Anda di halaman 1dari 99

LAPORAN

ASUHAN KEPEWATAN MEDIKAL BEDAH


DI RSUD KOTA BANDUNG
TAHUN 2022

Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah Profesi


Dosen pengampu : M. Deri Ramadhan, S.Kep., Ners, M.Kep

Disusun Oleh :
Sauli Monica Rahayu
D522055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.M DENGAN
GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER :
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD KOTA BANDUNG

A. Definisi
Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh, gagal jantung kongestif adalah
kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural atau fungsional jantung
yang menyebabkan gangguan kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi
darah ke seluruh tubuh (Kasron, 2012).
Congestive Heart Failure/gagal jantung adalah ketidakmampuan
jantung untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat guna
memenuhi kebutuhan metabolic dan kebutuhan oksigen pada jaringan
meskipun aliran balik vena adekuat (AHA, 2014).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah sindrome klinis
(sekumpulan tanda dan gejala), di tandai oleh sesak nafas dan fatik (saat
Aktivitas atau saat istirahat) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang
mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel dan /
kontraktilitas miokardial (NANDA, 2015).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketika jantung tidak lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kenutuhan sirkulasi
tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu,
sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi
(Aspiani, 2014).
Dari pengertian menurut para ahli di atas dapat di simpulkan
bahwa Congestive Heart Failure (CHF) merupakan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Atrium Dextra
Antrium Dextra berdinding tipis berfungsi sebagai tempat
penyimpanan darah dan sebagai penyalur darah dari vena – vena
sirkulasi sistemik yang mengalir ke ventrikel dextra. Darah yang
beraal dari pembuluh vena ini masuk kedalam atrium dextra
melalui vena kava superior, vena kava inferior dan sinus
koronarius. Muara vena kava tidask dapat katup – katup sejati.
Vena kava dan atrium jantung dipisahkan oleh lipatan katup atau
pita otot yang rudimenter. Oleh karna itu, peningkatan tekanan
atrium dektra akibat bendungan darah di sisi kanan jantung akan
dibalikkan kembali kedalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 75%
aliran balik vena ke dalam atrium dextra akan menalir secara pasif
ke dalam ventrikel dextra melalui katup Trikusvidalis, 25% sisanya
akan mengisi ventrikel selama kontraksi atrium. Pengisian
ventrikel secara aktif ini disebut Atrialkick. Hilang nya
atrialkickpada disretmia jantung dapat menurunkan pengisian
ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel (Karson, 2016).
2. Ventrikel Dextra
Pada kontraksi ventrikel, setiap ventrikel harus
menghasilkan kekuatan yang cukup besar untuk memompa darah
yang diterimanya dari atrium ke sirkulasi pulmonar mau pun
sirkulasi sitemik. Ventrikel dextra berbentuk bulan sabit yang unik,
guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk
mengalirkan darah kedalam arteria pulmonalis. Sirkulasi paru
merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan
resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah ventrikel
dextra, di bandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap
aliran darah dari ventrikel sinistra. Oleh karna itu, beban kerja
ventrikel dextra jauh lebih ringan dari pada ventrikel sinistra.
Akibatnya, tebal dinding ventrikel dextra hanya 1/3 dari dinding
ventikel sinistra. Untuk menghadapi tekanan paru yang meningkat
secara perlahan, seperti pada kasus hipertensi pulmonal progresif
maka sel otot ventrikel dextra mengalami hipertropi untuk
memperbesar daya pompa agar dapat mengatasi peningkatan
resistensi pulmonar, dan dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi
pada kasus resistensi paru yang meningkat secara akut (seperti
pada emboli paru masif) maka kemampuan pemompaan ventrikel
dextra tidak cukup kuat sehingga dapat terjadi kematian (Karson,
2016).
3. Atrium Sinistra
Atrium sinistra menerima darah teroksigenasi dari paru –
paru melalui ke empat vena pulmonalis antara vena pulmonalis dan
atrium sinistra tidak terdapat katup sejati. Oleh karna itu perubahan
tekanan atrium sinista mudah membaik secara retrograt kedalam
pembuluh pari – paru. Peningkatan akut tekanan atrium sinistra
akan menyebabkan bendungan paru. Atrium sinistra memiliki
dinding yang tipis dan bertekanan rendah darah mengalir dari
atrium sinistra ke dalam ventrikel sinistra melalui katup mitralis
(Karson, 2016)
4. Ventrikel Sinistra
Ventrikel sinistra menghasilkan tekanan yang cukup
tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dapat
mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer, ventrikel sinistra
mempunyai otot – otot yang tebal dengan bentuk yang menyerupai
lingkaran sehingga mempermudah pembentukan tekanan tinggi
selama ventrikel berkontraksi. Bahkan sekat pembatas kedua
ventrikel (Septumintervertikularis) juga membantu memperkuat
tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ruang ventrikel selama
kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan ventikel sinistra meningkat
sekitar lima kali lebih tinggi dari pada ventrikel dextra; bila ada
hubungan abnormal antara kedua ventrikel (seperti pada kasus
robeknya septum interventrikularis pasca infrak miokardium),
maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan
tersebut. Akibatnya terjadi penurunan jumlah aliran darah dari
ventrikel sinistra melalui katup aorta ke dalam aorta (Karson,
2016).
5. Miokardium
Miokardiom yaitu jaringan utama otot jantung yang
bertanggung jawab atas kemampuan kontraksi jantung titik
ketebalannya beragam paling tipis pada kedua atrium dan yang
paling tebal di ventrikel kiri. Lapisan otot jantung menerima darah
dari arteri koronaria, arteri koronaria kiri bercabang menjadi arteri
desenden anterior dan tiga arteri sikumpleks. Arteri koronaria
kanan memberikan darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan
dan permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria
mengembalikan darah kesinus kemudian bersikulasi langsung
kedalam paru – paru. Miokardium merupakan lapisan inti dari
jantung yang terdiri dari otot –otot jantung yang berkontraksi untuk
memompa darah, otot jantung ini membentuk bundalan – bundalan
otot yaitu (Karson, 2016) :
a) Bundalan otot atrial
Susunan otot artial sangat tipis kurang teratur
serabut – serabutnya, dan disusun oleh dua lapisan. Lapisan
luar mencakup kedua atria serabut luar dan paling nyata.
Dibagian depan atria, beberapa serabut masuk kedalam
septum atrium ventrikular. Lapisan dalam terdiri dari
serabut – serabut. Ini terdapat di bagian kiri atau kanan dan
basis cordis yang membentuk serambi atau aurikula cordis.
Miokardium atrium lebih tipis dari ventriculus. Bekas –
bekas serabut otot jantung yang merupakan sisa – sisa
semasa embrio diketemukan sebagai tojolan – tonjolan di
permukaan dalam sebagai trabeculae carneae. Serabut
elastis diantara serabut otot jantung terdapat di dinding
ventriculus, sedang di dinding atrium terdapat lebih banyak
serabut elastisnya. Jaringan pengikat diantara bekas – bekas
otot jantung banyak mengandung serabut retikuler.
b) Bundalan otot ventrikuler
Merupakan otot yang membentuk bilik jantung
yang dimulai dari cincin atrioventrikuler sampai di afek
jantung.
c) Bundalan otot atria ventrikuler
Merupakan otot yang menjadi dinding pemisah
antara serambi dan bilik jantung (atrium dan ventrikel).
6. Endokardium
Merupakan lapisan terakhir atau lapisan paling dalam
pada jantung. Endokardium terdiri dari jaringan endotel atau
selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung. Lapisan
edokardium atrium jantung lebih tebal dibanding ventrikel jantung.
Sebaliknya untuk lapisan miokardium, ventrikel jantung memiliki
lapisan miokardium lebih tebal dibanding atrium jantung dan
lapisan miokardium ventrikel kiri jantung lebih tebal dibandingkan
ventrikel kanan. Pada lapisan endokardium ventrikel terdapat
serabut Purkinje yang menjadi salah satu penggerak sistem implus
konduksi jantung, yang membuat jantung bisa berdetak. Dinding
pada atrium (endokardium) diliputi oleh membrane yang mengkilat
dan terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang licin
(endokardium) kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kafa
dibagian ini terdapat bundalan otot paralel yang berjalan kedepan
krtista. Kearah aurikula dari ujung bawah krista terminalis terdapat
sebuah lipatan endokardium yang menonjol dan dikenal sebagai
valfula vena kafa inverior yang berjalan ke depan muara vena
inverior menuju ke sebelah tepi dan di sebut vossa ovalis. Di antara
atrium kanan dan ventrikal kanan terdapat hubungan melalui
orifisium artikular (Karson, 2016).
7. Epikardium / Pericardium
Pericardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat
membesar dan mengecil, membungkus jantung dan pembuluh
darah besar. Kantong ini melekat pada diafragma, sternum dan
pleura yang membungkus paru – paru. Perikardium adalah kantong
duduk dipusat dada dan dikelilingi oleh kantong yang terdiri antara
lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardil berisi 50 cc
yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara
pericardium epicardium. Lapisan ini merupakan kantong
pembungkus jantung yang terletak dalam mediastinum minus,
terletak posterior terhadap korpus sterni dan kartilago costae ke-2
sampai ke-3. Perikardium terdiri dari dua lapisan yaitu :
pericardium parietalis lapisan luar melekat pada tulang sternum
dan paru, pericardium viselaris : lapisan permukaan jantung yang
bertemu dipangkal jantung membentuk jantung yang kemudian
disebut juga lapisan epicardium. Lapisan fibrosa tersusun dari serat
kolagen yang membentuk lapisan jaringan ikat rapat untuk
melindungi jantung. Lapisan serosa terdiri atas visceral
(epicardium) menutup permukaan jantung, dan parietal melapisi
bagian dalam fibrosa pericardium. Cavitar pericardium adalah
ruang potensial antara membrane fisceral dan parietal mengandung
cairan pericardial yang disekresi lapisan serosa untuk melunasi
membrane dan mengurangi friksi, untuk menjaga agar pergesekan
antar pericardium tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap
jantung. Epicardium melekat erat pada miokardium, membungkus
vasa, nervi dan corpus adiposum, jaringan lemak banyak di
temukan pada jantung. Kumpulan ganglion padat terdapat pada
subepikardium terutama pada tempat masuknya vena karva
kranialis. Laminaparietalis perikardium juga membran serosa yaitu
suaru membran yang terdiri dari jaringan ikat yang mengandung
jala serabut lastis, kolagen, fibroblast, makrofafiksans dan ditutup
oleh mesothelium. Epikardium tersusun atas lapisan sel – sel
mesotelial yang berada di atas jaringan ikat (Karson, 2016).
C. Etiologi
Penyebab gagal jantung mencangkup apapun yang menyebabkan
peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume
diastolic akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang
optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri
yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi
jantung. Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi
akumulasi volume darah di ventrikel. Menurut Nugroho dkk (2016),
penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung antara lain :
1. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload).
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel
(systolic overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan
ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
2. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
3. Peningkatan kebutuhan metabolic, peningkatan kebutuhan yang
berlebihan (demand overload). Beban kebutuhan metabolik
meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung dimana
jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal
jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
4. Gangguan pengisian (hambatan input) Hambatatan pada pengisian
ventrikel karena gangguan aliran masuk kedalam ventrikel atau
pada aliran balik vena/ venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung
menurun.
5. Beban volume berlebihan diastolic (diastolic overload). Preload
yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volume dan tekanan pada akhir
diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling curah
jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya
regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai
melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun
kembali.
6. Kelainan otot jantung Gagal jantung paling sering terjadi pada
penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencangkup hipertensi arterial, arteroskelosis koroner,
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
7. Hipertensi sistemik/ Pulmonal Meningkatnya beban kerja jantung
yang pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung.
8. Peradangan dan penyakit miokardium Berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
9. Penyakit jantung Penyakit jantung lain seperti stenosis katup AV,
temponade perikardium, stenosis katup semilunar, perikarditis
konstruktif.
10. Aterosklerosis Koroner Adanya gangguan aliran darah ke otot
jantung yang menjadi akibat dari disfungsi miokardium. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
11. Faktor sistemik Faktor sistemik seperti anemia dan hipoksia yang
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Anemia dan hipoksia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Abnormalitas elektrolit dan
asidosis juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Menurut Mitchell (2008) penyebab utama gagal jantung kiri


