OLEH:
dr. I MADE NGURAH ANGGA PRABAWA, S.Ked
PEMBIMBING:
dr. I WAYAN DEDIYANA
OLEH:
dr. I MADE NGURAH ANGGA PRABAWA, S.Ked
PEMBIMBING:
dr. I WAYAN DEDIYANA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya “Laporan Evalusi Program Cakupan Semua Kasus Diare
yang diobati di UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
Selatan” dapat selesai tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Laporan Evaluasi Program ini disusun sebagai salah satu tugas mengikuti
Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) tahun 2021 di UPTD Puskesmas III Dinas
Kesehatan Kecamatan Denpasar Selatan. Penulisan laporan evaluasi program ini
dapat terlaksana berkat bantuan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Oleh
karenanya, dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. dr. I Wayan Dediyana sebagai pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah
diberikan.
2. Pemegang program UKM P2PTM Diare UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan
Kecamatan Denpasar Selatan.
3. Kepala Puskesmas UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
Selatan yang telah memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menggunakan
sumber daya yang tersedia demi keperluan pembuatan laporan evaluasi program
ini serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan maupun dukungan kepada penulis selama proses penyusunan
laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan evaluasi program ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca,
penulis harapkan demi kemajuan penulis ke depannya. Akhir kata, semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, 20 Juni 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ v
DAFTAR BAGAN/GAMBAR ............................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 3
1.3 Manfaat ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
2.1 Definisi ........................................................................................................ 4
2.1 Fisiologi ...................................................................................................... 4
2.2 Etiologi ........................................................................................................ 4
2.4 Faktor Resiko .............................................................................................. 7
2.5 Klasifikasi ................................................................................................... 9
2.6 Patofisologi ................................................................................................. 10
2.7 Gejala Klinis ............................................................................................... 12
2.8 Diagnosis Anamnesis .................................................................................. 12
2.9 Penatalaksanaan .......................................................................................... 15
2.10 Pencegahan .................................................................................................. 18
2.11 Komplikasi .................................................................................................. 18
2.12 Prognosis ..................................................................................................... 19
BAB III METODE EVALUASI........................................................................... 20
3.1 Pengumpulan Data....................................................................................... 20
3.2 Cara Analisis ............................................................................................... 20
3.3 Cara Evaluasi............................................................................................... 23
3.4 Waktu dan Lokasi........................................................................................ 23
iii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 24
4.1 Profil Puskesmas.......................................................................................... 24
4.2 Indikator dan Tolak Ukur Keluaran............................................................. 26
4.3 Identifikasi Masalah..................................................................................... 27
4.4 Prioritas Masalah.......................................................................................... 27
4.5 Kerangka Konsep masalah dengan Fish bone Analisis............................... 28
4.6 Identifikasi Penyebab Masalah ................................................................... 29
4.7 Alternatif Pemecahan Masalah ................................................................... 29
4.8 Prioritas Pemecah Masalah ......................................................................... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR BAGAN/GAMBAR
1. Peta wilayah UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar .............. 25
2. Kerangka Konsep Masalah dengan Analisis Fish Bone .................................. 28
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
3,737 bayi pada tahun 2016, tercatat penderita diare berjumlah 3.114 bayi pada tahun
2018 (Dinkes Bali, 2018).
Angka kejadian diare tertinggi pada bayi di Provinsi Bali terdapat di kota
Denpasar selama 4 tahun berturut-turut. Bayi yang menderita diare di kota Denpasar
selama tahun 2015-2017 terus mengalami peningkatan dan mengalami penurunan
pada tahun 2018. Bayi yang menderita diare pada tahun 2015 sebanyak 1.069 bayi di
kota Denpasar, meningkat pada tahun 2016 menjadi 1.182 bayi yang mengalami diare
dan mengalami peningkatan lagi menjadi 1.357 pada tahun 2017. Angka kejadian
diare pada bayi di Kota Denpasar mengalami penurunan menjadi 787 bayi pada tahun
2018 (Dinkes Bali, 2018). Kota Denpasar memiliki banyak Puskesmas dan pusat
pelayanan kesehatan lainnya, data kejadian diare di salah satu Puskesmas di Denpasar
Selatan khususnya Puskesmas Denpasar Selatan III melaporkan angka kejadian diare
pada tahun 2020 di wilayah binannnya sebesar 24,1% pada seluruh populasi.
