Anda di halaman 1dari 8

KY

Form. 01.

Calon Peserta
Kompetisi Penulisan Kajian Sejarah Lokal
Dinas Kebudayaan DIY
Tahun 2020

KY KP

Kasultanan Yogyakarta (KY)/


Kadipaten Pakualaman (KP)
*pilih salah satu

1. NAMA LENGKAP Rosita Nur Anarti, S.Pd.


NAMA PANGGILAN Rosita
2. TEMPAT DAN TANGGAL Sleman, 24 Februari 1994
LAHIR
3. ALAMAT Dongkelan RT 001 RW 026, Sidorejo, Godean, Sleman, DI.
(wajib diisi) Yogyakarta 55264
4. NO HP 083840014587 (WA) / 08812649600 (Telp)
5. E-MAIL rosita.na4@gmail.com
rositanur@sman1yogya.sch.id
6. PERGURUAN TINGGI*
PRODI
ALAMAT
7. NOMOR IDENTITAS KTP 3404026402940002
NIM* -
8. Nomor Telepon keluarga- 0813 2897 3463 (Whatsapp)
saudara/teman dekat yang Brilliantoro Yusuf Ervanda
bisa dihubungi.
(wajib diisi)

Dengan ini mengajukan/mendaftarkan diri menjadi Peserta Kompetisi Penulisan Kajian


Sejarah Lokal tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan)
DIY dan menyatakan bersedia menaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Panitia.

Yogyakarta, 18 Juni 2020

Rosita Nur Anarti, S.Pd.

*diisi bila berasal dari mahasiswa. Abaikan bila berasal dari umum

Form.02
KY

PROPOSAL
Kompetisi Penulisan Kajian Sejarah Lokal
Dinas Kebudayaan DIY
Tahun 2020

1. Ide/Gagasan Utama atas Kajian Sejarah Lokal yang akan ditulis :

Masyarakat kota Yogyakarta, mengenal Patehan sebagai nama sebuah kampung yang
terletak di selatan Tamansari. Istilah ini juga dikenal di dalam lingkup Kraton Yogyakarta
sebagai Gedhong Patehan. Gedhong ini menjadi tempat abdi dalem Patehan untuk
menyiapkan teh pada pukul 6 pagi dan 11 siang. Pergantian zaman tidak membuat tradisi
ini hilang. Kini, pengunjung dapat menyaksikan prosesi dibawanya ladosan teh dari
Gedhong Patehan menuju Dalem Prabayeksa oleh abdi dalem Keparak. Perjalanan ritus tradisi
serta hubungan antara Patehan dengan Gedhong Patehan dari dulu hingga kini tentunya
menjadi satu kajian menarik. Kajian ini juga akan mendukung pewarisan pengetahuan
sejarah lokal kepada generasi selanjutnya.

2. Abstraksi

Patehan: Sinergi Toponimi dan Tradisi yang Lestari

Patehan dikenal sebagai tempat pembuatan minum di masyarakat. Terdapat


kesinambungan antara Gedhong Patehan di kraton dan Kampung Patehan. Bedasarkan tata
kota kerajaan, kampung tersebut menjadi tempat tinggal abdi dalem Patehan. Tradisi
Patehan di Kraton Yogyakarta dilaksanakan oleh abdi dalem Patehan dan Keparak setiap
hari pada pukul 6 pagi dan 11 siang. Pembuatan ladosan unjukan memiliki tata cara dan
aturan khusus. Baik dalam perabotan yang digunakan, maupun air yang khusus diambil
dari sumur Nyai Jalatunda. Ladosan teh akan dibawa oleh abdi dalem Keparak menuju Dalem
Prabayeksa. Patehan merupakan tradisi yang lestari di Kraton Yogyakarta dengan berbagai
dinamikanya dari masa ke masa.

3. Rencana Ringkas Struktur Isi Kajian (treatment)


KY

Patehan: Sinergi Toponimi dan Tradisi yang Lestari


(Batasan Spasial dan Temporal)

PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan halaman sampul, kata pengantar, daftar isi, daftar istilah yang
dipergunakan dalam pembahasan, latar belakang, rumusan masalah, tujuan, historiografi
yang relevan/kajian pustaka.
LATAR BELAKANG
Memaknai Patehan yang hanya tinggal nama, maknanya mulai tergerus zaman.
Keterkaitan antara Patehan di Keraton, abdi dalem dan Kampung Patehan.
Kampung Patehan merupakan Kamppung kuno yang berdiri sejak adanya Keraton
Yogyakarta.
Perkembangan zaman membuat sejarah patehan terlupakan. Masyarakat tidak banyak
yang tahu bahwa

Secara eksplisit menguraikan secara singkat dan jelas tentang:


1. persoalan atau pertanyaan utama apa yang akan dijawab melalui penelitian ini?
dan apa pertanyaan turunanya (jika ada)?
2. mengapa pertanyaan tersebut penting untuk dijawab/diketahui?
1. Anotasi/Bibliografi/tinjauan pustaka
Menunjukan posisi historiografis kajian ini dengan mengulas karya-karya relevan yang telah ada.
Apa yang telah diketahui (melalui karya-karya yang telah ada) dan apa yang masih perlu
diriset/dikaji?

Batasan
Batasan temporal: periode yang dipilih dan alasan memilih periode tersebut. Dan, jika ada,
batasan spatial atau lokus penelitian semisal kabupaten atau desa tertentu.

Sumber
Memetakan sumber-sumber secara spesifik yang akan digunakan atau yang dapat mendukung
kajian ini. Misal: sumber surat kabar akan lebih baik jika dapat disebutkan nama surat kabar yang
akan digunakan, sumber interview akan lebih baik jika dapat disebutkan lebih rinci narasumber
yang dapat diwawancarai, atau dengan menunjukan dimana sumber-sumber tersebut dapat
diperoleh. Jika memungkinkan, silahkan melampirkan/menyertakan contoh sumber yang akan
digunakan. sumber/lampirkan

Daftar referensi
Daftar pustaka yang digunakan dalam menyusun proposal.

PEMBAHASAN
BAB 1
KY

Patehan di Masyarakat dan Kasultanan: Sebuah Pengantar Kajian Sejarah Lokal


Pamela Brooks (2008: 1), sejarah lokal adalah semua tentang melihat fakta-fakta,
menganalisis apa yang disampaikan fakta-fakta itu kepada kita, dan membandingkannya
dengan yang terjadi secara nasional pada saat itu. Selain itu, dengan sejarah lokal orang
mengetahui tahap sejarah yang sedang dijalani, sehingga bisa membandingkannya
dengan daerah lain yang kurang lebih sama tingkat perkembangannya (Kuntowijoyo,
2013: 82). Kajian sejarah yang sifatnya lokal, seringkali tidak dikenali oleh masyarakatnya
sendiri. Padahal, pewarisan pengetahuan dari masa lampau biasanya dilakukan dengan
tutur atau lisan. Sebagai upaya menjaga memori kolektif masyarakat mengenai sejarah
lokal.
Bab 1 secara garis besar akan membahas mengenai Patehan dalam ingatan dan
pengetahuan masyarakat kini. Dibagi dalam 3 sub bab yang mengkaji istilah Patehan yang
dikenal di masyarakat pedesaan, Gedhong Patehan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat,
dan Kampung Patehan.
A. Patehan dan Hajatan Masyarakat
Kultur gotong-royong pada masyarakat pedesaan membuat istilah patehan masih
dikenal hingga kini. Patehan dibuat khusus untuk memenuhi kebutuhan akan
minum, khususnya teh pada saat ada ewuh atau hajatan. Patehan biasanya terletak
di dekat dapur. Patehan yang masih tradisonal, berada di luar ruangan, dengan
beberapa tungku untuk memanaskan air menggunakan dandang. Di tempat inilah
dibuat seduhan teh, biasanya dikenal dengan dekokan. Kemudian, orang yang
bertugas khusus di Patehan ini akan membuat teh dalam jumlah yang banyak.
B. Gedhong Patehan di Kasultanan
Gedhong Patehan di Kasultanan Ngayogyakarta terletak di sisi selatan. Gedhong
ini terbuka untuk umum pada bagian depannya, berisikan koleksi set alat minum.
Gedhong ini juga merupakan tempat abdi dalem patehan bertugas dalam membuat
minuman. Tradisi ini rutin dilakukan pada pukul 6 pagi dan 11 siang. Proses
pembuatan teh, dilakukan secara tertutup di bagian dalam Gedhong Patehan.
Menurut keterangan abdi dalem Patehan, teh dibuat khusus dari air sumur Nyai
Jalatundha yang berada di komplek Patehan. Komplek Gedhong ini memiliki 2
sumur khusus yaitu Kyai Jalatunda dan Nyai Jalatunda.

C. Patehan: Abadi dalam Toponimi


Masyarakat wilayah Kota Yogyakarta, kini mengenal Patehan sebagai salah satu
nama kampung. Secara administratif terletak di Kelurahan Patehan, Kecamatan
Kraton (Tim Penulis, 2007: 79). Patehan merupakan salah satu kampung kuno,
dalam tata kota kerajaan yang terletak di wilayah Jeron Beteng. Kampung ini
dulunya menjadi tempat tinggal bagi abdi dalem Patehan.

BAB 2
Abdi Dalem Patehan dan Keparak: Sinergi Pelestari Tradisi
Bab 2 akan mengkaji mengenai Tradisi Patehan di Kraton Yogyakarta. Tradisi ini
KY

dapat disaksikan oleh pengunjung di kraton pukul 11.00 WIB, sesuai dengan jam buka
untuk wisatawan. Riset awal menunjukkan bahwa pengunjung selalu antusias saat
melihat prosesi tersebut. Keberlangsungan prosesi ini adalah hasl dari sinergi antara abdi
dalem Patehan dengan abdi dalem Keparak. Penting kiranya bagi masyarakat yang lebih
luas untuk mengetahui nilai-nilai dalam tradisi ini.
A. Pembuat Teh di Kasultanan
Abdi dalem Patehan merupakan abdi dalem yang bertugas menyediakan
pangunjukan atau minuman. Nama khusus yang diberikan kepada abdi dalem
Patehan sesuai yang tertulis pada Tata Rakit lan Tata Lampah Organisasi Peprintahan
Kawedanan Hageng Punokawan Purayarkara adalah Resa. merupakan bagian dari
Kawedanan Hageng Punakawan Purayakara. Mengutip laman kratonjogja.id,
Kawedanan ini bertugas menangani dan mengelola urusan kerumahtanggan
kraton. Tugas-tugas dari abdi dalem Patehan meliputi ayahan padintenan pukul 6
pagi dan 11 siang, ayahan minggon, ayahan saben selapan, ayahan saben tahun, wulan
Siyam lan Sawal, serta Wulan Besar (Kawedanan Hageng Purayarkara, 2011: 8).
B. Pembawa Tradisi Pukul 06.00 dan 11.00
Tradisi patehan tidak hanya dilakukan oleh abdi dalem Patehan saja. Namun juga
dilakukan oleh abdi dalem Keparak. Abdi dalem yang kesemuanya perempuan ini,
akan membawa ladosan yang disiapkan oleh abdi dalem Patehan menuju ke Dalem
Prabayeksa. Bangunan ini merupakan kediaman Sultan dak kerabatnya
(Baha’Uddin, Dwi Ratna Nurhajarini, 2018: 84).
Iring-iringan lima abdi dalem Keparak ini terdiri dari lima orang. Dikutip dari laman
kratonjogja.id, Empat orang membawa perlengkapan yang terdiri dari satu set
rampadan (perlengkapan minum) teh, satu set rampadan kopi, sebuah teko untuk air
panas, dan sebuah teko khusus air putih yang biasa disebut klemuk. Satu orang
yang tersisa membawa payung untuk melindungi klemuk.
C. Dinamika Tradisi Patehan di Kraton Yogyakarta
Tradisi ini mulai dikenal sejak
Dengan peralatan khusus
Tradisi Patehan mengalami perubahan di era Sultan Hamengku Buwono IX. Hal
ini terkait dengan jabatan kenegaraan yang disandang oleh beliau. Ketugasan
sebagai menteri Negara maupun wakil presiden membuat mobilitas beliau tinggi
dan sebagian besar waktunya dihabiskan di Jakarta. Sejak masa ini, terjadi sedikit
perubahan dalam tradisi Patehan menjadi seperti yang kita kenal sejak saat ini.
Penyajian teh tetap dilakukan setiap hari, pada pukul 6 pagi dan 11 siang. Namun,
minuman dibawa dan diletakkan di Gedhong Prabayeksa. Minuman didiamkan
sampai dilorot untuk diganti pada jadwal penyajian minum berikutnya
(Wawancara dengan Nyi KRT. Hamongtedjo, 3 Agustus 2019).

BAB 3 Patehan Dulu Hingga Kini : Sebuah Penutup


Sejak didirikan pada tahun 1756, Kota Yogyakarta terus mengalami perkembangan.
Kota initelah menjadi tempat berbagai golongan masyarakat berinteraksi dalam
KY

kehidupan sehari-hari (Abdurrachman Surjomihardjo, 2008: 1). Selama ratusan tahun Kota
Yogyakarta berdiri, nyatanya banyak peninggalan tradisi yang masih terus lestari. Istilah
patehan masih menjadi hal yang akrab di telinga masyarakat. Didukung pula dengan
toponimi kampung yang mengabadi nama Patehan hingga saat ini. Sebuah refleksi akan
kajian mengenai living tradition akan tersaji pada Bab 3 ini. Hal yang penting setelah
adanya penelitian dan penulisan ini adalah pewarisannya kepada generasi setelah kita.
Penulisan sejarah lokal ini diharapkan dapat merangkum living tradition dari frasa
“Patehan” yang dikenal baik oleh masyarakat. Selain itu, bab ini juga mencoba untuk
merangkum ingatan serta tutur masyarakat berkaitan dengan perjalanan dan dinamika
Patehan sebagai sebuah kampung di kawasan Jeron Beteng.
A. Patehan sebegai Tradisi di Masa Kini
Patehan sebagai tradisi di masa kini menarik minat banyak wisatawan yang
mengunjungi Kraton Yogyakarta. Prosesi membawa ladosan the dianggap unik
dan menarik. Prosesi ini juga menjadi bukti keberadaan living tradition yang
senantiasa dilaksanakan dalam lingkup Kraton Yogyakarta.
B. Kampung Abdi Dalem di Masa Modern
Apabila ditilik dari toponiminya, Patehan dulunya merupakan kampung profesi
khusus abdi dalem. Kampung ini berdiri bersamaan dengan keberadaan Kraton
Yogyakarta. Patehan kini tidak lagi menjadi kampung khusus profesi abdi dalem.
Kampung ini menjelma menjadi kampung yang terbuka. Warga yang bermukim
bukan hanya penduduk asli, tetapi juga pendatang. Perubahan kependudukan ini
dimungkinkan terjadi pada masa Yogyakarta sebagai Ibu kota Republik. Arus
perpindahan penduduk dari Jakarta menuju pusat pemerintahan membuat
kawasan Jeron Benteng dibuka untuk umum.

RENCANA DAFTAR NARASUMBER

1. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Danukusumo, Penghageng Kalih Purayakara,


beliau memegang kendali bagian Patehan, Siliran, Bekakas dan Kursi.
2. Nyi Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Hamong Tedjonegoro, Pengageng Kalih
Keparak Para Gusti
3. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) H. Jatiningrat, Pengageng Tepas Dwarapura
4. Mas Lurah Reso Sumitro, abdi dalem Patehan.
5. Mas Riyo Reso Dinomo, abdi dalem Patehan.
6. Sejarawan yang mengkaji tata kota Yogyakarta.
7. Masyarakat Kampung Patehan.

BIBLIOGRAFI

Kawedanan Hageng Punakawan Purayarkara. 2011. Tata Rakit lan Tata Lampah Organisasi
Peprintahan Kawedanan Hageng Punokawan Purayarkara lan Tata Lampahipun Para Abdi
Dalem Reh Purayarkara.
KY

Buku:

Abdurrachman Surjomihardjo. 2008. Kota Yogyakarta Tempo Doeloe Sejarah Sosial 1880-1930.
Depok: Komunitas Bambu.
Handinoto. 2015. Perkembangan Kota di Jawa Abad XVIII sampai Pertengahan Abad XX.
Yogyakarta: Ombak.
Kuntowijoyo
M.C. Ricklefs. 2002. Yogyakarta di bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 Sejarah Pembagian
Jawa. Yogyakarta: Mata Bangsa.
Murdijati Gardjito, dkk. 2017. Kuliner Yogyakarta Pantas Dikenal Sepanjang Masa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Pamela Brooks. 2011.
Retno Indrati, Murdijati Gardjito. 2013. Pendidikan Konsumsi Pangan: Aspek Pengolahan dan
Keamanan Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Santhi H. Serad. 2015. Leaf it to Tea Exploring the Fascinating Culture of Teas and Herbal
Infusions in Indonesia. Jakarta: Afterhours Book.
Tim Pengkaji. 2007. Toponim Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni, dan
Budaya Kota Yogyakarta.
Tim Penulis. 1996. Tradisi Makan dan Minum di Lingkungan Kraton Yogyakarta. Yogyakarta:
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan
Nilai-nilai Budaya DIY.
Tim Penulis. 2018. Menggali Mutiara Keistimewaan Yogyakarta Perspektif Sejarah dan Budaya.
Yogyakarta: Dinas Kebudayaan DIY.

Jurnal:

Baha’Uddin, Dwi Ratna Nurhajarini. 2018. Mangkubumi Sang Arsitek Kota Yogyakarta
dalam Patrawidya Vol 19 No. 1 hlm 72-95.

4. Jadwal Rencana Kerja atau rancangan tahapan penyelesaian penulisan karya yang akan
disertakan Kompetisi (Juli - Oktober 2020).

Bulan
KEGIATAN Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A. Koordinasi
- Koordinasi dan
Konsultasi
B. Pengumpulan Data
- Pengumpulan Data
C. Penulisan Buku
- Penulisan Buku
- Penyuntingan Buku
D. Uji Petik
- Focus Group
Discussion (FGD)
KY

E. Pencetakan Buku
- Penyuntingan
- Cetak Buku

Yogyakarta, 18 Juni 2020

(Rosita Nur Anarti, S.Pd.)

Anda mungkin juga menyukai