adalah penyakit jantung iskemik, hipertensi, penyakit katup aorta serta
mitral, dan penyakit miokardium. Gagal jantung kanan paling sering
disebabkan oleh gagal jantung kiri. Gagal jantung kanan yang sejati
dapat terjadi karena penyakit katup trikuspid atau pulmonalis atau
karena penyakit vaskulatur pulmoner atau penyakit instrinsik pulmoner
yang menghalangi aliran keluar darah dari ventikel kanan (kor
pulmonal).

D. Patofisiologi / Pathway
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokard yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Sebagai responsterhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat dilihat (Aspiani, 2014):
a) Meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik
b) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin angiotensin
aldosterone
c) Hipertrofi ventrikel

Ketiga respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk


mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan
menurunnnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktifitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi
semakin kurang efektif. Menurunnya curah jantung sekuncup pada gagal
jantung akan membangkitkan respons simpatik kompensatorik.
Meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran
katekolamin dari saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut
jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah
jantung. Juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran
darah ke organ rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal, agar
perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan (Aspiani, 2014).
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa :

a) Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus


b) Pelepasan renin dari aparatus juksta glomerulus
c) Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I
d) Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
e) Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
f) Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul

Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah


hipertrofi miokardium atau bertambah tebal dinding. Hipertrofi
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; tergantung
dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,
sarkomer yang dapat bertambah secara paralel atau serial. Respons
miokardium terhadap beban volume, seperti regurgitasi aorta, ditandai
dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding (Aspiani, 2014).

Gagal jantung kanan, karena ketidakmampuan jantung kanan


mengakibatkan penimbunan darah dalam atrium kanan, vena kava dan
sirkulasi besar. Penimbunan darah di vena hepatika menyebabkan
hepatomegaali dan kemudian menyebabkan asites. Pada ginjal akan
menyebabkan penimbunan air dan natrium sehingga terjadi edema.
Penimbunan secara sistemik selain menimbulkan edema juga
meningkatkan tekanan vena jugularis dan pelebaran vena-vena yang
lainnya (Aspiani, 2014).

Pada gagal jantung kiri, darah dari atrium kiri ke ventrikel


kiri mengalami hambatan, sehingga atrium kiri dilatasi dan hipertrofi.
Aliran darah dari paru ke atrium kiri terbendung. Akibatnya tekanan
dalam vena pulmonalis, kapiler paru dan arteri pulmonalis meninggi.
Bendungan terjadi juga di paru yang akan menyebabkan edema paru,
sesak waktu bekerja (dyspnea d’effort) atau waktu istirahat (ortopnea)
(Aspiani, 2014).

Gagal jantung kanan dan kiri terjadi sebagai akibat kelanjutan


dari gagal jantung kiri. Setelah terjadi hipertensi pulmonal terjadi
penimbunan darah dalam ventrikel kanan, selanjutnya terjadi gagal
jantung kanan. Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam
sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan
aliran (backward congestion). Bila jantung bagian kanan dan bagian
kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah
dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal
jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut
dengan gagal jantung kongestif (Aspiani, 2014).

