Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN POTENSI PENULARAN COVID-19


DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT

oleh
Nisrina Na’ilah Rahmatika, S.Kep
NIM 202311101078

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
Potensi Penularan Covid-19 di Intensif Care Unit (ICU)

Pasien kritis yaitu suatu kondisi ketika pasien berada dalam kondisi
kesehatan yang berpotensial memutuhkan perawatan yang komprehensif,
monitoring ketat dan berada di ruang intensif yang mengancam jiwa, Sedangkan
perawatan kritis merupakan perawatan khusus pada pasien yang berada dalam
kondisi yang mengancam nyawa (PERDATIN, 2020).

Beban layanan perawatan kristis terus meningkat pada pasien dengan


COVID-19. 30% dari pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19
membutuhkan perawatan ICU dan 29% membutuhkan ventilasi mekanik (Jansoon
dan Rello, 2020).Saat petugas kesehatan sedang melakukan tindakan perawatan
yang menghasilkan aerosol hal itu sangat meningkatkan risiko penyebaran Covid-
19 hal tersebut dikarenakan jika virus pada secret jalan napas yang menjadi
aerosol, ditemukan beberapa kejadian peristiwa yang potensial menyebabkan
aerosolisasi virus yang mengkontaminasi cairan tubuh, sehingga dalam merawat
pasien Covid-19 di ruang ICU berpotensi tinggi penularan Covid-19 dan
melakukan tindakan yang menimbulkan proses aerosolisasi yang dapat
meningkatkan risiko infeksi bagi petugas kesehatan yang berada di ruang ICU
(PERDATIN, 2020).

Strategi Pencegahan

Pada masa pandemi, kebutuhan bed di ruang ICU meningkat. Dalam penanganan
COVID-19 ini pencegahan HAIs sangatah penting. Hal ini dikarenakan untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi yang bertujuan untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan tenaga kesehatan. Strategi pencegahan dan pengendalian
infeksi menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif
Indonesia (PERDATIN), (2020), menjelaskan beberapa strategi manajemen
pencegahan penularan di ICU antara lain; dengan cara pengendalian penularan
infeksi :

a. Para petugas ICU diwajibkan menggunakan masker respiratory / N95,


FFP2 disertai dengan alat pelindung diri (APD) lainnya seperti sarung
tangan, gaun kedap air dan pelindung mata serta boots.
b. Perawatan di ICU dilakukan pada ruangan dengan tekanan negative /
diruangan dengan tekanan normal, ventilasi yang cukup, dan pasien
berada di ruang isolasi.
c. Saat melakukan intubasi pada pasien kritis dengan teknik rapid
sequence intubation (RSI), disarankan dengan menggunakan
videolaryngoscopy jika tersedia diruangan, dan dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang ahli.
d. Menggunakan barrier atau box aerosol bila tersedia diruangan
e. Untuk pasien yang terintrubasi, pengambilan sampel agar disarankan
dari aspirasi endotrakea untuk pengambilan sampelnya.
f. Untuk pengambilan sampel dari bronkoskopi tidak dianjurkan.

COVID-19 dapat menyebar melalui airbone, droplet, dan juga aerosol,


seperti pada proses perawatan pasien ICU: pemberian ventilasi dengan tekanan
positif, suctioning, dan bentuk lain dari pemberian jalan napas buatan. Karena hal
tersebut, pasien ICU dikelola seolah-olah patogen yang ada di udara, sehingga
diperlukan tindakan pencegahan untuk menjaga tenaga kesehatan dan pasien tetap
aman dari transmisi penyakit (Uppal dkk., 2020). Penyebaran COVID-19 di ruang
ICU dapat melalui:

