Anda di halaman 1dari 29

ICAEC 2019

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL

ANTIK (MOLLASE ANTISEPTIK) SOAP : PEMANFAATAN


BIOETANOL DARI LIMBAH TETES TEBU UNTUK PEMBUATAN
SABUN ANTISEPTIK

Sub Tema (Lingkungan)

Disusun oleh :

Nur Hanna Mardhiyyah (24030117130056/2017)


Ayu Octa Damayanti (24030117130091/2017)
Syarifah Nur Aulia (24030117140025/2017)

UNIVERSITAS DIPONEGORO
KOTA SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN ICAEC 2019

i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

ii
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
karunia nikmat serta hidayahnya sehingga kami dapat menyusun proposal
penelitian yang berjudul “Antik (Mollase Antiseptik) Soap : Pemanfaatan Bioetanol
dari Limbah Tetes Tebu untuk Pembuatan Sabun Antiseptik” dengan lancar dan
tepat waktu.

Tujuan dari penyusunan proposal penelitian ini adalah dalam rangka


pengolahannya berbagai limbah tetes tebu yang memiliki dampak negatif bagi
lingkungan. Seperti pencemaran dan penurunan kualitas, limbah tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai sabun.

Meski demikian, penyusun merasa masih banyak kesalahan dalam


penyusunan proposal penelitian ini. Oleh sebab ini penyusun sangat terbuka
menerima kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan sebagai bahan
evaluasi.

Akhir kata, semoga proposal penelitian ini dapat diterima sebagai gagasan
anak bangsa yang layak didukung untuk menjadi solusi atas permasalahan ibu
pertiwi.

Semarang, 22 Agustus 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan i
Lembar Pernyataan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Gambar vi
Daftar Tabel vii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Perkebunan Tebu dan Produksi Gula di Indonesia 3
2.2 Tebu 4
2.2.01 Klasifikasi Tanaman Tebu 4
2.2.02 Pertumbuhan Vegetatif 4
2.2.03 Kandungan Tebu 5
2.3 Limbah Tebu 5
2.3.01 Ampas Tebu 5
2.3.02 Tetes Tebu (Molase) 6
2.3.03 Blotong 6
2.3.04 Abu 6
2.4 Saponifikasi 6
2.5 Sabun Antiseptik 7
BAB 3. METODE PENELITIAN 8
3.1 Teknik Pengumpulan Data 8
3.2 Pengolahan Data 8
3.3 Kerangka Berpikir 8
3.3.1 Persiapan Bahan Baku 9
3.3.2 Pembuatan Etanol dari Limbah Tetes Tebu 9

iv
3.3.2.1 Proses Hidrolisis Ampas Tetes Tebu 9
3.3.2.2 Proses Fermentasi Ampas Tetes Tebu 9
3.3.2.3 Pemurnian Etanol (Distilasi) 9
3.3.3 Pembuatan Sabun Antiseptik 9
3.3.4 Pengujian Mutu Sabun Antiseptik 10
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 11
4.1 Hasil Analisa Molase Tebu 11
4.2 Hasil Uji Sabun Antiseptik 13
4.2.1 Uji Organoleptik 13
4.2.2 Uji Kadar Air 13
4.2.3 Uji Kadar Alkali 14
4.2.4 Uji Aktivitas Antiseptik 14
BAB 5. PENUTUP 15
5.1 Kesimpulan 15
5.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka berpikir pembuatan sabun antiseptik……………………...8

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Areal dan Produksi Tebu Menurut Status Pengusahaan Tahun 1967-
2017………………………………………………………………3

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang subur dengan hasil pertanian dan
perkebunan yang melimpah, diantara hasil pertanian tersebut adalah tebu
sehingga dalam pengolahannya menghasilkan berbagai limbah yang memiliki
dampak negatif bagi lingkungan. Seperti pencemaran dan penurunan kualitas
lingkungan selain memiliki dampak negatif, limbah tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai sabun. Salah satu limbah berserat hasil tanaman pangan
yang potensial, tetapi belum maksimal dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
sabun adalah limbah industri pengolahan tebu. Limbah yang dihasilkan dalam
industri pengolahan tebu yang potensial sebagai bahan pembuatan sabun adalah
mollase.
Tetes tebu (mollase) merupakan produk sisa dari masakan (massecuite)
yang telah di pisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tidak
mungkin lagi menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional. Tetes tebu
(mollase) mengandung gula terutama sukrosa dan asam-asam organik.
Faktanya, tetes tebu (mollase) seringkali kurang dimanfaatkan dan jika
menumpuk menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar pabrik gula.
Pencemaran tetes tebu dan limbah cair yang lain dapat menyebabkan warna air
di sekitar pabrik menjadi hitam dan berbau menyengat. Tetes tebu ( mollase)
dari pabrik gula tersebut ternyata dapat diolah menjadi bioetanol.
Bioetanol adalah etanol yang diperoleh dari proses fermentasi bahan-bahan
karbohidrat atau lignoselulosa menggunakan bantuan mikroorganisme.
Bioetanol dapat dibuat dari tiga jenis bahan baku, yaitu bahan berserat
(selulosa), bahan yang mengandung sukrosa, serta bahanyang mengandung pati
misalnya biji-bijian. Pada proses pembuatan sabun, bioetanol diawali dengan
proses fermentasi. Fermentasi merupakan proses mikrobiologi dimana terjadi
peruraian senyawa kompleks menjadi sederhana dengan bantuan mikro
organisme sehingga menghasilkan energi. Bioetanol dapat digunakan sebagai
bahan pembuat sabun melalui proses saponifikasi.

