Stunting merupakan kondisi gagal membantu penanggulangan masalah gizi tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak kurang karena kandungan gizi daun kelor balita (12-59 bulan) akibat kekurangan gizi yang sangat baik. Kandungan gizi pada daun kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kelor seperti protein, vitamin dan mineral kehidupan. Berdasarkan hasil Riskesdas yang tinggi baik untuk pertumbuhan bayi tahun 2007 menunjukkan prevalensi dan balita. Potensi yang terkandung dalam stunting di Indonesia sebesar 36,8%, tahun daun kelor antara lain, 2 kali lebih tinggi 2010 sebesar 35,6%, tahun 2013 sebesar protein dibanding yogurt, 3 kali lebih tinggi 37,2%, tahun 2015 sebesar 29%, tahun 2016 kalium dibanding pisang, 4 kali lebih tinggi sebesar 27,5%, tahun 2017 sebesar 29,6% kalsium dibanding susu dan 7 kali lebih dan pada tahun 2018 sebesar 30,8% tinggi vitamin C dibanding jeruk (Winarno, (Kemenkes, 2018). 2018). Penggunaan daun kelor sebagai Berdasarkan masalah gizi yang terjadi, bahan sumber mineral, misalnya kadar perlu adanya perhatian khusus untuk kalsium pada daun kelor sebesar 2003 mg/ memenuhi kebutuhan gizi bayi. Pemenuhan 100 g dan kadar zat besi sebesar 28,2 kebutuhan gizi tersebut dapat dilakukan mg/100 g (Gopalakrishnan et al., 2016). dengan cara memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dengan Tabel 2. Kandungan Gizi Dalam Tiap 100 gr kandungan gizi yang tinggi. Menurut Daun Kelor dengan Tepung Daun Kelor Kemenkes (2014), MP-ASI adalah makanan Kandungan Daun Tepung atau minuman yang mengandung zat gizi, gizi Kelor Daun Kelor yang diberikan kepada bayi atau anak usia Kalori (kkal) 92,00 205,00 6–24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi Protein (g) 6,70 27,10 selain dari ASI. Lemak (g) 1,70 2,30 Umbi gembili merupakan jenis Karbohidrat 13,40 38,20 tumbuhan yang berbuah di bawah tanah. (g) Komponen terbesar dari umbi gembili Serat (g) 0,90 19,20 adalah karbohidrat sebesar 27–37%. Selain Kalsium 440,00 2003,00 sebagai sumber karbohidrat, gembili juga (mg) merupakan potensi sumber hidrat arang, (Sumber : Gopalakrishnan et al., 2016) protein, rendah lemak, kalsium, fosfor, potasium, zat besi, serat makanan, vitamin Telur puyuh adalah telur yang B6, dan vitamin C (Ranistia, 2011). dihasilkan oleh burung puyuh (cortuneix- Keunggulan lain dari umbi gembili yaitu coturnix japonica). Telur puyuh merupakan mengandung inulin, kandungan inulin pada salah satu sumber protein hewani serta gembili yaitu sebesar 14,77%, (Winarti dkk, menjadi bahan makanan yang potensial 2011). karena banyak memegang peranan dalam Tabel 1. Kandungan Gizi Tepung Gembili membantu mencukupi kebutuhan gizi Kandungan Gizi Jumlah masyarakat (Marni dkk, 2014). Telur puyuh Protein (%) 3 mempunyai kandungan protein 13,1% Karbohidrat (%) 86,69 sedikit lebih tinggi dari telur ayam (12,56) Kadar abu (%) 1,27 dan telur itik (12,81) (USDA, 2016). Protein Serat (%) 9,04 yang tinggi sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan bayi. Salah satu manfaat (Sumber : Retnowati dkk, 2019). protein adalah untuk sumber energi yang Pengeringan dengan mengunakan metode ini mampu membangun dan menguatkan otot memiliki kelebihan dalam hal pada bayi. Selain tinggi protein telur puyuh mempertahankan karakteristik fungsional juga tinggi akan Vitamin A dan kolin bahan karena suhu yang digunakan relatif (Ferdiana, 2019). rendah (50 - 70ºC) dan waktu pengeringan yang relatif singkat (Kadam et al., 2011). Tabel 3. Kandungan gizi per 100 gram telur Mekanisme terbentuknya buih ayam, telur puyuh dan telur itik. diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan Zat Gizi Telur Telur Telur molekul protein sehingga rantainya menjadi Ayam Puyuh Itik lebih panjang. Tahap selanjutnya adalah Energi (kkal) 143 158 185 proses adsorpsi yaitu pembentukan Protein (g) 12,56 13,05 12,81 monolayer atau film dari protein yang Lemak (g) 9,51 11,09 13,77 terdenaturasi. Udara ditangkap dan Karbohidrat (g) 0,77 0,41 1,45 dikelilingi oleh film dan membentuk Kalsium/Ca (mg) 142 141 146 gelembung. Pembentukan lapisan monolayer Besi/Fe (mg) 1,83 3,65 3,85 kedua dilanjutkan di sekitar gelembung (Sumber : USDA, 2016) untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung Pengeringan adalah suatu metode untuk yang berdekatan akan berhubungan dan mengeluarkan atau menghilangkan sebagian mencegah keluarnya cairan. Putih telur yang air dari suatu bahan dengan cara terlalu lama dikocok atau direnggangkan menguapkan air tersebut dengan seluas mungkin akan menyebabkan menggunakan energi panas. Permasalahan hilangnya elastisitas (Djaeni dkk, 2016). yang umum terjadi pada pembuatan bubuk instan adalah kerusakan akibat proses METODE PENELITIAN pengeringan yang umumnya memerlukan suhu pemanasan tinggi (lebih dari 60°C) A. Alat dan Bahan seperti hilang atau rusaknya komponen flavor serta terjadinya pengendapan pada Alat – alat yang digunakan dalam saat bubuk dilarutkan dalam air. Salah satu penelitian ini yaitu neraca analitik, labu metode pengeringan yang digunakan untuk lemak, kompor listrik, tanur, sentrifuse, membuat bubuk instan adalah metode foam vorteks, penangas air, labu kjeldahl, mat drying (Haryanto, 2016). erlenmeyer, desikator, soxhlet, kertas saring, Foam mat drying merupakan salah satu cawan porselen, nampan, pipet volume, dan metode pengeringan yang digunakan dalam alat-alat lainnya. bidang makanan. Metode ini dapat Bahan utama yang digunakan dalam diaplikasikan di bidang industri buah dan penelitian ini adalah gembili, daun kelor sayur karena memungkinkan dehidrasi (Mongifera oleifera) dan telur puyuh yang makanan sensitif panas atau yang sulit diperoleh dari pasar Kesiman, Desa Trawas, kering, lengket tanpa merubah kualitas Kabupaten Mojokerto. Bahan pendukung bahan. Teknologi ini dapat meningkatkan aplikasi dalam skala komersial pada bahan yang digunakan yaitu, susu skim dan ikan cair yang konsentratnya lembut seperti teri, sedangkan bahan yang digunakan untuk susu, buah, jus, larutan kopi dan lain-lain analisa bubur instan MP-ASI yaitu yaitu (Mujumdar et al., 2010). aquades, CaCO3, K2SO4, HgO, CuSO4, Foam mat drying merupakan H2SO4, NaOH, H3BO3, HCl, Na2CO3, NH2O. pengeringan dengan membentuk busa stabil. B. Rancangan Percobaan i. Pengayakan tepung umbi gembili Rancangan yang digunakan adalah menggunakan ayakan ukuran 80 mesh Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 2. Pembuatan Tepung Daun Kelor faktor dan 3 kali ulangan dengan perlakuan mengacu pada Juniarti (2019) yang sebagai berikut : dimodifikasi Faktor 1 : Tepung daun kelor a. Penyortiran daun kelor A1 = 15% b. Pencucian daun kelor hingga bersih A2 = 20% dengan menggunakan air mengalir A3 = 25% c. Daun kelor segar diblansing selama 10 menit dalam dandang Faktor 2 : Telur puyuh d. Pengeringan menggunakan cabinet B1 = 85% dryer selama 3 jam dengan suhu 60ºC B2 = 80% e. Penggilingan daun kelor kering B3 = 75% menggunakan blender skala 1–2 selama ± 5 menit Analisa data statistik dilakukan dengan f. Pengayakan tepung daun kelor ANOVA (Analysis of Variance) dengan menggunakan ayakan 80 mesh selang kepercayaan 5% untuk mengetahui adanya interaksi yang nyata antar perlakuan. 