Anda di halaman 1dari 14

1.

Katingan, Kalimantan Tengah


Sebagai salah satu kawasan hutan penghasil bahan baku rotan, kota Katingan yang
berada provinsi Kalimantan Tengah juga menjadi daerah produsen kerajinan rotan.
Kabupaten yang terdiri dari 14 kecaman dan beribukota di Kasongan ini 10
kecamatan diantaranya adalah wilayah penghasil rotan.

Dalam 1 bulan, Katingan mampu menghasilkan 500 ton rotan. Rotan juga telah
menjadi bagian dari kebudayaan suku Dayak Katingan. Misalnya penggunaan di
berbagai upacara, serta manfaat sebagai bahan pangan.

Tak ketinggalan pula kerajinan rotan dari Katingan yang mendapat dukungan dari
pemerintah setempat. Hal tersebut bisa dilihat dari didirikannya sekolah menengah
kejuruan yang fokus pada kerajinan rotan, serta jalinan kerjasama lembaga
permodalan dengan apra pengrajin rotan.

Kerajinan rotan Katingan memiliki perbedaan dengan kerajinan dari Pulau Jawa.
Sebab motif yang digunakan disini kental dengan unsur Dayak, seperti kemang atau
burung tingang.

Beberapa hasil produksi produk rotan dari Katingan adalah meja, kursi, sekat
ruangan, tas, keranjang dan sebagainya. Produk-produk tersebut dijual dengan
harga variatif, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah sesuai kualitasnya.

2. Jepara, Jawa Tengah


Selain dikenal sebagai kota ukir dan penghasil produk meubel atau furniture tingkat
dunia, Jepara juga mempunya sentra industri rotan. Salah satunya berada di Desa
Teluk Wetan, dimana sebagian besar masyarakatnya adalah pengrajin rotan dan
menghasilkan produk berupa hiasan interior, souvenir, perkakas, dan kombinasi
dengan material lainnya.

Desa ini berada di Kecamatan Welahan, Jepara. Perkembangan hingga hinggsa


saat ini mencatat bahwa industri rotan Jepara diterima dengan baik oleh pasar
Internasiona, khususnya Korea Selatan dan Tiongkok. Salah satu pemicunya adalah
kemudahan konsumen untuk memesan barang dengan desain yang dikehendaki.

3. Bantul, Yogyakarta
Dikenal sebagai kota wisatan dan kota pelajar, nyatanya kesenian kerajinan rotan
juga berkembang di Jogja. Salah satunya adalah pengusaha rotan di Desa
Wukirsari, Kabupaten Bantul, DIY, dimana 40% hasil kerajinan rotan dari tempat
diekspor ke beberapa negara seperti Jepang, Irak dan Iran.

Kerajinan rotan Bantul setiap bulan mampu memproduksi 1.500 sampai 2.000
produk-produk handmade, seperti tas dan keranjang rotan. Anyaman rotan dari
Bantul dibandrol dengan harga variatif antara Rp 50.000s ampa Rp 200.000 per
buah tergantung kualitas dan tingkat kesulitan anyaman.

4. Cirebon, Jawa Barat


Sentra kerajinan rotan berikutnya adalah Cirebon, Jawa Barat. Bahkan pusat
produksi anyaman rotan Cirebon juga dijadikan tempat wisata edukasi. Misalnya
Wisata Rotan Galmantro di Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten
Cirebon. Desa ini sejak dulu memang terkenal menjadi pusat pengrajin rotan.

Tak hanya digemari konsumen dalam negeri, hasil kerajinan dari desa ini bahkan
mampu menembus pasar global. Dari 10 ribu jiwa penduduk desa ini, sekitar 80%
menggantungkan nasib pada kerajinan rotan. Oleh karena itu, sejak 2015 desa ini
resmi menjadi desa wisata yang mengangkat komoditas rotan sebagai daya tarik
utamanya.

 Bagi perempuan di Batang Asai, menganyam tak sekadar kerajinan juga


melindungi hutan. Pembalakan kayu, penambangan emas ilegal terus
menggerus hutan di hulu Sarolangun.
 Perempuan-perempuan perajin, seperto Rohana, mencari rotan di dalam hutan.
Medan berat mereka lalui demi mendapatkan bahan baku anyaman. Kini,
mencari rotan lebih sulit, karena harus masuk jauh ke hutan. Untuk
mendapatkan rotan, Rohana harus berjalan lebih tiga jam naik turun bukit.
 Hutan di Bukit Kenantan, jadi sumber penghasil rotan di Batang Asai. Kawasan
ini bagian dari hutan lindung Bukit Tinjau Limau di hulu Sarolangun.
 Hutan di Batang Asai, bukan hanya memberikan manfaat dengan hasil hutan
bukan kayu, lebih dari itu. Hutan ini sumber air yang sangat krusial bagi
masyarakat, seperti buat pengairan sawah, sumber listrik mikro hidro, dan lain-
lain.

Ada sarau, niru, ambung dan beragam anyaman rotan lain hasil kerajinan


perempuan di Batang Asai. Bagi perempuan di Batang Asai, menganyam tak
sekadar kerajinan juga melindungi hutan. Pembalakan kayu, penambangan
emas ilegal terus menggerus hutan di hulu Sarolangun.

Menganyam ini merupakan tradisi lama di nusantara, termasuk di Kecamatan


Batang Asai, Sarolangun, Jambi. Mayoritas warga menganyam rotan jadi sarau
—tempat hasil tangkapan ikan sungai, niru—alat tampih beras, ambung—
keranjang besar tempat kayu bakar dan lain-lain.

Rohana, perajin rotan di Batang Asai mengatakan, ambung dari rotan mampu
menampung beban hingga 25 kg lebih. Dia bisa membuat belasan macam
anyaman dari rotan.

Perempuan kulit sawo matang itu Ketua Kelompok Perempuan Tani (KWT)
Kunyit Serumpun, Desa Rantau Panjang, Kecamatan Batang Asai, Sarolangun.
Dua tahun sudah kelompok tani ini jadi wadah belasan perempuan perajin rotan.
Hutan di Bukit Kenantan, jadi sumber penghasil rotan di Batang Asai. Kawasan
ini bagian dari hutan lindung Bukit Tinjau Limau di hulu Sarolangun.

Sehari, Rohana bisa mendapatkan 10 kg rotan dari dalam hutan. Untuk


mendapatkan rotan bukan perkara mudah. Rohana harus berjalan lebih tiga jam
naik turun bukit.

“Makin lama makin jauh carinya, kadang harus masuk ke hutan jauh,” katanya.

Pembukaan lahan jadi musabab. Banyak hutan tergerus untuk lahan


perkebunan, sawit, karet termasuk kopi yang kini mulai banyak digeluti petani.
Perlahan rotan menghilangkan dan sulit. “Sekarang, banyak yang buka jadi
kebun, tambah jauh carinya (rotan),” kata Rohana.

Kunyit Serumpun, bukan satu-satunya kelompok tani di Batang Asai, yang


memanfaatkan sumber daya alam bukan kayu. Ada juga Kelompok Tani Paniban
Baru, yang mengolah resam jadi anyaman. Resam dikenal sebagai tumbuhan
invasif karena mendominasi permukaan tanah dan menghambat perkembangan
tumbuhan lain. Tanaman ini banyak di hutan dan perkebunan.

Di tangan perempuan Desa Paniban Baru, resam yang dianggap hama dan
harus dibasmi justru jadi barang kerajinan seperti piring, tutup gelas, tas, topi dan
lain-lain.

Hasil anyaman rotan kelompok perempuan perajin di Batang Anai. Foto: Yitno
Suprapto/ Mongabay Indonesia

 
Lita, anggota Kelompok Tani Paniban Baru mulai kesulitan mendapatkan resam
sebagai bahan anyaman. Pembukaan untuk perkebunan menggerus hutan di
Bukit Tua. “Kalau hutan di belakang rumah sekarang agak jauh dapatnya.
Soalnya, yang bisa dipakai itu resam muda, kalau tua gampang patah kalau
dianyam.”

Para perempuan ini ingin menunjukkan pada warga lain, hutan memberikan
manfaat lebih kalau terus terjaga lestari. Meskipun, katanya, hasil anyaman
belum mampu mencukupi keperluan ekonomi mereka.

