Anda di halaman 1dari 18

MATAHARI SEBAGAI BINTANG

PENGANTAR ASTROFISIKA

Disusun Oleh :
Kelompok : 7 (Tujuh)
Anggota Kelompok : 1. Ramadhania Husnatul Khairiyah (A1E019037)
2. Suryani (A1E019019)
3. Yona Titian Rahma (A1E019031)
4. Dwiki Nugraha (A1E019039)
Mata Kuliah : Pengantar Astrofisika
Dr. Eko Swistoro, M.Pd./Andik
Dosen Pembimbing :
Purwanto, M.Si.

UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini selesai
sesuai waktu yang ditentukan. Terimakasih saya berikan kepada Ibu. Dr. Eko
Swistoro, M.Pd./Andik Purwanto, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah
Pengelolaan Pendidikan yang telah membimbing kami mahasiswa dan mahasiswi
semester 3 tahun ajaran 2020/2021.
Kami telah berusaha mengerjakan tulisan ini dengan maksimal dan
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan
terimakasih kepada pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan ini.
Terlepas dari itu semua, kami sadar bahwa tugas ini memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan serta kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dalam penulisan ini agar kami dapat
memperbaiki tulisan ini.
Akhir kata kami berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat dan
inspirasi kepada para pembaca tentang Matahari Sebagai Bintang

Bengkulu, Oktober 2020

2
DAFTAR ISI
Cover
MATAHARI SEBAGAI BINTANG.......................................................................1

PENGANTAR ASTROFISIKA..............................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3

1.1. Latar Belakang..........................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3. Tujuan........................................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................5

2.1. Matahari Sebagai Bintang di Pusat Tata Surya.........................................5

2.2. Matahari Sebagai Bintang Deret Utama Tipe G.......................................7

2.3. Pengukuran Jari – Jari Matahari..............................................................10

2.4. Pengukuran Massa Matahari...................................................................12

2.5. Spektrum Matahari..................................................................................12

2.6. Garis-garis Fraunhofer............................................................................12

Garis-garis Fraunhofer dalam spektrum Matahari.............................................13

2.7. Energi Matahari.......................................................................................14

BAB III..................................................................................................................16

PENUTUP..............................................................................................................16

3.1. Kesimpulan..............................................................................................16

3.2. Saran........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Susunan tata surya terdiri atas sebuah matahari, planet – planet, satelit,
komet, asteroid, galaksi, dan meteorid. Anggota tata surya beredar atau berevolusi
mengelilingi matahari dengan lintasan berupa elips. Dalam setiap revolusinya
anggota tata surya pada suatu saat berada dekat dengan matahari. Titik terdekat
dengan matahari disebut perihelium. Namum pada suatu saat berada jauh dengan
matahari. Titik terjauh tersebut disebut Aphelium.
Komponen utama sistem tata surya adalah Matahari, sebuah bintang deret
utama yang mengandung 99,86% massa dari sistem yang mendominasi seluruh
dengan gaya gravitsainya. Yupiter dan Saturnus dua komponen terbesar yang
mengedari matahari, mencakup kira – kira 90% massa selebihnya.
Hampir semua objek – objek besar yang mengorbit matahari terletak pada
bidang edaran bumi, yang umumnya dinamai eliptika. Semua planet terletak sangat
dengan ekliptika, sementara komet dan sabuk Kuiper biasnya memiliki beda sudut
yang sangat besar dibandingkan dengan ekliptika.
Planet-planet dan objek – objek Tata surya juga mengorbit mengelilingi
matahahari berlawanan dengan arah jarum jam jika dilihat dari atas kutub utara
matahari, terkecuali Komet Halley.

