Oleh :
Siti Raudatul Jannah , S.Kep
NIM 192311101233
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................. 1
A. Anatomi Fisiologi Jantung ................................................................... 1
B. Definisi ................................................................................................. 7
C. Epidemiologi ........................................................................................ 8
D. Etiologi ................................................................................................. 8
E. Klasifikasi ............................................................................................ 9
F. Patofisiologi.......................................................................................... 11
G. Manifestasi Klinis ................................................................................ 16
H. Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 18
I. Penatalaksanaan.................................................................................... 18
J. Clinical Pathway................................................................................... 24
K. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................... 26
1. Diagnosa Keperawatan..................................................................... 26
2. Intervensi Keperawatan.................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 32
ii
A. Anatomi Fisiologi Jantung
Jantung adalah bagian vital dalam tubuh Anda yang bertugas untuk
menerima dan memompa darah ke seluruh tubuh.Jantung berdetak 100.000 kali
dalam sehari untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung adalah organ
berotot dan berongga serta berbentuk kerucut dengan berat ± 300 gram (sebesar
kepalan tangan).Letak jantung berada di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah
antara sternum (tulang dada) di sebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di
sebelah posterior.Jantung memiliki pangkal yang lebar di sebelah atas dan
meruncing membentuk ujung yang disebut apeks di dasar.
a. Terdapat 3 lapisan pada dinding jantung yaitu:
1) Lapisan perikardium
Lapisan pericardium berupa kantong yang melipat dan membentuk
rongga perikardium.Rongga tersebut berisi cairan sehingga memudahkan
kontraksi jantung. Bagian pericardium yang melekat ke miokardium
disebut pericardium visceral atau epicardium, sedangkan bagian yang
melekat ke struktur lain di rongga thoraks disebut pericardium parietal.
Epicardium tersususn atas lapisan epitel skuoamous (mesotel) dan jaringan
ikat longgar tipis.Mesotel berperan dalam sekresi cairan pericardium.
2) Lapisan miokardium
Miokardium merupakan lapisan dinding jantung yang paling tebal
yang tersusun dari sel-sel otot jantung.Pada lapisan ini terdapat 2 jenis
serabut yaitu serabut kontraktil yang berfungsi untuk kontraksi jantung
dan serabut sistem konduksi yang merupakan modisikasi otot jantung.
Sistem konduksi jantung tersususn atas nodus sinoatrial (SA) yang
berperan sebagai peacemaker dan terletak di dinding posterior atrium
kanan,nodus atrioventricular (AV) dan berkasnya (berkas
antrioventrikular/berkas HIS) yang berlanju menjadi serabut purkinje kea
rah ventrikel. Diantara serabut miokardium terdapat serabut saraf otonom
simpatis dan parasimpatis yang mempengaruhi frekuensi denyut dan irama
jantung, serta ujung saraf bebas yang berhubungan dengan sensibilitas dan
berperan dalam munculnya nyeri (angina pectoris).
3
3) Lapisan endocardium
Endocardium merupakan lapisan dinding jantung paling tipis yang
terdiri dari selapis sel endotel gepeng di atas lapisan jaringan ikat longgar
yang didominasi serabut kolagen dan elastin serta beberapa otot polos. Di
bawah endocardium terdapat lapisan sub endocardium yang memisahkan
endocardium dengan miokardium. Lapisan ini lebih tebal dari
endocardium, terdiri atas jaringan ikat yang diantara serabutnya
terdapat vena, nervus dan di dinding ventrikel serta serabut sistem
konduksi jantung atau serabut Purkinje.
4
dari tebal dinding ventrikel kiri.Ventrikel kanan menerima darah
dari atrium kanan melalui katup trikuspidalis.
4. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk
mengatasi tahanan sirkulsi sistemik, dan mempertahankan aliran
darah ke jaringan perifer.Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang
tebal dengan bentuk yang menyerupai lingkaran sehingga
mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel
berkontraksi.Bahkan sekat pembatas kedua ventrikel (septum
interventrikularis) juga membantu memperkuat tekanan yang
ditimbulkan oleh seluruh ruang ventrikel selama kontraksi. Pada
saat kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali
lebih tinggi dari pada ventrikel kanan.