1. Airborne
Kondisi pandemi saat ini membuat pasien dengan COVID-19 yang
membutuhkan perawatan di ICU melonjak, sehingga diperlukan penanganan
yang tepat guna untuk mencegah proses penyebaran. Dalam kondisi pandemi
ini, ICU memiliki keterbatasan ruangan dengan tekanan negatif yang dapat
mempertahankan aliran udara ke dalam untuk mencegah penyebaran melalui
airborne. Untuk memberikan keamanan tenaga kesehatan, pasien dengan
COVID-19 akan ditempatkan pada ruangan dengan jendela yang dipasang
sebuah perangkat filter sehingga menjaga aliran udara negatif. Hal ini
dilakukan agar tenaga kesehatan bebas bekerja dan meninggunakan APD
hanya ketika memasuki ruangan pasien (Uppal dkk., 2020).
2. Aerosol
Aerosol dapat dihasilkan ketika melakukan tindakan (intubasi trakea,
NIV, trakeostomi, resusitasi kardiopulmoner, dan bronkoskopi), maka ketika
melakukan tindakan tersebut tenaga kesehatan harus menggunakan masker
N95 dan gown atau apron yang tahan terhadap cairan (Chang dkk., 2020).
Untuk mengurangi risiko akibat terbentuknya aerosol, maka alat ventilasi dan
tindakan yang dipilih yang sebaiknya paling sedikit menimbulkan aerosol.
NIV dan HFNC memiliki risiko terbentuknya aerosol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ventilasi mekanik invasif, sehingga jika hendak
diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang bertekanan negatif (atau di ruangan
dengan tekanan normal, namun pasien terisolasi dari pasien yang lain)
dengan standar APD yang lengkap. Untuk mengurangi aeorosol pada
penggunaan HFNC, pada pasien sebaiknya dipasang masker surgical dan
titrasi flow rate HFNC <30 liter/menit (Arif dkk., 2020).
3. Droplet
COVID-19 menyebar melalui penularan droplet dari kontak langsung
dekat dengan orang yang terinfeksi dan dengan menyentuh permukaan benda
yang terpapar. Virus ini memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi
daripada sindrom pernafasan lainnya. Untuk mengurangi penyebaran virus,
dapat dicegah dengan menghindari menyentuh permukaan yang diduga
terpapar COVID-19 (Thampi dkk., 2020).

Standar Operasional Prosedur Pemakaian dan Pelepasan APD di Ruang


Intensive Care Unit
SOP Pemakaian dan Pelepasan
Alat Pelindung Diri di Ruang Intensive Care Unit

a. Pengertian Alat pelindung diri (APD) merupakan alat yang dibuat sebagai
penghalang terhadap transmisi zat, partikel padat, cair, atau
udara untuk melindungi dari penyebaran infeksi atau penyakit.

b. Tujuan Meminimalisir risiko paparan melalui kontak, droplet, dan


aerosol agen infeksius serta penyebaran agen infeksius yang
berbahaya bagi kesehatan di ruang tindakan instalasi gawat
darurat.

c. Indikasi Alat pelindung diri level 3 digunakan oleh orang yang berisiko
terpapr pasien atau material infeksius seperti tenaga kesehatan,
petugas kebersihan, petugas instalasi sterilisasi, petugas laundri
dan petugas transporter di instalasi gawat darurat.
d. Kontraindikasi/ Pelindung Pernapasain
Risiko dan Penggunaan masker N95 dapat menyebabkan penambahan
Efek beban pada saat inspirasi sehingga tidak dapat dipakai oleh
Penggunaan petugas yang mempunyai gangguan fungsi paru berat serta harus
APD digunakan secara hati-hati pada petugas dengan gangguan fungsi
paru ringan hingga sedang

Pelindung Mata
Petugas kesehatan menggunakan kacamata baca/kacamata resep
maka kacamata resep harus digunakan bersama dengan goggles;
atau digunakan dengan pelindung wajah ketika goggles tidak
memungkinkan digabungkan dengan kacamata baca/resep
tersebut.

e. Alat dan Bahan 1)


Baju kerja (scrub suit)
2)
Pelindung mata (google)
3)
Penutup kepala
4)
Masker N95
5)
Gown all cover atau hazmat
6)
Handscoen latex sekali pakai (panjang sampai siku)
7)
Boots
8)
Pelindung wajah (face shield) bukan keharusan namun dapat
ditambahkan
9) Apron, jika ada tindakan menimbulkan aerosol.
f. Hal yang perlu 1) Menggunakan baju kerja (scrub suit)
diingat 2) Tidak memakai perhiasan atau aksesoris.
3) Desinfeksi tangan dengan menggunakan prinsip 6 langkah
cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan APD
4) Menggunakan APD dan melepas APD di antero room
5) Petugas kesehatan diwajibkan mandi setelah selesai
menggunakan APD
g. Prosedur Pemasangan Alat Pelindung Diri (APD)
1) Lepaskan seluruh perhiasan dan aksesoris yang digunakan
2) Kenakan baju kerja (scrub suit) di antero room
3) Periksa keadaan alat pelindung diri (APD), pastikan APD
dalam keadan baik
4) Cuci tangan dengan menerapkan prinsip 6 langkah dengan
sabun atau hand sanitizer.
5) Pakai Coverall bersih dengan zipper yang dilapisi kain
berada di bagian depan tubuh. Coverall menutupi area kaki
sampai leher dengan baik dengan cara memasukkan bagian
kaki terlebih dahulu, pasang bagian lengan dan rapatkan
coverall di bagian tubuh dengan menaikkan zipper sampai
ke bagian leher, Hood atau pelindung kepala dari coverall
dibiarkan terbuka di belakang leher.
6) Kenakan apron untuk melapisi luar gaun all-cover atau
hazmat. (Apron hanya diperlukan ketika melakukan
tindakan yang menghasilkan aerosol
7) Kenakan penutup kepala hingga menutupi seluruh bagian
kepala dan telinga.
8) Pasang masker N95 dengan cara letakkan mangkok
respirator di salah satu tangan dengan posisi mangkok
respirator dibawah dagu dan penjepit hidung dibagian atas.
Tangan lainnya menarik karet bagian atas dan letakkan
melewati sisi belakang kepala serta diikuti dengan tali
bawah dengan gerakan yang sama. Atur penjepit hidung
agar menempel dengan erat
9) Kenakan pelindung mata (google).
10) Tutup bagian kepala pada gaun all-cover atau hazmat
11) Pasangkan pelindung wajah (faceshield) jika diperlukan
12) Kenakan sepatu pelindung (boots).
13) Pasang sarung tangan hingga menutupi bagain lengan gaun
Pelepasan Alat Pelindung Diri (APD)
1) Petugas kesehatan melepas APD diarea kotor
2) Lepaskan pelindung wajah (faceshield)
3) Lepaskan sepatu pelindung (boots).
4) Lepaskan apron dengan membuka tali dibagian leher dan
belakang, lipat bagian luar apron ke dalam dan masukkan ke
kotak tertutup.
5) Buka hood atau pelindung kepala coverall dengan cara buka
pelindung kepala di mulai dari bagian sisi kepala, depan dan
kemudian perlahan menuju ke bagian belakang kepala
sampai terbuka
6) Buka coverall perlahan dengan cara membuka zipper dari
atas ke bawah kemudian tangan memegang sisi dalam
bagian depan coverall sambil berusaha membuka perlahan
dari bagian depan tubuh, lengan dengan perlahan sambil
bersamaan membuka sarung tangan kemudian dilanjutkan
ke area yang menutupi bagian kaki dengan melipat bagian
luar ke dalam dan selama membuka coverall selalu
usahakan menjauh dari tubuh petugas kemudian setelah
selesai, coverall dimasukkan ke tempat sampah infeksius
7) Lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan
menggunakan 6 langkah
8) Buka pelindung mata (goggles) dengan cara menundukkan
sedikit kepala lalu pegang sisi kiri dan kanan pelindung
mata (goggles) secara bersamaan, lalu buka perlahan
menjauhi wajah petugas kemudian goggles dimasukkan ke
dalam kotak tertutup
9) Buka masker N95 dengan cara sedikit menundukkan kepala
kemudian menarik keluar tali dari belakang menuju atas
kepala kemudian dimasukkan ke tempat sampah infeksius.
10) Lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan
menggunakan 6 langkah
11) Buka baju kerja atau scrub suit
12) Bersihkan tubuh/ mandi untuk selanjutnya menggunakan
kembali baju biasa

h. Hal-hal yang Hindari melakukan hal-hal di bawah ini :


perlu 1) Meletakkan APD di lantai atau di permukaan benda lain
diperhatikan (misal di atas loker atau di atas meja).
2) Membongkar kembali APD yang sudah dimasukkan ke
kantong plastik infeksius atau tempat tertutup.
3) Mengisi kantong plastik infeksius atau tempat tertutup
berisikan APD terlalu penuh.

Pencegahan ventilator associated pneumonia

Fisiologi penyakit kritis seringkali terkomplikasi dengan beberapa kelainan


inflamasi sistemik serta perubahan status hemodinamik. Hipoperfusi sistemik
yang terkait dengan katekolamin, penurunan curah jantung, hipovolemia,
vasokonstriksi dan pelepasan sitokin inflamasi berhubungan dengan hipoperfusi
splanknikus. Dibandingkan dengan pasien normal, pasien kritis memiliki
gangguan pada lapisan pelindung lendir dan bikarbonatakibat perubahan dalam
mikrosirkulasi mukosa. Faktor risiko yang paling umum adalah pemakaian
ventilasi mekanik yang berkepanjangan dan koagulopati.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi PPI mungkin terkait


dengan peningkatan risiko terjadinya hospital acquired pneumonia (HAP).
Mekanisme yang menimbulkan fenomena ini adalah peningkatan pH lambung
menimbulkan pertumbuhan bakteri dalam lambung (terutama bakteri batang gram
negatif di duodenum) (Anandani, 2015)