Kematian akibat gastroenteritis biasanya bukan karena adanya infeksi dari
bakteri atau virus tetapi karena terjadi dehidrasi, dimana pada diare yang hebat anak
akan mengalami buang air besar dalam bentuk cair beberapa kali dalam sehari dan
sering disertai dengan muntah, panas, bahkan kejang. Oleh karena itu, tubuh akan
kehilangan banyak air dan garam–garam sehingga dapat mengakibatkan dehidrasi,
asidosis, hipoglikemis, yang tidak jarang akan berakhir dengan shock dan kematian.
Pada bayi dan anak- anak kondisi ini lebih berbahaya karena cadangan intrasel dalam
tubuh mereka kecil dan cairan ekstra selnya lebih mudah dilepaskan jika
dibandingkan oleh orang dewasa.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Dipahaminya program pencegahan dan penanggulangan Diare di puskesmas secara
menyeluruh.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Diare di
Puskesmas III Denpasar Selatan
2
2. Diketahuinya masalah dalam pelaksanaan Program Pencegahan dan
Penanggulangan Diare di Puskesmas III Denpasar Selatan
3. Diketahuinya kemungkinan penyebab masalah dalam pelaksanaan Program
Pencegahan dan Penanggulangan Diare di Puskesmas III Denpasar Selatan
4. Dirumuskannya alternatif penyelesaian masalah bagi pelaksanaan Program
Pencegahan dan Penanggulangan Diare di di Puskesmas III Denpasar Selatan
1.3 Manfaat
Sebagai suatu bahan evaluasi program pencegahan dan penanggulangan diare
yang telah berlangsung, sehingga dapat mengefektifkan dan memberi alternatif
penyelesaian masalah pelaksanaan program dan juga dapat memandu dalam
meningkatkan pencapaian program.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare dan gejala pada saluran cerna berupa muntah, demam, rasa
tidak enak di perut dan menurunnya nafsu makan. 5 Diare merupakan suatu kondisi
berupa perubahan konsistensi feses menjadi lembek atau cair dan meningkatnya
frekuensi BAB yang lebih sering dari biasanya yakni ≥ 3 kali dalam 24 jam. Diare
terjadi karena kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/KgBB/hari).5
2.2 Fisiologi
Dalam lambung makanan dicerna menjadi “bubur” (chymus), kemudian diteruskan ke
usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim pencernaan. Setelah zat-zat
gizi diresorpsi oleh vili ke dalam darah, sisa chymus yang terdiri dari 90% air dan sisa
makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri
yang biasanya berada di sini (flora) mencernakan lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut,
sehingga sebagian besar daripadanya dapat diserap pula selama perjalanan melalui
usus besar. airnya juga diresorbsi kembali, sehingga lambat laun isi usus menjadi
lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja.6
2.3 Etiologi
Infeksi penyebab gastroenteritis dapat berupa virus, bakteri, parasit dimana infeksi
terbanyak disebabkan oleh rotavirus (20-40%).7,8
2.3.1 Virus
Rotavirus
Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare yang parah pada anak-
anak di Amerika Serikat. Rotavirus menginfeksi enterosit yang matur pada ujung vili
usus halus dan menyebabkan atrofi epitelium vilus, hal ini dikompensasi dengan
repopulasi dari epitelium oleh immature secretor cell, dengan hiperplasia sekunder
dari kripta. Sudah dikemukakan bahwa terjadi kerusakan selular yang merupakan
4
akibat sekunder dari iskemi vilus. Mekanisme yang menginduksi terjadinya diare
akibat virus ini belum sepenuhnya dimengerti, tetapi ada yang mengatakan bahwa
diare muncul dimediasi oleh penyerapan epitelium vilus yang relatif menurun
berhubungan dengan kapasitas sekretori dari sel kripta. Terdapat juga hilangnya
permeabilitas usus terhadap makromolekul seperti laktosa, akibat penurunan
disakaridase pada usus. Sistem saraf enterik juga distimulasi oleh virus ini,
menyebabkan induksi sekresi air dan elektrolit. Hal ini menyebabkan terjadinya diare.
2.3.2 Bakteri
Salmonella
Infeksi salmonella kebanyakan melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman
salmonella. Sekitar 40000 kasus salmonella gastroenteritis dilaporkan setiap tahun.
Salmonella mencapai usus melalui proses pencernaan. Asam lambung bersifat letal
terhadap organisme ini tapi sejumlah besar bakteri dapat menghadapinya dengan
mekanisme pertahanan. Pasien dengan gastrektomi atau sedang mengkonsumsi bahan
yang menghambat pengeluaran asam lambung lebih cenderung mengalami infeksi
salmonella. Salmonella dapat menembus lapisan epitel sampai ke lamina propria dan
mencetuskan respon leukosit. Beberapa spesies seperti Salmonella choleraesuis dan
Salmonella typhi dapat mencapai sirkulasi melalui sistem limfatik. Salmonella
menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa toksin telah diidentifikasi
dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin
dihasilkan
Shigella
Shigella tertentu melekat pada tempat perlekatan pada permukaan sel mukosa usus.
Organisme ini menembus sel dan berproliferasi. Multiplikasi intraepitel merusak sel
dan mengakibatkan ulserasi mukosa usus. Invasi epitelium menyebabkan respon
inflamasi. Pada dasar lesi ulserasi, erosi pembuluh darah mungkin menyebabkan
perdarahan. Spesies Shigella yang lain menghasilkan exotoksin yang dapat
menyebabkan diare.
E. Coli
5
E. coli terdapat sebagai komensal dalam usus manusia mulai dari lahir sampai
meninggal. Walaupun umumnya tidak berbahaya , tetapi beberapa jenis dapat
menyebabkan gastroenteritis. E. coli yang dapat menyebabkan diare dibagi dalam tiga
golongan, yaitu:
- Enteropathogenic (EPEC) : tipe klasik
- Enterotoxigenic (ETEC)
- Enteroinvasive (EIEC)
2.3.3 Parasit
Giardia lamblia
Giardia adalah protozoa yang memiliki flagel, ditransmisikan melalui jalur fekal-oral
melalui makanan atau air yang terkontaminasi feses. Setelah ditelan dalam bentuk
kista eksitasi melepaskan organisme di bagian atas usus halus. Giardia kemudian
melekat pada permukaan membran brush border enterosit. Bakteri ini menyebabkan
lesi sehingga terjadi defisiensi laktosa dan malabsorbsi.
Cryptosporidium
Organisme ini ditransmisikan melalui berbagai cara yang mencakup fekal-oral,
tangan ke mulut, dan orang ke orang melalui makanan, air, atau hewan peliharaan
yang terkontaminasi terutama kucing.
Entamoeba histolytica
Protozoa ini ditransmisikan melalui jalur fekal-oral. Infeksi protozoa ini dimulai
dengan tertelannya dalam bentuk kista. Eksitasi terjadi pada kolon kemudian
dilepaskan dalam bentuk trofozoid yang selanjutnya menginvasi mukosa
mengakibatkan peradangan dan ulserasi mukosa.
6
Tabel 2.1 Gejala Khas Diare Akut oleh Berbagai Penyebab
7
atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok populasi dapat mencerminkan
karakteristik pekerjaan seseorang. Kejadian diare lebih sering muncul pada bayi dan
balita yang status ekonomi keluarganya rendah. Tingkat pendapatan yang baik
memungkinkan fasilitas kesehatan yang dimiliki mereka akan baik pula, seperti
penyediaan air bersih yang terjamin, penyediaan jamban sendiri, dan jika mempunyai
ternak akan diberikan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya. Faktor
sosiodemografi lain yang dapat memengaruhi kejadian diare adalah umur. Semakin
muda usia anak, semakin tinggi kecenderungan terserang diare. Daya tahan tubuh
yang rendahmembuat tingginya angka kejadian diare.9
2.4.3 Faktor Perilaku
Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan kebiasaan mencuci tangan merupakan
faktor perilaku yang berpengaruh dalam penyebaran kuman enterik dan menurunkan
risiko terjadinya diare. Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
diare pada bayi dibawah 3 tahun. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif sebagian
besar (52.9%) menderita diare, sedangkan bayi dengan ASI eksklusif hanya 32.31%
yang menderita diare. Selain ASI, terdapat pula personal higiene, yaitu upaya
seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memeroleh
kesehatan fisik dan psikologis. Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah
BAB merupakan kebiasaan yang dapat membahayakan anak, terutama ketika sang ibu
memasak makanan dan menyuapi anaknya, maka makanan tersebut dapat
terkontaminasi oleh kuman sehingga dapat menyebabkan diare. Perilaku yang dapat
mengurangi risiko terjadinya diare adalah mencuci sayur dan buah sebelum
dikonsumsi, karena salah satu penyebaran diare adalah melalui penyajian makanan
yang tidak matang atau mentah.9
8
2.5 Klasifikasi
2.5.1 Klasifikasi Diare pada Anak Berdasarkan Derajat Dehidrasi
9
a. Inspeksi
KU Baik Mengantuk/ gelisahGelisah/ tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut/Lidah Basah Kering Sangat kering
Nafas Normal Lebih cepat kering Cepat dan dalam
b. Palpasi
Turgor Kembali cepat Kembali pelan Kembali sangat pelan
(>2 detik)
Nadi Normal Lebih cepat Sangat cepat/ tidak
teraba
Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung
c. Kehilangan Sedikit 5-9% >10%
Berat Badan
2 atau lebih 2 atau lebih gejala : 2 atau lebih gejala :
Kesimpulan gejala: Tanpa Dehidrasi ringan Dehidrasi berat
dehidrasi sedang
2.6 Patofisologi
Dua mekanisme utama yang bertanggung jawab untuk gastroenteritis akut adalah (1)
kerusakan pada sikat usus dari usus, menyebabkan malabsorpsi isi usus dan
menyebabkan diare osmotik, dan (2) pelepasan toksin yang mengikat reseptor dan
penyebab enterosit tertentu. pelepasan ion klorida ke dalam lumen usus,
10
menyebabkan diare sekretorik.8
2.6.1 Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini
terjadi bila absropsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel
berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang
mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini
menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare yang terjadi karena infeksi, perubahan
yang terjadi akibat adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti
Escherichia coli dan Vibrio cholera atau virus (rotavirus). Diare sekretorik
disebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorpsi
natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau
meningkat.7,8
Terdapat dua bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri
dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia. Toksin penyebab diare
ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP,
dan Ca dependen yang selanjutnya akan meningkatkan protein kinase. Pengaktifan
protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl.10
Pada diare terjadi kehilangan air dan elektrolit tubuh melalui tinja. Kehilangan
bertambah bila ada muntah. Kehilangan ini menyebabkan dehidrasi (karena
kehilangan air dan natrium klorida), asidosis (karena kehilangan bikarbonat), dan
kekurangan kalium. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemi, kolaps kardiovaskular, dan kematian.
11
ekstraseluler. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Diare terjadi akibat kelainan di usus
halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi bertambah. Dalam keadaan ini,
diare dapat terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap.
Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya
akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare. 7,8 Mukosa usus halus adalah epitel
berpori yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan
tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler.8
Proses yang sama mungkin terjadi bila bahan terlarut adalah laktosa (pada anak
dengan defisiensi laktase) atau glukosa (pada anak dengan malabsorpsi glukosa),
kedua keadaan kadang-kadang merupakan komplikasi dari infeksi usus. Bila
substansi yang diabsorpsi dengan buruk misalnya berupa larutan hipertonik, air (dan
beberapa elektrolit) akan berpindah dari ekstraseluler ke dalam lumen usus hingga
osmolaritas dari isi usus sama dengan ekstraseluler dan darah. Hal ini menaikkan
volume tinja, dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan.8
12
refluks gastroesofagus (GERD), ketoasidosis diabetes, stenosis pilorus, perut akut,
atau infeksi saluran kemih
2.7.3 Urinasi
Tentukan apakah terjadi peningkatan atau penurunan frekuensi buang air kecil yang
diukur dengan jumlah popok basah, waktu sejak buang air kecil, warna dan
konsentrasi urine, dan adanya disuria. Keluaran urin mungkin sulit ditentukan dengan
tinja berair yang sering.
2.7.4 Nyeri Abdomen
Tentukan lokasi, kualitas, penyebaran, tingkat keparahan, dan waktu nyeri,
berdasarkan laporan dari orang tua dan / atau anak. Secara umum, rasa sakit yang
mendahului muntah dan diare lebih mungkin terjadi karena patologi abdomen selain
gastroenteritis. Selain itu gastroenteritis juga dapat timbul dengan gejala sistemik
seperti demam, letargi, dan nyeri abdomen13.
13
magnesium hidrochlorida, magnesium citrate, obat jantung quinidine, obat gout
(colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik, organofosfat),
insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat pengantian tiroid),
misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.13
b. Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu
diidentifikasi.13
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terpenting adalah menentukan tingkat/derajat dehidrasi akibat
diare. Tanda-tanda dehidrasi yang perlu diperhatikan adalah turgor kulit perut
menurun, akral dingin, penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, tangan
keriput, mata cekung tidak, penurunan kesadaran (syok hipovolemik), nyeri tekan
abdomen, kualitas bising usus hiperperistaltik. Pada anak kecil cekung ubun-ubun
kepala. Pada tanda vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksi),
nadi dan pernapasan cepat.12
Point penting dari pemeriksaan fisik pasien dengan gastroenteritis adalah
sebagai berikut.12
Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda vital dan berat badan;
Selidiki tanda-tanda dehidrasi: rewel/gelisah, letargis/kesadaran berkurang, mata
cekung, cubitan kulit perut kembali lambat (turgor abdomen), haus/minum lahap,
malas/tidak dapat minum, ubun-ubun cekung, air mata berkurang/tidak ada,
keadaan mukosa mulut;
Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit: kembung akibat
hypokalemia, kejang akibat gangguan natrium, napas cepat dan dalam akibat
asidosis metabolik.
14
b. Colok dubur dianjurkan dilakukan pada semua kasus diare dengan feses berdarah,
terutama pada usia >50 tahun. Selain itu, perlu dilakukan identifikasi penyakit
komorbid.
2.9 Penatalaksanaan
Terapi pada pasien dengan gastroenteritis dapat diberikan dengan: Lima Langkah
Tuntaskan Diare/ LINTAS DIARE:14
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini
sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan osmolaritas rendah ini juga
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran
tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit
baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-
kolera pada anak.14
Ketentuan pemberian oralit formula baru:
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200ml air matang
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali BAB, dengan ketentuan sebagai
berikut:
Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB. Untuk anak 2 tahun
atau lebih: berikan 100-200 ml tiap BAB. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan
oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang.14
15
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis,
zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan
seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga
berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial
pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna
selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan
elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen dari usus.14
Dosis zinc untuk anak-anak:
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari
diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit.
Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air
matang atau oralit.14
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
ASI dan makanan tetep diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi
yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan
nafsu makan menandakan fase kesembuhan.14
4. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare
karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang
16
akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian
antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap
antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian
multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik
yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim
sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui
mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan
permeabilitas membrane terhadap antibiotik.14
5. Nasihat kepada orang tua
Kembali segera jika demam, tinja berdarah,berulang, makan atau minum sedikit,
sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.14 Infeksi usus
pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu penyembuhan
pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan
memberantas organisme penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan
dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi yaitu terapi cairan dan elektrolit,
terapi diit, terapi non spesifik dengan antidiare, terapi spesifik dengan antimikroba.
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien yang masih
dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan infus
terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberi oralit selama pemberian cairan
intravena (5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya dalam 3-4
jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut
dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat
disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi parenteral
digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya
untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 ml/kgBB, diLanjutkan 5 jam berikutnya 70
ml/kgBB. Diatas 1 tahun ½ jam pertama 30 ml/kgBB dilanjutkan 2½ jam berikutnya
70 ml/kgBBb. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan I.V.
dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
17
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare dengan
dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.14
2.10 Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis dapat
dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan pemberian vaksin
rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan penyakit ini. Selain
itu hal lain yang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan kebersihan diri
dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan mencuci tangan
dan juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan merupakan salah
satu sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis 15. Pemberian zinc
elemental 10mg/kali untuk bayi di bawah usia 6 bulan dan 20 mg/ kali untuk anak
usia sama atau di atas 6 bulan selama 10-14 hari dapat mengurangi frekuensi buang
air besar dan volume tinja, disamping dapat mengurangi kekambuhan untuk 3 bulan
medatang14. Probiotik, meskipun banyak dilaporkan dapat mengurangi volume faces
dan frekuensi diare, tetapi penggunaannya belum direkomendasikan baik oleh
WHO15.
2.11 Komplikasi
Komplikasi utama dari gastroenteritis adalah dehidrasi dan gangguan fungsi
kardiovaskular akibat hypovolemia berat. Kejang dapat terjadi dengan adanya demam
tinggi terutama pada infeksi Shigella. Abses intestine dapat terjadi padabinfeksi
Shigella dan Salmonella, terutama pada demam tifoid, yang dapat memicu terjadinya
perforasi usus, suatu komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Muntah hebat akibat
gastroenteritis dapat menyebabkan rupture esophagus atau aspirasi. Kematian akibat
diare mencerminkan adanya masalah gangguan system homeostasis cairan dan
elektrolit, yang memicu terjadinya dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan
istabilitas vascular, serta syok16.
2.12 Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
18
komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad
bonam. Bila kondisi saat datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi
dubia ad malam.17
BAB III
METODE EVALUASI
19
mendesak hingga tidak terlau mendesak. Proses untuk metode USG dilaksanakan
dengan memperhatikan urgensi dari masalah, keseriusan masalah yang dihadapi, serta
kemungkinan bekembangnya masalah tersebut semakin besar. Metode ini merupakan
salah satu cara menetapkan urutan prioritas masalah dengan teknik skoring 1-5 dan
dengan mempertimbangkan tiga komponen, yaitu:
1. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu yang tersedia
serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang
menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat yang timbul
dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat
yang menimbulkan masalah-masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak
dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang
dapat menimbulkan masalah lain.
3. Growth
Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang dikaitkan
kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk kalau dibiarkan.
20
Bila penyebab masalah telah diketahui, teliti kembali apakah semua penyebab
tersebut saling berkaitan. Bila saling berkaitan, tidak perlu dibuat prioritas penyebab
masalah. Bila ternyata penyebab masalah amat bervariasi, usahakan untuk
mengelompokkan berdasarkan keterkaitan masing-masing penyebab tersebut. Bisa
saja dari 10 penyebab masalah dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar. Tiga
kelompok penyebab masalah ini yang perlu dicari prioritasnya.
Prioritas penyebab masalah dapat diperoleh dengan cara melakukan teknik
kriteria matriks yang telah dipelajari, bisa juga dengan metode lainnya seperti
misalnya teknik kelompok nominal (Nominal Group Technique), yakni metode untuk
memperoleh beberapa prioritas utama dari sedemikian banyak pilihan.
21
memungkinkan, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas cara pemecahan
masalah. Pemilihan cara pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria
matriks. Dua kriteria yang lazim digunakan adalah sebagai berikut:
a. Efektifitas jalan keluar (effectifity/E), menetapkan nilai efektifitas untuk setiap
alternatif jalan keluar, yakni dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif)
sampai dengan angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai
efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektifitas jalan keluar,
dipergunakan kriteria tambahan sebagai berikut:
1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (magnitude/M)
Makin besar masalah yang dapat di atasi, makin tinggi prioritas jalan keluar tersebut.
2. Pentingnya jalan keluar (importancy/I)
Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan masalah. Makin langgeng
selesai masalahnya, makin penting jalan keluar tersebut.
3. Sensivitas jalan keluar (vuneberality/V)
Sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi masalah. Makin cepat
masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar tersebut.
b. Efisiensi Jalan Keluar (efficiency/C), menetapkan nilai efisiensi untuk setiap
alternatif jalan keluar, yakni dengan memberikan angka 1 (paling tidak efisien)
sampai dengan angka 5 (paling efisien). Nilai efisien ini biasanya dikaitkan dengan
biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya
yang diperlukan, makin tidak efisien jalan keluar tersebut.
Menghitung nilai P (prioritas) untuk setiap alternatif jalan keluar yaitu dengan
membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan nilai C. Jalan keluar dengan nilai P
tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih. Lebih jelas rumus untuk menghitung
prioritas jalan keluar dapat dilihat dibawah ini :
P= M x I xV
C
Keterangan:
P: Priority, M: Magnitude, I: Importancy, V: Vulnerability, C : Cost
22
3.3 Cara Evaluasi
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan data di tabel-tabel yang tersedia,
kemudian dilanjutkan dengan perhitungan secara komputerisasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
B. Keadaan Geografi
UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Selatan berlokasi di
Jalan Glogor Carik No. 17, Pemogan, Denpasar Selatan. Secara umum, situasi
wilayah kerja puskesmas adalah daerah perkotaan, berpenduduk padat dengan
mobilitas yang tinggi sehingga sangat sulit menentukan data-data riil penduduk.
Hampir semua lokasi publik maupun akses-akses ke rumah-rumah penduduk
dilengkapi dengan sarana transportasi jalan yang bisa dilalui dengan kendaraan roda
empat dan beberapa ruas jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua.
Luas Wilayah UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
Selatan 14.5 km2. Secara administratif UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan
Kecamatan Denpasar Selatan terdiri dari 1 desa dan 1 kelurahan dan terbagi dalam 24
banjar Sedangkan batas-batas wilayah kerja puskesmas adalah :
1. Utara : Kecamatan Denpasar Barat
2. Timur : Kelurahan Pedungan
3. Selatan : Kabupaten Badung
4. Barat : Kecamatan Denpasar Barat
Berikut peta wilayah UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
Selat Badung
24
Gambar 4.1 Peta wilayah UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar
C. Kependudukan
Berdasarkan hasil proyeksi Sensus Penduduk 2019, pencerminan penduduk di
Wilayah UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Selatan pada
tahun 2019 berjumlah 62.403 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak
28.081 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 34.322 jiwa, dengan tingkat
kepadatan penduduk 4.303 per km². Sex ratio adalah perbandingan penduduk laki –
laki dan penduduk perempuan di suatu wilayah. Sex ratio penduduk di wilayah
UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Selatan adalah 81,8
artinya penduduk Perempuan 6.240 jiwa lebih banyak dari penduduk laki-laki.
D. Sosial Ekonomi
Pertumbuhan perekonomian di wilayah UPTD Puskesmas III Dinas Kesehatan
Kecamatan Denpasar Selatan, sebagian besar disokong oleh sektor persewaan dan
jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan sektor jasa-jasa lainnya
Tabel 4.1 Indikator Kerja UKM P2PTM Diare Bulan April Tahun 2021
No Indikator Kerja Target tahunan Target bulanan Capaian Ket
25
bulan ini
Abs % Abs % Abs %
Penemuan Kasus
belum
diare di 10 8,8
1 1781 592 100 157 mencapai
puskesmas dan 0 %
target
Kader
Kasus diare Belum
ditangani mencapai
10 33
2 puskesmas dan 157 33 157 10 target
0 %
kader dengan oral
rehidrasi
26
4.5 Kerangka Konsep Masalah dengan Analisis Fish Bone
Method
Mensurement
28
4.7 Alternatif pemecahan masalah
Alternatif pemecahan masalah pada kasus ini adalah untuk menyelesaikan segala
permasalahan yang menjadi penyebab pencapaian semua kasus Diare yang diobati
yang belum tercapai seperti meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan jejaring
Pustu, PMB, dan RS dengan memberikan penyuluhan tentang perawatan diare di
rumah secara online melalui WA grup edukasi Puskesmas III Denpasar Selatan,
pemberian leaflet dari rumah ke rumah mengenai penyebab diare, gejala, keadaan
gawat darurat, penanganan dan pencegahan diare lalu bekerjasama dengan pusat
pelayanan kesehatan lainnya dan kader kesehatan dalam pelaporan kasus diare yang
terjadi di rumah tangga agar segera di laporkan dan di periksakan ke Puskesmas.
Kegiatan pemecahan masalah dilaksanakan dengan tetap mengikuti protokol
kesehatan mengingat pandemic masih berlangsung.
29
Puskesmas III Denpasar Selatan
Pemberian leaflet dari rumah ke
rumah mengenai penyebab diare,
3. 5 4 4 2 40
gejala, keadaan gawat darurat,
penanganan dan pencegahan diare
Keterangan :
30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Penyakit TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi
tantangan global dan nasional. Indonesia masih merupakan salah satu dari negara
dengan beban TB tertinggi. Pencapaian keberhasilan mencapai target program
pengendalian TB diperlukan penanganan yang sungguh-sungguh dan
berkesinambungan pada semua komponen DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course), mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring evaluasi.
UPTD Puskesmas I Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Selatan melalui kegiatan
UKM P2 TB terus berupaya mendeteksi hingga menuntaskan kasus TB yang ada di
wilayah kerja puskesmas, di bulan mei tahun 2021 cakupan semua kasus TB yang
diobati (CDR) tidak mencapai target bulanan yaitu sebesar 5 kasus, hanya didapatkan
sebanyak 3 kasus sehingga membuat tidak tercapainya cakupan semua kasus TB yang
diobati (CDR). Hal ini dipengaruhi oleh beberapa beberapa kendala seperti
peningkatan target dari tahun sebelumnya, masih berlangsungnya pandemi covid-19
dan hal lainnya yang sudah dijelaskan diatas. Adapun 2 prioritas pemecahan masalah
yaitu meningkatkan pemeriksaan kontak serumah dan kie kontak serumah mengenai
gejala TB yang harus diwaspadai, dengan demikian cakupan semua kasus TB yang
diobati dapat tercapai.
31
b. Saran
- Peserta internsip dokter Indonesia harus memahami mengenai ilmu kesehatan
masyarakat dan lebih menggali permasalahan yang ada sehingga bisa memberikan
kontribusi pemecahan masalah yang ada
- Perlu dilakukan penyuluhan lebih intensif melalui media social seperti whatsapp
grup kepada para kader yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas I Dinas
Kesehatan Kecamatan Denpasar Selatan sehingga bisa membantu menemukan dan
menurunkan angka kejadian kasus TB
DAFTAR PUSTAKA
1. Simadibrata, M., Daldiyono. Diare Akut. Dalam Sudoyo, A. W., et al. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2. Kemenkes RI ‘Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Situasi Diare di
Indonesia’, Jurnal Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan. 2011;2:1–44.
3. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 2017.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar RIKESDAS 2013.
5. Precilla, R. P. 2016. Pediatric Gastroenteritis. Medscape. [Online] Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/964131
6. Guyton, A. C. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
7. Walker A, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, Watkins JB. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Tiga.Canada:BC Decker. 2008:28-36.
8. Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010:87-120.
9. Utami, N., dan Luthfiana, N. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian
Diare pada Anak. Majority. Lampung. 2016;5(4).
10. Craven L, Editor. Pediatric Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Dua Jilid 1.
Missouri: Mosby. 2009:251-260.
32
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta. 2009:58.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer
13. Venita, M. K. Diare. Dalam Tanto, C., et al.2014. Kapita Selekta Kedokteran
Essential Medicine. Jakarta: Media Aesulapius.
14. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS Diare.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
2011.
15. Soenarto, Sri Suparyati.Vaksin Rotavirus untuk Pencegahan Diare. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2011; 2(2).
16. 16. Guandallini, S. 2017. Diarrhea. Medscape. [Online]. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/928598
17. Pujiarto, P. S. 2014. Gastroenteritis Akut (GEA) pada Anak. InHealth Gazette
Edisi Desember 2014-Maret 2015.
33