E. Manifestasi Klinik
Menurut Muttaqin (2012), manifestasi klinis atau tanda dan gejala
pada Congestive Heart Failure (CHF), yaitu:
a) Ortopnea yaitu sesak saat berbaring.
b) Dyspnea On Effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas.
c) Dyspnea Nokturnal Paroximal (DNP) yaitu sesak nafas tiba-tiba
pada malam hari disertai batuk.
d) Edema sistemik
e) Batuk
f) Kelemahan fisik

Sedangkan menurut Aspiani (2014) manifestsi klinis pada congestive heart


failure (CHF), yaitu:

1. Gagal jantung kiri Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel


kiri karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang
datang dari paru, sehingga peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Tanda dan
gejalanya (Aspiani, 2014) :
a) Dyspne
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Sehingga dapat terjadi
ortopnea, beberapa pasien dapat mengalami ortopnea pada
malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea
(PND).
b) Batuk
Terjadi akibat peningkatan desakan vena pulmonal (edema
pulmonal).
c) Mudah Lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen
serta menurunnya pembuangan sisa dari hasil katabolisme,
juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernafas.
d) Insomnia
e) Edema ekstermitas
f) Anoreksia
Terjadi akibat pembesaran pembuluh darah vena di
abdomen sehingga membuat penderita Congestive Heart
Failure (CHF) sering mual.
2. Gagal jantung kanan
Kongestif jaringan perifer dan viseral menonjol. Karena
sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengkomodasikan semua
darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Tanda dan
gejalanya (Aspiani, 2014):
a) Edema
Biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
b) Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena di abdomen.
c) Distensi vena leher dan acites
d) Hepatomegali
Terjadi akibat adanya pembesaran pembuluh darah vena di
hepar
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada Congestive Heart Failure (CHF),
yaitu meliputi ;
1. Elektrokardiogram (EKG) Hipertrofi atrial atau ventrikular,
penyimpangan aksis,iskemia, disaritmia, takikardi dan fibrilasi
atrial.
2. Uji stress Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan
untuk menentukan kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi
sebelumnya.
3. Ekokardiografi
a) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi
volume balik dan kelainan regional, model M paling sering
dipakai dan ditayangkan bersama EKG).
b) Ekokardiografi dua dimensi (CT-scan).
c) Ekokardiografi doppler (memberikan pencitraan dan
pendekatan transesofageal terhadap jantung).
4. Kateterisasi jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung
kiri dan stenosis katup.
5. Radiografi dada Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal.
6. Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
7. Oksimetri nadi Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika
gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.
8. Analisa gas darah (AGD) Gagal ventrikel kiri ditandai dengan
alkalosis respiratori ringan atau hipoksemia dengan peningkatan
PCO2 (akhir).
9. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin Peningkatan BUN
menunjukan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
10. Pemeriksaan tiroid Peningkatan aktifitas tiroid menunjukan
hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung (Nurarif dan
Kusuma, 2015)
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien dengan gagal jantung terbagi
menjadi terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.
1. Terapi farmakologis
a) Terapi digitalis
Terapi digitalis yang digunakan untuk meningkatkan
kontraktilitas (inotropik), memperlambat frekuensi
ventrikel, peningkatan efisiensi jantung dan
menyembuhkan edema pada ekstermitas.
b) Terapi diuretic Diberikan untuk memacu eksresi natrium
dan air melalui ginjal. Pengunaan harus hati-hati karena
efek sampingnya hiponatremia dan hipokalemia.
c) Terapi nitrat dan vasodilator Penggunaan nitrat dapat
memvasodilatasi perifer, jantung, pada peningkatan curah
jantung lanjut, penurunan pulmonary artery wedge pressure
(pengukuran yang menunjukanderajat kongesti vaskular
pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri), serta
penurunan konsumsi oksigen miokard.
d) Inotropik positif
1). Dopamin Pada dosis kecil (1-2µ/kg/menit), dopamin
mendilatasi pembuluh darah ginjal dan mesenterik,
sehingga menghasilkan peningkatan pengeluaran
urine pada dosis 2- 10µ/kg/menit. Dopamin
meningkatkan curah jantung melalui peningkatan
kontraktilitas jantung (efek-β) dan meningkatkan
tekanan darah melalui vasokontriksi (efek α-
adrenergik)
2). Dobutamin Pada dosis 2,5-20µ/kg/menit dobutamin
adalah suatu obat simpatometik yang dapat
meningkatkan kontraksi miokardium dan
meningkatkan denyut jantung. Dobutamin
merupakan indikasi pada keadaan syok apabila
ingin didapatkan perbaikan curah jantung dan
kemampuan kerja jantung.
2. Terapi non farmakologis
a) Diit rendah garam Pembatasan natrium untuk mencegah,
mengontrol dan mengurangi edema.
b) Membatasi cairan Mengurangi beban jantung dan
menghindari kelebihan volume cairan dalam tubuh.
c) Mengurangi berat badan Merubah gaya hidup untuk
mengurangi makan yang berkolesterol.
d) Menghindari alcohol
e) Mengurangi aktifitas fisik Kelebihan aktifitas fisik dalam
memperberat kerja jantung sehingga perlu dibatasi
(Aspiani, 2014)
H. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gagal jantung merupakan
salah satu aspek penting dapam proses keperawatan. Hal ini untuk
merencanakan tindakan lanjutnya. Perawat mengumppulkan data
dasar mengenai informasi status terkini klien tentang pengkajiaan
sistem kardiovaskuler sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian
sistematis pasien mencangkup riwayat yang cermat, khususnya
yang berhubungan dengan gambaran gejala. Tanda dan gejalan
yang muncul pada klien Congestive Heart Failure (CHF) antara
lain dyspnea, batuk, mudah lelah, insomnia, kegelisahan, edema
ekstremitas dan anoreksia
a. Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status
perkawinan, suku/ bangsa, agama, tanggal masuk rs,
tanggal pengkajian, nomor medrec, diagnosa medis dan
alamat.
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama yang paling sering manjadi alasan klien
meminta pertolongan kesehatan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung
keluhan utama dilakukan dengan melanjutkan serangkaian
pertanyaan mengenai kelainan fisik.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung
dengan mngkaji apakah sebelumya klien pernah menderita
nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM dan
hiperlipidemia
e. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang pakit yang pernah dilami
anggota keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang
meninggal, maka penyebab kematianjuga ditanyakan.
f. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal
jantung biasanya didapatkan kesadaran yang
komposmetis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf
pusat. TTVnormal.
b) Pemeriksaan persistem
1). Sistem pernafasan
Pengkajian yang didapat adanya tanda,
kongesi vaskuler pulmonal adalah dispnea,
ortopnea, dispnea nokturnal proksimal, batuk
dan edema pulmonal akut dan retraksi dinding
dada.
2). Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: adanya parut pada dada, kelemahan
fisik, dan adanya edema ekstremitas. Palpasi:
oleh karena peningkatan frekuensi jantung
merupakan respon awal jantung terhadap
stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan
sering ditemukan pada pemeriksaan klien
dengan kegagalan pompa jantung. Auskultasi:
Tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan volume sekuncup. Perkusi: batas
jantung pergeseran yang menunjukan adanya
hipertrofi jantung
3). Sistem persyarafan
Kesadaran biasanya composmetis, didapatkan
sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. pengkajianobjektif klien: wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat.
4). Sistem pencernaan
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah,
penurunan nafsu makan akibat pembesaran
vena dan statis vena di dalam rongga
abdomen, serta penurunan berat badan.
5). Sistem endokrin
Melalui auskultasi, pemeriksaan dapat
mengdengar bising. Bising kelenjer tiroid
menunjukkan peningkatanvaskulariasis akibat
hiperfungsi tiroid.
6). Sistem integumen
Pemeriksaan wajah pada klien bertujuan
menemukan tanda– tanda yang
menggambarkan kondisi klien terkait dengan
penyakit jantung yang di alaminya.
7). Sistem mukulusskeletal
Kebanyakan klien yang mengalami
Congestive Heart Failure juga mengalami
penyakit vaskuler atau edema perifer.
Pengkajian sistem muskuluskeletal pada
gangguan kardiovaskuler CHF, mungkin di
