Dalam 1 bulan, Katingan mampu menghasilkan 500 ton rotan. Rotan juga telah
menjadi bagian dari kebudayaan suku Dayak Katingan. Misalnya penggunaan di
berbagai upacara, serta manfaat sebagai bahan pangan.
Tak ketinggalan pula kerajinan rotan dari Katingan yang mendapat dukungan dari
pemerintah setempat. Hal tersebut bisa dilihat dari didirikannya sekolah menengah
kejuruan yang fokus pada kerajinan rotan, serta jalinan kerjasama lembaga
permodalan dengan apra pengrajin rotan.
Kerajinan rotan Katingan memiliki perbedaan dengan kerajinan dari Pulau Jawa.
Sebab motif yang digunakan disini kental dengan unsur Dayak, seperti kemang atau
burung tingang.
Beberapa hasil produksi produk rotan dari Katingan adalah meja, kursi, sekat
ruangan, tas, keranjang dan sebagainya. Produk-produk tersebut dijual dengan
harga variatif, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah sesuai kualitasnya.
3. Bantul, Yogyakarta
Dikenal sebagai kota wisatan dan kota pelajar, nyatanya kesenian kerajinan rotan
juga berkembang di Jogja. Salah satunya adalah pengusaha rotan di Desa
Wukirsari, Kabupaten Bantul, DIY, dimana 40% hasil kerajinan rotan dari tempat
diekspor ke beberapa negara seperti Jepang, Irak dan Iran.
Kerajinan rotan Bantul setiap bulan mampu memproduksi 1.500 sampai 2.000
produk-produk handmade, seperti tas dan keranjang rotan. Anyaman rotan dari
Bantul dibandrol dengan harga variatif antara Rp 50.000s ampa Rp 200.000 per
buah tergantung kualitas dan tingkat kesulitan anyaman.
Tak hanya digemari konsumen dalam negeri, hasil kerajinan dari desa ini bahkan
mampu menembus pasar global. Dari 10 ribu jiwa penduduk desa ini, sekitar 80%
menggantungkan nasib pada kerajinan rotan. Oleh karena itu, sejak 2015 desa ini
resmi menjadi desa wisata yang mengangkat komoditas rotan sebagai daya tarik
utamanya.
Rohana, perajin rotan di Batang Asai mengatakan, ambung dari rotan mampu
menampung beban hingga 25 kg lebih. Dia bisa membuat belasan macam
anyaman dari rotan.
Perempuan kulit sawo matang itu Ketua Kelompok Perempuan Tani (KWT)
Kunyit Serumpun, Desa Rantau Panjang, Kecamatan Batang Asai, Sarolangun.
Dua tahun sudah kelompok tani ini jadi wadah belasan perempuan perajin rotan.
Hutan di Bukit Kenantan, jadi sumber penghasil rotan di Batang Asai. Kawasan
ini bagian dari hutan lindung Bukit Tinjau Limau di hulu Sarolangun.
“Makin lama makin jauh carinya, kadang harus masuk ke hutan jauh,” katanya.
Di tangan perempuan Desa Paniban Baru, resam yang dianggap hama dan
harus dibasmi justru jadi barang kerajinan seperti piring, tutup gelas, tas, topi dan
lain-lain.
Hasil anyaman rotan kelompok perempuan perajin di Batang Anai. Foto: Yitno
Suprapto/ Mongabay Indonesia
Lita, anggota Kelompok Tani Paniban Baru mulai kesulitan mendapatkan resam
sebagai bahan anyaman. Pembukaan untuk perkebunan menggerus hutan di
Bukit Tua. “Kalau hutan di belakang rumah sekarang agak jauh dapatnya.
Soalnya, yang bisa dipakai itu resam muda, kalau tua gampang patah kalau
dianyam.”
Para perempuan ini ingin menunjukkan pada warga lain, hutan memberikan
manfaat lebih kalau terus terjaga lestari. Meskipun, katanya, hasil anyaman
belum mampu mencukupi keperluan ekonomi mereka.