3. Pembuatan Bubur Instan MP-ASI Apabila antar perlakuan terdapat perbedaan mengacu pada Amalina (2017) yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan’s dimodifikasi Multiple Range Tests (DMRT) pada a. Pencampuran seluruh bahan sesuai menggunakan taraf 5%. perlakuan b. Pengenceran adonan (bahan : air = 1 : C. Prosedur Penelitian 1) c. Pencampuran menggunakan mixer 1. Pembuatan Tepung Gembili mengacu skala 1–2, selama ±5 menit pada Winarti dkk (2017) yang d. Pengocokan putih telur untuk foaming dimodifikasi agent (8%) menggunakan mixer skala a. Penyortiran umbi gembili yang baik 1–2, selama 5 menit dan tidak baik atau cacat e. Pencampuran bubur MP-ASI, busa b. Pengupasan kulit umbi gembili putih telur dan maltodekstrin c. Pencucian dan perendaman umbi f. Pengocokan seluruh bahan gembili yang sudah dikupas dengan air menggunakan mixer skala 1–2, selama mengalir 5 menit d. Pengecilan ukuran umbi gembili g. Pengolesan pada loyang yang dilapisi dengan cara disawut plastik e. Perendaman dan pencucian sawutan h. Pengeringan pada cabinet dryer suhu umbi gembili 60ºC selama 2 jam f. Penirisan sawutan umbi gembili i. Penghalusan bubur MP-ASI kering g. Pengeringan menggunakan cabinet menggunakan blender skala 1–2, dryer selama 8 jam suhu 60ºC selama ±5 menit h. Penggilingan umbi gembili kering j. Pengayakan menggunakan ayakan menggunakan blender, skala 1–2 ukuran 80 mesh sampai halus D. Metode Analisis 2005). Prinsipnya adalah molekul air (H20) bebas dalam sampel diuapkan. 1. Prosedur analisa untuk karakteristik Sampel ditimbang sampai beratnya fisik bubur instan MP-ASI konstan yang diasumsikan semua air yang terkandung dalam sampel sudah a. Rendemen (Hustiany, 2005) diuapkan. Selisih berat sebelum dan Besarnya rendemen berdasarkan sesudah pengeringan merupakan persentase berat kering atau tepung dibagi banyaknya air yang diuapkan. Kadar air berat basah yang dijadikan tepung, dihitung dengan rumus: kemudian dikali seratus persen. Rendemen ditentukan dengan rumus : B1 – B2 Kadar Air (%) = X 100 % Bobot kering Berat sampel Rendemen = x 100 % Bobot basah Keterangan : B1 : Sampel awal b. Densitas Kamba (Butt dan Batool, B2 : Sampel yang telah dikeringkan 2010) Densitas kamba (bulk density) dapat b. Kadar Abu (AOAC, 2005). dihitung dengan metode Butt dan Batool Penentuan kadar abu dilakukan (2010). Sampel sebanyak 10 g dengan metode pengabuan kering (dry dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml ashing). Prinsip analisis ini adalah kemudian dipadatkan hingga diperoleh mengoksidasi semua zat organik pada volume dari sampel tepung komposit suhu tinggi (sekitar 550°C), kemudian tersebut. Densitas kamba dihitung dengan dilakukan penimbangan zat yang menggunakan persamaan : tertinggal setelah proses pembakaran Densitas Kamba = Berat sampel (gr) tersebut. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut : Volume sampel (gr) B2 – B1 c. Daya Serap Air (Minerva, E. M. Kadar Air (%) = X 100 % 2013) Berat sampel Pengukuran daya serap air dilakukan dengan metode sentrifugase. Persentase Keterangan : daya serap air dihitung menggunakan B1 : Cawan kering rumus : B2 :Sampel dalam cawan yang telah % daya serap air = Bp - Bt x 100% dikeringkan dan didinginkan dalam Berat sampel desikator. Keterangan : Bp : Berat pasta c. Kadar Lemak (AOAC, 2005) Bt :Berat tabung sentrifuse setelah Penentuan kadar lemak dilakukan dikeringkan dengan metode soxhlet. Prinsip analisis ini adalah mengekstrak lemak dengan 2. Prosedur Analisa untuk Karakteristik pelarut heksan, setelah pelarutnya Kimia Bubur Instan MP-ASI diuapkan, lemak dapat ditimbang dan a. Kadar Air (AOAC, 2005) dihitung persentasenya. Perhitungan Analisis kadar air dilakukan kadar lemak adalah sebagai berikut : menggunakan metode oven (AOAC, g. Kadar Kalsium Metode (B – A) Kompleksometri (Agustina, 2012) Kadar Lemak (%) = Prosedur analisa kalsium yaitu : Berat sampel X 100 1. Sampel disiapkan sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Keterangan : 2. Larutan sampel dibilas dengan air A : Labu lemak kering bebas ion. B : Labu lemak yang berisi hasil ekstraksi 3. Larutan kemudian ditambahkan 2 ml setelah dikeringkan buffer pH 10 dan EBT sedikit saja. 4. Larutan dititrasi dengan EDTA d. Kadar Protein (AOAC, 2005). sampai warna larutan menjadi biru. Penentuan kadar protein dilakukan 5. Banyak EDTA yang digunakan berdasarkan metode kjeldahl. Prinsip dicatat untuk melakukan