temukan kelemahan fisik, kesulitan tidur,
aktifitas terbatas pan personal hygine.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017). Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
c. Penurunan curah jantung (D.0008)
d. Nyeri akut (D.0077)
e. Hipervolemia (D.0022)
f. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
g. Intoleransi aktivitas (D.0056)
h. Ansietas (D.0080)
i. Defisit nutrisi (D.0019)
j. Defisit nutrisi (D.0019)
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan
SIKI adalah :
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan pertukaran gas b.d Tujuan : (Pemantauan Respirasi I.01014)
perubahan membran Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.1 Monitor frekuensi irama,
alveolus-kapiler diharapkan pertukaran gas meningkat. kedalaman dan upaya nafas
Kriterian hasil : (Pertukaran gas L.01003) 1.2 Monitor pola nafas
1.Dipsnea menurun 1.3 Monitor kemampuan batuk efektif
2.bunyi nafas tambahan menurun 1.4 Monitor nilai AGD
3.pola nafas membaik 1.5 Monitor saturasi oksigen
4. PCO2 dan O2 membaik 1.6 Auskultasi bunyi nafas
1.7 Dokumentasikan hasil pemantauan
1.8 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
1.9 Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
1.10 Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktifitas dan/atau tidu
Pola nafas tidak efektif b.d Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)
hambatan upaya nafas (mis: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2.1 Monitor pola nafas (frekuensi,
nyeri saat bernafas) diharapkan pola nafas membaik. kedalaman, usaha nafas)
Kriteria hasil : 2.2 Monitor bunyi nafas tambahan
(pola nafas L.01004) (mis: gagling, mengi, Wheezing,
1. Frekuensi nafas dalam rentang normal ronkhi)
2. Tidak ada pengguanaan otot bantu 2.3 Monitor sputum (jumlah,
pernafasan warna, aroma)
3. Pasien tidak menunjukkan tanda dipsnea 2.4 Posisikan semi fowler atau fowler
2.5 Ajarkan teknik batuk efektif
2.6 Kolaborasi pemberian bronkodilato,
ekspetoran, mukolitik, jika perlu
Penurunan curah jantung b.d Tujuan : (Perawatan jantung I.02075)
perubahan preload / setelah dilakukan tindakan keperawatan 3.1 Identifikasi tanda/gejala primer
perubahan afterload / diharapkan curah jantung meningkat. penurunan curah jantung
perubahan kontraktilita Kriteria hasil : 3.2 Identifikasi tanda/gejala
(curah jantung L.02008) sekunder penurunan curah jantung
1.Tanda vital dalam rentang normal 3.3 Monitor intake dan output cairan
2.Kekuatan nadi perifer meningkat 3.4 Monitor keluhan nyeri dada
3. Tidak ada edema 3.5 Berikan terapi terapi relaksasi untuk
mengurangi strees, jika perlu
3.6 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
3.7 Anjurkan berakitifitas fisik
secara bertahap
3.8 Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
Nyeri akut b.d gen penedera Tujuan : (Manajemen nyeri I.08238)
fisiologis (Mis: Iskemia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4.1 Identifikasi lokasi, karakteristik
diharapkan tingkat nyeri menurun. nyeri, durasi, frekuensi, intensitas nyeri
Kriteria hasil : 4.2 Identifikasi skala nyeri
Tingkat nyeri (L.08066) 4.3 Identifikasi faktor yang
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang dari memperberat dan memperingan nyeri
skala 7 menjadi 2 4.4 Berikan terapi non farmakologis untuk
2.Pasien menunjukkan ekspresi wajah mengurangi rasa nyeri
tenang 4.5 Kontrol lingkungan yang
3.Pasien dapat beristirahat dengan nyaman memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan,kebisingan)
4.6 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4.7 Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri
4.8 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Hipervolemia b.d gangguan Tujuan : (Manajemen hipervolemia I.03114)
mekanisme regulasi setelah dilakukan tindakan keperawatan 5.1 Periksa tanda dan gejala
diharapkan keseimbangan cairan hipervolemia (mis:
meningkat. ortopnes,dipsnea,edema,
Kriterian hasil : JVP/CVP meningkat,suara nafas
(keseimbangan ciran L. 03020) tambahan)
1.Tererbebas dari edema 5.2 Monitor intake dan output cairan
2.Haluaran urin meningkat 5.3 Monitor efek samping diuretik (mis
3. Mampu mengontrol asupan cairan : hipotensi ortortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
5.4 Batasi asupan cairan dan garam
5.5 Anjurkan melapor haluaran urin
<0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
5.6 Ajarkan cara membatasi cairan
5.7 Kolaborasi pemberian diuretik
Perfusi perifer tidak efektif Tujuan : (Perawatan sirkulasi I.02079)
b.d penurunan aliran arteri setelah dilakukan tindakan keperawatan 6.1 Periksa sirkulasi perifer(mis:nadi
dan/atau vena diharapkan perfusi perifer meningkat. perifer,edema,pengisian kapiler,
Kriteria hasil : warna,suhu)
Perfusi perifer (L.02011) 6.2 Identifikasi faktor resiko
1.Nadi perifer teraba kuat gangguan sirkulasi
2.Akral teraba hangat 6.3 Lakukan hidrasi
3.Warna kulit tidak pucat 6.4 Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah, antikoagulan,
dan penurun kolestrol, jika perlu
6.5 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
6.6 Informasikan tanda dan gejala darurat
yanng harus dilaporkan
Intoleransi aktifitas b.d Tujuan : (Manajemen energi I.050178)
kelemahan setelah dilakukan tindakan keperawatan 7.1 Monitor kelelahan fisik dan emosional
diharapkan toleransi aktifitas meningkat. 7.2 Monitor pola dan jam tidur
Kriteria hasil : 7.3 Sediakan lingkungan yang nyaman
Toleransi aktivitas (L.05047) dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
1. Kemampuan melakukan aktifitas sehari- kunjungan)
hari meningkat 7.4 Berikan aktifitas distraksi yang
2.Pasien Mampu berpindah dengan atau menenangkan
tanpa bantuan 7.5 Anjurkan tirah baring
3.Pasien mangatakan dipsnea saat dan/atau 7.6 Anjurkan melakukan aktifitas
setelah aktifitas menurun secara bertahap
7.7 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
Ansietas b.d kurang terpapar Tujuan : (Terapi reduksi I.09314)
informasi setelah dilakukan tindakan keperawatan 8.1 Identifikasi saat tingkat ansietas
diharapkan tingkat ansietas menurun. berubah
Kriterian hasil : 8.2 Pahami situasi yang membuat
(Tingkat ansietas L.09093) ansietas
1.Pasien mengatakan telah memahami 8.3 Dengarkan dengan penuh perhatian
penyakitnya 8.4 Gunakan pendekatan yang teang dan
2.Pasien tampak tenang meyakinkan
3.Pasien dapat beristirahat dengan nyaman 8.5 Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
8.6 Anjurkan keluarga untuk tetap
menemani pasien, jika perlu
8.7 Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
Defisit nutrisi b.d Tujuan : (Manajemen gangguan makan I.03111)
ketidakmampuan mencerna setelah dilakukan tindakan keperawatan 9.1 Monitor asupan dan keluarnya
makanan, faktor psikologis diharapkan status nutrisi membaik. makanan dan cairan serta kebutuhan
(mis:stress,keeng ganan untuk Kriteria hasil : kalori
makan) (status nutrisi L.03030) 9.2 Timbang berat badan secara rutin
1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat 9.3 Anjurkan membuat catatan harian
2. Perasaan cepat kenyang menurun tentang perasaan dan situasi pemicu
3. Nafsu makan membaik pengeluaran makanan
(mis:pengeluaran yang disengaja,
muntah, aktivitas berlebihan)
9.4 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
target berat badan, kebutuhan kalori
dan pilihan makanan
Resiko gangguan integritas Tujuan : (Edukasi Edema I.12370)
kulit d.d kelebihan volume setelah dilakukan tindakan keperawatan 10.1 Identifikasi kemampuan pasien
cairan diharapkan integritas kulit dan jaringan dan keluarga menerima informasi
meningkat. 10.2 Persiapkan materi dan media
Kriteria hasil : edukasi (mis: formulir balance
(integritas kulit dan jaringan L.14125) cairan)
1. Resiko kerusakan jaringan integritas kulit 10.3 Berikan kesempatan pasien
meningkat dan keluarga bertanya
2. Tidak ada tanda kemerahan 10.4 Jelaskan tentang defenisi, tanda,
3..Tidak ada keluhan nyeri pada daerah dan gejala edema
edema 10.5 Jelaskan cara penanganan
dan pencegahan edema
10.6 Intruksikan pasien dan
keluarga untuk menjelaskan kembali
definisi, penyebab, gejala dan tanda,
penanganan dan pencegahan edema.
Daftar Pustaka
- Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC.
- Kasron, S.KP., Ns (2012). Buku Ajar Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Nuha Medika ; Yogyakarta.
- Majid, A. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
- NANDA, (2015-2017). Diagnosa Keperawatan Definisi & klasifikasi
2015-2017 edisi X. Jakarta : EGC
- PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan.
- PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan.
- PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.E DENGAN
GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI AKIBAT MIKROORGANISME
RSUD KOTA BANDUNG

1. Pengertian Demam
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk
ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atauparasit), penyakit
autoimun, keganasan, ataupun obat – obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus (Sodikin dalam Wardiyah, 2016).

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit - penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menyerang system tubuh. Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu
pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin dalam Wardiyah,2016).

2. Anatomi Fisiologi
a. Hipotalamus

Gambar 2.1 : Hipotalamus


Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik
langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar
endokrin kecil yang terletak di rongga bertulang di dasar otak, di bawah
hipotalamus. (Syaifuddin, 2012). Adapun fungsi dari hipotalamus antara
lain adalah :
- Mengontrol suhu tubuh
- Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin
- Mengontrol asupan makanan
- Mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis anterior
- Menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior
- Mengontrol kontraksi uterus pengeluaran susu
- Pusat koordinasi sistem saraf otonom utama, kemudian
mempengaruhi semua otot polos, otot jantung, sel
eksokrin
- Berperan dalam pola perilaku dan emosi

Gambar 2.2 : Hipotalamus dan Hipofisis Anterior dan posterior

Hipofisis dan hipotalamus dihubungkan oleh sebuah tangkai kecil,


infundibulum, yang mengandung serat saraf dan pembuluh darah.
Hipofisis memiliki dua lobus yang secara anatomis dan fungsional
berbeda, hipofisis anterior dan hipofisis posterior. Hipofisis posterior, secara
embriologis berasal dari pertumbuhan berlebihan otak, terdiri dari jaringan
saraf dan disebut juga neurohipofisis. Sedangkan hipofisis anterior
terdiri dari jaringan epitel kelenjar yang secara embriologis berasal dari
penonjolan dari atap mulut. Hipofisis anterior juga disebut dengan
adenohipofisis.

Pada adenohipofisis beberapa spesies, lobus intermedius (lobus


ketiga) juga ditemukan, pada vetebra rendah lobus ini mengeluarkan
beberapa melanocyte-stimulating hormones atau MSH yang mengatur
warna kulit dengan mengontrol penyebaran granula berpigmen melanin.

Sedangkan pada manusia MSH sendiri di sekresi oleh


hipotalamus anterior. Fungsi MSH ini kalaupun ada, masih belum jelas.
Perbedaan antara hipofisis anterior dan posterior juga terdapat pada hormon
yang mereka hasilkan. Hipofisis anterior mensintesis sendiri hormonnya,
sedangkan hipofisis posterior tidak menghasilkan hormon apa-apa, tetapi
hanya menyimpan dan mengeluarkan hormon yang telah disintesis oleh
hipotalamus, yaitu hormon antidiuretik (ADH) atau vasopresin dan
oksitosin yang disintesis oleh badan sel neuron kedalam darah.

a) Sirkulasi Portal

Sirkulasi portal akan dilewati darah dimana efek hormonal yang


dibentuk pada tingkat hipotalamus diteruskan ke kelenjar hipofisis dan
menyebabkan terjadinya efek stimulasi atau penghambatan. Pembuluh darah
yang muncul dari arteri karotid interna secara bilateral membentuk pleksus
kapiler yang menggenangi eminensia mediana dan tangkai infundibular,
hal ini disebut pleksus kapiler primer. Mereka bergabung untuk
membentuk garis portal vena yang turun menuju tangkai hipofisis dan
menetrasi jaringan kelenjar hipofisis anterior. Pada daerah ini pleksus
kapiler sekunder terbentuk dalam kelenjar hipofisis anterior yang pada
akhirnya bergabung untuk membentuk vena hipofisis yang mengalir ke
dalam sinus kavernosus. Secara karakteristik, pembuluh darah kapiler dari
sirkulasi portal hipofisis terpenetrasi, sehingga memungkinkan untuk masuk
ke dalam aliran darah dengan molekul yang lebih besar. Sebelumnya,
diperkirakan bahwa informasi humoral hanya dapat diketahui bahwa
terdapat aliran darah balik dalam sirkulasi portal hipofisis. Hal ini
memungkinkan hormon hipofisis anterior mencapai nukleus hipotalamus
dan kemudian mengeluarkan regulasi umpan balik dari sekresi mereka
sendiri. Fungsi penting dari sirkulasi portal hipofisis dapat ditunjukkan pada
manusia. Operasi transeksi tangkai hipofisis, yang menghalangi aliran darah
melalui sirkulasi portal, menghasilkan atrofi organ reproduksi dan beberapa
abnormalitas hormon lainnya.

b) Hormon Hipotalamus

Hormon hipotalamus adalah sumber peptida yang menstimulasi


atau menghambat pelep asan hormon oleh kelenjar hipofisis anterior.
Yang termasuk hormon stimulator adalah thyrotropin-releasing hormone
(TRH), growth-hormone-releasing hoemone (GHRH), corticotropin-
releasing hormone (CRH), dan gonadotropin-releasing hormon (GnRH).
Saat ini diketahui bahwa GnRH menstimulasi sekresi FSH maupun LH
dari kelenjar hipofisis anterior. Hormon penghambat meliputi
growthhormone-inhibiting-hormone atau somatostatin. Somatostatin juga
menghambat pelepasan TRH yang terstimulasi oleh tirotropin. Selain itu
hormon prolaktin yang disekresi oleh hipofisis anerior juga terhambat oleh
dopamin sebagai prolactin- inhibiting factor (PFI) hipotalamik primer,
namun selain itu GnRH- associated peptide (GAP) dari eminensia mediana
juga berpotensi sebagai penghambat sekresi prolaktin. Seperti yang
ditunjukkan pada beberapa pengambilan contoh perifer, produk hormon
hipofisis, hormon hipotalamik, GHRH, CRH, TRH dan GnRH, tampaknya
dilepaskan dengan cara pulsatile. Selain itu CRH menunjukkan variasi
diurnal, kemungkinan dari sistem limbik otak.