5
atau aorta selama fase sistolik ventrikel dan mencegah aliran balik
waktu diastolik ventrikel.
d. Jantung memiliki sistem konduktivitas jantung yang terdiri dari jaringan
khusus yang menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai
sifat-sifat khusus yaitu:
1. Automatisasi (kemampuan menghasilkan suatu impuls secara
spontan
2. Irama (pembentukan impuls yang teratur)
3. Daya konduksi (kemampuan untuk menyalurkan impuls)
4. Daya rangsang (kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang)
Adanya sifat tersebut jantung akan menghasilakn impuls-impuls yang
disalurkan melalui sistem hantar secara spontan dan teratur untuk
merangsang miokardium melakukan kontraksi.
B. Definisi
Gagal Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gagal jantung adalah kontraktilitas
miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit) beban awal dan beban
akhir (Dwi, 2017).
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki gejala berupa: (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat
melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru
atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau
fungsi jantung saat istrahat (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2015).
Gagal jantung (decompresatio cordis) merupakan keadaan patologik yang
mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit hipertensi,
diabetes millitus dan sebagainya yang dapat mengakibatkan kelainan pada tiga
6
penentu utama dari fungsi miokardium yaitu beban awal (preload), kontraktillitas
dan beban akhir (afterload) (Irwan, 2018).
C. Epidemiologi
Di Eropa, kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung
akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari
pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan,
dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun
pertama. Di Inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun
untuk gagal jantung, merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan
menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional di negara tersebut
(Gray, Dawkins, et.al, 2005). Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun (0,5%), untuk yang
terdiagnosis dokter, sedikit menurun >75 tahun (0,4%) tetapi untuk yang
terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi daripada perempuan (0,2%) dibanding
laki-laki (0,1%) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala prevalensi sama
banyaknya antara laki-laki dan perempuan (Riskesdas, 2013). Prevalensi Gagal
Jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur
(0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara Sulawesi Selatan dan Papua
sebesar (0,5%) (Riskesdas, 2013).
D. Etiologi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (2015)
penyebab gagal jantung dibagi menjadi 2 yaitu intrinsik dan sekunder yang
dijabarkan sebagai berikut :
Intrinsik Sekunder
a) Kardiomiopati a) Emboli paru
b) Infark miokard b) Anemia
c) Penyakit jantung iskemik c) Tirotoksitosis
d) Defek jantung bawaan d) Hipertensi sistemik
7
e) Perikarditis/temponade jantung e) Pirau (shunt) arterio-venosa
f) Kelebihan volume darah
g) Asidosis metabolik
respiratorik
h) Keracunan obat
i) Aritmia jantung
E. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
8
Telah terbentuk penyakit struktur ringan. Tidak terdapat keluhan saat
jantung yang berhubungan dengan istrahat, namun aktifitas fisik sehari-
perkembangan gagal jantung, hari menimbulkan kelelahan,
tidak palpitasi atau sesak nafas
terdapat tanda atau gejala
Stadium C Gagal jantung yang Kelas III Terdapat batasan aktifitas
simtomatik berhubungan dengan bermakna. Tidak terdapat keluhan
penyakit struktural jantung yang saat istrahat, tetapi aktfitas fisik
mendasari ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi atau sesak
Stadium D Penyakit jantung Kelas IV Tidak dapat melakukan
struktural lanjut serta gejala gagal aktifitasfisik tanpa keluhan. Terdapat
jantung yang sangat bermakna gejala saat istrahat. Keluhan
saat istrahat walaupun sudah meningkat saat melakukan aktifitas
mendapat terapi medis maksimal
(refrakter)
9
pengisian jantung (Liwang F, et al,2014).Contoh gagal jantung kronik
adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi
secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan
darah masih terpelihara dengan baik (Panggabean MM, 2009).
10
F. Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung,
yaitu gangguan mekanik (beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi
secara tunggal atau bersamaan yaitu beban tekanan, beban volume,
tamponade jantung atau kontriksi perikard, jantung tidak dapat diastol,
obstruksi pengisian ventrikel, aneurisme ventrikel, disenergi ventrikel,
restriksi endokardial atau miokardial) .
1. Gangguan irama jantung atau konduksi
Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan
beban tekanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi
atau hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi
jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan
jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar
katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan
tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang
berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan
terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan
cairan oleh ginjal dan vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk
memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam ventrikel
sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan
kembali curah jantung (Soeparman, 2001).