Rekomendasi Pencegahan VAP di ICU


1. Hindari intubasi dan re-intubasi jika mungkin
2. Pilih intubasi orot rakeal dari pada intubasi nasotrakeal
3. Aspirasi berkesinambungan sekret epiglottis
4. Posisi semi-recumbent (bagiam kepala/atas tempat tidur ditinggikan
30-450 jika mungkin)
5. Enteral feeding dengan post-pyloric feeding tube
6. Pengaplikasian standar pengendalian infeksi
7. Interupsi sedasi harian bersama dengan protokol weaning ventilator
8. Kebijakan transfuse konservatif
9. Profilaksis stress ulcer dengan sukralfat atau H-2 blocker dari pada
dengan proton pump inhibitor (PPI)

Ekg Letal

Beberapa kondisi yang disebut sebagai Henti jantung tidak terbatas pada
gambaran EKG berupa asistol tetapi juga meliputi ventricular fibrillation
(VF), ventricular tachycardia(VT), atau pulseless electrical activity (PEA)
yang kesemuanya memberikan gambatan klinis berupa tidak terabanya
denyut/pulsasi arteri perifer besar (carotis, radial atau femoral) yang menyertai
hilangnya kesadaran. Istilah aritmia mengacu pada perubahan dari mekanisme
penjalaran impuls listrik jantung yang menyebabkan gangguan irama denyut
jantung. Aritmia adalah gangguan atau abnormalitas penjalaran impuls listrik
ke miokardium. Sistem konduksi jantung yang berawal dari otomatisitas sel-
sel P di nodus SA, depolarisasi atrium, depolarisasi nodus atrioventrikular
(AV), propagasi impuls sepanjang berkas His dan sistem Purkinje hingga
depolarisasi ventrikel merupakan rangkaian konduksi impuls yang teratur dan
presisi. Aritmia terbagi menjadi dua yaitu bradiaritmia (laju jantung terlalu
lambat, <60 kali per menit) dan takiaritmia (laju jantung terlalu cepat, >100
kali per menit) (Yuniadi, 2017).
Lebih lanjut penatalaksanaan aritmia adalah pemberian obat antikoagulan
oral baru (OKB) yang berguna untuk menghentikan risiko perdarahan, reaksi
silang antar obat, hubungan dosis-efek yang tidak dapat diprediksi serta
pengaruh makanan dengan absorbsi obat antikoagulan lain. Obat ini juga
dapat mencegah terjadinya stroke pada fibrilasi atrium. Terdapat
penatalaksanaan takiaritmia lain yaitu teknik ablasi kateter (Yuniadi, 2017)

DAFTAR PUSTAKA
Anandani, A. 2015. Pencegahan ventilator-associated pneumonia dengan
pemberian profilaksis stress ulcers prevention of ventilator-associated
pneumonia. The Indonesian Journal of Infectious Disease. 1(1):16–19.

Arif, S. K., F. Muchtar, N. L. Wulung, Hisbullah, P. Herdajana, dan H. Nurdin.


2020. Buku Pedoman Penanganan Pasien COVID-19. Makasar:
PERDATIN. April.
Chang, T., J. Wu, dan L. Chang. 2020. Since january 2020 elsevier has created a
covid-19 resource centre with free information in english and mandarin on
the novel coronavirus covid- research that is available on the covid-19
resource centre - including this sciencedirect clinical characteris. Journal of
the Formosan Medical Association
Jansoon, M. dan J. Rello. 2020. Mental health in healthcare workers and the
covid-19 pandemic era : novel challenge for critical care. Journal of
Intensive and Critical Care. 6
PERDATIN. 2020. Buku Pedoman Penanganan Pasien Kritis COVID-19.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Anestesi dan Terapi Intensif.
Thampi, S., A. Yap, L. Fan, dan J. Ong. 2020. Special considerations for the
management of covid-19 pediatric patients in the operating room and
pediatric intensive care unit in a tertiary hospital in singapore. Paediatric
Anaesthesia. (March):642–646.
Uppal, A., D. M. Silvestri, M. Siegler, S. Natsui, L. Boudourakis, R. J. Salway,
M. Parikh, K. Agoritsas, H. J. Cho, R. Gulati, M. Nunez, A. Hulbanni, C.
Flaherty, L. Iavicoli, N. Cineas, M. Kanter, S. Kessler, K. V. Rhodes, M.
Bouton, dan E. K. Wei. 2020. Critical care and emergency department
response at the epicenter of the covid-19 pandemic. Health Affairs
Yuniadi, Y. 2017. Mengatasi aritmia , mencegah kematian mendadak.

Anda mungkin juga menyukai