c) Neuroendokrinologi reproduksi

Area pokok sintesis GnRH dalam hipotalamus adalah di dalam


nukleus arkuatus, yang terletak pada basal organ. Akson berkembang dari
nukleus arkuatus ke eminensia mediana dan menjadi asluran tubero
infundibularis. Saat ini telah diketahui bahwa pelepasan GnRH dipengaruhi
oleh amine biogenik (seperti dopamin, nor-epinefrin, epinefrin). Yang
disisntesis di area otak yang lebih tinggi, yang mungkin dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti stress atau emosi. Mayoritas badan sel neural yang
mensintesis amine biogenik terletak didalam batang otak. Akson dikirim
melalui jaringan otak media depan dan akhirnya menghilang di beberapa
area otak, termasuk hipotalamus.
Bukti saat ini mendukung dugaa bahwa nor-epinefrin memiliki efek
stimulatoris pada sekresi GnRH dan bahwa opiat peptida (β- endorfin)
memiliki sifat penghabat (inhibitor). Sebaliknya, masih terdapat
pemahaman yang belum jelas mengenai dinamika interaksi dopamin dan
sekresi GnRH. Dalam beberapa percobaan tampaknya menjadi stimulator
dan dalam situasi lainnya menjadi inhibitor terhadap pelepasan GnRH.
Sekresi hormon gonadotropin dari glandula hipofisis juga bersifat
pulsatile. Pengambilan sampel secara rutin (setiap 10 menit) dari darah
perifer menunjukkan fluktuasi konsentrasi LH dan FSH yang periodik baik
pada laki-laki maupun perempuan. Penelitian dan studi klinis menunjukkan
bahwa sekresi pulsatile GnRH dari hipotalamus merupakan prasyarat bagi
sekresi hormon gonadotropin dari glandulahipofisis. Umur GnRH yang
sangat pendek (<3 Menit) dalam sirkulasi membuat pengukuran langsung
sekresinya pada manusia hampir tidak mungkin.

Melatonin, yang disekresi oleh kelenjar pineal atau epifisis serebri,


merupakan suatu neurotransmitter natural yang berperan penting dalam
berbagai aspek biologik maupun fisiologik. Hormon melatonin selain
berkaitan dengan fungsi sistem saraf pusat juga mempunyai efek yang
sangat berpengaruh dalam regulasi fungsi reproduksi termasuk sat
terjadinya lonjakan LH.

GnRH adalah sebuah dekakpeptida. Rangkaian asam amino tersebut


bertindak sebagai stimulator pelepasan LH akut dan FSH dari sel
gonadotrop pada lobus anterior hipofisis sekaligus sebagai regulator
sintesis gonadotrop. GnRH berpengaruh terhadap sel gonadotrop lobus
anterior hipofisis dengan mengikat ke membran sel reseptor tertentu.
Terdapat variabilitas individual dalam pola pelepasan pulsatile GnRH,
namun pola umumnya dapat dimenegerti. Dalam satu fase siklus haid
manusia, saat estrogen dari ovarium berada pada konsentrasi terendahnya
(fase folikuler awal). Ferekuensi lonjakan kira-kira setiap 90 menit.
Kemudian dengan munculnya estrogen.
Frekuensi lonjakan meningkat setiap 60 menit. Setelah ovulasi,
terdapat penurunan yang sangat drastis dan terus menurun Frekuensinya
menjadi satu lonjakan setiap 360 menit. Pelambatan frekuensi lonjakan
GnRH berkaitan dengan durasi eksposur progesteron, yang dikeluarkan
setelah ovulasi. Mekanisme hormon steroid gonadal dalam memodifikasi
pola pelepasan neuron GnRH kemungkinan melibatkan pertukaran pada
tingkat amine biogenik hipotalamus dan opian endogen. Seperti telah
disebut diawal, norepinefrin diketahui menstimulasi pelepasan GnRH.
Endorfin opiat endogen mengurangi frekuensi lonjakan GnRH. Saat
reseptor opiat dalam CNS diblokir oleh naloxone antagonis opiate,
frekuensi lonjakan pada perempuan setelah ovuulasi meningkat pesat.

b. Hipofisis anterior
Kelenjar Hipofisis Anterior terbagi menjadi 2 (dua) yaitu hormon
tropik dan hormon non tropik. Hormon tropik menghasilkan enam hormon
yang merangsang kelenjar hormon (endokrin) lainnya, yaitu :

Gambar 2.3 : Hormon yang dihasilkan hipofisis lobus anterior

a) Hormon pertumbuhan (Growth Hormone)

Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara


mempengaruhi pembentukan protein, pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
Hipersekresi hormone pertumbuhan pada masa pertumbuhan akan
mengakibatkan pertumbuhan yang tak terkendali/ menjadi lebih cepat
yang disebut Gigantisme.
Sedangkan bila hipersekresi pada masa dewasa akan
mengakibatakan oertumbuhan tidak normal pada beberapa bagian tubuh.
Yang paling terlihat adalah pertumbuhan jari tangan yang tidak normal,
seperti bemgkak serta raqut wajah yang kelihatan lebih tebal kulitnya,
dagu memanjang. Pertumbuhan seprti ini dkenal dengan akromegali.
Pertumbuhan akromegali biasanya terjadi diatas usia 25 tahun. Hipo
sekresi hormone pertumbuhan akan menyebabkan pertumbuhan kreatisme/
dwarfisme, yaitu pertumbuhan yang terhambat. Pada pertumbuhan ini
pertumbuhan berjalan normal, hanya saja pertumbuhan tulang sangat
terhambat.

b) Adrenocorticotropic Hormone (ACTH)

Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang


selanjutnya akan mempengaruhi metabolism glukosa, protein dan lemak.

c) Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh


kelenjar tiroid, dan selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar
reaksi kimia diseluruh tubuh. d. Prolaktin Meningkatkan pertunbuhan
kelenjar payudara dan produksi air susu, dan memacu ovarium
untuk menghasilkan hormone estrogen dan progesterone. Hormone ini
mempunyai lambang PRL.

d) Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein

Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas


reproduksinya.
c. Hipofisis Posterior

Gambar 2.4 : Hormon yang dihasilkan hipofisis lobus posteriorr

Kelenkar hipofisis posterior atau neurohipofisis adalah perluasan


dari dasar otak, dan terdiri dari akson terminal dari sel yang berlokasi dalam
hipotalamus. Sel saraf ini termasuk sistem neurosekretori magnoselular.
Badan sel terletak pada nuklei hipotalamik paraventrikular dan supraoptic.
Sistem ini disebut magnoselular karena badan sel terlalu besar yang terlihat
pada kedua nuklei hipotalamus. Dua hormon utama yang disitesis dalam
nuklei dan ditransportasikan oleh aliran aksonal ke terminal saraf adalah
oxytocin dan vasopresin. Masing-masing berikatan dengan protein
pembawa disebut neurophysin.

Terdapat empat jalur sektoral utama dari neuron nukleus


paraventrikular dan supraoptic. Yang pertama melalui kelenjar
hipofisis langsung menuju sirkulasi perifer; yang kedua secara langsung
menuju sirkulasi portal hipofisis melalui proyeksi neuron pada tingkat
eminensia mediana; ketiga adalah menuju cairan serebrospinal melalui
ventrikel ketiga; dan keempat melibatkan proyeksi neuron ini ke batang otak
dan sum-sum tulang belakang.

Peran fisiologis utama dari vasopresin (ADH) adalah menjaga


homeostatis air pada organisme melalui kendali permeabilitas cairan dari
saluran duktus nefron. Oksitosin terlibat dan keluarnya air susu slama
periode post pasrtum. Hormon ini juga memainkan peran selama
kelahiran dengan kontribusi terhadap kontraksi uterus dan keluarnya
janin.
d. Hipofisis Pars Intermedia
Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative
avaskular, yang pada manusia hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa
jenis binatang rendah ukurannya jauh lebih besar dan lebih berfungsi.
Hipofisis bagian tengah ini hanya menghasilakan melanosit stimulating
hormone (MSH). Hormin ini mempengaruhi warna kulit individu
karena MSH mensekresi pigmen warna (melanin).

3. Etiologi Demam

Menurut (PPNI, 2017) penyebab hipertermia yaitu dehidrasi,


terpapar lingkungan panas, proses penyakit (infeksi dan kanker),
ketidaksesuain pakaian dengan lingkungan, peningkatan laju metabolisme,
respon trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan incubator.

Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain


infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau
reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu
sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai
ketepatan diagnosis penyebab demam antara lain: ketelitian pengambilan
riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan
penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain
secara tepat dan holistik (Nurarif, 2015).