“Kalau hutan habis, ya habis juga (rotan) gak ada lagi yang bisa dibuat,” kata
Rohana.
Misriadi, Kepala KPHP Unit VII Limau mengatakan, hutan lindung Bukit Tinjau
Limau, di Kecamatan Batang Asai bagian penting untuk 13 warga desa sekitar,
mulai Desa Batin, Rantau Panjang, Paniban Baru, hingga Napal Melintang.
Hutan seluas 57.600 hektar di hulu Sarolangun itu sumber penghasil madu
sialang, beragam jenis rotan, kepayang dan lain-lain.
Kepayang atau keluak tumbuh liar di hutan tidak hanya jadi bumbu masak, kini
warga mengembangkan jadi sabun kepayang, minyak kepayang, bahkan aroma
terapi. Hasil madu hutan mulai ke luar Sarolangun.
Selama ini, tambang emas ilegal dan pembalakan liar jadi ancaman serius bagi
kawasan hutan di hulu Sarolangun. Banyak aktivitas ilegal di pinggiran sungai.
“Tapi belum sampai masuk ke hutan. Karena butuh banyak waktu dan biaya
besar. Kita rutin operasi,” katanya.
Beberapa desa yang masih kental dengan adat budaya juga ikut menjaga hutan.
“Karena banyak sekali manfaat hutan ini, jadi kalau hutan habis mereka
(masyarakat adat) juga akan kehilangan manfaat.”
Hutan di Batang Asai, bukan hanya memberikan manfaat dengan hasil hutan
bukan kayu, lebih dari itu. “Hutan di Batang Asai itu sumber air yang sangat
krusial bagi masyarakat. Untuk kehidupan sehari-hari, pengairan sawah, sumber
listrik mikro hidro, semua butuh air. Itu (hutan) harus dijaga,” kata Rudiansyah,
Direktur Walhi Jambi.
Menurut dia, kerajinan anyaman perempuan di Batang Asai bisa jadi langkah
untuk menyadarkan masyarakat betapa penting menjaga hutan. “Kalau
masyarakat bisa mendapatkan manfaat hutan langsung, itu akan membuat
mereka lebih peduli untuk menyelamatkan hutan.”
Rudi khawatir, tambang emas ilegal tak kunjung berhenti di Batang Asai cepat
atau lambat menghancurkan hutan. “Kalau dulu tambang ilegal itu hanya di
sungai-sungai besar, sekarang masuk ke anak sungai. Mereka bukan lagi
gunakan dulang tradisional, tapi alat berat.”
Data KKI Warsi pada 2017, kerusakan alam dampak tambang emas ilegal di
Sarolangun mencapai 13.762 hektar. Jumlah ini meningkat 100% dibanding data
2016. Aktivitas tambang ilegal di Batang Asai, tercatat menyumbang kerusakan
hutan di Sarolangun.
Rudi bilang, peran perempuan di Batang Asai, sangat penting dalam menjaga
hutan. “Kalau bahan baku anyaman itu hilang, bagaimana mereka akan bisa
menganyam? Mereka harus melindungi hutan dan menjaga kelestarian alam.”
JENIS ANYAMAN ROTAN
No Jenis Anyaman Rotan Fungsi Daerah Asal
1 Tempat nasi saat Provinsi Jambi
makan
Piring
2 Tempat menyimpan Provinsi Jambi
bunga
Vas Bunga
3 Menutup Makanan Provinsi Jambi
Tudung Saji
4 Melindungi Kepala Provinsi Jambi
dari Panas Matahari
Topi
5 Menyimpan Tisu Provinsi Jambi
Tempat Tisu
6 Tempat Lampu Hias Cirebon Jawa
Barat
Kap Lampu
7 Tempat Duduk Cirebon
Kursi
8 Menyimpan Sepatu Cirebon Jawa
Barat
Rak Sepatu
9 Menyimpan Barang Cirebon Jawa
Barat
Tas
Tempat Tidur Bayi Cirebon Jawa
Barat
Keranjang Bayi