1
Proses saponifikasi merupakan reaksi hidrolisis lemak/minyak dengan
menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH sehingga
menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Untuk menghasilkan
sabun yang keras digunakan NaOH, sedangkan untuk menghasilkan sabun
yang lunak atau sabun cair digunakan KOH.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana cara mengurangi limbah tetes tebu ( mollase) dari pabrik gula
dengan mengolahnya menjadi bioetanol sebagai bahan baku pembuatan sabun.

1.3 Tujuan Penelitian


Dalam pembuatan karya ilmiah ini tujuan yang akan di capai meliputi:
1. Mengetahui cara pengolahan ampas tebu berupa tetes tebu ( mollase)
menjadi bioetanol sebagai bahan baku pembuatan sabun.
2. Dapat meminimalisir dampak negatif dari limbah cair tersebut (tetes tebu
bagi lingkungan)

1.4 Manfaat Penelitian


Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat member manfaat, yaitu :
1. Menambah pengetahuan bahwa tetes tebu ( mollase) dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan sabun
2. Dapat mengelola limbah dapat tetes tebu ( mollase) agar tidak berbahaya
bagi lingkungan dan masyarakat yang berada pada wilayah tersebut.
3. Dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan dalam rangka
mewujudkan lingkungan yang bersih

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkebunan Tebu dan Produksi Gula di Indonesia


Perkembangan luas areal perkebunan tebu di Indonesia selama tiga tahun
terakhir cukup fluktuatif. Pada tahun 2015 luas areal perkebunan tebu
Indonesia tercatat seluas 454,171 ribu hektar, kemudian mengalami penurunan
pada tahun 2016 menjadi 445,520 ribu hektar. Sedangkan pada tahun 2017 luas
areal perkebunan tebu Indonesia mengalami kenaikan menjadi 453,456 ribu
hektar. Untuk perkembangan produksi tebu di Indonesia selama tiga tahun
terakhir terlihat cukup fluktuatif. Pada tahun 2015 produksi tebu (setara gula)
mencapai 2,5 juta ton dan mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi
sebesar 2,2 juta ton. Sementara tahun 2017 produksi tebu mengalami kenaikan
menjadi 2,5 juta ton. Perkembangan luas area dan produksi tebu dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Luas Areal dan Produksi Tebu Menurut


Status Pengusahaan Tahun 1967-2017

3
Data tersebut diperoleh dari Statistik Perkebunan Indonesia (Sekretariat
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017).
2.2 Tebu (Saccharum Officinarum L.)
Tebu (Saccharum Officinarum L.) merupakan tanaman yang digunakan
sebagai bahan baku gula. Tebu dapat tumbuh di daerah iklim tropis, namun
masih dapat tumbuh baik dan berkembang baik di daerah subtropika.
Berdasarkan catatan sejarah, Sekitar 400an tanaman tebu telah ditemukan
tumbuh dibeberapa tempat di pulau jawa dan pulau sumatra, namun pada abad
XV tanaman tersebut diusahakan secara komersial oleh sebagian imigran Cina
(Fitriyanti, 2012).
2.2.01 Klasifikasi Tanaman Tebu
Tanaman tebu tergolong tanaman perdu. Di daerah Jawa Barat
disebut tiwu, di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut tebu atau rosan
(Indrawanto, 2012). Menurut Steenis (2006), klasifikasi tanaman tebu
sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Graminales
Familia : Gramineae
Genus : Saccharum
Species : Saccharum Officinarum L.
2.2.02 Pertumbuhan Vegetatif
Pembiakan secara vegetatif tidak diperlukan dua sel yang berbeda
jenis kelaminnya. Dalam pembiakan vegetatif, sifat-sifat induk dapat
menurun sama, artinya tiap tumbuhan baru yang diturunkannya
memiliki sifat-sifat yang serupa dengan induknya (Dwidjoseputro,
1994).
Fase pertumbuhan vegetatif terbagi dalam 3 proses yaitu:
pembelahan sel, perpanjangan sel, dan diferensiasi. Pembelahan sel
terjadi pada regenerasi sel-sel baru. Sel-sel baru ini memerlukan
karbohidrat dalam jumlah besar, karena dindingnya tersusun atas

4
selulosa dan protoplasmanya kebanyakan terdiri atas gula. Pada saat
terjadi pemanjangan sel yang membutuhkan ketersediaan air yang
cukup, ransangan hormon tertentu yang merangsang perentangan sel,
dan ketersediaan karbohidrat. Kemudian pada tahap diferensiasi atau
pembentukan jaringan terjadi pada perkembangan jaringan-jaringan
primer. Diferensiasi sel ini memerlukan karbohidrat, misalnya
penebalan dinding sel-sel pelindung pada epidermis batang serta
perkembangan pembuluh-pembuluh kayu baik di batang maupun di
akar (Zulkarnain, 2010).
2.2.03 Kandungan Tebu
Bila tebu dipotong akan terlihat serat dan cairan yang manis. Serat
dan kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5 %
dari bobot tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5 % yang
mengandung banyak unsur penting, antara lain: amylum, sakarosa,
glukosa, dan fruktosa. Nira terdiri dari air dan bahan kering. Bahan
kering tersebut ada yang larut dan ada yang tidak larut dalam nira. Gula
yang merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam
bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi, bahan kering yang
larut juga mengandung bahan bukan tebu (Purnawan, 2012)
2.3 Limbah Tebu
2.3.01 Ampas Tebu
Ampas tebu merupakan limbah selulosik yang banyak sekali potensi
pemanfaatanya. Selain untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan
pupuk, pulp, particle board; dan untuk bahan bakar boiler di pabrik
gula, masih banyak lagi pemanfaatannya yang lain. Ampas tebu dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kanvas rem, furfural, sirup
glukosa, etanol, CMC (carboxymethil cellulose), dan bahan penyerap
(adsorben) zat warna. Pabrik yang memanfaatkan ampas tebu sebagai
bahan baku pembuatan particle board dan kanvas rem, telah beroperasi
di Indonesia. Tetapi untuk pembuatan furfural belum ada; selama ini
Indonesia masih mengimpor furfural dari Cina (Witono, 2003).
2.3.02 Tetes Tebu (Molase)

5
Selain untuk pembuatan etanol dan bahan monosodium glutamate
(MSG, salah satu bahan untuk membuat bumbu masak), molase dapat
dimanfaatkan untuk berbagai bahan seperti bioetanol. Molase dari tebu
merupakan molase yang memiliki kandungan 25-40% sukrosa dan 12-
25% gula pereduksi dengan total kadar gula 50-60% atau lebih. Kadar
protein kasar sekitar 3 % dan kadar abu sekitar 8-10% yang sebagaian
terbentuk dari K,Ca,Cl, dan garam sulifat (Olbrich, 2006).
2.3.03 Blotong
Selama ini blotong dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Sejak
tahun 1998, PG Tasikmadu di Karanganyar (PTPN IX) telah mengolah
hasil limbah produksinya yaitu blotong, abu, tetes, dan ampas yang
dicampur dengan kotoran hewan, menjadi pupuk kompos unggul (fine
compost) yang punya nilai tinggi. Tasikmadu sudah mengantungi
untung Rp 8 milyar dari bahan yang semula limbah ini.
2.3.04 Abu
Limbah abu boiler (ketel) yang seringkali menjadi bahan protes
masyarakat karena mencemari lingkungan, dapat dicampur dengan
beberapa zat lain untuk dimanfaatkan menjadi pupuk mixed (fine
compost).
2.4 Saponifikasi
Saponifikasi adalah proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak
atau gliserida dengan basa (Fessenden dan Fessenden, 1997). Berdasarkan
bentuknya, sabun dibagi menjadi dua jenis, yaitu sabun bentuk padat dan
bentuk cair. Sabun mandi cair memiliki kelebihan apabila dibandingkan
dengan sabun mandi bentuk lainnya, karena mudah digunakan dan disimpan,
tidak mudah rusak dan kotor (Marzoeki, 1980).
2.5 Sabun Antiseptik
Salah satu barang untuk kebutuhan sehari-hari yang cukup penting adalah
produk perawatan kulit berupa sabun mandi. Meningkatnya permintaan akan
sabun mandi dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun
2004-2009 mengenai data produksi, konsumsi, impor, dan ekspor sabun. Dari
data tersebut dapat dilihat konsumsi sabun pada tahun 2004 sebesar 55.832,930

6
ton yang terus meningkat sampai tahun 2009, yaitu sebesar 101.631,090 ton
(BPS, 2009).
Dua komponen utama penyusun sabun adalah asam lemak dan alkali.
Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan,
karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada
sabun (Corredoira dan Pandolfi, 1996 dalam Widiyanti, 2009). Pada sabun
antiseptik, bahan utama pembuatan sabun ditambahkan antiseptik Untuk
membunuh bakteri, beberapa sabun menambahkan zat aktif, seperti triclosan,
yang berfungsi sebagai antimikroba.

7
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah dengan melakukan
studi pustaka yang bertujuan untuk mendapatkan data teoritik atau referensi
yang berhubungan dengan karya tulis, yaitu bioethanol, dan antiseptik. Sumber
yang digunakan berupa text book dan jurnal hasil penelitian yang dijadikan
referensi. Selain melakukan studi pustaka penulis juga melakukan wawancara
terhadap dosen pembimbing untuk mengetahui proses pembuatan sabun untuk
memperkuat data. Serta melakukan eksperimen yang bertujuan untuk
mengetahui hasil dari produk tersebut.
3.2 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data diolah kemudian
ditelaah dan didapatkan suatu data eksperimen. Pemilihan dan pengolahan data
lebih diutamakan data yang berasal dari hasil eksperimen, hasil wawancara dan
jurnal penelitian, baik jurnal nasional maupun jurnal internasional.
3.3 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 kerangka berpikir pembuatan sabun antiseptik

Persiapan bahan baku

Proses pembuatan etanol dari


limbah tetes tebu

Pembuatan sabun antiseptik

Pengujian mutu sabun antiseptik

3.3.1 Persiapan Bahan Baku

8
Bahan baku yang digunakan adalah tebu yang diperkecil ukurannya
dengan menggunakan blender. dan dikeringkan dengan memanfaatkan
sinar matahari, Setelah kering, ampas ditimbang sebanyak 50 gram lalu
masukkan kedalam erlenmeyer yang berukuran 500 ml. Kedalam sampel
ditambahkan 100 ml NaOH pada konsentrasi 4% dan dipanaskan dalam
autoclave selama 30 menit.
3.3.2 Pembuatan Etanol dari Limbah Tetes Tebu
3.3.2.1 Proses Hidrolisis Ampas Tetes Tebu
Tebu yang telah halus didinginkan. lalu ditambahkan
CH3COOH sesuai dengan sebanyak 2%, 3%, dan 4% dari bahan.
Wadah sampel ditutup dengan bahan aluminium foil dan dikocok
dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam.
3.3.2.2 Proses Fermentasi Ampas Tetes Tebu
Ampas tetes tebu halus yang telah dihidrolisis ditambahkan
urea dan NPK lalu diaduk hingga homogen. Kemudian
ditambahkan Saccharomyces cerevisiae dan diaduk lagi sampai
homogen.untuk memastikan apakah proses fermentasi telah
berlangsung dapat diamati dengan menghubungkan erlenmeyer
yang berisi ampas umbi dahlia halus tersebut dengan selang karet
dan ujung selang dimasukkan kedalam air agar tidak terjadi
kontak langsung dengan udara. Selanjutnya proses fermentasi
dilakukan selama 5 hari.
3.3.2.3 Pemurnian Etanol (Distilasi)
Pemurnian etanol dilakukan untuk memisahkan.etanol dari
air melalui alat distilasi. Pemisahan dilakukan pada temperature
80oC selama 1-2 jam. Hasil yang diperoleh di ukur volumenya.
3.3.3 Pembuatan Sabun Antiseptik
Semua bahan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai
dengan takaran yang dianjurkan. Dimasukkan minyak zaitun sebanyak
15 mL ke dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan dengan kalium
hidroksida 40% sebanyak 8 mL sedikit demi sedikit sambil terus
dipanaskan pada suhu 50℃ hingga mendapatkan sabun pasta. Sabun

