Makalah Manajemen Resiko Klp1
Makalah Manajemen Resiko Klp1
MANAJEMEN REESIKO
Dosen pengampu :
Disusun Oleh :
Elva Safina(201903058)mbs
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
dalam bisnis tidak bisa diabaikan begitu saja. Perusahaan perlu
menganalisis kemungkinan kerugian potensi dalam bisnisnya tersebut
kemudian mengevaluasi dan mencari cara untuk menanggulanginya.
Dengan demikian diharapkan bisnis yang dijalaninya dapat sukses meraih
tujuan dengan mudah. Risiko merupakan sesuatu yang pasti akan terjadi
ketika kita melakukan suatu tindakan. Risiko adalah berbagai
kemungkinan yang terjadi pada periode tertentu. Risiko sering dikaitkan
dengan kerugian. Jadi risiko adalah ketidakpastian yang mungkin
melahirkan kerugian atau peluang terjadi sesuatu yang bad outcame.
Setiap organisasi perusahaan selalu menanggung risiko. Risiko,
bisnis, kecelakaan kerja, bencana alam, perampokan, dan pencurian,
kebangkrutan adalah beberapa contoh dari risiko yang lazim terjadi di
berbagai perusahaan. Terutama perusahaan yang tidak melakukan tindakan
apa-apa, bahkan tindakan preventif pun tidak dilakukan. Perusahaan ini
tidak melakukan tindakan untuk pencegahan risiko yang akan timbul
nantinya.
3
4. Untuk mengetahui Strategi mengelola Risiko Barang dan Jasa
5. Untuk mengetahui mengelola Risiko Pengadaan dengan aspek-aspek yang
perlu di perhatikan.
BAB II
PEMBAHASAN
4
terfokus pada resiko- resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti
bencana alam atau kebakaran, kematian, dan tuntutan hukum).
5
senior. Manajemen resiko harus diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam
teknis dan sasaran operasional, pemberian tugas dan tanggung jawab serta
kemampuan merespon secara menyeluruh pada suatu organisasi, di mana setiap
manajer dan pekerja memandang manajemen resiko sebagai bagian dari deskripsi
kerja. Manajemen resiko mendukung akuntabilitas (keterbukaan), kinerja
pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi operasional dari semua
tingkatan.
6
yan paling sedikit dipahami dibandingkan dengan tipe risiko lainnya. (misalkan
risiko pasar ataupun risiko tingkat bunga). Perusahaan sudah mengenali risiko
operational meskipun dengan nama yang berbeda. Sebagai contoh perusahana
selalu berusaha memperbaiki sistem, prosedur, atau proses bisnis melalui
manajemen kualitas, perusahaan memberikan training kepada karyawannya agar
mereka semakin terlatih dan semakin sedikit membuat kesalahan. Dalam konteks
manajemen risiko, upaya terseut dipandag sebagai upaya untuk mengelola atau
menurunkan risiko operational.
Severity
B Gagal bayar
A Kesalahan pemrosesan
Frequency
7
Bagan diatas menunjukkan bagan metriks dengan dimensi frekuensi di
sumbu horizontal dan dimensi severity pada sumbu vertical. Resiko-resiko bisa
diklasifikasi berdasarkan dimensi-dimensi tersebut. Misalnya, resiko gagal bayar
dari debitur perusahaan besar biasanya jarang terjadi. Karena itu resiko itu
diklasifikasi sebagai dengan frekuensi rendah. Tetapi jika terjadi, kerugian yang
timbul bisa sangat besar. Karena itu resiko tersebut diklasifikasi dengan severity
tinggi. Gabungan antara frekuensi rendah dengan severity tinggi terlihat pada titik
B pada bagan diatas. Sebaliknya, kesalahan pemrosesan atau kesalahan pencatatan
transaksi akan sering terjadi (apalagi jika proses pencatatan masih secara manual).
