran berikutnya yang dapatdihitung
𝑑=Faktor Pengenceran

3.5.2 Derajat Keasaman (pH) (AOAC, 1995)


Pengukuran potensial antara elektroda indikator dengan elektroda
pembanding atau pengukuran aktivitas ion hydrogen secara potensiometri
merupakan prinsip dari analisis nilai ph dengan menggunakan ph meter.
Tahapan analisis nilai ph dengan menggunakan ph meter sebagai berikut:
1. menyalakan ph meter
2. Membilas elektroda dan temperature prode menggunakan aquades dan
mengeringkannya
3. Melakukan kalibrasi dengan mencelupkan elektroda pada larutan
penyangga asam (ph 4) dan netral (ph 7) dan membersihkannya
4. Mencelupkan elektroda pada sampel kemudian menunggu pembacaan
pada layar stabil serta muncul indicator autolock pada layar
5. Mencatat nilai yang tertera pada layar digital

3.5.3 Total Padatan Terlarut (TPT)


Pengujian total padatan terlarut dilakukan menggunakan hand-
refractometer. Prisma refractometer dibilas terlebih dahulu menggunakan
aquades dan diseka dengan kain lembut. Sampel diteteskan ke atas prisma
refractometer dan diukur derajat Brixnya (Wahyudi & R, 2017)
3.5.4 Total Gula
Pengujian total padatan terlarut dilakukan menggunakan hand-
refractometer. Prisma refractometer dibilas terlebih dahulu menggunakan
aquades dan diseka dengan kain lembut. Sampel diteteskan ke atas prisma
refractometer dan diukur derajat Brixnya (Wahyudi & R, 2017)

3.5.5 Organoleptik (Adawiyah et al., 2006)


Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui penerimaan
konsumen terhadap produk yang telah dibuat. Pengujian dilakukan
menggunakan uji hedonik, panelis diminta untuk mencentang sesuai kolom
yang telah diberi nilai kesukaan produk. Uji hedonic dengan menggunakan
sendok ditiap-tiap panelis serta pemberian kode minimal 3 digit. Panelis
diminta untuk memberi penilaian terhadap aroma, warna, rasa dan tekstur
setelah beras ditanak. Jumlah panelis yan digunakan sebanyak 30 orang
panelis. Skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
1= sangat tidak suka
2= tidak suka
3= agak tidak suka
4= agak suka
5= suka
6= sangat suka
7= sangat suka sekali

3.6 Analisa Data


Data yang diperoleh dari hasil pengujian derajat keasaman, total gula, Total
Padatan Terlarut, dan Uji Organoleptik diamati dan dianalisis dengan
menggunakan Analysis of Variant (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji banding
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf signifikasi 5%. Adapun
hasil dari pengujian Bakteri Asam Laktat diamati menggunakan Exel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Anda mungkin juga menyukai