1.2. Rumusan Masalah


1. Jelaskan Matahari Sebagai Bintang di Pusat Tata Surya!
2. Jelaskan Matahari Sebagai Bintang Deret Utama Tipe G!
3. Jelaskan Pengukuran Jari – Jari Matahari!
4. Jelaskan Pengukuran Massa Matahari!
5. Jelaskan Spektrum Matahari!
6. Jelaskan Garis-garis Fraunhofer!
7. Jelaskan Energi Matahari
1.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Matahari Sebagai Bintang di Pusat Tata Surya
2. Untuk mengetahui Matahari Sebagai Bintang Deret Utama Tipe G
3. Untuk mengetahui Pengukuran Jari – Jari Matahari
4. Untuk mengetahui Pengukuran Massa Matahari

4
5. Untuk mengetahui Spektrum Matahari
6. Untuk mengetahui Garis-garis Fraunhofer
7. Untuk mengetahui Energi Matahari

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Matahari Sebagai Bintang di Pusat Tata Surya


Matahari atau surya adalah bintang di pusat tata surya. Bentuknya
nyaris bulat dan terdiri dari plasma panas bercampur medan magnet.
Diameternya sekitar 1.392.684 km, kira – kira 109 kali diameter Bumi, dan
massanya (sekitar 2 × 1030 kilogram, 330.000 kali massa Bumi) mewakili
kurang lebih 99,86 % massa total tata surya.
Secara kimiawi, sekitar tiga perempat massa matahari terdiri dari
hidrogen, sedangkan sisanya didominasi helium. Sisa massa tersebut
(1,69%, setara dengan 5.629 kali massa Bumi) terdiri dari elemen – elemen
berat seperti oksigen, karbon, neon, dan besi.
Matahari terbentuk sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu akibat peluruhan
gravitasi suatu wilayah di dalam sebuah awan molekul besar. Sebagian
besar materi berkumpul di tengah, sementara sisanya memipih menjadi
cakram beredar yang kelak menjadi tata surya. Massa pusatnya semakin
panas dan padat dan akhirnya memulai fusi termonuklir di intinya. Diduga
bahwa hampir semua bintang lain terbentuk dengan proses serupa.
Klasifikasi bintang matahari, berdasarkan kelas spektrumnya, adalah
bintang deret utama G (G2V) dan sering digolongkan sebagai katai kuning
karena radiasi tampaknya lebih intens dalam porsi spektrum kuning-merah.
Meski warnanya putih, dari permukaan Bumi, matahari tampak kuning
dikarenakan pembauran cahaya biru di atmosfer.Menurut label kelas
spektrum, G2 menandakan suhu permukaannya sekitar 5778 K (5505 °C)
dan V menandakan bahwa matahari, layaknya bintang-bintang lain,
merupakan bintang deret utama, sehingga energinya diciptakan oleh fusi
nuklir nukleus hidrogen ke dalam helium. Dalam intinya, matahari memfusi
620 juta ton metrik hidrogen setiap detik.
Dahulu, matahari dipandang para astronom sebagai bintang kecil dan
tidak penting. Sekarang, matahari dianggap lebih terang daripada sekitar
85% bintang di galaksi Bima Sakti yang didominasi katai merah. Magnitudo
absolut matahari adalah + 4,83. Akan tetapi, sebagai bintang yang paling

6
dekat dengan Bumi, matahari adalah benda tercerah di langit dengan
magnitudo tampak −26,74. Korona matahari yang panas terus meluas di luar
angkasa dan menciptakan angin matahari, yaitu arus partikel bermuatan
yang bergerak hingga heliopause sekitar 100 au. Gelembung di medium
antarbintang yang terbentuk oleh angin matahari, heliosfer, adalah struktur
bersambung terbesar di tata surya.
Matahari saat ini bergerak melalui Awan Antarbintang Lokal (dekat
Awan G) di zona Gelembung Lokal, tepatnya di dalam lingkaran terdalam
Lengan Orion di galaksi Bima Sakti. Dari 50 sistem bintang terdekat dalam
jarak 17 tahun cahaya dari Bumi (bintang terdekat adalah katai merah
bernama Proxima Centauri sekitar 4,2 tahun cahaya), matahari memiliki
massa terbesar keempat. Matahari mengorbit pusat Bima Sakti pada jarak
kurang lebih 24.000–26.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Jika dilihat
dari kutub utara galaksi, matahari merampungkan satu orbit searah jarum
jam dalam kurun sekitar 225–250 juta tahun. Karena Bima Sakti bergerak
relatif terhadap radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis (CMB) ke
arah konstelasi Hydra dengan kecepatan 550 km/detik, kecepatan matahari
relatif terhadap CMB sekitar 370 km/detik ke arah Crater atau Leo.
Jarak rata-rata matahari dari Bumi sekitar 149,6 juta kilometer (1 au),
meski jaraknya bervariasi seiring pergerakan Bumi menjauhi perihelion
pada bulan Januari hingga aphelion pada bulan Juli. Pada jarak rata-rata ini,
cahaya bergerak dari matahari ke Bumi selama 8 menit 19 detik. Energi
sinar matahari ini membantu perkembangan nyaris semua bentuk kehidupan
di Bumi melalui fotosintesis dan mengubah iklim dan cuaca Bumi. Dampak
luar biasa matahari terhadap Bumi sudah diamati sejak zaman prasejarah.
Matahari juga dianggap oleh sejumlah peradaban sebagai dewa. Pemahaman
ilmiah yang akurat mengenai matahari berkembang perlahan. Pada abad ke-
19, beberapa ilmuwan ternama mulai sedikit tahu tentang komposisi fisik
dan sumber tenaga matahari. Pemahaman ini masih terus berkembang
sampai sekarang. Ada sejumlah anomali perilaku matahari yang belum
dapat dijelaskan secara ilmiah.

7
2.2. Matahari Sebagai Bintang Deret Utama Tipe G
Karakteristik
Matahari adalah bintang deret utama tipe G yang kira – kira terdiri
dari 99,85% massa total tata surya. Bentuknya nyaris bulat sempurna
dengan kepepatan sebesar sembilan per satu juta, artinya diameter kutubnya
berbeda 10 km saja dengan diameter khatulistiwanya. Karena matahari
terbuat dari plasma dan tidak padat, rotasinya lebih cepat di bagian
khatulistiwa ketimbang kutubnya. Peristiwa ini disebut rotasi diferensial dan
terjadi karena konveksi pada matahari dan gerakan massanya akibat gradasi
suhu yang terlampau jauh dari inti ke permukaan. Massa tersebut
mendorong sebagian momentum sudut matahari yang berlawanan arah
jarum jam jika dilihat dari kutub utara ekliptika sehingga kecepatan
sudutnya didistribusikan kembali. Periode rotasi aktual ini diperkirakan 25,6
hari di khatulistiwa dan 33,5 hari di kutub. Namun, akibat sudut pandang
yang berubah-ubah dari Bumi saat mengorbit matahari, rotasi tampak di
khatulistiwa kira-kira 28 hari. Efek sentrifugal rotasi lambat ini 18 juta kali
lebih lemah dibandingkan gravitasi permukaan di khatulistiwa matahari.
Efek pasang planet lebih lemah lagi dan tidak begitu memengaruhi bentuk
matahari.
Matahari adalah bintang populasi I yang kaya elemen berat.
Pembentukan matahari diperkirakan diawali oleh gelombang kejut dari satu
supernova terdekat atau lebih. Teori ini didasarkan pada keberlimpahan
elemen berat di tata surya, seperti emas dan uranium, dibandingkan bintang-
bintang populasi II yang elemen beratnya sedikit. Elemen – elemen ini
sangat mungkin dihasilkan oleh reaksi nuklir endotermik selama supernova
atau transmutasi melalui penyerapan neutron di dalam sebuah bintang
raksasa generasi kedua.
Matahari tidak punya batas pasti seperti planet – planet berbatu.
Kepadatan gas di bagian terluarnya menurun seiring bertambahnya jarak
dari pusat matahari.Meski begitu, matahari memiliki struktur interior yang
jelas. Radius matahari diukur dari pusatnya ke pinggir fotosfer. Fotosfer
adalah lapisan terakhir yang tampak karena lapisan-lapisan di atasnya terlalu

8
dingin atau terlalu tipis untuk meradiasikan cahaya yang cukup agar dapat
terlihat mata telanjang di hadapan cahaya terang dari fotosfer. Selama
gerhana matahari total, ketika fotosfer terhalang Bulan, korona matahari
terlihat di sekitarnya.
Interior matahari tidak bisa dilihat secara langsung dan matahari
sendiri tidak dapat ditembus radiasi elektromagnetik. Dengan mengikuti
seismologi yang memakai gelombang gempa untuk mengungkap struktur
terdalam Bumi, disiplin helioseismologi memakai gelombang tekanan
(suara infrasonik) yang melintasi interior matahari untuk mengukur dan
menggambar struktur terdalam matahari. Model komputer matahari juga
dimanfaatkan sebagai alat bantu teoretis untuk menyelidiki lapisan-lapisan
terdalamnya.
Inti
Inti matahari diperkirakan merentang dari pusatnya sampai 20–25%
radius matahari. Kepadatannya mencapai 150 g/cm3[ (sekitar 150 kali lipat
kepadatan air) dan suhu mendekati 15,7 juta kelvin (K).[54] Sebaliknya,
suhu permukaan matahari kurang lebih 5.800 K. Analisis terkini terhadap
data misi SOHO menunjukkan keberadaan tingkat rotasi yang lebih cepat di
bagian inti ketimbang di seluruh zona radiatif. Sepanjang masa hidup
matahari, energi dihasilkan oleh fusi nuklir melalui serangkaian tahap yang
disebut rantai p–p (proton – proton); proses ini mengubah hidrogen menjadi
helium. Hanya 0,8% energi matahari yang berasal dari siklus CNO.
Inti adalah satu – satunya wilayah matahari yang menghasilkan energi
termal yang cukup melalui fusi; 99% tenaganya tercipta di dalam 24%
radius matahari. Fusi hampir berhenti sepenuhnya pada tingkat 30% radius.
Sisanya dipanaskan oleh energi yang ditransfer ke luar oleh radiasi dari inti
ke zona konvektif di luarnya. Energi yang diproduksi melalui fusi di inti
harus melintasi beberapa lapisan dalam perjalanan menuju fotosfer sebelum
lepas ke angkasa dalam bentuk sinar matahari atau energi kinetik partikel.
Rantai proton – proton terjadi sekitar 9,2×1037 kali per detik di inti.
Karena memakai empat proton bebas (nukleus hidrogen), reaksi ini kira-kira
mengubah 3,7×1038 proton menjadi partikel alpha (nukleus helium) setiap

9
detiknya (dari total ~8,9×1056 proton bebas di matahari) atau sekitar
6,2×1011 kg per detik. Karena memfusi hidrogen ke helium melepaskan
kurang lebih 0,7% massa terfusi dalam bentuk energi, matahari melepaskan
energi dengan tingkat konversi massa – energi sebesar 4,26 juta ton metrik
per detik, 384,6 yotta watt (3,846×1026 W), atau 9,192×1010 megaton TNT
per detik. Massa ini tidak dihancurkan untuk menciptakan energi, tetapi
diubah menjadi setara energi dan diangkut dalam energi yang diradiasikan,
seperti yang dijelaskan oleh konsep kesetaraan massa – energi.
Produksi tenaga oleh fusi di inti bervariasi sesuai jaraknya dari pusat
matahari. Di pusat matahari, model teori memperkirakan besarnya mencapai
276.5 watt/m3, kepadatan produksi tenaga yang kira – kira lebih mendekati
metabolisme reptil daripada bom termonuklir. Puncak produksi tenaga di
matahari telah disbanding – bandingkan dengan panas volumetrik yang
dihasilkan di dalam tumpukan kompos aktif. Keluaran tenaga matahari yang
luar biasa tidak diakibatkan oleh tenaga per volumenya yang tinggi,
melainkan ukurannya yang besar.
Tingkat fusi di bagian inti berada dalam kesetimbangan yang bisa
membaik sendiri. Tingkat fusi yang agak lebih tinggi mengakibatkan inti
memanas dan sedikit memuai terhadap berat lapisan terluarnya sehingga
mengurangi tingkat fusi dan memperbaiki perturbasi; tingkat yang agak
lebih rendah mengakibatkan inti mendingin dan sedikit menyusut sehingga
meningkatkan tingkat fusi dan memperbaikinya ke tingkat saat ini.
Sinar gama (foton berenergi tinggi) yang dilepaskan dalam reaksi fusi
hanya diserap oleh beberapa militer plasma matahari, kemudian dipancarkan
kembali secara acak dalam bentuk energi yang lebih rendah. Karena itu,
butuh waktu lama bagi radiasi untuk mencapai permukaan matahari.
Perkiraan waktu tempuh foton berkisar antara 10–170 ribu tahun. Neutrino,
yang mewakili sekitar 2% produksi energi total matahari, hanya butuh 2,3
detik untuk mencapai permukaan. Karena transprotasi energi di matahari
adalah proses yang melibatkan foton dalam kesetimbangan termodinamik
dengan zat, skala waktu transportasi energi di matahari lebih panjang
dengan rentang 30 juta tahun. Ini adalah waktu yang diperlukan matahari