Tetapi tingkat severity dari kesalahan tersebut tidak terlalu tinggi. Karena itu
kesalahan pemrosesan berada pada titik A. dengan proses semacam itu, kita bisa
memperoleh gambaran mengenai frekuensi dan severity dari suatu resiko, yang
selanjutnya mempunyai implikasi pada bagaimana mengelola resiko tersebut.
Sebagai contoh, berikut ini strategi menghadapi resiko berdasarkan metrics
severity/frequency.
Risk Map
s
i 10
g 9 Quadrant II Quadrant I
n High 8 (Detect and Monitor) (Prevent at Source)
i 7
f 6
i 5
c 4 Quadrant IV Quadrant III
a Low 3 (Low Control) (Monitor)
n 2
c 1
e 2 3 4 5
Low High
Likelihood
8
4. Signifikansi (severity) tinggi dan likelihood (frekuensi) tinggi
9
Tipe resiko semacam ini seringkali muncul tapi besarnya kerugian relative kecil.
Biasanya resiko semacam ini muncul sebagai akibat perusahaan menjalankan
bisnisnya. Dengan kata lain, resiko semacam ini merupakan konsekuensi
perusahaan menjalankan bisnisnya. Misalnya, untuk perusahaan supermarket, ada
resiko shoplifting (pencurian oleh pembeli), pencurian oleh karyawan, barang
dagangan rusak karena busuk atau karena botol pecah, resiko semacam ini lebih
mudah dikenali, dan perusahaan bisa menghitung resiko tersebut. Kemudian
perusahaan bisa menganggapnya sebagai biaya dari kegiatan bisnis, dan
perusahaan bisa memasukannya dalam komponen harga. Kebanyakan perusahaan
memasukan biaya seperti itu ke dalam struktur harga mereka. Perusahaan bisa
memonitor resiko-resiko tersebut untuk memastikan bahwa resiko tersebut masih
berada pada wilayah normal. Jika resiko tersebut bergerak melebihi batas tertentu,
maka perusahaan perlu melakukan tindakan untuk menangani resiko tersebut.
Misalnya, jika frekuensi pencurian oleh pembeli supermarket menunjukkan
kecenderungan menin gkat maka manajer perlu melakukan perbaikan. Perbaikan-
perbaikan tersebut pada intinya memperbaiki prosedur dan proses bisnis.
Misalnya, pada kasus pencurian diatas, manajer supermarket bisa meminta
pembeli untuk meninggalkan tas, memasang supermarket di supermarket,
memasang barcode pada setiap produk yang dipajang (sehingga jika tidak di lepas
dan melewati tiang scanner akan berbunyi).
Signifikansi (severity) tinggi dan likelihood (frekuensi) tinggi: prevent at
source.
Tipe resiko seperti ini tidak releven lagi dibicarakan, karena jika situasi semacam
ini terjadi, berarti perusahaan tidak lagi bisa mengendalikan resiko, dan bisa
berakibat pada kebangkrutan. Misalnya, jika perusahaan tidak bisa mengendalikan
penggelapan uang dengan jumlah besar oleh karyawannya (tipe resiko ini berada
dalam kuadran frekuensi rendah/signifikansi tinggi), maka ada kemungkinan
resiko ini berubah menuju kuadran frekuensi tinggi/signifikansi tinggi). Jika hal
ini terjadi, maka perusahaan praktis akan bangkrut dalam waktu singkat. Dengan
perspektif semacam ini, maka tugas manajemen resiko adalah mencegahnya
10
migrasi resiko-resiko yang ada ke dalam kuadran frekuensi tinggi/signifikansi
tinggi.