“Kalau hutan habis, ya habis juga (rotan) gak ada lagi yang bisa dibuat,” kata
Rohana.

Misriadi, Kepala KPHP Unit VII Limau mengatakan, hutan lindung Bukit Tinjau
Limau, di Kecamatan Batang Asai bagian penting untuk 13 warga desa sekitar,
mulai Desa Batin, Rantau Panjang, Paniban Baru, hingga Napal Melintang.
Hutan seluas 57.600 hektar di hulu Sarolangun itu sumber penghasil madu
sialang, beragam jenis rotan, kepayang dan lain-lain.

Kepayang atau keluak tumbuh liar di hutan tidak hanya jadi bumbu masak, kini
warga mengembangkan jadi sabun kepayang, minyak kepayang, bahkan aroma
terapi. Hasil madu hutan mulai ke luar Sarolangun.

Selama ini, tambang emas ilegal dan pembalakan liar jadi ancaman serius bagi
kawasan hutan di hulu Sarolangun. Banyak aktivitas ilegal di pinggiran sungai.

“Tapi belum sampai masuk ke hutan. Karena butuh banyak waktu dan biaya
besar. Kita rutin operasi,” katanya.

Beberapa desa yang masih kental dengan adat budaya juga ikut menjaga hutan.
“Karena banyak sekali manfaat hutan ini, jadi kalau hutan habis mereka
(masyarakat adat) juga akan kehilangan manfaat.”

Hutan di Batang Asai, bukan hanya memberikan manfaat dengan hasil hutan
bukan kayu, lebih dari itu. “Hutan di Batang Asai itu sumber air yang sangat
krusial bagi masyarakat. Untuk kehidupan sehari-hari, pengairan sawah, sumber
listrik mikro hidro, semua butuh air. Itu (hutan) harus dijaga,” kata Rudiansyah,
Direktur Walhi Jambi.

Menurut dia, kerajinan anyaman perempuan di Batang Asai bisa jadi langkah
untuk menyadarkan masyarakat betapa penting menjaga hutan. “Kalau
masyarakat bisa mendapatkan manfaat hutan langsung, itu akan membuat
mereka lebih peduli untuk menyelamatkan hutan.”

Rudi khawatir, tambang emas ilegal tak kunjung berhenti di Batang Asai cepat
atau lambat menghancurkan hutan. “Kalau dulu tambang ilegal itu hanya di
sungai-sungai besar, sekarang masuk ke anak sungai. Mereka bukan lagi
gunakan dulang tradisional, tapi alat berat.”
Data KKI Warsi pada 2017, kerusakan alam dampak tambang emas ilegal di
Sarolangun mencapai 13.762 hektar. Jumlah ini meningkat 100% dibanding data
2016. Aktivitas tambang ilegal di Batang Asai, tercatat menyumbang kerusakan
hutan di Sarolangun.

Rudi bilang, peran perempuan di Batang Asai, sangat penting dalam menjaga
hutan. “Kalau bahan baku anyaman itu hilang, bagaimana mereka akan bisa
menganyam? Mereka harus melindungi hutan dan menjaga kelestarian alam.”

 
JENIS ANYAMAN ROTAN
No Jenis Anyaman Rotan Fungsi Daerah Asal
1 Tempat nasi saat Provinsi Jambi
makan

Piring
2 Tempat menyimpan Provinsi Jambi
bunga

Vas Bunga
3 Menutup Makanan Provinsi Jambi

Tudung Saji
4 Melindungi Kepala Provinsi Jambi
dari Panas Matahari

Topi
5 Menyimpan Tisu Provinsi Jambi

Tempat Tisu
6 Tempat Lampu Hias Cirebon Jawa
Barat

Kap Lampu
7 Tempat Duduk Cirebon

Kursi
8 Menyimpan Sepatu Cirebon Jawa
Barat

Rak Sepatu
9 Menyimpan Barang Cirebon Jawa
Barat

Tas
Tempat Tidur Bayi Cirebon Jawa
Barat

Keranjang Bayi

Anda mungkin juga menyukai