analisis protein dengan metode kjeldahl perhitungan. meliputi destruksi, destilasi dan titrasi. Perhitungan kadar protein dapat HASIL DAN PEMBAHASAN diperoleh dengan : Hasil pengujian karakteristik ( A – B) x N HCl x 14 fisikokimia bubur instan MP-ASI dengan variasi proporsi tepung daun kelor dan %N= X 100 mg sampel telur puyuh disajikan pada Tabel 4. Kadar protein = % N x Faktor konversi Keterangan : 1. Rendemen A : ml titrasi sampel 2. Daya Serap Air B : ml titrasi blanko 3. Densitas Kamba Faktor konversi : 6,25 4. Kadar Air Berdasarkan pada Tabel 1, dapat e. Kadar Karbohidrat Metode by diketahui bahwa terdapat different pengaruh yang nyata (P<0.05) Analisis kadar karbohidrat dilakukan proporsi tepung daun kelor dan menggunakan metode by different. telur puyuh terhadap nilai kadar Perhitungan kadar karbohidrat yaitu: air. Peningkatan kadar air 100% - (kadar air + kadar abu + kadar tersebut diduga disebabkan oleh lemak + kadar protein) kandungan protein yang terdapat (Andarwulan dkk, 2011). pada telur puyuh dan tepung daun kelor. Hal ini sesuai dengan f. Kandungan Kalori by Difference pendapat Andarwulan et al., (Handa et al, 2012) (2011), yang menyatakan bahwa Pengujian total kalori dilakukan kemampuan bahan pangan untuk menggunakan metode by Difference yang mengikat air dipengaruhi oleh dilakukan berdasarkan Handa et al, kandungan protein. Adanya (2012). Nilai kalori diperoleh dari penyerapan air diakibatkan gugus perhitungan : karboksil pada protein. Semakin Nilai kalori = (4 x protein) + (9 x lemak) tinggi protein yang terkandung di + (4 x karbohidrat) dalam bahan pangan, maka semakin banyak gugus karboksil yang ada dan semakin banyak pula air yang diserap. Hasil pengujian kadar air bubur instan MP-ASI dari semua perlakuan berkisar 2-9%. Spesifikasi MP-ASI bubuk instan oleh SNI 01-7111.1 (2005) menetapkan
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, Z. P. 2017. Aplikasi teknologi
pengeringan busa (foam mat drying) dalam Pembuatan Tepung Pisang Matang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Ferdianan. 2019. Ragam Manfaat Telur
Puyuh untuk Bayi, Kapan Waktu yang Tepat Memberikannya. Diakses dari https://mommyasia.id/10083/article/ragam- manfaat-telur-puyuh-untuk-bayi-kapan- waktu-yang-tepat-memberikan.html. Diakses pada 2 Mei 2020.
Gopalakrishnan, L., Doriya, K. and Kumar,
D.S. 2016. Moringa oleifera : A review on nutritive importance and its medical application. Journal Food and Human Wellness 5 (49-56).
Juniarti, R. 2019. Pengaruh formulasi tepung
daun kelor (Moringa oleifera Lamk) dan tapioka terhadap sifat fisik dan sensori tortila jagung. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
No. 41 Tahun 2014. Pedoman gizi seimbang. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 58 – 60. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Infodatin pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : situasi balita pendek di Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI.
Ranistia, T. (2011) Makalah gembili.
Diakses dari http://tiaranistia.blogspot.com/2011/03/maka lah-gembili.html. Diakses pada 14 Mei 2020.
[USDA] United States Department of
Agriculture National Nutrient Database. 2016. Eggs. National Agricultural Library. USA.
Winarti, S., Harmayani, E. dan Nurismanto,
R. 2011. Karakteristik dan profil inulin beberapa jenis uwi (Dioscorea spp.). Jurnal Agritech, 31 (4).
Winarti, S., Susiloningsih, E. K. B., Fasroh,
F. Y. 2017. Karakteristik mie kering dengan substitusi tepung gembili dan penambahan plastiziser GMS (Gliserol Mono Stearat). Jurnal Agroteintek, 11 (2).
Winarno, F. G. 2018. Tanaman kelor
(Moringa oleifera) : Nilai gizi, manfaat dan potensi usaha. Jakarta : Gramedia.
Pengaruh Penggunaan Tepung Lemna sp. Terfermentasi pada Pakan Buatan terhadap Tingkat Pemanfaatan Pakan, Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus