Proposal Disbud - Patehan - Rosita Nur Anarti
Proposal Disbud - Patehan - Rosita Nur Anarti
Form. 01.
Calon Peserta
Kompetisi Penulisan Kajian Sejarah Lokal
Dinas Kebudayaan DIY
Tahun 2020
KY KP
*diisi bila berasal dari mahasiswa. Abaikan bila berasal dari umum
Form.02
KY
PROPOSAL
Kompetisi Penulisan Kajian Sejarah Lokal
Dinas Kebudayaan DIY
Tahun 2020
Masyarakat kota Yogyakarta, mengenal Patehan sebagai nama sebuah kampung yang
terletak di selatan Tamansari. Istilah ini juga dikenal di dalam lingkup Kraton Yogyakarta
sebagai Gedhong Patehan. Gedhong ini menjadi tempat abdi dalem Patehan untuk
menyiapkan teh pada pukul 6 pagi dan 11 siang. Pergantian zaman tidak membuat tradisi
ini hilang. Kini, pengunjung dapat menyaksikan prosesi dibawanya ladosan teh dari
Gedhong Patehan menuju Dalem Prabayeksa oleh abdi dalem Keparak. Perjalanan ritus tradisi
serta hubungan antara Patehan dengan Gedhong Patehan dari dulu hingga kini tentunya
menjadi satu kajian menarik. Kajian ini juga akan mendukung pewarisan pengetahuan
sejarah lokal kepada generasi selanjutnya.
2. Abstraksi
PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan halaman sampul, kata pengantar, daftar isi, daftar istilah yang
dipergunakan dalam pembahasan, latar belakang, rumusan masalah, tujuan, historiografi
yang relevan/kajian pustaka.
LATAR BELAKANG
Memaknai Patehan yang hanya tinggal nama, maknanya mulai tergerus zaman.
Keterkaitan antara Patehan di Keraton, abdi dalem dan Kampung Patehan.
Kampung Patehan merupakan Kamppung kuno yang berdiri sejak adanya Keraton
Yogyakarta.
Perkembangan zaman membuat sejarah patehan terlupakan. Masyarakat tidak banyak
yang tahu bahwa
Batasan
Batasan temporal: periode yang dipilih dan alasan memilih periode tersebut. Dan, jika ada,
batasan spatial atau lokus penelitian semisal kabupaten atau desa tertentu.
Sumber
Memetakan sumber-sumber secara spesifik yang akan digunakan atau yang dapat mendukung
kajian ini. Misal: sumber surat kabar akan lebih baik jika dapat disebutkan nama surat kabar yang
akan digunakan, sumber interview akan lebih baik jika dapat disebutkan lebih rinci narasumber
yang dapat diwawancarai, atau dengan menunjukan dimana sumber-sumber tersebut dapat
diperoleh. Jika memungkinkan, silahkan melampirkan/menyertakan contoh sumber yang akan
digunakan. sumber/lampirkan
Daftar referensi
Daftar pustaka yang digunakan dalam menyusun proposal.
PEMBAHASAN
BAB 1
KY
BAB 2
Abdi Dalem Patehan dan Keparak: Sinergi Pelestari Tradisi
Bab 2 akan mengkaji mengenai Tradisi Patehan di Kraton Yogyakarta. Tradisi ini
KY
dapat disaksikan oleh pengunjung di kraton pukul 11.00 WIB, sesuai dengan jam buka
untuk wisatawan. Riset awal menunjukkan bahwa pengunjung selalu antusias saat
melihat prosesi tersebut. Keberlangsungan prosesi ini adalah hasl dari sinergi antara abdi
dalem Patehan dengan abdi dalem Keparak. Penting kiranya bagi masyarakat yang lebih
luas untuk mengetahui nilai-nilai dalam tradisi ini.
A. Pembuat Teh di Kasultanan
Abdi dalem Patehan merupakan abdi dalem yang bertugas menyediakan
pangunjukan atau minuman. Nama khusus yang diberikan kepada abdi dalem
Patehan sesuai yang tertulis pada Tata Rakit lan Tata Lampah Organisasi Peprintahan
Kawedanan Hageng Punokawan Purayarkara adalah Resa. merupakan bagian dari
Kawedanan Hageng Punakawan Purayakara. Mengutip laman kratonjogja.id,
Kawedanan ini bertugas menangani dan mengelola urusan kerumahtanggan
kraton. Tugas-tugas dari abdi dalem Patehan meliputi ayahan padintenan pukul 6
pagi dan 11 siang, ayahan minggon, ayahan saben selapan, ayahan saben tahun, wulan
Siyam lan Sawal, serta Wulan Besar (Kawedanan Hageng Purayarkara, 2011: 8).
B. Pembawa Tradisi Pukul 06.00 dan 11.00
Tradisi patehan tidak hanya dilakukan oleh abdi dalem Patehan saja. Namun juga
dilakukan oleh abdi dalem Keparak. Abdi dalem yang kesemuanya perempuan ini,
akan membawa ladosan yang disiapkan oleh abdi dalem Patehan menuju ke Dalem
Prabayeksa. Bangunan ini merupakan kediaman Sultan dak kerabatnya
(Baha’Uddin, Dwi Ratna Nurhajarini, 2018: 84).
Iring-iringan lima abdi dalem Keparak ini terdiri dari lima orang. Dikutip dari laman
kratonjogja.id, Empat orang membawa perlengkapan yang terdiri dari satu set
rampadan (perlengkapan minum) teh, satu set rampadan kopi, sebuah teko untuk air
panas, dan sebuah teko khusus air putih yang biasa disebut klemuk. Satu orang
yang tersisa membawa payung untuk melindungi klemuk.
C. Dinamika Tradisi Patehan di Kraton Yogyakarta
Tradisi ini mulai dikenal sejak
Dengan peralatan khusus
Tradisi Patehan mengalami perubahan di era Sultan Hamengku Buwono IX. Hal
ini terkait dengan jabatan kenegaraan yang disandang oleh beliau. Ketugasan
sebagai menteri Negara maupun wakil presiden membuat mobilitas beliau tinggi
dan sebagian besar waktunya dihabiskan di Jakarta. Sejak masa ini, terjadi sedikit
perubahan dalam tradisi Patehan menjadi seperti yang kita kenal sejak saat ini.
Penyajian teh tetap dilakukan setiap hari, pada pukul 6 pagi dan 11 siang. Namun,
minuman dibawa dan diletakkan di Gedhong Prabayeksa. Minuman didiamkan
sampai dilorot untuk diganti pada jadwal penyajian minum berikutnya
(Wawancara dengan Nyi KRT. Hamongtedjo, 3 Agustus 2019).
kehidupan sehari-hari (Abdurrachman Surjomihardjo, 2008: 1). Selama ratusan tahun Kota
Yogyakarta berdiri, nyatanya banyak peninggalan tradisi yang masih terus lestari. Istilah
patehan masih menjadi hal yang akrab di telinga masyarakat. Didukung pula dengan
toponimi kampung yang mengabadi nama Patehan hingga saat ini. Sebuah refleksi akan
kajian mengenai living tradition akan tersaji pada Bab 3 ini. Hal yang penting setelah
adanya penelitian dan penulisan ini adalah pewarisannya kepada generasi setelah kita.
Penulisan sejarah lokal ini diharapkan dapat merangkum living tradition dari frasa
“Patehan” yang dikenal baik oleh masyarakat. Selain itu, bab ini juga mencoba untuk
merangkum ingatan serta tutur masyarakat berkaitan dengan perjalanan dan dinamika
Patehan sebagai sebuah kampung di kawasan Jeron Beteng.
A. Patehan sebegai Tradisi di Masa Kini
Patehan sebagai tradisi di masa kini menarik minat banyak wisatawan yang
mengunjungi Kraton Yogyakarta. Prosesi membawa ladosan the dianggap unik
dan menarik. Prosesi ini juga menjadi bukti keberadaan living tradition yang
senantiasa dilaksanakan dalam lingkup Kraton Yogyakarta.
B. Kampung Abdi Dalem di Masa Modern
Apabila ditilik dari toponiminya, Patehan dulunya merupakan kampung profesi
khusus abdi dalem. Kampung ini berdiri bersamaan dengan keberadaan Kraton
Yogyakarta. Patehan kini tidak lagi menjadi kampung khusus profesi abdi dalem.
Kampung ini menjelma menjadi kampung yang terbuka. Warga yang bermukim
bukan hanya penduduk asli, tetapi juga pendatang. Perubahan kependudukan ini
dimungkinkan terjadi pada masa Yogyakarta sebagai Ibu kota Republik. Arus
perpindahan penduduk dari Jakarta menuju pusat pemerintahan membuat
kawasan Jeron Benteng dibuka untuk umum.
BIBLIOGRAFI
Kawedanan Hageng Punakawan Purayarkara. 2011. Tata Rakit lan Tata Lampah Organisasi
Peprintahan Kawedanan Hageng Punokawan Purayarkara lan Tata Lampahipun Para Abdi
Dalem Reh Purayarkara.
KY
Buku:
Abdurrachman Surjomihardjo. 2008. Kota Yogyakarta Tempo Doeloe Sejarah Sosial 1880-1930.
Depok: Komunitas Bambu.
Handinoto. 2015. Perkembangan Kota di Jawa Abad XVIII sampai Pertengahan Abad XX.
Yogyakarta: Ombak.
Kuntowijoyo
M.C. Ricklefs. 2002. Yogyakarta di bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 Sejarah Pembagian
Jawa. Yogyakarta: Mata Bangsa.
Murdijati Gardjito, dkk. 2017. Kuliner Yogyakarta Pantas Dikenal Sepanjang Masa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Pamela Brooks. 2011.
Retno Indrati, Murdijati Gardjito. 2013. Pendidikan Konsumsi Pangan: Aspek Pengolahan dan
Keamanan Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Santhi H. Serad. 2015. Leaf it to Tea Exploring the Fascinating Culture of Teas and Herbal
Infusions in Indonesia. Jakarta: Afterhours Book.
Tim Pengkaji. 2007. Toponim Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni, dan
Budaya Kota Yogyakarta.
Tim Penulis. 1996. Tradisi Makan dan Minum di Lingkungan Kraton Yogyakarta. Yogyakarta:
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan
Nilai-nilai Budaya DIY.
Tim Penulis. 2018. Menggali Mutiara Keistimewaan Yogyakarta Perspektif Sejarah dan Budaya.
Yogyakarta: Dinas Kebudayaan DIY.
Jurnal:
Baha’Uddin, Dwi Ratna Nurhajarini. 2018. Mangkubumi Sang Arsitek Kota Yogyakarta
dalam Patrawidya Vol 19 No. 1 hlm 72-95.
4. Jadwal Rencana Kerja atau rancangan tahapan penyelesaian penulisan karya yang akan
disertakan Kompetisi (Juli - Oktober 2020).
Bulan
KEGIATAN Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A. Koordinasi
- Koordinasi dan
Konsultasi
B. Pengumpulan Data
- Pengumpulan Data
C. Penulisan Buku
- Penulisan Buku
- Penyuntingan Buku
D. Uji Petik
- Focus Group
Discussion (FGD)
KY
E. Pencetakan Buku
- Penyuntingan
- Cetak Buku