9
pasta ditambahkan dengan 15 mL aquades, lalu dimasukkan Na-CMC
yang telah dikembangkan dalam aquades panas, diaduk hingga homogen.
Kemudian ditambahkan asam stearate 10,5 mL, diaduk hingga homogen.
Ditambahkan SLS, diaduk hingga homogen. Ditambahkan BHA, lalu
diaduk hingga homogen. Ditambahkan pengaroma mawar, diaduk
hingga homogen. Dimasukkan etanol limbah tetes tebu, diaduk hingga
homogen. Sabun cair ditambahkan dengan aquades hingga volume 50
mL, dimasukkan ke dalam wadah bersih yang telah disiapkan.
Pembuatan sabun sabun antiseptik limbah tetes tebu disesuaikan dengan
masing-masing konsentrasi.
3.3.4 Pengujian Mutu Sabun Antiseptik
Prosedur untuk uji sifat kimia terhadap sabun padat transparan yang
dihasilkan sesuai dengan SNI 06-3532-1994 mengenai syarat mutu sabun
mandi padat, yaitu meliputi kadar air dan zat menguap sabun, jumlah
asam lemak, kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH), dan kadar
fraksi tak tersabunkan. Pada penelitian ini menggunakan uji
organoleptik, uji pH, uji kadar air, dan uji aktivitas antibakteri untuk
mengetahui mutu dari sabun antiseptik.

10
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa Molase Tebu


Molases tebu mempunyai kandungan logam dan zat pengotor lainnya akibat
proses pembuatan gula pasir. Kadar logam yang tinggi dapat menyebabkan
kerak pada alat menghambat fermentasi (Wardani dan Pertiwi, 2013). Oleh
karena itu, kadar abu dan kalsium yang merupakan indikator kandungan logam
dan zat pengotor perlu diketahui dan diminimalisir dalam molases tebu yang
akan digunakan sebagai bahan baku etanol. Kandungan gula dalam molases
berperan sebagai substrat yang digunakan oleh S. cerevisiae untuk dikonversi
menjadi etanol. Kandungan gula molases tebu yang digunakan untuk
pembuatan bioetanol pada penelitian ini yaitu 51,44%, potensial dijadikan
sebagai bahan baku bioetanol. Hal ini sesuai dengan Wardani dan Pertiwi
(2013) yang menyatakan bahwa molases tebu dengan kandungan gula 50-60%
potensial untuk pembuatan bioetanol. Menurut Asli (2009), konsentrasi gula
awal mempengaruhi konsentrasi etanol dan konversi gula dalam proses
fermentasi. Pada konsentrasi terendah sumber gula 15% menunjukkan
produksi etanol paling maksimal, dimana mikroba akan tumbuh dan
mengkonversi substrat menjadi etanol tanpa inhibisi substrat yang
menyebabkan sel mengalami stres dan metabolisme sel menurun (Neelakandan
dan Usharani, 2009; Mariam et al., 2009). Semakin tinggi konsentrasi substrat,
semakin meningkat tekanan osmotik yang dapat mengganggu metabolisme sel
dan efsiensi proses fermentasi (Gaur, 2006).
Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses fermentasi
gula menjadi alkohol, yaitu jenis dan jumlah mikroba, lama fermentasi, dan
media tumbuh mikroba. Menurut Ghaly et al. (2003), mikroorganisme yang
dapat mengubah glukosa menjadi bioetanol adalah jenis khamir. Pada
penelitian ini digunakan S. cerevisae yang termasuk jenis khamir. Rubio dan
Texeira (2005) menyatakan S. Cerevisae akan menggunakan glukosa sebagai
sumber karbon dalam proses produksi bioetanol. Firdausi et al. (2013)
menyatakan semakin tinggi penambahan S. Cerevisae semakin meningkat

11
rendemen alkohol yang dihasilkan. Hasil penelitian Wardani dan Pertiwi
(2013) menunjukkan produksi etanol meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi inokulum yang ditambahkan pada medium tetes yang mengandung
sumber gula 20% dan 25%. Agbogbo et al. (2007) menyatakan penambahan
inokulum dengan konsentrasi yang rendah mengakibatkan laju fermentasi
menjadi lambat, tetapi dapat menghasilkan etanol yang lebih tinggi karena
setelah sel memperbanyak diri akan mengkonversi gula menjadi etanol secara
perlahan. Maka selama fermentasi tidak akan terjadi akumulasi etanol yang
bisa menjadi racun bagi sel dan masih tetap bisa menghasilkan etanol hingga
akhir fermentasi. Mukhtar et al. (2010) menyatakan bahwa dalam pembuatan
etanol, inokulasi yeast yang terlalu tinggi menyebabkan proses melemah lebih
cepat dan menurunkan viabilitas sel setelah fase pertumbuhan.

Lama fermentasi juga merupakan faktor penting dalam produksi bioetanol.


Hal ini karena S. Cerevisae membutuhkan waktu yang cukup untuk dapat
menghidrolisis gula menjadi etanol. Lama fermentasi berpengaruh terhadap
kadar alkohol/etanol yang akan dihasilkan (Azizah et al., 2012; Hasanah et al.,
2012; Usmana et al., 2012; Hawusiwa et al., 2015). Wardani dan Pertiwi (2013)
menyatakan semakin lama waktu fermentasi, semakin berkurang konsentrasi
gula dalam tetes tebu dan semakin bertambah konsentrasi sel. Terjadinya
penurunan kadar gula pada bahan selama fermentasi dari hari ke hari karena
gula diubah menjadi etanol oleh S. cerevisae (Khak et al., 2014). S. cerevisae
memerlukan media dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya.
Biasanya digunakan urea sebagai sumber nitrogen. Hasil penelitian Maghfroh
dan Agustini (2013) memperoleh biohidrogen yang dihasilkan dari
penambahan urea 1-3 g mengalami peningkatan, namun menurun setelah
penambahan 4 dan 5 % urea. Penelitian Rasyid et al. (2014) juga menunjukkan
penambahan zat aditif urea dapat meningkatkan rendemen biodiesel melalui
proses transesterifkasi.

Tinggi atau rendahnya produksi etanol dapat dilihat berdasarkan besarnya


konsumsi gula dan pertumbuhan yeast selama fermentasi. Tingginya rendemen
yang diperoleh menunjukkan proses fermentasi pada penelitian ini telah efsien.

12
Wardani dan Pertiwi (2013) menyatakan yield maksimum etanol oleh yeast
adalah 0,51 g etanol/g glukosa atau 51% yang dihitung melalui reaksi
stoikiometri. Reaksi fermentasi keseluruhan melibatkan produksi masing-
masing 2 mol etanol, tetapi hasil yang dicapai dalam fermentasi biasanya tidak
melebihi 90-95% dari teori. Namun, Demain et al. (2005) menyatakan bahwa
yield etanol dapat melebihi 92-95% dari yield teori.

4.2 Hasil Uji Sabun Antisepti


4.2.1 Uji Organoleptik
Sabun cair merupakan salah satu sediaan farmasi yang digunakan
untuk membersihkan kulit dari kotoran dan bakteri. Menurut Hernani
(2010) sabun dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat
yang berfungsi untuk mencuci dan membersihkan kotoran. Uji
organoleptik bertujuan untuk melihat tampilan fisik dari suatu sediaan
yang meliputi bentuk, warna dan bau. Bentuk dari sabun cair yang
dihasilkan pada penelitian ini yaitu cair, bau yang dihasilkan bau rose,
bau ini disebabkan karena penggunaan pengaroma rose. Penggunaan
pengaroma ini bertujuan untuk memberi aroma yang harum pada sabun
cair. Sabun cair berwarna cokelat, warna cokelat pada sabun cair
mengindikasikan adanya kandungan etanol tetes tebu yang tampak
berbeda dari basis sabun yaitu kuning. Standar yang ditetapkan SNI uji
organoleptik sabun cair, bentuk yaitu cair, bau dan warna yaitu memiliki
bau dan warna yang khas. Berdasarkan hasil yang diperoleh, hasil pada
penelitian ini sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI.
4.2.2 Uji Kadar Air
Uji kadar air dilakukan untuk mengetahui banyak kandungan air
yang terdapat pada sediaan sabun antiseptik. Standar kadar air yang
ditetapkan oleh SNI yaitu maksimal 60%. Berdasarkan standar yang
ditetapkan oleh SNI dari hasil yang diperoleh sediaan yang memenuhi
standar ialah sabun cair konsentrasi 10% dan 15%. Berdasarkan hasil
pengujian kadar air yang diperoleh, semakin besar konsentrasi ekstrak
yang ditambahkan maka semakin kecil presentase kadar air yang

13
didapatkan. Kadar air yang lebih tinggi ini berasal dari bahanbahan yang
bersifat higroskopis yaitu seperti SLS dan CMC.
4.2.3 Uji Kadar Alkali
Uji kadar alkali bebas untuk melihat jumlah basa yang tidak terikat
oleh asam lemak. Kadar alkali bebas yang didapatkan dari masing-
masing konsentrasi sabun cair yaitu 0, 056%. Berdasarkan SNI, standar
alkali bebas pada sabun cair yaitu maksimal 0,1%. Hal ini menunjukan
bahwa sabun antiseptik ini terbukti sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh SNI. Kurangnya kandungan alkali bebas yang terdapat
dalam sabun cair, ini disebabkan karena pada pembuatan basis sabun cair
dilakukan pemanasan yang lama hingga sabun menjadi pasta sehingga
kalium hidroksida yang merupakan salah satu pembentukan basis sabun
sudah bereaksi dengan lemak atau minyak zaitun.
4.2.4 Uji Aktivitas Antiseptik
Pengujian aktivitas sabun antiseptik dilakukan dengan
menggunakan metode mikro difusi. Pengujian bakteri ini menggunakan
dua jenis bakteri uji yaitu E. coli dan S. aureus. Sampel yang dilakukan
uji terdapat 3 perlakuan yaitu 1:1%, 2:2%, dan 3:3%. Pengujian ini
menggunakan kontrol tetrasiklin dan air sebagai bahan kontrol uji.
Pengujian dilakukan dengan melakukan dua kali ulangan. Aktivitas
antibakteri dilakukan dengan melihat luasan daya hambat dari masing-
masing sampel lalu dibandingkan dengan kontrol. Pengujian ketiga
bahan sampel sabun memperlihatkan tidak terdapat daya hambat
mikroba uji. Berbeda dengan kontrol yang luas daya hambatnya
mencapai 20,67 mm pada E. Coli dan 37,54 mm pada bakteri uji S.
aureus. Suatu senyawa dapat dikatakan sebagai antibakteri bila dapat
menghambat aktivitas mikroba dengan luas daya hambat minimal 6 mm.

