Anda di halaman 1dari 17

Teori Ekstraksi

Proses Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun
bahan cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Proses ekstraksi bermula dari
penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan
pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi
pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur
dengan pelarut yang telah menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan
melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan
ekstraksi dan terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan
dengan larutan di luar bahan. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan
komponen terhadap komponen lain dalam campuran. (Hendayana, 2010)

Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi


menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak
saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat
dan bersih, baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun
mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan
untuk pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik
di laboratorium. Alat yang digunakan berupa corong pisah (paling sederhana), alat
ekstraksi soxhlet, sampai yang paling rumit berupa alat counter current craig.
Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya
di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak bercampur dengan air. Tujuan
ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Proses ekstraksi dengan pelarut digunakan untuk
memisahkan dan isolasi bahan-bahan dari campurannya yang terjadi di alam,
untuk isolasi bahan-bahan yang tidak larut dari larutan dan menghilangkan
pengotor yang larut dari campuran. Berdasarkan hal di atas, maka prinsip dasar
ekstraksi ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi zat yang
terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Perbandingan distribusi
ini disebut koefisien distribusi (K). (Fesenden. 1998)

Prinsip Ekstraksi

1.Maserasi

PrinsipkMaserasi yaitu Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara


merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. (Adrian, 2000)
Maserasi merupakan cara penyaringan sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk
menyari simplisia yang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. (Ditjen POM, 2000)

Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :

1. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,


yaitu pada suhu 40–50°C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. (Basuki, 2009)

2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses


maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. (Basuki, 2009)

3. Remaserasi

Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi


dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua. (Basuki, 2009)

4. Maserasi Melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari


selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali
secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
(Williamson, 1986)

5. Maserasi Melingkar Bertingkat

Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara


sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah
terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B),
yang akan didapatkan :

a) Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan


bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat
diperbanyak sesuai dengan keperluan.

b) Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian


dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil
penyarian yang maksimal.

c) Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk


simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal.

d) Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih


baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang sama

Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang


kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel
cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan
untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
(Tantrayana. 2015)

Keuntungan metode ini adalah:

a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya


lapisan-lapisan batas.
b) Daya melarutkan cairan penyaring akan meningkat, sehingga pemanasan
tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding
terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan
berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikkan.
d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka
perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap
kembali ke dalam bejana.
e) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
f) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
g) Pemanasannya dapat diatur

Kerugian dari metode ini:

a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di


sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.

b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui


kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.

c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk


menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor
perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif.

2. Perkolasi
Prinsip Perkolasi :Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam
bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh.
Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di
atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang
diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. (Dijten POM, 1990)

Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu


sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara
sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan
pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan
komponen secara efisien.(Muhiedin, 2008)

3. Sokletasi
Sokletasi merupakan Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring
sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga
menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia
dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun
kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi
sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di
KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan. (Swaile. 2000)

Keuntungan metode ini adalah :

a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c) Pemanasannya dapat diatur

Kerugian dari metode ini :


a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.
b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor
perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif

Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran
azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran
pelarut, misalnya heksan : diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan
atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda
dalam pelarut cair di dalam wadah. (Fesenden. 1998)

4. Refluks
Prinsip Refluks yaitu Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan
cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan
penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor
bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju
labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. (Dijten POM, 1990)

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi


sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.
Sedangkan kerugian metode ini adalah membutuhkan volume total pelarut yang
besar dan sejumlah manipulasi dari operator. (Mukhriani. 2014)

5. Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa menguap (minyak atsiri) dari bahan
(segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial.
Senyawa menguap akan terikut dengan fase uap air dari ketel secara kontinu dan
diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah
sempurna atau memisah sebagian. (Hendayana, 2010)

Prinsip Destilasi Uap Air adalah Penyarian minyak menguap dengan cara
simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan
menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak
menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah
terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa
alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah,
dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.(Hernani, 2006)

Faktor yang mempengaruhi ekstraksi


1. Rasio Campuran
Jumlah ekstrak akan menurun dengan jumlah pelarut yang konstan
dan proporsi material simplisia yang meningkat. Dalam artian, walaupun
simplisia terus ditambah, jika pelarut yang digunakan tetap maka ekstrak
yang dihasilkan juga tidak akan bertambah, karena keseimbangan
konsentrasi akan cepat tercapai tetapi tidak seluruh kandungan dalam
simplisia terlarut dalam pelarut yang digunakan. Semakin besar rasio
antara pelarut dan bahan baku, maka akan memperbesar pula jumlah
senyawa yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat.
(Armid, 2009)

2. Proses pelarutan (disolusi) dari sel terdesintegrasi


Substansi lebih cepat terlarut dari sel terdisintegrasi dibandingkan
dari sel utuh. Dengan sel-sel terdisintegrasi yang berarti sel-sel dengan
ukuran lebih kecil karena terbagi-bagi akan lebih cepat untuk berdifusi ke
pelarut sehingga keseimbangan lebih cepat tercapai. Dibandingkan dengan
sel utuh, akan lebih sulit untuk berdifusi karena ukurannya yang terlalu
besar. Maka dari itu, simplisia yang lebh halus pada dasarnya akan lebih
disukai asalkan tidak menyebabkan kesulitan saat proses pemisahan.
(Armid, 2009)

3. Perendaman (steeping) dan pengembangan (swelling) simplisia


Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
ekstraksi, dimana terjadi pelebaran sel kapiler sehingga dapat
meningkatkan proses difusi. Namun, ekstraksi dapat terhenti jika pada
simplisia mengandung sejumlah besar lendir. Idealnya, pengembangan
hanya berfungsi memfasilitasi proses difusi substansi ekstrak tanpa
menghalangi terjadinya proses ekstraksi. (Armid, 2009)
4. Difusi dari sel utuh (intact cell)
Pelarut harus dapat berdifusi ke dalam sel utuh terlebih dahulu
sebelum dapat melarutkan substansi ekstraknya. Substansi yang diinginkan
harus dapat larut dalam pelarutnya untuk dapat menghasilkan suatu
konsentrasi tinggi di dalam sel sehingga keseimbangan konsentrasi dengan
pelarut sekitar dapat terjadi dengan cara difusi. (Bahti. 1998)

5. Laju penetapan keseimbangan


Hal ini mempengaruhi waktu selesainya atau terpenuhinya proses
ekstraksi. Dimana faktor ini dipengaruhi oleh:
a. Ukuran partikel dan derajat pengembangan (swelling) simplisia
Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak
antara padatan dan solven, sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke
dalam bahan yang akan diekstrak serta semakin pendek jalur difusinya,
yang menjadikan laju transfer massa semakin tinggi dan mempercepat
waktu ekstraksi. Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel
bahan baku semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan
semakin besar bila ukuran partikel semain kecil. Tetapi, ukuran
partikel juga tidak boleh terlalu kecil karena akan menyulitkan saat
proses filtrasi. (Harahap, 2003)
Begitu juga dengan pengembangan, dimana semakin cepat terjadinya
pengembangan akan semakin cepat pula terjadi proses difusi yang
mempercepat proses ekstraksi karena terjadi pelebaran kapiler. Namun,
adanya pengembangan karena mukus atau lender yang terlalu banyak
akan menghalangi proses ekstraksi karena proses difusii akan
terhalangi oleh adanya lendir tersebut. Pengembangan simplisia ini
juga dipengaruhi oleh ukuran partikel, jika partikel lebih kecil maka
simplisia akan lebih cepat mengembang.(Harahap, 2003)
b. Suhu ekstraksi
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas umumnya akan
meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju
ekstraksi yang tinggi.
c. Sifat pelarut yang digunakan
Sifat pelarut yang mempengaruhi laju keseimbangan konsentrasi yaitu
seperti viskositas. Dimana jika viskositas besar maka akan
memperlambat proses ekstraksi karena lebih membutuhkan waktu
dalam proses difusinya.
d. Intensitas pergerakkan simplisia dan pelarut
Pergerakan disini maksudnya adalah adanya proses pengadukkan
dalam ekstraksi. Sama halnya jika kita melakukkan pengadukan pada
larutan gula, pengadukan yang semakin cepat akan mempercepat
proses kelarutan. Saat dilakukkan pengadukan saat proses ekstraksi,
maka akan lebih cepat terjadi kesetimbangan konsentrasi karena difusi
semakin cepat.

6. Temperatur
Secara umum, kenaikan temperatur akan meningkatkan jumlah zat terlarut
ke dalam pelarut. Temperatur pada proses ekstraksi terbatas hingga suhu
titik didih pelarut yang digunakan dan perlu diperhatikan sifat
termostablitas senyawa yang akan di ekstraksi. Ekstraksi akan lebih cepat
dilakukan pada suhu tinggi. Suhu tinggi meningkatkan pengeluaran
(desorption) senyawa dari bagian aktif (active sites) karena perusakan sel
bahan meningkat. Suhu ekstraksi meningkatkan suhu pelarut secara
konvektif. (Sudjadi. 1986)

Pelarut panas mengalami penurunan tegangan permukaan (surface


tension) dan viskositas (viscosity). Keadaan ini meningkatkan daya
pembasahan (wetting) bahan dan penetrasi matriks Akan tetapi, suhu
tinggi ini juga memerlukan perhatian keselamatan (safety) yang lebih
intensif dalam menggunakan pelarut mudah terbakar. Suhu tinggi yang
berlebihan dapat berdampak pada degradasi senyawa target secara
termal. (Sudjadi. 1986)

7. Nilai pH
pH pelarut akan mempengaruhi selektivitas ekstraksi. Selektivitas
berhubungan dengan nilai kualitatif dan kuantitatif substansi aktif yang
terekstraksi maupun substansi asing lain. Dimana pH harus berada pada
rentan pH substansi aktif tersebut, jika tidak sesuai maka proses ekstraksi
akan sulit dan bisa jadi substansi lain dapat terekstraksi. pH disini dapat
diatur dengan adjust atau penambahan dapar. (Bahti. 1998)

8. Jumlah proses ekstraksi


Jumlah proses ekstraksi juga meningkatkan efisiensi ekstraksi.
Misalnya, empat ekstraksi dengan 50 ml pelarut lebih efisien dibanding
satu ekstraksi dengan 200 ml pelarut. Biasanya, rendemenen dapat
maksimal dengan 3-5 proses ekstraksi bahan secara berturut-turut. (Bahti.
1998)

9. Interaksi substansi terlarut dengan material tanaman lain yang tidak


terlarut
Bahkan dengan pemilihan pelarut yang sudah selektif dan berada
pada kemungkinannya, masih terjadi kemungkinan ekstrak yang terlarut
dapat terabsorbsi pada material tanaman penunjang. Hal ini dapat
disebabkan karena banyaknya proporsi material tanaman dalam ekstraksi
untuk jumlah ekstrak yang relatif kecil. (Bahti. 1998)

10. Derajat lipofilisitas


Pemilihan derajat lipofilisitas sangat penting untuk penggunaan
pelarut organik atau campuran pelarut. Adanya perubahan akan merubah
perbandingan jumlah substansi yang terekstraksi dan komposisi kualitatif
suatu ekstrak. Sehingga diperlukan pemeriksaan ekstrak lagi jika agen
pengekstraksi diubah. (Mukhriani. 2014)

11. Waktu ekstraksi


Waktu merupakan parameter penting dalam ekstraksi. Umumnya,
waktu ekstraksi berkorelasi positif terhadap jumlah senyawa target,
walaupun terdapat resiko terjadinya degradasi senyawa target itu sendiri.
Waktu ekstraksi tergantung pada bahan yang diekstrak. (Bahti. 1998)
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, P. 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan


Obat. Pusat Penelitian. Universitas Negeri Andalas. Padang.

Armid. 2009. Penuntun Praktikum Metode Pemisahan Kimia. Universitas


Haluleo. Kendari.

Bahti. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Universitas Padjajaran.


Bandung.

Basuki, P. F. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Gelidium sp. J. Agardh Dengan


Variasi Lama Maserasi dan Jumlah Daur Sokletasi Terhadap E. coli dan
Salmonella typhumurium. Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Yogyakarta.

Dijten POM, 1990. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat. Departeman Kesehatan RI. Jakarta

Fesenden. 1998. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta

Gandjar,I. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Harahap. 2003. Destilasi pada Produksi Alkohol. Kanisus. Yogyakarta.

Hendayana, 2010. Kimia Pemisahan. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Hernani. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian.


Gemilang Ilmu. Bandung.

Muhiedin. 2008.
Efisiensi  Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode
Ekstraksi Multi . Universitas Brawijaya. Malang.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi,Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin. Makassar

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press. Yogyakarta

Swaile. 2000. Student Handout Soxhlet Extraction of Fat from French Fries.
University of Cincinnati, Cincinnati, OH.

Tantrayana. 2015. Karakteristik Fisik-Kimia Dari Ekstrak Salak Gula Pasir


Dengan Metode Maserasi. Teknologi Hasil Pertanian. FTP Universitas
Brawijaya. Malang

Williamson. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai