Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SEJARAH LOKAL SALATIGA

(Diajukan untuk mengikuti lomba menulis Sejarah Lokal Salatiga 2021)

‘HISTORISCHE DIVERSITEIT’

KEBERAGAMAN SEJARAH SALATIGA

Guru pembimbing :

1. Ibu Jumiati, S.Pd.

2. Ibu Magdalena Mien Soewadji, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH

Nathanael Jason Nababan

SMA KRISTEN SATYA WACANA (LABORATORIUM UKSW)

SALATIGA TAHUN 2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

a. Identitas Siswa

Nama : Nathanael Jason Nababan

Kelas : X MIPA 2

Kontak Siswa : 087705049796

Jenis Kelamin : Pria

Sekolah : SMA Kristen Satyawacana Salatiga

b. Identitas Guru Pembimbing

Nama /kontak : 1. Ibu Jumiati S.Pd. / 085747006594

2. Ibu Magdalena Y. Soewadji,


S.Pd.
,M.P
d.

/088806831020

c. Tentang Sekolah

Alamat : Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Jawa

Tengah

Telepon : (0298) 323652

Salatiga, 15 Februari 2021

Kepala sekolah

(Bambang Irawan,S.Pd.)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diizinkannya saya menyelesaikan
karya tulis ‘HISTORISCHE DIVERSITEIT’KEBERAGAMAN SEJARAH SALATIGA’ Semoga dengan
ditulisnya karya ini dapat membantu dalam kehidupan kita. Saya juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar besarnya atas semua orang yang sudah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini, semoga
berkat yang daripada Tuhan datang dan memberkati kita semua.

Makalah ini dalam rangka mengikuti lomba makalah sejarah salatiga dan semoga dalam
pelaksanaannya acara dpat berlangsung dengan baik, tentram, dan damai. Makalah ini juga bertujuan untuk
mengajak dan meningkatkan minat atas sejarah di Salatiga serta meningkatkan toleransi dan gotong royong
antar masyarakat.

Bagi setiap orang yang sudah membantu saya dalam makalah ini, membimbing dan memberi
saran terhadap kekurangan makalah ini. Setiap orang yang sudah menyemangati saya dalam menuliskan
makalah ini say ucapkan terimakasih. Dalam penulisan makalah ini juga tidak lepas dari bimbingan guru
sejarah yang membantu saya saat mencari inspirasi dan referensi.Bagi setiap orang yang saya wawancarai
saya juga mengucapkan terima kasih Tuhan memberkati.

Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat saya harapkan. Saya juga meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan atau
perilaku saya yang kurang baik.

Selanjutnya saya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

iii
DAFTAR ISI

JUDUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2. Rumusan masalah

3. Uraian Singkat

4. Tujuan

5. Manfaat

6. Metode Penelitian

BAB II RAGAM PENINGGALAN DAN SEJARAH SINGKAT KOTA SALATIGA

1. Peninggalan Zaman Pengaruh Hindu

2. Peninggalan Zaman Pengaruh Islam

3. Peninggalan Zaman Pengaruh Budaya Tionghoa

4. Peninggalan Zaman Pengaruh Budaya Barat

5. Sejarah Sing

BAB III PEMBAHASAN

1. Perbedaan Gaya Peninggalan Barat, Hindu, Islam , danTionghoa

2. Sajian Data dan Pembahasan

BAB IV KESIMPULAN

1. Kesimpulan

2. Pelestarian Sejarah

DAFTAR PUSAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

“Bhinneka Tunggal Ika”

Semboyan ini merupakan semboyan bangsa Indonesia dan bahkan tertuang pada lambang negara

yakni Garuda Pancasila. Kata tersebut memiliki arti,“Berbeda beda tetapi tetap satu jua”. Semboyan ini

sendiri berasal dari Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada masa Kerajaan Majapahit. Kita

patut bersyukur karena keberagaman yang dapat ditemukan di Indonesia dan terutama di Salatiga. Kita

dapat melihat arti dari berbeda tetapi tetap satu yang tercermin jelas di Kota Salatiga, kota ini memiliki

beragam peninggalan dari berbagai macam ras dan golongan, serta memiliki sejarah dan cerita yang

menarik dibaliknya.

Kota Salatiga merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki cerita sejarah yang menarik

dan beragam untuk dibahas. Dari asal-usul kota Salatiga hingga sejarah dan peninggalan -

peninggalannya sangat menyenangkan dan menarik untuk dibahas. Namun sayang sekali walaupun

banyak tempat bersejarah serta peninggalan peninggalannya, masyarakat masih belum mengerti atau

bahkan tidak tahu tentang kejadian sejarah yang ada di baliknya. Bahkan tidak sedikit tempat yang

memiliki nilai sejarah, namun kurang diketahui oleh masyarakat dan tidak sedikit juga peninggalan yang

ada di Salatiga dihancurkan atau diganti dengan bangunan lain.

“KOTA SALATIGA HATI BERIMAN” semboyan Kota Salatiga yang ditetapkan dalam Perda

Kodya Tingkat II Salatiga Nomor 10 Tahun 1993 tentang Penetepan Semboyan Kota Salatiga Hati Beriman.

Dengan menghargai sejarah, sebuah kota akan mampu melestarikan peninggalan dan

mewujudkan kota yang humanis. Kota Salatiga memiliki usia yang relatif tua yaitu 1271 dan akan

menjadi 1272 pada 20 Juli 2021 sehingga tidak mengejutkan bahwa Salatiga memiliki banyak

1
peninggalan sejarah serta tepat untuk dijadikan objek wisata sejarah di Jawa Tengah. Berdasarkan

informasi yang saya baca di Kota Salatiga memiliki sekitar 180-an benda dan bangunan kuno yang masuk

dalam Cagar Budaya, dan sebanyak 40 an dari mereka dinyatakan hilang kebanyakan merupakan

bangunan gaya Belanda yang diganti dengan bangunan baru. Selain itu banyak rumah serta bangunan-

bangunan yang dimiliki oleh masyarakat di rubuhkan atau bahkan ditinggal dan terbengkalai.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang didapat sesuai dengan latar belakang yang dijelaskan adalah:

1. Menjelaskan dan menceritakan tentang sejarah dibalik beragam peninggalan yang terdapat di

Kota Salatiga.