10
untuk kembali ke keadaan stabil jika tingkat penciptaan energi di intinya
tiba – tiba berubah.
Sepanjang bagian akhir perjalanan foton keluar matahari, di zona
konvektif terluar, tabrakannya lebih sedikit dan energinya lebih rendah.
Fotosfer adalah permukaan transparan matahari tempat foton terlepas dalam
bentuk cahaya tampak. Setiap sinar gama di inti matahari diubah menjadi
beberapa juta foton cahaya tampak sebelum lepas ke luar angkasa. Neutrino
juga dilepaskan oleh reaksi fusi di inti, tetapi tidak seperti foton. Neutrino
jarang berinteraksi dengan zat sampai-sampai semuanya bisa dengan mudah
keluar dari matahari. Selama beberapa tahun, pengukuran jumlah neutrino
yang diproduksi di matahari lebih rendah daripada yang diprediksi teori
dengan faktor 3. Kesenjangan ini diselesaikan pada tahun 2001 melalui
penemuan efek osilasi neutrino: matahari memancarkan beberapa neutrino
sesuai prediksi teori, tetapi detektor neutrino kehilangan 2⁄3 jumlahnya
karena neutrino sudah berubah rasa saat dideteksi.

2.3. Pengukuran Jari – Jari Matahari


Jari – jari matahari adalah satuan jarak yang digunakan untuk
menyatakan ukuran bintang dalam astronomi yang relatif terhadap Matahari.
Jari-jari matahari biasanya didefinisikan sebagai jari-jari dari pusat ke
lapisan terluar fotosfer Matahari di mana kedalaman optisnya sama dengan

2
:
3
1 Rʘ = 6.957 X 105 km
Wahana antariksa nirawak SOHO digunakan untuk mengukur jari-jari
Matahari dengan cara menghitung waktu transit Merkurius di permukaan
Matahari pada tahun 2003 hingga 2006. Hasilnya adalah jari-jari yang
terukur sebesar 696,342 ± 65 kilometer (432,687 ± 40,389 mil).
Radius Matahari dapat kita tentukan dengan mengukur besar sudut
bundaran Matahari yang kita lihat dari bumi sebagaimana penjelasan
dalam gambar 1 berikut,

11
Sudut α disebut radius sudut Matahari, sedangkan radiussebenarnya adalah
Rʘ . Karena sudut α sangat kecil kita dapatmenuliskan persamaan dalam
bentuk,

α=
d
Dimana α dinyatakan dalam radian. Berdasarkan pengukuran diketahui
bahwa nilai α = 960 o atau 4,654 x 1010 cm. Dari nilai ini kita dapat
menentukan jari – jari matahari, yaitu
Rʘ = α . d
Rʘ = 4,654 x 1010 cm . 1,496 x 1013 cm
= 6,96 x 1010 cm

2.4. Pengukuran Massa Matahari


Massa matahari ( M ʘ) adalah standar satuan massa di astronomi yang
digunakan untuk menunjukkan massa bintang lainya, cluster, nebula dan
galaksi. Hal ini sama dengan massa Matahari, sekitar dua nonillion
kilogram:
M ʘ = (1,98847 ±0,00007) x 1030 kg
Massa di atas adalah sekitar 332 946 kali massa Bumi ( M ⊕), atau 1047
kali massa Jupiter ( M J )
Karena bumi memiliki sebuah orbit elips mengelilingi matahari,
massa surya dapat dihitung dari persamaan untuk periode orbit dari objek

12
kecil yang mengorbit massa pusat. Berdasarkan panjang tahun, jarak dari
Bumi ke Matahari (satuan astronomi atau AU), dan konstanta gravitasi
(G), massa Matahari dirumuskan dengan :
4 π 2 x(1 AU )3
Mʘ =
G x (1 yr)2
2.5. Spektrum Matahari
Klasifikasi bintang matahari, berdasarkan kelas spektrumnya, adalah
bintang deret utama G (G2V) dan sering digolongkan sebagai katai kuning
karena radiasi tampaknya lebih intens dalam porsi spektrum kuning-mera.
Meski warnanya putih, dari permukaan Bumi, matahari tampak kuning
dikarenakan pembauran cahaya biru di atmosfer.Menurut label kelas
spektrum,G2 menandakan suhu permukaannya sekitar 5778 K (5505 °C)
dan V menandakan bahwa matahari, layaknya bintang-bintang lain,
merupakan bintang deret utama, sehingga energinya diciptakan oleh fusi
nuklir nukleus hidrogen ke dalam helium. Dalam intinya, matahari
memfusi 620 juta ton metrik hidrogen setiap detik.
2.6. Garis-garis Fraunhofer
Di dalam fisika dan optika, garis-garis Fraunhofer adalah sekumpulan
garis spektrum yang dinamakan berdasarkan fisikawan Jerman Joseph von
Fraunhofer (1787-1826). Garis-garis tersebut berasal dari penampakan
garis-garis gelap dalam spektrum optik Matahari.
Kimiawan Inggris, William Hyde Wollaston pada 1802 adalah orang
pertama yang mencatat keberadaan sejumlah garis-garis gelap dalam
spektrum Matahari. Pada 1814, Fraunhofer secara mandiri menemukan
kembali garis-garis tersebut, memulai sebuah studi sistematik dan
melakukan pengukuran saksama terhadap panjang gelombang garis-garis
ini. Secara keseluruhan, dia memetakan lebih dari 570 garis, dan menandai
fitur-fitur utama dengan huruf A hingga K, dan garis-garis yang lebih
lemah dengan huruf lainnya.
Lebih jauh, Kirchoff dan Bunsen manemukan bahwa suatu elemen
kimia berhubungan dengan seperangkat garis-garis tersebut. Kirchhoff dan
Bunsen kemudian menyimpulkan bahwa garis-garis gelap dalam spektrum

13
Matahari disebabkan oleh serapan oleh elemen-elemen kimia yang berada
di lapisan teratas Matahari. Beberapa dari garis yang teramati juga
merupakan serapan oleh molekul-molekul oksigen di atmosfer Bumi.

Garis-garis Fraunhofer dalam spektrum Matahari


Garis-garis Fraunhofer yang penting, dan elemen-elemen yang berasosiasi
dengannya, digambarkan dalam tabel berikut:

14
2.7. Energi Matahari
Sepanjang hidup Matahari, energi Matahari dihasilkan melalui reaksi
proton-proton