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran.


Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan,
penyakit metabolik maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan
karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi
(Guyton dalam Thabarani, 2015). Demam sering disebabkan karena; infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, sinusitis, bronchiolitis, pneumonia,
pharyngitis, abses gigi, gingi vostomatitis, gastroenteritis, infeksi saluran
kemih, pyelonephritis, meningitis, bakterimia, reaksi imun, neoplasma,
osteomyelitis.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara
timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang
menyertai demam.

Menurut Febry dan Marendra (2016) penyebab demam dibagi menjadi


3 yaitu:

a. Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak dan demam
berdarah) dan infeksi bakteri (demam dan pharingitis).

b. Demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor, atau adanya
penyakit autoimun (penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh itu
sendiri).

c. Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara


terlalu panas dan kelelahan setelah bermain disiang hari. Dari ketiga
penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak adalah demam
akibat infeksi virus maupun bakteri (Febry & Marendra, 2016).

4. Klasifikasi Demam

Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut :

a. Demam Septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada


malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.
Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam
hektik.
b. Demam Remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai
dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

c. Demam Intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan
demam disebut kuartana.
d. Demam Continue

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
e. Demam Siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula.

Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit


tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan
keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang
jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang
sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas.
Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja
dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti
influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita
tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial. (Nurarif, 2015)

5. Patofisiologi Demam
Menurut Potter dan Perry, 2011 menjelaskan bahwa demam secara
patofisiologi adalah peningkatan thermoregulatory set poin dari pusat
hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin-1 (IL-1). Sedangkan secara
klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 10C atau lebih besar diatas nilai
rerata suhu normal. Suhu normal pada anak dimana jaringan dan sel tubuh
akan berfungsi secara optimal berkisar dari 35,5°C – 37,5°C. Ketika terjadi
perubahan suhu tubuh, seperti suhu tubuh menurun kurang dari 1°C dibawah
suhu normal disebut dengan hipotermia ataupun naik lebih dari 1°C dari suhu
normal disebut dengan hipertermi atau demam.
Demam terjadi karenan adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi
menjadi dua, yaitu Pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen
adalah produk mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik
adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri garam
negative. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan
pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Sumber dari pirogen endogen ini
pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga
dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi.

Demam terjadi karena ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas


untuk mengimbangi produksi panas yang berlebih sehingga terjadi peningkatan
suhu tubuh. Suhu adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan tubuh
dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Mekanisme kontrol suhu
inti (suhu dalam jaringan) tetap sama walaupun suhu permukaan berubah
sesuai aliran darah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.
Karena perubahan tersebut, suhu normal pada manusia dimana jaringan dan sel
tubuh akan berfungsi secara optimal berkisar dari 36,5 – 37,5 °C (Potter &
Perry, 2011).

6. Manifestasi Klinis Demam


Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:

a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰ C - 39⁰ C)


Demam terjadi karena ketidak mampuan mekanisme kehilangan
panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebih sehingga
terjadi peningkatan suhu tubuh.
b. Kulit kemerahan

Kulit kemerahan pada saat demam diakibatkan oleh terdapat pembuluh


darah kapiler yang pecah.

c. Hangat pada sentuhan


Hangat pada sentuhun adalah salah satu tanda demam, hangat atau bahkan
panas ini diakibatkan respon hipotalamus untuk mensetabilkan tubuh
dalam mengeluarkan panas dari dalam tubuh.
d. Peningkatan frekuensi pernapasan

Peningkatan frekuensi pernapasan disebabkan akibat adanya


mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh sebagai mediator inflamasi
kemudian mengakibatkan produksi sekresi mukus meningkat menyumbat
saluran pernapasan sehingga terjadi perubahan frekuensi pernapasan
e. Menggigil

Menggigil disebabkan oleh tubuh yang sedang melawan infeksi


mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh sehingga, tubuh
memberikan respon dengan cara menggigil
f. Dehidrasi

Dehidrasi terjadi akibat tubuh kehilangan banyak cairan, seehingga terjadi


penurunan intrasel yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh terjadi.

g. Lemah dan tidak nafsu makan

Lemah dan tidak nafsu makan diakibatkan oleh pH dalam tubuh


berkungan yang mengakibatkan anoreskia atau tidak nafsu makan dan
terjadi mual muntah.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin atau
feses, pengembalian cairan, Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan feses
rutin, morfolografi darah tepi, hitung jenis leokosit.
8. Komplikasi
Komplikasi dari demam adalah:
a. Takikardi
b. Insufiensi jantung
c. Insufiensi pulmonal
d. Kejang demam
9. Penatalaksanaan
a. Medis
Pada keadaan hipepireksia (demam ≥ 41 °C) jelas diperlukan
penggunaan obat – obatan antipiretik. Ibuprofen mungkin aman bagi
anak – anak dengan kemungkinan penurunan suhu yang lebih besar dan
lama kerja yang serupa dengan kerja asetaminofin (Isselbacher. 1999).
b. Keperawatan
Pengelolaan pada penderita febris meliputi diagnosa
keperawatan dan rencana tindakan sebagai berikut:
Diagnosa pertama yang muncul yaitu hipertemi yang ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh dari 37,8 °C peroral atau 38,8 °C
perektal. Diagnosa ini mempunyai tujuan yaitu : kaji tentang penyebab
hipertemi, monitor tanda – tanda vital, berikan kompres air hangat
untuk merangsang penurunan panas atau demam, anjurkan pasien untuk
banyak istirahat, pantau dan pengeluaran, ajarkan pentingnya
peningkatan masukan cairan selama cuaca hangat dan latihan, jelaskan
kebutuhan untuk menghindari alkohol, kafein, dan makan banayak
selama cuaca panas, hindari aktivitas di luar ruangan anatara pukul
11.00 – 14.00, ajarkan tanda – tanda awal hipertemi atau sengatan
panas : kulit merah, sakit kepala, keletihan, kehilangan nafsu makan,
kaloborasi dalam pemeberian antipiretik.
Diagnosa keperawatan yang kedua muncul yaitu resiko defesit
volume cairan yang ditandai dengan dehidrasi peningkatan penguapan /
evaporasi (Doenges. 2000). Tujuan yang hendak dicapai adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan, defisit volume cairan dapat diatasi.
Kriteria hasil yang diharapkan adalah mempertahankan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Intervensinya yaitu kaji masukan dan haluan
cairan, kaji tanda – tanda vital pasien, ajarkan pasien pentingnya
mempertahankan masukan yang adekuat (sedikitnya 2000 ml / hari,
kecuali terdapat kontra indikasi penyakit jantung, ginjal), kaji tanda dan
gejala dini defeisit volume cairan (mukosa bibir kering, penurunan
berat badan), timbang berat badan setiap hari.
Diagnosa ketiga yang akan muncul yaitu resiko perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan penurunan keinginan untuk
makan (anoreksi) (carpenito. 1999). Tujuannya yaitu kebutuhan nutrisi
terpenuhi. Kriteria hasil yang diharapkan yaitu berat badan normal,
nafsu makan ada / bertamabah. Intervesi yang akan dialakukan yaitu
timbang berat badan pasien tiab hari. Jelaskan pentingnya nutrisi yang
adekuat beri diet lunak, ajarkan pasien untuk makan sedikit taoi sering,
pertahankan kebersihan mulut dengan baik, sajikan makan dalam
bentuk yang menarik.
Diagnosa keempat yang akan muncul yaitu gangguan intoleransi
aktivitas ditandai dengan ketidsk mampuan untuk mempertahankan
rutinitas sehari – hari, meningkatnya keluhan fisik (Carpenito. 2000,
Carpenito. 1999). Tujuan setelah diakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan intoleransi aktivitas dapat diatasi. Kriteria hasil
yang diharapkan yaitu klien dapat meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas sehari. Intervensi yang akan dilakukan : ukur tanda – tanda
vital sebelum dan sesudah aktivitas, tingkatkan aktivitas perawatan diri
klien dari perawatan didri persial sampai lengkap sesuai dengan
indikasi, ajarkan pasien teknik penghetan energi, rencanakan periode
istirahat sesuai jadwal harian klien, identivikasi dan dorong kemajuan
klien.
Diagnosa keperawatan kelima yaitu kurang pengetahuan
ditandai dengan mengungkapkan kurang penegetahuan atau
keterampilan atau permintaan informasi (Carpenito, 2000). Tujuannya
yaitu penegetahuan keluarga tentang demam bertambah. Kriteria hasil
yang diharapakn yaitu keluarga menyatakan kepahamannya tentang
perawatan demam di rumah. Intervensinya yaitu kaji tingkat
pengetahuan tentang anak demam dirumah. Beri penyuluhan atau
pendidikan kesehatan tentang perawatan anak demam dirumah. Beri
evaluasi tentang pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat,
beri reword kepada orang tua atas keberhasilan menjawab yang di
ajukan oleh perawat.
A. Konsep Asuhan Keperawatan dengan Klien Demam
1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, nama

