Anda di halaman 1dari 3

Gunung, Pohon, Manusia dan BPJS

Oleh : Muhaimin Iqbal

Ini seperti tebak - tebakan anak kecil, apa persamaan atau hubungan antara gunung,
pepohonan, manusia, dan BPJS ? tetapi jawabannya adalah sangat serius. Topik yang paling
hangat pekan lalu adalah tentang usulan kenaikan BPJS yang mencapai 100%. Seperti Buah
simalakama, bila dinaikan rakyat menjerit, bila tidak dinaikan defisit BPJS tidak teratasi.
Tetapi solusinya bisa dicari sebenarnya diluar dari 2 pilihan yang sama - sama tidak menarik
tersebut. Syaratnya kita harus berfikir totally out of the box dalam mengatasi masalah ini,
khususnya untuk mengatasi dilema tersebut diatas agar tidak terus berulang dimasa - masa
mendatang.
Lantas apa jawaban atau solusinya dari masalah yang sangat pelik tersebut ? Jawabannya
ada di judul tulisan ini yaitu, Gunung, Pepohonan, dan Manusia. Coba bayangkan seperti ini,
dimana negeri yang mempunyai perfect combination antara ketiganya, yaitu memiliki gunung
yang banyak, pepohonan yang banyak, dan juga manusia yang sangat banyak. Coba difikirkan
berulang - ulang tentang hal ini dan saya yakin Anda akan bertemu dengan jawaban yang sama
dengan yang saya temukan. Yaitu, Indonesia-lah negeri yang memiliki perfect combination
diantara 3 komponen tersebut diatas.
Lantas apa relevansinya perfect combination antara gunung, pohon, dan manusia dengan
masalah BPJS ? Di Negeri yang banyak gunungnya, banyak pepohonannya, dan banyak
manusianya, seharusnya menjadi penghasil utama obat - obat yang fitrah, obat yang resepnya
ditulis langsung oleh Sang Maha Pencipta dan Maha Tahu tentang segala hal baik yang ada
ditubuh kita maupun di alam semesta ini.
Dia meresepkan bahwa obat bagi seluruh manusia itu ada di madu, dan madu ini dihasilkan
oleh lebah yang diberi wahyu langsung oleh-NYA untuk membuat sarangnya di gunung - gunung,
di pohon - pohon dan di tempat - tempat yang dibuat oleh manusia.
Kepada lebah ini pula dimudahkan oleh-NYA untuk memakan segala macam buah - buahan,
otomatis termasuk bunga - bungaan karena bunga adalah bahan buah atau instrumen
perkembangbiakan secara generatif. Kombinasi antara lebah yang memakan aneka buah - buahan
atau bunga - bungaan ini yang hanya dimungkinkan bila di suatu tempat tumbuh aneka
pepohonan, yang di daerah pegunungan lah aneka perpohonan tersebut paling mudah tumbuh,
maka sesungguhnya negeri inilah yang paling berpotensi unuk memproduksi obat yang fitrah
tersebut berdasarkan 2 ayatnya berikut.
“Dan Rabbmu mengilhamkan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di Gunung-Gunung, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.’ Kemudian makanlah dari
tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan
(bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.
(QS. 16:68-69)
Jadi, obat yang fitrah itu potensi terbesarnya ada di negeri ini, tetapi ironisnya justru kita
begitu banyak mengimport bahan obat yang notabene mayoritasnya chemical yang justru tidak
menjamin kesembuhan kita yang berobat dan bahkan tidak jarang obat - obatan yang dibuat oleh
manusia tersebut berefek samping menimbulkan penyakit baru dalam tubuh kita.
Siklus dari penyakit yang tidak mudah disembuhkan oleh obat - obatan yang ada dan
munculnya beraneka macam penyakit baru tersebutlah yang membuat biaya pengobatan menjadi
membengkak yang dikelola dengan cara apapun akan tetap membutuhkan biaya yang sangat
besar apalagi kalau pengelolaannya sendiri membutuhkan biaya manajemen yang digaji selangit,
yang menimbulkan buah simalakama tersebut di atas.
Lantas apakah kita begitu saja bisa berobat dengan madu ? apakah semua penyakit bisa
diobatai dengan madu? pertanyaan sejenis pernah disampaikan oleh salah seorang sahabat di
zaman Nabi Solallahu 'alaihi wasallam, ketika saudaranya sakit perut. Setelah 2 kali diobati dengan
madu, dan belum juga sembuh, sahabat tersebut tetap diberi nasihat untuk mengobati yang
ketiga kalinya dengan madu, karena perut kita bisa berbohong, sementara ayat - ayat-NYA pasti
kebenaran-NYA
Masalahnya adalah mengapa madu yang ada dipasaran kita sekarang sangat sulit untuk
mengobati penyakit atau bahkan menimbulkan penyakit baru ? karena menurut profesor saya,
yaitu satu - satunya orang Indonesia yang pernah menjadi presiden Codex Alimentarius atau
badan standardisasi obat dan makanan dunia, hanya ada sekitar 15 % madu di Indonesia yang
benar - benar asli, selebihnya adalah madu palsu dan madu 'aspal' (asli tetapi palsu).
Madu palsu adalah madu yang jelas-jelas dipalsukan dari bahan lain, sedangkan madu
'aspal' adalah madu yang sebenarnya keluar dari perut lebah, tetapi lebahnya diberi makan gula
atau larutan gula. Baik madu palsu maupun madu 'aspal', keduanya tidak bisa menjadi obat.
Karena berdasarkan resep-NYA tersebut, madu yang menjadi obat bagi manusia itu harus
dihasilkan oleh lebah yang makanannya dari aneka buah - buahan (bunga - bungaan)
Jadi, inilah solusi yang saya tawarkan ke BPJS khususnya untuk mengatasi defisit BPJS
jangka panjang, yaitu buat mayoritas penduduk Indonesia bisa hidup sehat dan kalau toh sakit
biaya pengobatannya rendah atara lain dengan membangun ekosistem yang memungkinkan
rakyat Indonesia mengkonsumsi madu yang benar - benar asli.
Darimana madu yang benar - benar asli ini dihasilkan ? potensi utamanya berdasarkan
ayat Al-Qur'an tersebut, kan sudah jelas, yaitu adanya gunung - gunugun, pohon - pohon, dan
tempat - tempat yang dibuat oleh manusia. Maka, BPJS bisa menjadi promotor utama untuk
tumbuh kembangnya budi daya madu yang paling asli mengikuti petunjuk-NYA tersebut diatas.
Kalau tahun ini BPJS di estimasikan akan defisit sekitar 32 triliun, maka bisa memulai
bertahap dibangun ekosistem yang memungkinkan lahirnya industri madu yang benar - benar
terjamin keasliannya, tidak usah banyak - banyak, anggarkan 1 triliun saja insyaAllah sudah akan
bisa dibangun indutsri madu yang benar - benar terjamin keasliannya, lengkap dengan
pengawalan quality control dari sarang lebah, sampai kita konsumsi dengan teknologi traceable
food berbasis block chain, pendek kata sudah lengkap dengan segala yang dibutuhkan untuk
lahirnya industri madu yang benar - benar sehat ini.
Bahkan sang profesor yang saya sebut diatas, saat ini masih segar bugar di usianya yang
telah mencapai 82 tahun dan beliau sudah berjanji ke saya untuk mau menurunkan segala ilmu
dan pengalaman yang beliau miliki agar terlahirnya apa yang beliau sebut Institut Madu
Indonesia.
Nampak sepele, hanya masalah madu, tetapi tidak ada yang sepele bila dia disebutkan
secara khusus di dalam Al-Qur'an sebagai obat bagi manusia. Standar keimanan kita itu antara
lain terhadap yang ghaib pun kita harus beriman apalagi dalam urusan madu ini, dia amat sangat
bisa dijelaskan dengan pembuktian ilmiah yang sangat canggih sekali pun.
Jadi, inilah yang saya usulkan secara terbuka, agar tidak terus berulang dari waktu ke
waktu kita menghadapi simalakama pembiayaan kesehatan tersebut diatas. Mengapa tidak kita
mengikuti petunjuk-NYA langsung agar urusan kesehatan ini bisa tuntas. Kita selesaikan dengan
cara yang paling terjangkau oleh kantong rakyat kita secara keseluruhan.
Semoga manajemen BPJS maupun kementrian kesehatan mau mendengarkan pemikiran
yang out of the box ini, kalau perlu penjelasan langsung terkait madunya tersebut bisa saya
sambungkan dengan sang profesor, yang bahkan negeri ini bisa banyak belajar bagaimana beliau
bisa segar bugar hingga usianya beliau saat ini yang 82 tahun.

Anda mungkin juga menyukai