Seperti yang terlihat dalam gambar di atas, reaksi proton-protonmerupakan


suatu reaksi yang melibatkan dua inti hydrogen 1H (proton)
untukkemudian membentuk satu inti deuterium 2H. Pembentukan inti
deuteriummemaksa sebuah proton berubah menjadi netron dalam proses
peluruhan beta dengan melepaskan sebuah positron dan sebuah neutrino.
Pelepasanneutrino pada langkah ini membawa energi lebih dari 0,53 MeV.
Untukmenghasilkan 2 H, proton-proton harus mengalami peluruhan β+
pada saat titik terdekat mereka. Proses ini diatur oleh interaksi lemah dan
sangat jarang terjadi. Oleh karenanya reaksi pertama memiliki penampang
nuklir( cross-section ) yang sangat kecil dan sebuah proton harus
menunggu rata-rata selama 109 tahun untuk berfusi dengan sesamanya
dalam membentukdeuterium. Positron yang terbentuk kemudian segera
musnah oleh sebabinteraksi dengan sebuah elektron. Energi massa mereka
dibawa oleh fotonsinar gamma. Deuterium yang terbentuk kemudian
bereaksi dengan protonyang lain untuk membentuk isotop ringan helium,
3He.

15
Energi yang dihasilkan matahari kemudian diangkut kelur melalui
arusenergi radiasi dan konveksi. Seperti yang telah dibicarakan diatas
pembangkitan energi Matahari terutama ditempuh melalui reaksi proton-
proton dimana reaksi proton-proton sendiri merupakan reaksi yang
tidakterlalu peka terhadap suhu. Hal ini berarti bahwa perubahan
temperatur didalam inti tidak berpengaruh besar pada perubahan laju
energi di dalam inti.Keadaan ini melanggar syarat terjadinya konveksi,
sehingga konveksi tidakakan terjadi di daerah ini dan energi-pun diangkut
secara radiasi. Sebaliknyadi bagian luar bintang, temperatur cukup rendah
sehingga mengijinkan atomhidrogen berada dalam keadaan netral. Pada
satu titik di dalam bintangantara inti dan permukaan, foton-foton berenergi
tinggi dalam panjanggelombang ultra violet yang diradiasikan dari inti
kemudian diserap olehhidrogen-hidrogen netral untuk mengionisasi diri,
sehingga seolah-olahlapisan ini menjadi tidak tembus cahaya ultra violet.
Dari titik ini penghantaran dengan cara radiasi berhenti dan energi
kemudian diangkutsecara konveksi.

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Matahari atau Surya adalah bintang di pusat tata surya. Bentuknya
nyaris bulat dan terdiri dari plasma panas bercampur medan magnet.
Diameternya sekitar 1.392.684 km, kira-kira 109 kali diameter Bumi, dan
massanya (sekitar 2×1030 kilogram, 330.000 kali massa Bumi) mewakili
kurang lebih 99,86 % massa total tata surya.
3.2. Saran
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan pertolongan pada
kami sehingga kami bisa mempelajari menyelesaikan makalah ini dan
tentunya dalam penyusunan makalah kami masih jauh dari kata sempurna
untuk itu kami mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca
sebagai perbaikan makalah kami selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Basu, S., W. J. Chaplin, Y. Elsworth, R. New, A. M. Serenelli, 2009, Fresh Insights on


the Structure of the Solar Core, The Astrophysical Journal – volume 699, issue 2, p.1403-
1417

Broggini, C., 2003, Nuclear Processes at Solar Energy, Proceedings of the XXIII
International Conference (Physics in Collisions Conference – Zeuthen, Germany), p. 21

Darling, D., 2004, The Universal Book of Astronomy, John Wiley & Son, New Jersey,

Pasachoff, J. M., 1980, Astronomy: From the Earth to the Universe, Saunders Co.,
Philadelphia, p.351-367

Pedersen, O. 1993, Early Physics and Astronomy: A Historical Introduction, Cambridge


University Press, Cambridge

Sawitar, W., 2016, Menjelajahi Tata Surya, Bahan Ajar Penyuluhan ke Sekolah tingkat
SD, Planetarium Jakarta

Schröder, K. P., R. C. Smith, 2008, Distant Future of the Sun and Earth Revisited,
Monthly Notices of the Royal Astronomical Society 386, p.155–163

Sutantyo, W., 1984, Astrofisika: Mengenal Bintang, Penerbit ITB, Bandung

18

Anda mungkin juga menyukai