orang tua, perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa, agama.

b. Keluhan utama

Klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh panas >

37,5 °C, berkeringat, mual/muntah.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Pada umumnya didapatkan peningktan suhu tubuh diatas 37,5 °C,

gejala febris yang biasanya yang kan timbul menggigil,

mual/muntah, berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah, nyeri

otot dan sendi.

d. Riwayat kesehatan dulu

Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah mengalmi

penyakit sebelumnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga baik itu penyakit

keturunan ataupun penyakit menular, ataupun penyakit yang sama.

f. Genogram

Petunjuk anggota keluarga klien.

g. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Meliputi : prenatal, natal, postnatal, serta data pemebrian imunisasi

pada anak.
h. Riwayat sosial

Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial

klien

i. Kebutuhan dasar
1) Makanan dan minuman
Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan susuh untuk

makan sehingga kekurang asupan

nutrisi.

2) Pola tidur

Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien

merasa gelisah dan berkeringat.

3) Mandi

4) Eliminasi

Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan

juga bisa mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi cair.

j. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran

Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta

tinggi badan

2) Tanda – tanda vital

Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x i

3) Head to toe

a) Kepala dan leher

Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak

b) Kulit, rambut, kuku

Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan.


c) Mata

Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.

d) Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut Bentuk,

kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau tidak,

biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir klien akan

kering dan pucat.

e) Thorak dan abdomen

Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri

dan ada peningkatan bising usus bising usus normal pada

bayi 3 – 5 x i.

f) Sistem respirasi

Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.

g) Sistem kardiovaskuler

Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat

h) Sistem muskuloskeletal

Terjadi gangguan apa tidak.

i) Sistem pernafasan

Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan

nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma

k. Pemeriksaan tingkat perkembangan

1) Kemandirian dan bergaul

Aktivitas sosial klien

2) Motorik halus

Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota


tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar
dan berlatih. Misalnya : memindahkan benda dari tangn satu ke
yang lain, mencoret– coret, menggunting

3) Motorik kasar

Gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian

besar atau seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh

kematangan fisik anak contohnya kemampuan duduk,

menendang, berlari, naik turun tangga ( Lerner & Hultsch. 1983)

4) Kognitif dan bahasa

Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung.

l. Data penunjang

Biasanya dilakukan pemeriksaan labor urine, feses, darah, dan

biasanya leokosit nya > 10.000 ( meningkat ) , sedangkan Hb, Ht

menurun.

m. Data pengobatan

Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi shu tubuh

klien, seperti ibuprofen, paracetamol.

2. Kemungkinan diagnosa yang akan muncul

a. Hipertermia berhubungan dengan proses pengobatan / infeksi

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses


infeksi

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang

kurang dan kehilngan volume cairan aktif

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor biologis, ketidak mampuan

makan dan kurang asupan makan.


e. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

anggota tubuh.

f. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Hipertemia Termoregulasi: Manajemen Hipertermia
. Menggigil Observasi
menurun 1. Identifikasi penyebeb
. Pucat menurun hipertermia (mis,
. Suhu tubuh dehidrasi, terpapar
menurun lingkungan panas,
. Suhu kulit penggunaan inkubator)
menurun 2. Monitor suhu tubuh
. Tekanan darah 3. Monitor kadar
membaik elektrolit
6. Ventilasi 4. Monitor haluaran urine
membaik 5. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. ganti linen setiap hari
atau lebih sering
jika
mengelami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
5. Lakukan pendinginan
eksternal (mis,
selimut hipotermia atau
kompres dingin di dahi,
leher dada, abdomen,
aksila)
6. Hindari pemeberian
antiperetik atau
aspirin
7. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan
dan elektronik jika perlu
Bersihan jalan Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas
napas klien membaik (I.01011)
dengan kriteria Observasi
hasil: - Monitor pola napas
- Batuk efektif (frekuensi, kedalaman dan
meningkat usaha napas)
- Produksi sputum - Monitor bunyi
menurun napas tambahan
- Gelisah menurun - Monitor sputum
- Pola napas Terapeutik
membaik - Pertahankan kepatenan
- Frekuensi napas jalan napas dengan
membaik health-tilt dan chin-lift
(jaw trust jika curiga
trauma servikal)
- Posisikan semi atau
fowler
- Lakukan fisoterapi da jika
perlu
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
foserp McGill
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborator
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik jika perlu
Terapi oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran
oksigen
- Monitor posisi alat terapi
oksigen
- Monitor aliran oksigen
secara periodic
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelectasis
- Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
- Monitor integritas mukosa
hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea
jika perlu
- Pertahankan kepatenan
jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen
tambahan
- Terap berikan oksigen
saat pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
- Ajarkan keluarga pasien
dan pasien cara
menggunakan oksigen di
rumah

Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunakaan
oksigen saat aktivitas dan atau
tidur
Resiko kekurangan Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan meningkat Observasi
dengan kriteria - Monitor status dehidrasi
hasil: - Monitor berat badan
- Asupan cairan harian
meningkat - Monitor hasil
- Output urin pemeriksaan laboratorium
meningkat - Monitor status
- Membran hemodinamik
mukosa lembab Terapeutik
- Dehidrasi - Catat intake-output klien
menurun - Hitung balans cairan 24
jam
- Kolaborasi pemberian
cairan inta vena
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
diuretic jika perlu
Defisit nutrisi Nutrisi klien Manajemen Nutrisi
terpenuhi dengan Observasi
kriteria hasil : - Identifikasi status nutrisi
- Porsi makan - Identifikasi alergi dan
dihabiskan intoleransi makanan
(meningkat) - Identifikasi makanan yang
- IMT membaik disukai
- Frekuensi - Identifikasi kebutuhan
makan kalori
membaik - Monitor asupan makanan
- Nafsu makan - Monitor berat badan
membaik - Monitor hasil laboratorium

Terapeutik
- Lakukan oral hygiene
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu sesuai
- Berikan makanan tinggi
serat dan kalori serta
protein
- Berikan suplemen
makanan jika perlu

Edukasi
- Anjurkan posisi duduk saat
makan
- Ajarkan diit yang
dianjurkan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
Pereda nyeri, antiemetic
jika pelu
Kolaborasi dengan ahli gizi
Kurangnya Klien memahami Edukasi kesehatan
pengetahuan informasi yang telah Observasi
diberikan, dengan - Identifikasi kesiapan dan
kriteria hasil: kemampuan menerima
- Pertanyaan informasi
tentang masalah - Identifikasi faktor-faktor
yang dihadapi yang dapat meningkatkan
- Perilaku membaik dan menurunkan motivasi
perilaku hidup
Terapeutik
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan
- Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
RESUME KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROFESI
LOGBOOK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROFESI

Anda mungkin juga menyukai