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah
jantung dalam memenuhi kebutuhan kompensasi dan kebutuhan
sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung
tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah
dalam badan belum juga terpenuhi, maka terjadilah keadaan gagal
jantung (Rang, 2003).
11
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi
karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga
curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam
ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat.
Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk
mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolic, dengan akibat terjadinya
kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium
kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka
bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya
edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya
tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini
merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa
darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel
kanan itu terus bertambah, maka akan meransang ventrikel kanan
untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan
dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap
meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada
akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan. Gagal jantung kanan dapat
pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa
ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi
sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir diastole
ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan
dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan
akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan
dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan
aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke
dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan
pada vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis
dan bendungan hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena
12
jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus
berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan
akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites (Osama
Gusbi, 2002).
Preload dapat dilihat dari jumlah volume darah yang harus
dipompa oleh jantung, kontraktilitas merupakan kemampuan
memompa jantung, sedangkan afterload merupakan kekuatan yang
harus dikeluarkan oleh jantung untuk memompa darah. Preload
tidak hanya dipengaruhi oleh volume intravaskuler, tapi juga
dipengaruhi oleh keadaan restriksi saat pengisian ventrikel. Fungsi
diastolic ditentukan oleh dua faktor yaitu elastisitas dari ventrikel kiri,
yang mana merupakan fenomena yang pasif, dan relaksasi myocardial
yang mana proses ini merupakan proses yang aktif dan
membutuhkan energi. Ketidaknormalan ventrikel kiri untuk relaksasi
atau elastisitasnya baik itu karena structural (contoh: hypertropi
ventrikel kiri) atau perubahan pada fungsional (contoh: iskemia)
mempengaruhi juga pengisian ventrikel (preload) (Figueroa, et al,
2006).
Variabel terakhir dari komponen stroke volume adalah
afterload. Afterload biasanya dilihat dengan pengukuran mean arterial
pressure. Afterload dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tahanan
vaskuler, dan tekanan intratorakal. Bersama-sama ketiga
komponenini saling mempengaruhi dalam patofisiologi CHF. Pada
kondisi dimana terjadi penurunan cardiac output, maka heart rate atau
stroke volume harus berubah untuk menjaga kelangsungan perfusi.
Jika stroke volume tidak dapat dirubah, maka heart rateharus
ditingkatkan untuk menjaga cardiac output (Figueroa, et al, 2006).
Sistem neurohormonal teraktivasi pada disfungsi ventrikel
dengan penurunan cardiac output, terjadi aktivasi baroreseptor pada
arkus aorta, sinus karotikus, dan ventrikel kiri. Baroreseptor ini
menstimulasi pusat regulator vasomotor pada medula, yang mana
13
kemudian mengaktivasi system saraf simpatis, arginin vasopressin,
dan rennin-angiotensin aldosteron system. Aktivasi system saraf
simpatis dapat terlihat dari adanya peningkatan kadar
norepinephrin plasma, hasilnya dapat terlihat dari peningkatan heart
rate, kontraktilitas myocardium, vasokonstriksi perifer. Renin
angiotensin system teraktivasi pada kegagalan jantung, melalui
mekanisme intrarenal, yang distimulasi oleh perubahan tekanan
atau perubahan pada kadar sodium pada macula densa, yang
kemudian menyebabkan terjadinya retensi sodium dan cairan (Tsutsui, et
al, 2007).
2. Mekanisme Frank Starling
Mekanisme Frank Starling meningkatkan stroke volume
berarti terjadi peningkatan volume ventrivuler dan diastolik. Bila
terjadi peningkatan pengisian diastolic, berarti ada peningkatan
peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filament aktin
dan myosin, dan hasilnya meningkatkan tekanan pada kontraksi
berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank Starling
mencocokkan output dari dua ventrikel (Boron, et al, 2005).
Pada gagal jantung, mekanisme Frank Starling membantu
mendukung kardiak output. Kardiak output mungkin akan normal
pada penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan
terjadinya peningkatan volume ventricular end diastolic dan
mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika
jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami
peregangan yang berlebihan (Boron, et al, 2005).