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
5.1.1 Kandungan gula molases tebu yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu
51,44% dan sudah berpotensi untuk dijadikan bahan baku bioetanol
5.1.2 Kualitas sabun antiseptik yang dihasilkan telah memenuhi uji yang sudah
ditetapkan, yaitu uji organoleptik, uji kadar air, uji kadar alkali, dan uji
aktivitas antiseptik
5.2 Saran
5.2.1 Untuk penelitian berikutnya dapat dilakukan variasi konsentrasi
kandungan gula molases serta variasi lama fermentasi untuk mendapatkan
hasil bioetanol yang lebih maksimal.
5.2.2 Antiseptik yang digunakan sebaiknya menggunakan antiseptik yang
berasal dari bahan alam seperti tumbuh-tumbuhan agar lebih mudah untuk
didapatkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Agbogbo, F.K., G. C. Kelly., M.T. Smith., K. Wenger dan T.W. Jeffries. 2007. The
Effect of Initial Cell Concentration on Xylose Fermentation by
Pichiastipitis. Journal of Applied Biochemistry and Biotechnology 41:
2331-2336.

Asli, M.S. 2009. A Study on Some Efcient Parameters in Batch Fermentation of


Ethanol Using Saccharomyces Cerevesiae SC1 Extracted from Fermented
Siahe Sardasht Pomace. African Journal of Biotechnology 9: 2906-2912.

Azizah, N., A.N. Al-Baarri, dan S. Mulyani. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi
terhadap Kadar Alkohol, pH dan Produksi Gas pada Proses Fermentasi
Bioetanol dari Whey dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan 1(2): 72-77.

Badan Pusat Statistik. 2009. Data Konsumsi, Produksi, Ekspor, dan Impor Sabun
Mandi Padat di Indonesia. Jakarta.

Demain, A.L., M. Newcomb. dan J.H.D. Wu. 2005. Cellulase, Clostridia, and
Ethanol. Microbiology and Molecular Biology Reviews 69: 124-154.
Dwidjoseputro. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Fessenden, R J dan J S Fessenden. 1997. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.

Firdausi, N.Z., N.B. Samodra dan Hargono. 2013. Pemanfaatan Pati Singkong
Karet untuk Produksi Bioetanol Fuel Grade melalui Proses Destilasi-
Dehidrasi menggunakan Zeolit Alam. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri
2(3): 76-81.
Fitriyani, Laras. 2012. Pengelolaan Tanaman Tebu. Bandar Lampung: Politeknik
Negeri Lampung.

Gaur, K. 2006. Optimization for The Production of Ethanol via Fermentation.


Dissertation (Master of Science). Department of Biotechnology and Env.
Science. Thapar Institute of Engg and Technology. Patiala.
Ghaly, A.E., M.A. Kamal and A. Avery. 2003. Influence of Temperature Rise
Kinetic Parameters during Batch Propagation of Kluyveromyces Fragilis
in Cheese Whey Under Ambient Conditions.World Journal Microbiology
and Biotechnology 19: 741-749.

16
Indrawanto, Chandra. 2012. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta: ESKA
Media.

Khak, M., R.N. Rohmatiningsih dan Purwito. 2014. Optimalisasi Fermentor untuk
Produksi Etanol dan Analisis Hasil Fermentasi menggunakan Gas
Chromatograf. Jurnal Matematika, Saint dan Teknologi 15(1):12-20.
Maghfroh, L dan R. Agustini. 2013. Pengaruh Konsentrasi Onggok Industri
Tapioka dan Urea pada Produksi Biohidrogen melalui Fermentasi Gelap.
Journal of Chemistry 2(3): 112-119.