2. Menjelaskan tentang pentingnya peninggalan sejarah dan pelestariannya.

3. Menjelaskan Keberagaman Sejarah dan pentingnya menjaga toleransi

1.3 Uraian Singkat

Kesadaran masyarakat akan sejarah Salatiga serat peninggalan peninggalannya saat ini masih

kurang. Dalam karya tulis ini menjelaskan tentang sejarah dan cerita yang ada dibalik banyaknya

peninggalan di Salatiga serta kebhinekaan peninggalan dan sejarah yang ada di Salatiga dan juga apa

yang terjadi dengan bangunan bangunan, tugu , serta peninggalan lainnya yang terletak di Kota Salatiga.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penulisan karya tulis sejarah ini adalah untuk menjelaskan dan menguraikan kejadian

sejarah di masa lalu yang berhubungan dengan peninggalan peninggalan. Tujuan lain dari kerya tulis ini

adalah meningkatkan minat akan sejarah dan menyadarkan masyarakat menjaga peninggalan dan

bangunan yang memiliki nilai sejarah serta menjaga kesatuan dan gotong royong antar masyarakat di

kota Salatiga.

1.5 Manfaat

● Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai peninggalan bersejarah di Kota Salatiga.

● Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara peninggalan peninggalan

bersejarah

2
● Meningkatkan minat, dalam mempelajari sejarah terutama tentang Kota Salatiga.

● Meningkatkan toleransi antar masyarakat apalagi dengan ditemukannya berbagai peninggalan.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode historis. Metode penelitian historis sendiri merupakan

metode penelitian yang meliputi pengumpulan data dan penafsiran gejala peristiwa yang timbul dimasa lalu

yang menggambarkan secara kritis seluruh kebenaran kejadian atau fakta untuk membantu mengetahui apa

yang harus dikerjakan dimasa datang. Metode historis ini menghumpulkan data dari bacaan litertur, studi

dokumentasi, artikel, buku, serta bacaan lainnya yang dapat mendukung dalam penelitian.

Metode penelitian juga menggunakan penelitian korelasional ,  adalah penelitian dengan tujuan untuk

mendeteksi tingkat kaitan variasi-variasi yang ada dalam suatu faktor dengan variasi-variasi dalam faktor yang

lain dengan berdasarkan pada koefisien korelasi.

Metode penelitian menggunakan metode studi kasus, studi kasus merupakan Berbagai metode

pengumpulan dan analisis data digunakan tetapi ini biasanya mencakup observasi dan wawancara dan

mungkin melibatkan konsultasi dengan orang lain. Metode ini memiliki fokus yang sangat sempit yang

menghasilkan data deskriptif terperinci yang unik untuk kasus yang dipelajari.

Saya menulis karya ini dengan menggunakan ketiga metidui tersebut dan dengan meyusuri jalan jalan

di Kota Salatiga serta datang dan mengunjungi tempat tempat bersejarah di Kota Salatiga.

3
BAB II

RAGAM PENINGGALAN DAN KILAS SEJARAH KOTA SALATIGA

Peninggalan yang dapat ditemukan di Salatiga sangat beragam , dikarenakan usianya yang

mungkin cukup tua. Selain itu Salatiga juga menjadi tempat yang ideal sebagai tempat bersinggah

dikarenakan keadaan alamnya yang nyaman. Peninggalan di Salatiga dapat dibagi menjadi beberapa

peninggalan diantaranya :

1. Peninggalan pengaruh Hindu seperti arca Dewa Hindu, prasasti.

2. Peninggalan zaman pengaruh Islam berupa bangunan masjid dan makam.

3. Peninggalan pengaruh budaya Tionghoa berupa klenteng dan bangunan bernuansa cina.

4. Peninggalan zaman pengaruh budaya Barat berupa bangunan kantor, rumah tinggal, sekolah,

benteng, hotel, dan tempat ibadah (gereja).

2.1 Peninggalan Zaman Pengaruh Hindu

Pada zaman pengaruh Hindu agama Hindu juga tersebar luas di salatiga, dan peninggalannya ada

terdapat hingga sekarang, peninggalan yang didapat biasanya berupa patung dewa, prasasti dan fragm.

Pada masa itu Salatiga merupakan tanah perdikan, tanah perdikan adalah daerah

milik suatu kerajaaan yang dibebaskan dari pajak dan upeti namun memiliki

kekhususan tertentu dan harus digunakan sesuai dengan kekhususan tersebut, seperti

yang dituliskan pada Prasasti Plumpungan. Prasasti Plumpungan juga menjadi salah

satu peninggalan pada masa Hindu.

2.2 Peninggalan Zaman Pengaruh Islam

Selain peninggalan prasejarah dan hindu di Salatiga juga terdapat peninggalan pada zaman

pengaruh Islam. Kebanyakan peninggalan pada pengaruh Islam berupa

masjid atau kuburan. Ada beberapa masjid peninggalan yang sudah

diketahui sejarahnya, namun ada pula masjid yang kurang diketahui latar

4
belakang sejarahnya dan hanya bersumber dari cerita rakyat setempat. Salah satu contoh peninggalan

pada masa pengaruh Islam adalah masjid tertua dan menjadi cikal bakal penyebaran agama Islam di

Salatiga, Masjid Damarjati.

2.3 Peninggalan Pengaruh Budaya Tionghoa

Keragaman budaya dan peninggalan yang ada di Salatiga tidak hanya itu saja , peninggalan

berbudaya Tionghoa juga banyak ditemukan di Salatiga, apalagi populasi masyarakat etnis Tionghoa

yang tidak sedikit yaitu sekitar 10.514 pada tahun 1990 dan terus bertambah hingga saat ini. Budaya

Tionghoa dapat dilihat jelas saat kita menyusuri Jalan Sukowati yang

merupakan saksi dari perkembangan etnis Tionghoadi Salatiga . Dipengaruhi

oleh waktu dan diskriminasi kaum pribumi yang dilakukan oleh orang Belanda

pada waktu itu, masyarakat Tionghoa merupakan salah satu masyarakat yang

ditaruh di tengah kota sehingga banyak peninggalan peninggalan budaya Tionghoa yang terletak di tengah

kota. Selain itu terdapat rumah serta bangunan bernuansa cina di banyak tempat di Salatiga.

2.4 Peninggalan Zaman Pengaruh Budaya Barat

Peninggalan pada zaman masuknya budaya barat merupakan peninggalan yang paling banyak

ditemukan di Kota Salatiga. Selain karena waktu yang sangat lama, pihak Belanda sendiri juga

memfokuskan pada pembangunan di Kota Salatiga, khususnya sebagai tempat untuk tinggal orang orang

Belanda. Kota Salatiga merupakan salah satu kota yang memiliki peninggalan dari masa kolonial Belanda

terbanyak. Dikarenakan Kota Salatiga dibangun oleh Belanda sebagai pemukiman sehingga tatanan Kota

Salatiga sendiri memiliki jalan yang lebar dan pohon yang tertata rapi di jalan karena kebiasaan orang

Belanda yang lebih memilih jalan kaki dan bersepeda.

Belanda datang ke Salatiga dan hampir kebanyakan dari tempat yang

dipakai dibangun oleh Pemerintah Belanda sendiri.

Tidak hanya Kantor, Tempat pelatihan, dan pemukiman, orang orang

Belanda juga membangun kebanyakan gereja yang ada di Salatiga dan dipakai

5
hingga saat ini. Banyak gereja - gereja di Salatiga yang memiliki bentuk dan style yang mirip seperti

bangunan gereja yang ada di Belanda.

2.5 Sejarah Singkat Kota Salatiga

Dahulu terdapat seorang raja bernama Ki Ageng Pandan Arang. Ia raja yang tidak memedulikan

rakyatnya dan hanya memuaskan dirinya dengan menarik pajak yang berlebihan. Suatu hari datanglah

seorang tukang rumput yang membawa gerobak, ia ditawar rumputnya oleh Ki Ageng Pandanaran namun

menolakny berulang kali sehingga Ki Ageng Pandanaran marah. Akhirnya tukang rumput menampilkan

dirinya berubah menjadi Sunan Kalijaga. Akhirnya Ki Ageng Pandanaran meminta maaf dan bersujud

pada Sunan Klijaga. Akhirnya,Sunan Kalijaga memaafkannya, tetapi dengan syarat Ki Ageng harus

meninggalkan seluruh hartanya dan mengikuti Sunan Kalijaga pergi mengembara. Tak disangka istri Ki Ageng

Pandanaran melanggar , ia membawa harta perhiasan di dalam tongkat yang dibawanya dan mereka didatangi

oleh perampok dan Sunan kalijaga menyuruh mereka mengambil tongkat milik istri Ki Ageng Pandanaran.

Lalu Sunan Kalijaga berkata ,”Aku akan menamakan tempat ini Salatiga karena kalian telah membuat tiga

kesalahan". Pertama, kalian sangat kikir. Kedua kalian sombong. Ketiga kalian telah menyengsarakan rakyat.

Semoga tempat ini menjadi tempat yang baik dan ramai nantinya., dan sesuai prediksinnya salatiga menjadi

kota yang ramai.

Saat masa kolonial belanda pada tahun 1901 Salatiga merupakan satu afdeling dengan Kabupaten

semarang namun setelah 1901 Salatiga lepas dan menjadi afdeling. Afdeling merupakan sebuah tingkat

administrasi yang jika diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda yang jika dibandingkan dengan

sekarang setara dengan kabupaten,secara harfiah afdeling memiliki arti pembagian atau divisi. Selisih 2

tahun kemudian barulah Salatiga menjadi Kota Administratif di bawah asisten residen. Tahun tahun

setelahnya tepatnya pada 1 Juli 1997 Kota Salatiga resmi didirikan oleh pemerintah kolonial sebagai

Staats Gemeente Salatiga. Lalu pada tahun 1926 pangkat Kota Salatiga naik lagi menjadi Gemeente. Gemeente

sendiri secara harfiah memiliki arti pemerintahan dan Staats memiliki arti kota sehingga pada masa itu Salatiga

menjadi kota pemerintahan, jika diartikan ke masa kini Gemeente itu sama dengan “kotamadya”. Maksud

dijadikannya Salatiga sebagai kotamadya sendiri adalah untuk pemukiman bagi para pengusaha dan pemilik

6
kebun yang berada di Kabupaten Semarang. Sehingga para orang yang memiliki jabatan tinggi di perkebunan

bermukim di Salatiga yang sejuk dan bersih. Orang belanda bahkan menjuluki kota Salatiga sebagai “ De

Schoonste stad Van Midden Java” atau kota terbersih dan sejuk di Jawa tengah.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perbedaan gaya peninggalan Barat, Tionghoa, Hindu, dan Islam

Sesuai dengan yang sudah dijelaskan di bab 2, peninggalan dibagi menjadi 4 yaitu Hindu,

Tionghoa, Islam dan Barat dan setiap peninggalan memiliki bentuk dan struktur yang berbeda. Selain itu

peninggalan yang ditemukan di Salatiga kebanyakan merupakan bangunan peninggalan Belanda dan hasil

akulturasi antara budaya lokal dengan budaya Belanda. Tidak hanya karena lama waktu masa

kolonialisme namun dapat dilihat minat orang Belanda yang menyebut Kota Salatiga merupakan kota

terbersih dan dapat dilihat peninggalan bangunan bergaya Belanda di Salatiga yang sangat banyak.

Tidak hanya peninggalan Belanda terdapat peninggalan dengan gaya budaya Tionghoa yang

dapat ditemukan di beberapa tempat di Salatiga. Cirinya adalah bentuk atap yang memiliki pelana atau

jendela rumah yang bernuansa Tionghoa .Biasanya berbentuk kelenteng ataupun bangunan bangunan

yang memiliki nuansa budaya Tionghoa .

Jika dibandingkan dengan peninggalan Belanda dan budaya Tionghoa peninggalan peninggalan

pada masa pengaruh Hindu lebih bervariasi dan bentuknya tidak berupa tempat dan bangunan namun juga

terdapat prasasti serta arca-arca. Tidak hanya itu ada terdapat sendang atau kolam yang bahkan masih

digunakan hingga saat ini. Jika dibandingkan dengan peninggalan gaya lainnya peninggalan bergaya

Hindu sudah tidak terlalu banyak tersisa karena waktunya yang sudah sangat lampau.

Selain Barat, Tionghoa, dan Hindu ada terdapat peninggalan Islam. Peninggalan Islam di Kota

Salatiga banyak berupa masjid dan kuburan. Seperti peninggalan Hindu peninggalan Islam tidak terlalu

banyak di Salatiga karena keberadaan Islam di masa lalu Kota Salatiga tidak terlalu banyak. Bahkan

7
masjid pertama yang didirikan di Salatiga baru didirikan Setelah pemerintahan Belanda masuk ke

Salatiga, namun perkembangan agama Islam juga sangat pesat di salatiga.

Dari banyaknya peninggalan kita harus bangga akan keberagaman dan toleransi yang ada di Kota

Salatiga dan memeliharanya. Karena semakin beragam kebudayaan seharusnya kita juga semakin kuat

dan bukannya membeda bedakan, namun saling toleransi dan bersatu membentuk Kota Salatiga.

3.2 Sajian Data dan Pembahasan

Peninggalan peninggalan terdapat di seluruh kecamatan di Salatiga dan sebagian besar di bagian

Jalan Diponegoro dari Kota Salatiga. Namun hanya akan dibahas beberapa banguna yang mencerminkan

masing masing kebudayaaan, dan menjadi simbol dari toleransi budaya dan agama di Kota Salatiga.

3.2.1 Peninggalan Pada Zaman Hindu

Prasasti Plumpungan

Peninggalan yang akan dibahas merupakan peninggalan kerajaan Mataram hindu yang terletak di

Jalan Patimura nomor 35, Salatiga. Peninggalan ini merupakan Prasasti Plumpungan atau Prasasti

Hampra yang menjadi cikal bakal dari terbentuknya daerah perdika Kota Salatiga.

Prasasti Plumpungan merupakan prasasti yang ditemukan di

Desa Dukuh, Plumpungan, Kauman Kdiul Kecamatan Sidorejo

Salatiga. Prasasti ini ditulis diatas batu andesit berukuran 170 cm dan

lebar 160 cm menggunakan bahasa sansekerta dan bahasa jawa lama ,

dan ditatah menjorok keluar dan kedalam pada setiap tulisannya.

Sekarang, prasasti ini dalam bentuk yang baik dan masih

terjaga, selain itu Pemerintah Kota Salatiga juga sudah mengambil

langkah dengan membuat bangunan yang melindungi prasasti ini dan

8
menjaganya. Didekat bangunan Prasasti Plumpungan juga terdapat peninggalan peninggalan lain yang

ditemukan di seluruh pejuru Kota Salatiga

Sejarah dari Prasasti Plumpungan merupakan salah satu dari peninggalam Mataram Kuno

(Hindu), Wangsa Sailendra, dan kejadian ini terjadi pada masa kepemimpinan Bhanu 752 -775M (masih

dicari tahu kebenarannya). Sebelum kita membahas tentang Prasasti Plumpungan sendiri kita perlu

kembali mengenal Wangsa Sailendra dan juga Bhanu yang merupakan penulis dari Prasasti Plumpungan

tersebut. Wangsa Sailendra merupakan dinasti raja raja yang merupakan turunan dari Kerajaan Sriwijaya.

Sebagian besar dari peninggalan Wangsa Sailendra ini terletak di Jawa Tengah, termasuk Candi

Prambanan, Candi Borobudur, dan Candi Kalasan merupakan peninggalan dari kerajaan yang berada

dibawah Wangsa Sailendra. Wangsa Sailendra ini merupakan wangsa yang bersaing dengan Wangsa

Sanjaya yang merupakan penganut agama Hindu yang menyembah Dewa Siwa. Namun mengenai

persaingan kedua wangsa tidak diketahui secara pasti. Menurut beberapa ahli sejarah dulu Wangsa

Sanjaya yang merupakan bagian dari Wangsa Sailendra, ini merupakan alasan mengapa peninggalan

Wangsa Sailendra banyak berupa peninggalan Agama Hindu (temasuk Prasasti Plumpungan) padahal

Wangsa Sailendra merupakan penganut agama Buddha beraliran Mahayana. Namun ada juga yang

menolak dan berpendapat bahwa Wangsa Sanjaya tidak pernah ada melainkan pada zaman dulu Wangsa

Sailendra juga menganut agama Hindu namun setelah itu berganti menganut agama Buddha.

Asal usul dari Wangsa Sailendra sendiri juga masih diperdebatkan, ada beberapa teori yang

timbul untuk menjelaskan Wangsa Sailendra, yaitu teori funan, teori india, dan teori nusantara. Teori

tentang keruntuhan Wangsa Sailendra sendiri juga masih diperdebatkan, namun banyak sejarawan seperti

Dr. Bosch dan Munoz mempercayai bahwa Wangsa Sailendra terusir terhadap perkembangan Wangsa

Sanjaya. Dimulai dari perekonomian yang kian memburuk serta perbedaan kepercayaan, akhirnya

tejadilah perpecahan dan penyerangan sehingga Wangsa Sailendra berakhir terusir ke Sumatera

sedangkan Wangsa Sanjaya berkuasa. Terusirnya Wangsa Sailendra ke Sumatera juga merupakan akhir

dari pemerintahan Sailendra, Sailendra sendiri berkuasa sejak 650 M hingga 850 M.

9
Bhanu sendiri merupakan seorang pemimpin dari Wangsa Sailendra, namun ia bukan merupakan

raja melainkan salah satu petinggi, dibuktikan dengan penulisan Prasasti Plumpungan yang tidak

menyebut Bhanu sebagai raja. Ia merupakan seorang pemimpin yang menulis Prasasti Plumpungan, ia

memberikan daerah perdikan bagi

wilayah Trigram yama yang meliputi

daerah Plumpungan, Padakan (sekarang

daerah Kabupaten Semarang, Sugihan

(Seruen). Daerah Perdikan merupakan

daerah yang dibebaskan dari pajak karena adanya kekhususan tertentu. Bhanu tidak ditulis sebagai raja

namun mungkin menjabat sebagai pejabat dan berada dibawah Pemerintahan Sanjaya yang merupakan

raja kerajaan Medang pada Masa itu. Tidak ada yang mengerti lama pemerintahan Bhanu, ada teori

populer yang menyebut bahwaBhanu sendiri menjabat sebagai pemimpin pada tahun 752-775 M. Namun

alasan tersebut tidak cukup kuat dikarenakan anggapan tersebut merupakan anggapan bahwa Bhanu

memerintah mulai setelah penulisan Plumpungan, tidak ada yang tahu sebelumya, selain itu Maharaja

Wisnu yang dipercaya sebagai penerus dari kepemerintahan Bhanu, namun juga tidak ada bukti yang

pasti bahwa Maharaja Wisnu merupakan penerus dari Bhanu.

Prasasti Plumpungan merupakan prasasti yang ditulis pada tahun 752 M dan penulisnya

merupakan Bhanu, bukti tersebut dapat dilihat dari isi tulisan dari Prasasti Plumpungan. Prasasti

Plumpungan sendiri berisi:

 //Srir = astu swasti prajabyah sakakalatita 672/4/31/ (Semoga bahagia  ! Selamatlah rakyat sekalian  !

Tahun Saka telah berjalan 672/4/31 (24 Juli 760 M) pada hari Jumat

 Jnaddyaham //O// (tengah hari)

 //dharmmartham ksetradanam yad = udayajananam yo dadatisabhaktya (Dari dia, demi agama untuk

kebaktian kepada yang Maha Tinggi, telah menganugerahkan sebidang tanah atau taman, agar

memberikan kebahagiaan kepada mereka)

10
 hampragramam triaramyamahitam = anumatam siddhadewyasca tasyah (yaitu Desa Hampra yang

terletak di wilayah Trigramyama dengan persetujuan dari Siddhdewi (Sang Dewi yang Sempurna atau

Mendiang) berupa daerah bebas pajak atau perdikan)

 kosamragrawalekhaksarawidhiwidhitam prantasimawidhanam (ditetapkan dengan tulisan aksara atau

prasasti yang ditulis menggunakan ujung mempelam)

 tasyaitad = bhanunamno bhuwi bhatu yaso jiwitamcatwa nityam (dari dia yang bernama Bhanu. (Dan

mereka) dengan bangunan suci atau candi ini. Selalu menemukan hidup abadi)

Intisari dari tulisan pada Prasasti Plumpungan ini merupakan dimerdekakannya daerah

Trigramyama menjadi daerah perdikan atau bebas pajak. “Dulu banyak juga para anggota kerajaan

yang menyukai daerah Salatiga ini, Salatiga dijadikan tempat peristirahatan saat pergi dari daerah

yang jauh, karena kesejukan dari Kota Salatiga. Sehingga akhirnya Salatiga dikhususkan menjadi

daerah perdikan oleh para pemerintah kerajaan pada zaman itu”, ucap Pak Suwarno.

Di gedung yang ada di dekat Prasasti Plumpungan yang merupakan Museum Saltiga tersimpan

pecahan pecahan batu yang ditemukan di sekitar Salatiga. Ada terdapat yoni serta arca arca dewa

yang ditempatkan di sana. “ Dewa yang terdapat di arca say juga tidak terlalu

pasti, namun jika pecahan ini disusun akan membentuk candi hindu seperti

Candi Prambanan, juga dapat dipastikan bahwa dulu di Salatiga ada candi,

dengan bukti puncak candi yang ditaruh didepan museum. Selain itu terdapat

yoni yang tidak bersama lingga. Yoni memang jarang

ditemukan bersama lingga namun perlambangan dari

lingga yoni sendiri merupakan lambang kesuburan yang berarti laki laki yang

bersatu dengan wanita dan menghasilkan benih kesuburan. Biasanya lingga yoni

ditaruh di dekat persawahan. Ada 2 yoni disini 1 ditemukan di Turusan dan 1 di

daerah Brigjend Sudiarto.

Batik Plumpungan juga terinspirasi dari Prasasti Plumpungan. Terispirasi dari bentuk batu besar

dan kecil yang ada di Prasasti Plumpungan, batik ini memiliki komponen batu besar dan kecil

11
membentuk lonjong yang menjadi satu kesatuan. Seiring berkembangnya jaman, batik ini

berkembang dan menjadi seragam PNS di Salatiga, batik ini juga sekarang memiliki berbagai motif.

Kota toleransi Salatiga ternyata sudah dimulai sejak zaman pengaruh Hindu dan Buddha.

Berjalannya pemerintahan yang sejalan walaupun terdapat perbedaan merupakan kekhususan

tersendiri yang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita di Salatiga. Tidaklah mudah untuk

menjalankan pemerintahan dengan baik walaupun ada 2 agama yang berbeda , bahkan Salatiga

merupakan kota pertama yang walaupun terdapat 2 kepercayaan yang saling bertentangan,

pemerintahan tetap berjalan lancar serta asri di Kota Salatiga. “Iya memang sejak dulu nenek moyang

kita di Kota Salatiga memiliki toleransi beragama yang tinggi.” Ungkap Pak Suwarno selaku penjaga

dari peninggalan Prasasti Plumpungan. Toleransi itu penting, bahkan sejak zaman dulu itu sudah

dijunjung, jadi mari kita jaga toleransi yang ada di Salatiga.

3.2.2 Peninggalan Pada Zaman Pengaruh Budaya Tionghoa

Istana Kwik Djoen Eng , Rumah Khalwat Roncalli

Bangunan megah nan indah yang terdapat di Toentangscheweg

atau sekarang disebut Jalan Diponegoro Salatiga merupakan Rumah

Khalwat Roncalli. Sebelum menjadi rumah khalwat, itu merupakan

Istana Kwik Djoen Eng yang merupakan konglomerat pada zaman

kolonial Belanda. Terletak di Jalan Diponegoro 90 Salatiga, Istana ini sudah dilakukan pemugaran

sehingga tidak terlalu terlihat bentuk asli dari bangunan ini, namun dulu ini merupakan bangunan yang

dibangun dengan arsitektur Cina.

Walaupun sudah dilakukan pemugaran, ciri bangunan berarsitektur

Tionghoa ini masih dipertahankan, khusunya

ruang makan dan rekreasi. Lantai, lukisan kaca,

jendela-jendela dan batu marmer masih

12
dipertahankan , sehingga nuansa dari bangunan bercorak Tionghoa itu masih terasa. Tiang taman yang

tinggi dan sangat menunjukan bahwa itu merupakan bangunan Tionghoa dengan cat yang bewarna merah

dan emas.

Di arsip sejarah dan cerita pengurus Rumah Khalwat tersebut, Kwik Djoen Eng

sendiri merupakan seorang pebisnis yang bergerak di bidang impor dan ekspor hasil

bumi, N.V Kwik Hoo Tong Handel Maatschappij. Ia bahkan memiliki cabang di dalam

dan luar Indonesia serta merupakan salah satu firma terbesar di Hindia Belanda.

Gedung tersebut mulai dibangun pada tahun 1912 dan diperuntukan

keluarganya yang ada di Salatiga, dibangun di lahan yang

dimilikinya sebesar 12 Ha dan dahulu terdapat kolam, kebun, gedung, hingga lapangan

tenis, terdpat tiang tiang pergola ditaman yang berwarna merah dan emas menunjukan

keberuntungan dan kesucian, di ujung tiang pergola terdapat logo yang menggambarkan

nama Kwik Djoen Eng. Selain itu semua juga terdapat gazebo dengan nuansa Tionghoa yang dibangun untuk

tempat beristirahat setelah bermain tenis. Gedung itu selesai dibangun 13 tahun kemudia yakni tahun 1925, dan

memakan total biaya pembangunan 3 juta gulden

Sejarah antara tahun 1925-1940 kurang diketahui tentang bangunan ini namun, akibat krisis eknomi

Kwik Djoen Eng bangkrut, sehingga ‘istana’ tersebut disita oleh De Javasche Bank (sekarang BI). Setelah

disita gedung tersebut kosong dan tak berpenghuni. Di katakan bahwa Kwik Djoen Eng sendiri dikatakan

meninggal saat ke tanah leluhur dan keluarganya berpencar, namun itu hanya asumsi dan tidak ada kepastian

mengenai kelanjutan dari keluarganya.

Mei 1940 bangunan, tanah, dan seluruh kompleks milik Djoen Eng tersebut dipinjam oleh Gubernur

Hindia Belanda dan digunakan sebagai kamp tawanan, lalu saat Jepang datang pada tahun 1942 gedung

tersebut menjadi kamp interniran bangsa Belanda, ada sekitar 170 orang. Selanjutnya setelah kemerdekaan

pada tahun 1945 gedung tersebut beberapa lama menjadi markas polisi tentara indonesia dan dijadikan tangsi

tentara Belanda pada tahun 1946 hingga 1949.

Pada bulan April 1940 FIC atau  Fratrum Imaculatae Conceptionis mendesak keuskupan semarang

untuk membeli gedung tersebut dengan harga rendah di Javasche Bank, walaupun belum tahu akan

13
digunakan sebagai tempat apa. Bangunan tersebut sudah dibeli oleh FIC namun baruditempati oleh FIC

pada tahun 1949 karena gedung dipinjam dan dipakai oleh pemerintah. Bagian depan gedung dipakai

sebagai tempat menetap para bruder dan bagian belakang dipakai sebagai SMP hingga tahun 1974.

Bagian utama dari gedung tersebut dijadikan asrama untuk anak sekolah SMP, walaupun struktur dari

bangunan itu memang tidak cocok untuk sekolah. Keadaannya yang menyedihkan menyebabkan gedung

itu tidak cocok menjadi bangunan SMP baru pada tahun 1968 Institut Roncalli lahir dan pipmpinan FIC

menyediakan gedung tersebut untuk Institut Roncalli serta melakukan renovasi agar lebih nampak sesuai

dengan Institut Roncalli.

Bangunan yang semula megah dan serba mewah di renovasi menjadi lebih praktis dan terlihat

sebagai bangunan institut. Menara- menara dan kubahnya dibongkar, dan lantai kedua menjadi kamar

kursus shingga kompleks tersebut menjadi lebih praktis dan tidak terlalu mewah namun dengan tetap

mempertahankan bentuk aslinya. Renovasi tersebut dilakukan pada tahun 1975 dan selesai pada tahun

1990, serta pada thaun 1983 dibangun rumah doa. Tanah yang awalnya 12 ha sekarang hanya 3,5 ha, pada

1975 dibangunlah gedung SMP Pangufi Lugur pada bagian selatan kompleks, dan pada tahun 1976 6 ha

tanah diluar pagar diambil alih oleh pemerintah dan dijadikan jalan serta infrastruktur lain. Sebagian

kebun kopi dibanugn bangunan – bangunan seperti gedung postulat, gedung Grave, dan pada tahun 1995

dibanugn gedung untuk FIC.

Pada awal kehadiran Institut Roncalli sejumlah biarawan dan biarawati

dikumpulkan di gedung FIC untuk berembuk ,menggali akar dari semangat Konsili

Vatikan 2 dan akhirnya nama Institut Roncalli pun diambil sebagai nama institut

tersebut pada tahun 1968. Roncalli diambil dari nama keluarga Alm. Paus Yohanes

XXIII, yang nama aslinya Angelo Guiseppe Roncalli yaitu tokoh dalam gerakan

Konsili Vatikan 2. Pendapat institut Roncalli dikemukakan oleh Br.Joachim dan

Br. Carlo Hillenaar pada tahun 1968. Nama Institut Roncali digantu menjadi Rumah Khalwat Roncalli

pada Juli 2009 karena urusan pajak. Hingga sekarang Rumah Khalwat Roncali orang yang pernah

mengikuti program Rumah Khalwat Roncalli ada lebih dari 11.085 orang.

14
3.2.3 Peninggalan Pada Zaman Pengaruh Budaya Islam

Masjid Damarjati

Masjid pertama dan tertua di kota Salatiga ini merupakan masjid yang

terletak di Jalan Damarjati tepatnya di Dukuh, Krajan RT 02 RW 05 Salatiga.

Keadaan masjid sudah terlihat sangat berbeda karena sudah berusia lebih dari

180 tahun. Hingga sekarang sudah dilakukan 2 kali pemugaran. Yang pertama

kali dilakukan pada tahun 1987 dan yang kedua pada tahun 2007 lalu. Dikutip

dari laman Tribunnews, Wijayanto, “Masjid Damarjati, Berdiri Sejak 1826 dan Jadi Cikal Bakal Penyebaran

Islam di Kota Salatiga”jateng.tribunnews.com 10/5/2019, 20/2/2021 Masjid Damarjati ini sudah dirombak dan

bentuk aslinya sudah tidak terlihat lagi, dan peninggalan yang tersisa hanyalah tinggal kayu kerangka

bedugnya.

Masjid ini dibangun setahun setelah dimulainya Perang Diponegoro, yakni tahun 1826 oleh Kyai

Ronosetiko dan dibantu oleh Kyai Damarjati. Tidak banyak cerita yang tertulis mengenai masjid ini namun

dari tutr kata masyarakat setempat masjid ini dibangun agar dapat mengalahkan Belanda sekaligus menybarkan

agama Islam di Salatiga. Perang Diponegoro sendiri merupakan perang yang terjadi di Pulau Jawa dan

berlangsung dari tahun 1825 hingga 1830. Bermula dari Belanda yang membangun jalan diatas makan orantua

Pangeran Diponegoro, Ia pun akhirnya menyatakan perang walaupun akhirnya tertangkap oleh pihak Belanda.

Perang ini juga merupakan perang yang paling banyak memakan biaya, hampir 20 juta gulden. Bersumber dari

laman desrano.blogspot.com,” konversi-nilai-mata-uang-zaman”, nilai 1

gulden di masa itu adalah 480 duiten dan 1 gulden jika dikonversikan ke

masa kini mencapai 74.500 rupiah, sehingga dana yang dibutuhkan pada

Perang Diponegoro adalah sekitar 149 miliar Rupiah. Masjid Damarjati

sendiri merupakan masjid yang dibangun oleh salah satu laskar

Diponegoro yaitu Kyai Ronosetiko. Tertulis pada batu yang terdapat di

masjid “didirikan pada tahun 1826 M oleh Kyai Ronosetiko dibantu Kyai

Damarjati”. Kedua orang tersebut merupakan laskar Pangeran

15
diponegoro yang ditugaskan ke Salatiga untuk menjadi mata mata. Kyai Damarjati atau dulu bernama Kyai

Sirojudin dan Kyai Ronosetiko mendirikan kampung Krajan dan Babat alas agar tidak dicurigai sebagai mata –

mata.

Ia mendirikan langgar atau seperti mushola mengingat dirinya yang merupakan ulama dan digunakan

sebagai tempat ibadah dan tempat multi fungsi, bisa dijadikan tempat untuk melakukan segala aktivitas

termasuk merencanakan strategi untuk penyerangan. Kyai Sirojudin mengubah namanya menjadi Kyai

Damarjati dikarenakan dirinya dan Kyai Ronosetiko merupakan buruan para tentara Belanda. Langgar itu

dibangunnya di lahan seluas 6 x 6 meter dan setelahnya dibangun menjadi masjid. Sejak saat itu penyebaran

agama Islam berkembang pesat di Salatiga. Kyai Ronosetiko sahabat Kyai Damarjati sendiri juga mendirikan

masjid yakni masjid Al-atiiq yang terletak di Jalan Osamaliki Salatiga.

Kembali ke Masjid Damarjati, masjid ini sudah tidak berbentuk seperti bentuk aslinya, masjid ini

sudah dilakukan pemugaran 2 kali hingga menjadi seperti sekarang. Bedug merupakan satu satunya benda

yang masih menjadi peninggalan hingga sekarang, itupun kulitnya tambunnya sudah diganti jadi hanya rangka

kayunya yang masih digunakan hingga sekarang. Karena bentuk asli dari masjid ini kurang terlihat sehingga

masjid ini juga tidak terdaftar di BCB. Bangunan tersebut tetap memiliki sejarah yang menjadi peninggalan

non fisik yang kita turunkan dan kita pelajari. Peninggalan tidak hanya berupa benda fisik namun juga cerita

sejarah harus kita hargai dan lestarikan, selain sebagai bentuk penghormatan dengan mempelajari kesalahan

yang ada di masa lalu dapat mengurangi kesalahan yang terjadi di masa kini dan masa depan.

Makam Kyai Sirojudin

M a k a m i n i t e r

untuk memperbaiki dan memperelok Makam Kyai Damarjati ini.

Tanggal wafatnya Kyai Sirojudin atau Damarjati sendiri masih belum

diketahui hingga sekarang, namun Kyai Damarjati sendiri jarang untuk

keluar dari daerah Krajan. Kedatangannya pada tahun 1826 berjasa

besar bagi masyarakat sekitar dan bagi perkembangan Islam di

Salatiga. Sebagai penghormatan atas jasanya tersebut dibuatnyalah oleh warga Makam Kyai Damarjati dan

masih dalam bentuk yang bagus hingga sekarang.

16
Banyak warga yang datang dalam rangka berziarah atau melakukan ngalap berkah dari Tuhan. Ngalap

sendiri merupakan perbuatan seseorang yang dipercaya olehnya dapat menjadikan berkah untuknya, termasuk

berdoa atau berbuat baik. Dipercaya oleh warga bahwa tempat makam Kyai Damarjati merupakan tempat yang

mujarab saat berdoa memanjatkan keinginan. Masyarakat sejak dulu hingga sekarang memang sudah

melakukan ziarah dan ngalap berkah di makam tersebut.

3.2.4 Peninggalan Pada Zaman Pengaruh Kebudayaan Barat

Ada banyak bangunan di Salatiga yang dari banyak bangunannya masih memiliki bentuk arsitektur

baroque dan gotic Belanda, khusunya ada di sepanjang Jalan Toentangscheweg, karena pada daerah tersebut

(sekarang Jalan Diponegoro) merupakan bagian kota dan merupakan kawasan elite dimana hanya orang orang

yang berasal dari eropa atau orang pribumi yang benar benar kaya saja yang dapat tinggal disana, itu juga

alasan mengapa banyak bangunan megah bernuansa belanda di Jalan Diponegoro Salatiga. Namun sekarang

yang akan kita bahas bukan daerah tersebut melainkan salah satu gereja tertua di Salatiga dan di Jawa Tengah

yang terletak di daerah Kumpulrejo Salatiga.

Gereja Kristen Jawa Salib Putih

Sebelum membahas mengenai Salib Putih sendiri kita harus memulai dari pendiri salib putih. Pendiri

Sallib putih merupakan pasangan berbeda kebudayaan bernama Adeolph Theodoore Jacobus van Emmerik

berkebangsaan Belanda dan istrinnya bernama Alice Cornelia Cleverly yang berasal dari Inggris.

Adolph Theodoore J van Emmerik merupakan seorang berkebangsaan Belanda

dan lahir pada tahun 1858, sejak kecil ia tinggal di Hindia Belanda (Indonesia) dan ia

bekerja di pemerintahan sebagai Amtenar atau pegawai negeri sipil pemerintah Hindia

Belanda. Setelah ayahnya,Van Emmerik menyelesaikan tugasnya di Hindia Belanda,

keluarganya kembali ke Belanda demikian juga Adolph. Setelah berumur 24 Ia kembali

ke Hindia Belanda bersama istrinya karena mendapat tugas dari Leger Des Heils atau

Bala Keselamatan untuk menjadi misionaris dan musisi gereja.

Alice Cornelia Cleverly istri dari Adolph yang berkebangsaan Inggris, lahir pada

tanggal 31 Agustus 1871. Ia mengikuti suaminya ke Hindia Belanda dan membantu

17
tugas misionaris suaminya serta melanjutkan pekerjaan suaminya selama 18 tahun setelah suaminya

meninggal.

Di Hindia Belanda, Adolph ditugaskan di Salatiga dan menempati rumah dinas yang sekarang menjadi

SMK Kristen Salatiga di Prinsenlaan atau sekarang disebut Jalan Tentara Pelajar. Ia memiliki 6 orang anak

yakni Trisna, Harap, Pitados, Santoso, Palimirma, dan Lestari. Alice juga memiliki adik yang ikut membantu

dalam melakukan tugas tugasnya yaitu Loise Cleverly.

Salib Putih sendiri berawal dari meletusnya Gunung Kelud pada tahun 1901. Menurut jurnal “Sejarah

Salib Putih” dari YSKSP (Yayasan Sosial Kristen Salib Putih) ada lebih dari 300 orang yang berasal dari desa

di sekita Gunung Kelud berkumpul di alun alun Kota Salatiga (sekarang menjadi Lapangan Pancasila). Adolph

dan Alice tergerak untuk memberikan penolongan kepada para pengungsi tersebut.

Mereka ditampung dirumah keluarga Adolph di Prinsenlaan yang sekarang menjadi

SMK Kristen Salatiga, namun rumah tersebut kurang luas karena pengungsi yang

banyak, jadi Adolph meminta pada pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan

lahan. Akhirnya dibantu para pengungsi ia membuka lahan dan mendirikan barak untuk tinggal para

pengungsi. Barak tersebut mulai beroperasi pada 14 Mei 1902.

Awal berdirinya Salib Putih dimulai dari sini, nama Salib Putih

sendiri berasal dari nama perkumpulan (komsel) yang didirkan oleh keluarga

Adolph yakni Witte Kruis Kolonie (WKK). Dibangun pada tahun 1902,

terlihat pada tugu peringatan 50 tahun, bangunan ini menggunakan kayu jati

sebagai penopang bangunan serta mendapatkan lonceng pemberian Belanda

yang bertuliskan tahun 1682 Perkumpulan tersebut diambil dari penemuan

batu marmer berbentuk salib yang ditemukan saat membuka lahan.

Perkumpulan tersebut membantu dan menampung para pengungis dan

bertambah luas karena pemberian dari seseorang dan pembelian tanah oleh keluarga Emmerik. Pada tahun

1912 dan 1933 didirikan pelayanan yang sama di Sulawesi dan Jawa Barat yakni di desa Kalawara Na Puti di

Palu dan desa Kaleksanan Karangnunggal Tasikmala. Sebagian orang dari WKK dipindahkan dan

bertransmigrasi ke daerah tersebut.

18
P a k A d i s e l a k u p

Bendosari, tapi kemudian ada penyerahan ke masyarakat namun sekarang dibagi

menjadi Yayasan (8 ha) , PT Rumekso, PT Rumekso ,keaduanya sekitar 80 ha , Gereja,

dan masyarakat.

Ada beberapa peninggalan di lahan seluas 100 ha itu,

dibagian depan ada terdapat rumah yang menjadi Klinik

Kesehatan, bangunan Panti Wredha dan Panti Asuhan, bangunan gereja, ada juga

rumah pastoral yang sudah ditinggalkan dan gudang yang dipakai hingga sekarang.

Beberapa bangunan seperti ruang makan pada waktu dulu, gudang, dan ruang

setrapan (ruang yang dipakai untuk menghukum anak atau orang yang nakal), dialih fungskan menjadi rumah

penduduk atau kandang. Di bagian belakang juga terdapat kompleks makam.

B a n g u n a n p a n

menghilangkan ornamen tertentu. Selain itu beberapa bangunan seperti gudang,

ruang makan lama, setrapan, ditambah sehingga bangunan agak berbeda dari yang

lama. Bangunan gereja sendiri masih terawat dan berdiri kokoh walaupun sudah

ratusan tahun, ada sedikit pemugaran namun hanya sedikit dan sama sekali tidak

mengubah bentuk aslinya, ada tambahan tugu peringatan 50 tahun di depan bangunan

tersebut yang bertuliskan ayat Yohannes 3 :16 dalam bahasa Jawa.

Adolph meninggal pada usia 66 tahun di Salatiga pada

tanggal 9 Juli 1924, sehingga yayasan tersebut dilanjutkan oleh

Istrinya Alice hingga tahun 1942, alice pun ditangkap oleh tentara

Jepang , sakit, lalu dikuburkan di Kerkhof Salatiga. Setelah selesai

penjajahan Belanda makam dari Adolph dan Alice dipindahklan ke

kompleks pemakaman khusus di Salib Putih. Yayasan pun

dilanjutkan oleh orang orang yang sudah dilayani dan dibantu oleh Adolph dan Alice yayasan yang awalnya

bernama Vereniging den Witte Kruis Kolonie berkembang dan menjadi Yayasan Sosial Kristen Salib Putih.

19
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Dari penelitian sejarah yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa peninggalan di Salatiga ada 4 jenis

dan yang paling banyak merupakan peninggalan Belanda dalam bentuk bangunan. Selain itu keberagaman

bangunan sangat bisa dilihat pada peninggalan di Salatiga, setiap tempat setiap peninggalan memiliki sejarah

yang menarik dibaliknya.. Peninggalan sendiri di Salatiga sangat beragam dan juga sangat berpengaruh bagi

kehidupan masyarakat Salatiga sekarang.

4.2 Pelestarian Sejarah

Dari sekitar 180 peninggalan yang ada di Salatiga 40 dinyatakan hilang dan banyak dari sisanya yang

dalam kondisi yang kurang baik. Kita sebagai masyarakat dan pemuda Salatiga sudah seharusnya melestarikan

tidak hanya peninggalannya saja namun juga cerita dan sejarah dibaliknya. Selain itu kita juga harus

memelihara peninggalan bersejarah sebaik-baiknya dengan cara cara berikut :

❏ Melestarikan benda bersejarah agar tidak rusak, baik oleh faktor alam atau buatan
❏ Tidak mencoret-coret benda peninggalan bersejarah
❏ Turut menjaga kebersihan dan keutuhan
❏ Wajib menaati peraturan pemerintah dan tata tertib yang berlaku
❏ Mempelajari sejarah dibalik peninggalan
❏ Ikut bergerak dalam usaha pelestarian sejarah

Misal kita dapat melakukan inovasi seperti langkah untuk menjaga cagar budaya atau bahkan dalam

penulisan karya tulis juga merupakan sarana dalam pelestarian sejarah Kota Salatiga.

Kota Salatiga, bahkan hingga sekarang masih sangat mencerminkan kebhinnekaan. Peninggalan dari

berbagai masa, latar belakang dan kepercayaan yang berbeda-beda di Salatiga harusnya bukan merupakan

halangan, tapi merupakan batu loncatan untuk Salatiga yang lebih maju. Kota penuh perbedaan namun tetap

bisa bersatu menjalankan pemerintahan, kita harus melanjutkan apa yang diturunkan oleh nenek moyang dan

meningkatkan kualitas dari Kota Salatiga. Melalui sejarah kita dapat melihat masa depan, dengan mempelajari

sejarah kita bisa membangun Kota Salatiga dengan lebih baik di masa depan. HISTORISCHE DIVERSITEIT.

Keberagaman sejarah ini merupakan anugerah dan harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi kita semua

20
DAFTAR PUSAKA

Artikel internet : Harnoko, Darto, dkk (2008). Salatiga dalam

rum Sutrisni Putri,"Upaya Pelestarian Peninggalan Lintasan Sejarah. Salatiga: Dinas Pariwisata, Seni,

Bersejarah", kompas.com 30/03/2020,20/02/2021 Budaya, dan Olah Raga Kota Salatiga

Nafiul Haris,”Kisah Heroik Kiai Sirojudin, Pendiri Dr. Sumijati Atmosudiro, Jawa Tengah Sebuah

Masjid Damarjati, Masjid Tertua di Salatiga” Potret Warisan Budaya

jateng.tribunnews.com 11/05/2019, 20/02/2021 Jurnal:

“Prasasti Plumpungan” Wikipedia.org 20/02/2021 Yayasan Sejarah Salib Putih ,”Booklet Sejarah

“Gereja Kristen Jawa Salib Putih” Wikipedia.org Yayasan Salib Putih” (2019)

20/02/2021 Rumah Khalwar Roncalli, booklet “RIWAYAT

Angga Rosa AD ,”Masjid Damarjati, Tempat GEDUNG YANG DITEMPATI RUMAH

Kegiatan Laskar Diponegoro dan Syiar islam” KHAWAT RONCALLI”. (2018)

12/02/2018 , 20/02/2021

Buku dan Literasi:

Purnomo, Hadi; Sastrosupono, M. Suprihadi

(1988). Gereja-Gereja Kristen Jawa, GKJ: Benih

yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa.

Mulyati (Desember 2020). "Dinamika Yayasan

Sosial Kristen Salib Putih (YSKSP) di Kota

Salatiga Tahun 1901–1977"

Prakosa, Abel Jatayu (2017). Diskriminasi Rasial

di Kota Kolonial: Salatiga 1917–1942. Semarang:

Sinar Hidoep.

Eddy (2019). Gedung-Gedung Tua yang Melewati

Lorong Waktu Salatiga. Salatiga: Griya Media.

Eddy (2012). Salatiga: Sketsa Kota Lama.

Anda mungkin juga menyukai