Hal penting yang menentukan konsumsi energy otot jantung
adalah ketegangan dari dinding ventricular. Pengisian ventrikel yang
berlebihan menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan
meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan
ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan
14
oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut
lagi adanya gangguan fungsi jantung (Loscalzo, et al, 2008).
3. Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan
cardiac output dalam gagal jantung adalah reduksi aliran darah
pada ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, yang menyebabkan
retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal,
meningkatkan sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel
akan meningkatkan pula angiotensin II. Peningkatan
konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada keadaan
vasokonstriksi dan menstimulasi produksi aldosteron dari adrenal
korteks. Aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi natrium dengan
meningkatkan retensi air (Tsutsui, et al, 2007).
Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat dalam
inflamasi proses perbaikan karena adanya kerusakan jaringan.
Keduanya menstimulasi produksi sitokin, adhesi sel inflamasi
(contoh neutrofil dan makrofag) dan kemotaksis; mengaktivasi
makrofag pada sisi kerusakan dan perbaikan; dan menstimulasi
pertumbuhan fibroblas dan sintesis jaringan kolagen (Loscalzo, et al,
2008).
4. Hipertrofi otot jantung dan remodeling
Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling merupakan
salah satu mekanisme akibat meningkatnya kerja yang berlebih.
Meskipun hipertrofi ventrikel memperbaiki kerja jantung, ini juga
merupakan faktor risiko yang penting bagi morbiditas dan mortalitas.
Keadaan hipertrofi dan remodeling dapat menyebabkan perubahan
dalam struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan fungsi (gangguan
fungsi sistolik dan diastolik).
Ada 2 tipe hipertrofi, yaitu pertama Concentric hypertrophy,
terjadi penebalan dinding pembuluh darah, disebabkan oleh
hipertensi.dan kedua Eccentric hypertrophy, terjadi peningkatan
15
panjang otot jantung disebabkan oleh dilated cardiomyopathy
(Shigeyama, et al, 2005).
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal jantung yaitu :
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
Sesak nafas Peningkatan JVP
Ortopneu Refluks hepatojugular
Paroxysmal nocturnal dyspnoe Suara jantung S3 (gallop)
Toleransi aktifitas yang berkurang Apex jantung bergeser ke lateral
Cepat lelah Bising jantung
Begkak di pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
Batuk di malam / dini hari Edema perifer
Mengi Krepitasi pulmonal
Berat badan bertambah >2 Suara pekak di basal paru pada
kg/minggu perkusi
Berat badan turun (gagal jantung Takikardia
stadium lanjut) Nadi ireguler
Perasaan kembung/ begah Nafas cepat
Nafsu makan menurun Heaptomegali
Perasaan bingung (terutama pasien Asites
usia lanjut) Kaheksia
Depresi
Berdebar
Pingsan
Sedangkan menurut Rempengan (2014) tanda dan gejala gagal jantung kiri
dan kanan sebagi berikut :
Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan
Gejala Gejala
16
Mudah kelelahan (non spesifik) Gampang kelelahan
Dispnea saat aktivitas Pembengkakan ekstermitas
Paroxymal nocturnal dyspnea rendah
Ortopnea Cepat kenyang
Batuk Ketidaknyamanan kuadran
Nokturia kanan atas (karena pembesaran
Kebingungan hati)
Tanda Tanda
S3 gallop (temuan yang paling Peningkatan tekanan vena
penting) jugularis
Takikardi, takipnea Pembesaran hati
Tarif paru Asites
Peningkatan tekanan vena jugularis Edema ekstermitas bawah
Desah
Efusi pleura
H. Pemeriksaan Penunjang
National Heart, Lung and Blood Institute (2018) menjelaskan bahwa
pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosa HHF adalah:
a. EKG (Elektrocardiogram)
Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
mendeteksi dan melakukan perekaman pada aktivitas kelistrikan jantung.
EKG akan menunjukkan kecepatan irama jantung, mencatat kekuatan dan
waktu yang dibutuhkan sistem kelistrikan pada jantung, serta
menunjukkan apakah dinding dalam ruang pompa jantung mengalami
penebalan. Hasil perekaman EKG dapat menunjukkan tanda adanya
serangan jantung sebelumnya atau saat ini.
b. Chest X Ray
Foto rontgen yang dilakukan pada dada bertujuan untuk mengetahui
struktur di dalamnya, seperti jantung, paru, dan pembuluh darah.
17
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya pembesaran jantung, dan
adanya cairan dalam paru-paru.
c. Echocardiography
Pemeriksaan ini dilakukan melalui gelombang suara untuk membuat
visualisasi jantung. Pemeriksaan ini akan menunjukkan seberapa baik
jantung, dan katupnya bekerja. Pemeriksaan ini juga dapat
mengidentifikasi area aliran darah yang buruk ke jantung, area otot
jantung yang tidak berkontraksi secara normal, dan kerusakan otot jantung
yang diakibatkan oleh kurangnya aliran darah.
d. Doppler Ultrasound
Pemeriksaan ini memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal
terhadap jantung.
e. AGD
Analisa gas darah berfungsi untuk mendeteksi adanya alkalosis respiratori
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2.
f. BUN Creatinin
Adanya kenaikan BUN dan creatinin lebih dari batas normal
mengindikasikan terjadinya gagal ginjal sebagai komplikasi dari adanya
HHF.
g. Thyroid Function Test
Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui adanya hipersensitifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung.
I. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Pengobatan yang bisa diberikan adalah jenis Angiotensin Converting
Enzyme (ACE) inhibitor, Beta bloker, Angiotensin Reseptor Bloker,
glikosida jantung, vasodilator, agonis beta, dan diuretik. Terapi antihipertensi
secara jelas menurunkan angka kejadian gagal jantung (kecuali penghambat
adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif dibanding antihipertensi lain dalam
pencegahan gagal jantung). Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan
18
inotropic negative (verapamil dandiltiazem) seharusnya tidak digunakan
utnuk mengobatai hipertensi padapasien gagal jantung sistolik (tetapi masih
dapat digunakan pada gagal jantung diastolik). Bila tekanan darah belum
terkontrol dengan pemberian ACE/ARB, penyekat β, MRA dan diuretic,
maka hidralazin dan amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal
jantung akut, direkomndasikan pemberian nitart untuk menurunkan tekanan
darah (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).
1) Dobutamin
a) Fungsi Dobutamin
Fungsi Dobutamin adalah untuk merangsang otot jantung yang sudah
melemah, sehingga jantung mampu memompa darah secara lebih
baik. Dobutamin juga bermanfaat untuk meningkatkan aliran darah.
Telah banyak laporan bahwa Dobutamin memiliki manfaat untuk
mengobati gagal jantung kongestif akut, syok hipotensi, syok
kardiogenik, kardiomiopati, dan beberapa masalah medis lainnya.
b) Cara Kerja Dobutamin
Dobutamin adalah bentuk sintetis dari katekolamin yang merupakan
agonis reseptor beta. Bahan aktif ini memiliki struktur kimia
menyerupai dopamin yang juga merupakan kandungan stimulan
jantung. Bagaimana cara kerja Dobutamin membuat jantung
memompa darah lebih baik pada pasien yang otot jantungnya sudah
lemah? Dobutamin yang masuk ke dalam tubuh akan bekerja dengan
mengaktivasi reseptor beta. Selanjutnya, reseptor beta yang teraktivasi
dapat memberikan efek inotropik dan vasodilatasi. Akibatnya, otot
jantung pun terangsang kembali dan aliran darah juga meningkat.
Pemompaan darah dari dan ke jantung berjalan lebih baik.
c) Bentuk Sediaan Dobutamin
Bentuk sediaan Dobutamin adalah parenteral, yakni berbentuk cairan
infus intravena. Dobutamin yang diberikan dalam bentuk cairan infus
intravena mampu mengaktivasi reseptor beta 1 dan beta 2. Selain itu,
sediaan cairan infus intravena juga bisa bekerja dengan cepat, yakni
19
kurang dari 10 menit. Dobutamin bisa berbentuk oral tetapi tidak
digunakan karena dalam bentuk oral, Dobutamin tidak bisa
mengaktivasi reseptor beta, sehingga tidak efektif untuk merangsang
otot jantung dan meningkatkan aliran darah. Cairan infus intravena
Dobutamin yang dijual di pasaran dikemas dalam bentuk vial atau
ampul. Setiap satu ampul berisi cairan Dobutamin sebesar 5 mL.
Dalam satu mL cairan infus intravena tersebut mengandung
Dobutamin sebesar 25-50 mg.
d) Indikasi Dobutamin
Pasien yang bisa menggunakan Dobutamin adalah pasien yang
memiliki indikasi berdasarkan diagnosis dokter. Anda harus
memastikan memiliki beberapa indikasi Dobutamin untuk bisa
menggunakannya.
Berikut ini adalah beberapa indikasi obat Dobutamin:
1. Gagal jantung kongestif akut
2. Syok kardiogenik
3. Kardiomiopati
4. Syok hipotensi
5. Bedah jantung
6. Efek inotropik positif pada kasus infark miokard
7. Syok septik
8. Penyakit asam lambung
9. Sebagai terapi tamabahan pada ventilasi tekanan ekspirasi akhir
positif
e) Kontraindikasi Dobutamin
Dobutamin tidak boleh diberikan pada penderita dengan masalah
hipersensitivitas terhadap kandungan Dobutamin. Selain itu,
penggunaan Dobutamin juga dikontrandikasikan pada kasus
kardiomiopati obstruktif, perikarditis konstriktif, tekanan pengisian
jantung rendah, dan aritmia ventrikel.
f) Dosis Dobutamin
20
Dobutamin harus digunakan sesuai dengan dosis yang tepat. Dosis
Dobutamin dengan sediaan infus intravena adalah 2,5-10 mcg/kg
bb/menit. Akan tetapi, dosis tersebut tidak tetap melainkan perlu
disesuaikan dengan respon kondisi pasien.
21
2) Dopamin
Dopamin adalah senyawa alami tubuh yang memiliki peran penting pada
proses pengiriman sinyal di dalam otak. Dopamin juga tersedia sebagai obat.
Pemberian senyawa ini merupakan salah satu penanganan syok yang
diakibatkan oleh kondisi tertentu, seperti gagal jantung, gagal ginjal, pasca
trauma, atau serangan jantung. Dopamin bekerja dengan meningkatkan
kekuatan pompa jantung dan aliran darah ke ginjal.
a) Dosis Dopamin
Dosis awal penggunaan dopamin adalah 2-5 mcg/kgBB per menit,
melalui infus. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap hingga 5-10
mcg/kgBB per menit.
b) Interaksi Dopamin
Berikut ini adalah beberapa interaksi yang dapat terjadi jika dopamin
digunakan dengan obat lain:
1. Meningkatkan risiko aritmia, jika digunakan dengan gas bius, seperti
halothane.
2. Mengurangi efektivitas dopamin, jika digunakan dengan obat
golongan penghambat beta, seperti propranolol dan metoprolol.
3. Penyempitan pembuluh darah, jika digunakan dengan obat
penghambat adrenergik (alfa), seperti doxazosin.
4. Meningkatkan potensi efek samping obat hydrocholorthiazide atau
furosemide.
5. Berisiko menyebabkan hipotensi dan bradikardia, jika digunakan
dengan phenytoin.
c) Kenali Efek Samping dan Bahaya Dopamin
Reaksi orang terhadap sebuah obat dapat berbeda-beda. Berikut ini
adalah beberapa efek samping yang mungkin timbul setelah
menggunakan dopamin:
1. Sakit kepala
2. Gelisah
3. Mual dan muntah
22
4. Menggigil
5. Sakit dada
6. Gangguan pada tekanan darah
7. Gangrene
8. Gangguan irama jantung
9. Sesak napas
10. Demam
3) Norepinephrine
Norepinephrine adalah obat untuk menangani tekanan darah
rendah parah yang berpotensi mengancam nyawa. Kondisi ini dikenal
dengan istilah syok, dan dapat menyebabkan penurunan fungsi organ-
organ tubuh, bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali. Dalam kondisi
syok, khususnya akibat sepsis (reaksi tubuh terhadap infeksi yang parah),
norepinephrine diberikan agar pasokan darah menuju organ tubuh tetap
terjaga.
a) Dosis Norepinephrine
Dosis norepinephrine pada tiap pasien berbeda-beda. Dosis obat ini
akan ditentukan oleh dokter berdasarkan kondisi kesehatan
masing-masing pasien, disertai pemantauan secara saksama.
Berikut ini sedikit informasi mengenai dosis penggunaan
norepinephrine yang dapat diberikan:
b) Interaksi Norepinephrine dengan Obat Lain
Berikut ini adalah sejumlah interaksi yang mungkin dapat terjadi
apabila menggunakan norepinephrine bersama dengan obat lain:
1. Menyebabkan tekanan darah melonjak secara tiba-tiba dan
terlalu tinggi (krisis hipertensi), jika digunakan bersamaan
dengan obat depresi jenis penghambat enzim monoamin
oksidase (MAOIs).
2. Berisiko menimbulkan gangguan irama jantung jika digunakn
dengan gas bius, misalnya halogen.
23
3. Meningkatkan tekanan darah jika digunakan bersama dengan
obat darah tinggi jenis penghambat beta.
4. Makin menyempitkan pembuluh darah jika digunakan
bersamaan dengan
2. Lifestyle modifications
Terapi non farmakologi melalui modifikasi gaya hidup dapat dilakukan
dengan upaya monitor aktivitas fisik, diet, dan kontrol hipertensi (Muhadi,
2018).
24
J. Pathway Faktor Resiko Gagal Jantung :
Penimbunan Peningkatan
MK : Gangguan Integritas
cairan yang tekanan darah Kulit/Jaringan
berlebih secara sistemik
Pertukaran oksigen
dan karbondioksida
menurun Peningkatan beban
kerja jantung
Peningkatan kekuatan
suplai darah berkurang di kontraksi ventrikel kiri
daerah otot dan kulit Bendungan vena sistemik
MK : Intoleransi Aktivitas Mendesak diafragma curah jantung kiri menurun edema paru
26
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau
hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel
kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi
sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir diastole ventrikel kanan
akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi
ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan
tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi
akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava
superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan
adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena
jugularis dan bendungan hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena
jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus
berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat
timbulnya edema tumit atau tungkai bawah timbul masalah keperawatan
Gangguan Integritas Kulit. (Osama Gusbi, 2002).
27
2. Intervensi Keperawatan
28
7) Anjurkan berhenti merokok
8) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
Kolaborasi:
9) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
10) Kolaborasi pemberian antiaritmia
2. Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Jalan Nafas (1.01011)
b.d Hiperventilasi keperawatan 1 x 3 jam Pola Observasi :
Nafas tidak efektif menurun 1) Monitor pola nafas (frekuensi,kedalaman,usaha nafas)
dengan kriteria hasil: 2) Monitor bunyi nafas tambahan
1. Ventilasi semenit membaik (mis.gurgling,mengi,wheezing,ronkhi kering)
2. Kapasitas vital membaik Terapeutik :
3. Kedalaman nafas membaik 3) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tlit dan
4. Frekuensi nafas membaik chin-lift (Jaw thrust jika curiga trauma servikal)
4) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Edukasi :
5) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi :
6) Pemberian bronkodilator,ekspetoran,mukolitik, jika perlu
3. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Tindakan Pemantauan Respirasi (1.01014)
29
gas b.d keperawatan 1 x 3 jam Observasi :
Ketidakseimbangan gangguan pertukaran gas 1) Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya nafas
ventilasi dan perfusi menurun dengan kriteria hasil: 2) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
1. Dispnea menurun 3) Monitor hasil x-ray toraks
2. Takikardia menurun Terapeutik :
3. Sianosis menurun 4) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
4. Pola nafas membaik Edukasi :
5) Jelaskan prosedur pemantauan
6) Infromasikan hasil pemantauan , jika perlu
4. Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Energi (1.05178)
ketidakseimbangan keperawatan 1 x 3 jam Observasi :
antara suplai dan intoleransi aktivitas menurun 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen dengan kriteria hasil : kelelahan
1. Tidak lelah Terapeutik :
2. Sianosis/pucat menurun 2) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi :
3) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
4) Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
30
5) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
5. Gangguan Integritas Setelah dilakukan Tindakan Perawatan Integritas Kulit (1.11353)
Kulit/Jaringan b.d keperawatan 1 x 3 jam Observasi :
perubahan sirkulasi gangguan intregitas kulit 1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
aliran masuknya darah menurun dengan kriteria hasil: Terapeutik :
dalam vena kava 1) Elastisitas membaik 2) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
superior dan inferior ke 2) Perfusi jaringan membaik kering
dalam jantung 3) Kerusakan lapisan kulit Edukasi :
membaik 3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: PERKI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
33