Marzoeki, A. 1980. Teknologi Pembuatan Sabun. Kanisius, Ujung Pandang.

Mukhtar, K., M. Asgher., S. Afghan., K. Hussain dan Z. U. Hussnain. 2010.


Comparative Study on Two Commercial Strains of Saccharomyces
Cerevisiae for Optimum Ethanol Production on Industrial Scale. Journal of
Biomedicine and Biotechnology 2010: 1-5.

Neelakandan, T. dan G. Usharani 2009. Optimization and Production of Bioethanol


from Cashew Apple Juice Using Immobilized Yeast Cells by Saccharomyces
Cerevisiae. American-Eurasian Journal of Scientifc Research 4: 85-88.

Olbrich, H. 2006. The Molasses. Biotechnologie-Kempe GmbH.

Purnawan, C., Hilmiyana, D., Wantini., & Fatmawati, E. 2012. Pemanfaatan


Limbah Ampas Tebu Untuk Pembuatan Kertas Dekorasi Dengan Metode
Organosolv. Jurnal EKOSAINS, 4(2): 1-6.

Rasyid, R., U. Kalsum., R. Malik., D. Priyono dan A. Albar. 2014. Pengaruh Zat
Aditif Urea terhadap Kuantitas Biodiesel pada Reaksi Transesterifkasi.
Valensi 4(1): 25-29.

Steenis, Van. 2006. Flora. Jakarta: C.V Rajawali.

Wardani, A.K., dan F.N.E. Pertiwi. 2013. Produksi Etanol dari Tetes Tebu oleh
Saccharomyces Cereviciae Pembentuk Flok (NRRL-Y 265). Agritech 33 (2):
131-139.

Widiyanti, Yunita. 2009. Kajian Pengaruh Jenis Minyak terhadap Mutu Sabun
Transparan. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Witono, J.A., 2003. Produksi Furfural dan Turunannya: Alternatif Peningkatan


Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia (Sebuah Wacana Bagi Pengembangan

17
Industri Berbasis Limbah Pertanian).
http://www.chemistry.org/?sect=fokus&ext=15

Zulkarnain. 2010. Dasar-Dasar Hortikultura Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Bumi


Aksara.

18
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Biodata Penulis 1
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Nur Hanna Mardhiyyah
2 NIM 24030117130056
3 Program Studi/Jurusan Kimia
4 Fakultas Sains dan Matematika
5 Tempat dan Tanggal Lahir Batang, 22 November 1999
Jl. Iwenisari Gg. Iwenisari Timur 1 No.
6 Alamat
44, Tembalang, Kota Semarang.
7 E-mail nurhanna455@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 085741870740

B. Penghargaan kepenulisan selama menjadi mahasiswa (dari


pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

Institusi Pemberi
No Jenis Penghargaan Judul Karya Tahun
Penghargaan
Peran Pemuda
dalam
Mengurangi
Yode Institute &
Peserta Indonesian Penderita
Fakultas
Public Poster and Anoreksia
1 Kedokteran 2018
Essay Competition untuk
Universitas
2018 Menyukseskan
Mataram
Bonus
Demografi
2030

19
Biodata Penulis 2
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Ayu Octa Damayanti
2 NIM 24030117130091
3 Program Studi/Jurusan Kimia
4 Fakultas Sains dan Matematika
5 Tempat dan Tanggal Lahir Karanganyar, 30 Oktober 1999
Jurang Belimbing B03A, Tembalang,
6 Alamat
Semarang
7 E-mail Octaayu234@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 082134759077

B. Penghargaan kepenulisan selama menjadi mahasiswa (dari


pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

Institusi Pemberi
No Jenis Penghargaan Judul Karya Tahun
Penghargaan

20
Biodata Penulis 3
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Syarifah Nur Aulia
2 NIM 24030117140025
3 Program Studi/Jurusan Kimia
4 Fakultas Sains dan Matematika
5 Tempat dan Tanggal Lahir Jakarta, 16 april 2000
6 Alamat Jl tirto agung no.2
7 E-mail aulia.nursyarifah@gmail.com
8 Nomor Telepon/HP 085791013075

B. Penghargaan kepenulisan selama menjadi mahasiswa (dari


pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

Institusi Pemberi
No Jenis Penghargaan Judul Karya Tahun
Penghargaan
Finalis Lomba Karya Universitas Inovasi es krim
1. 2017
Tulis Ilmiah Brawijaa dari ampas tahu
Cooboes
(cookies
Juara 3 Lomba Karya gembus)
Universitas
2. Tulis Ilmiah Al- sebagai bahan 2018
Brawijaya
Qur'an pangan
fungsional dari
ampas tahu

21

Anda mungkin juga menyukai