S Tinggi
E Wilayah 1
V
Wilayah 2
E
R
I Wilayah 3
T
Y Rendah Wilayah 4
Rendah Tinggi
Frequency
` aspek dinamika resiko juga perlu diperhatikan. Resiko bisa berubah dari
wilayah 4 ke wilayah lainya, misal ke wilayah 2. Misalnya, resiko tuntutan hokum
barangkali tidak begitu kelihatan di masa lalu. Tetapi dengan semakin sadarnya
11
masyarakat akan hak dan kewajibanya, resiko tersebut bisa berubah menjadi
resiko yang semakin pentin. Pengukuran resiko oprasional dapat kita lakukan
dengan penempatan tingkatan dari setiap bentuk resiko yang terjadi. Yaitu
semakin tinggi resiko maka semakin tinggi kem ungkinan untuk memperoleh
retrun yang di harapkan, dengan asumsi resiko dan retrun besifat linier.
Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat dalam gambar di bawah ini:
E(R)
IV I
Pada gambar diatas dapat kita pahami bahwa terdapat suatu hubungan kuat
antara expected return / E(R) dan Risk (σ). Dimana setiap titik-titik dan wilayah
tersebut dapat kita jelaskan sebagai berikut:
1. Posisi 1 adalah dimana E(R) berada di posisi tertinggi dan σ juga berada di
posisi yang tertinggi dalam artian semakin tinggi pengharapan pada E(R) maka
semakin tinggi kemungkinan terjadinya σ. Atau dengan kata lain disini kondisi
maksimalitas E(R) bersifat searah (linier) dengan resiko yang akan diterima.
Misalnya, pada saat suatu perusahaan merencanakan untuk menambah kapasitas
atau profit perusahaan akan mengalami peningkatan, namun ini juga berakibat
pada terjadinya peningkatan pada proses produksi untuk mampu meningfkatkan
12
jumlah produksi per unitnya yaitu jika sebelumnyya perusahaan bisa
memproduksi 4.000 unit maka sekarang harus ditingkatkan menjadi 4.700 unit.
Kondisi ini akan menimbulkan beberapa dampak pada resiko operasional
perusahaan seperti:
a. Mesin produksi akan mengalami masa penyusutan dengan cepat karena
dipakai dalam waktu lebih lama dan bersifat mengejar target produksi.
b. Kebutuhan bahan baku yang di butuhkan akan mengalami peningkatan
yang tinggi dan tidak boleh berhenti karena akan mempengaruhi
kelancaran produksi secara tepat waktu.
2. posisi II adalah dimana E( R) berada pada posisi rendah dan σ berada pada
posisi yang tinggi atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat tidak searah (non
melakukan antisipasi dan menetapkan strategi yang maksimal guna menghindari
semakin terjadinya pergerakan terjadinya kenaikan resiko yang lebih tinggi,karena
semakin tingginya resiko yang terjadi akan menyebabkan beberapa hal pada
perusahaan, misalnya:
a. Peningkatan kerugin perusahaan akan terus bertambah dan lebih jauh
dana cadangan akan lebih banyak terkuras
b. Jika resiko kerugian ini di biarkan terus menerus maka akan
menyebabkan perusahaan berada dalam kondisi financial distress
(kesulitan keuangan).
3. posisi III adalah dimana E(R) berada pada posisi rendah dan σ juga berada pada
posisi yang rendah, atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat searah (linier).
4. pisisi IV adalah dimana E(R) berada pada posisi tinggi dan σ berada pada posisi
yang rendah atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat tidak searah (non linier)
pada kondisi yang seperti ini ada beberapa kondisi dan situasi yang perlu di
cermati:
a. Resiko sangat sulit diprediksi tapi jika terjadi mampu menempatkan posisi
perusahaan berada pada titik posisi II
b. Kondisi dan situasi ini terjadi pada saat control resiko (risk control)
menjadi lemah karena perusahaan selama ini terbuai oleh profit yang terus
menerus mengalami kenaikan.
13
c. Semangat kerja under pressure yang dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan tidak lagi seperti berada pada posisi II, dan ini bisa berdampak
pada penurunan kedisiplinan kerja serta target pekerjaan yang harus
dikerjakan.
14
otomatisasi semacam itu memunculkan risiko yang baru yaitu risiko
kegagalan sistem dan semacamnya. Risiko ini cenderung lebih sulit
untuk dideteksi dan jika terjadi maka perusahaan akan mengalami
kerugian yan signifikan.
c. Terlalu mengandalkan teknologi
Apabila terlalu mengendalikan teknologi maka akan ada risiko baru
yang akan dialami, walaupun dengan menggunakna teknologi
memudahkan dalam membantu proses bisnis yang akan lebih cepat.
d. Outsourcing
Outsourcing merupakan tren bisnis akhir – akhir ini. Outsourcing
berarti menggunakan jasa pihak luar untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaan perusahaan. Outsourcing dilakukan dengan pertimbangan
efisiensi ( bisa menurunkan biaya ). Jika melakukan pekerjaan sendiri ,
karena sesuatu hal ( misalkan keahlian yang tidak ada atau skala
ekonomi yang kurang ), bagi perusahaan, akan lebih menguntungkan
jika menggunakan jasa dari pihak luar untuk pekerjaan tertentu.
e. Perubahan budaya masyarakat
Masyrakat semakin lama semakin pandai, semakin sadar kan hak dan
kewajibannya. Kesadaran tersebut cenderung meningkatakan risiko
litigasi, dimana masyarakat akan berusaha menuntut apabila merasa
dirugikan. Perubahan budaya masyarakat bisa meningkatkan risiko
gugatan hukum.
15
c. Memutuskan pembentukan mekanisme seperti apa yang layak
diterappkan untuk mengelola risiko
d. Memutuskan dari mana sumberdana yang dapat dialokasikan untuk
mendukung penyelesaian operational risk ini
16
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen
dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang,
personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah
untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In
Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan
mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerjasama dengan
komponen-komponen lainnya
17
Mendagri, atau Menkeu. Dengan memiliki penjelasan tertulis, risiko secara
otomatis akan berpindah kepada lembaga yang mengeluarkan fatwa
tersebut.
18
mengukur tindakan. Karena benda sifatnya tangible (berwujud) sedangkan
tindakan sifatnya intangible (tidak berwujud). Dengan kerangka pikir
diatas tentu lebih sederhana mendapatkan barang dibanding mendapatkan
jasa. Kerangka berpikir ini juga akan membawa kita pada rantai logika
yang sama ketika dihadapkan pada kompleksitas barang/jasa versus
penyedia. Skala kompleksitas menilai barang/jasa tentu lebih sederhana
dibanding menilai penyedianya. Mengkompetisikan banyak penyedia yang
mampu menyediakan barang adalah cara yang paling tepat.
Dalam mengenal karakteristik penyedia, penting juga untuk
mengenal Krajilc Box Method yang memposisikan barang/jasa kedalam
empat kotak berdasarkan karakteristik barang/jasa dikaitkan dengan
potensi resiko dan potensi nilai belanja. Karakteristik ini dapat dijadikan
peta dalam pengambilan keputusan penetapan metode pengadaan dikaitkan
dengan skala kompleksitas.
19
hambatan pada organisasi, spesifikasi khusus dan jumlah penyedia
terbatas. Nilai pembelian terbatas dan terbagi atas item-item kecil.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
Factor yang menyebabkan perubahan karateristik resiko operasional, yaitu:
globalisasi, otomatisasi, Terlalu Mengandalkan Teknologi, Outsourcing,
Perubahan Budaya Masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://visimediapustaka.com/artikel-buku/323-strategi-antisipasi-risiko-pidana-
pengadaan-barang-dan-jasa
http://nurulazizaheducation.blogspot.com/2011/03/menejemen-risiko.html
http://gaharuchromeblogspot.wordpress.com/2010/07/19/makalah-manajemen-
resiko/
file:///C:/Users/USER/Downloads/Manajemen%20risiko%20-%20Wikipedia
%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm
22