Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ILMU KEBUMIAN DAN ASTRONOMI

MATAHRI DAN BINTANG

OLEH :

KELOMPOK 13

FITRI DAMAYANTI (19010107013)

ELMA (19010107030)

PROGRAM STUDI TADRIS IPA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

KENDARI

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT., yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayahnya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Sholawat beserta salam semoga tetap tercutah kepada Nabi Muhammad SAW., Keluarga, sahabat
serta kita semua selaku umatnya.

Selama proses pengerjaan, penulis banyak sekali menemukan kendala dan kesulitan yang
disebabkan oleh terbatasnya waktu. Akan tetapi, dengan segenap usaha, kemauan dan
kemampuan yang dimiliki, akhirnya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya penulis.

Kendri, 8 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Sist

B. Sis

C. Siste

D. Sis

E. Sis

F. Sist

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya matahari merupakan salah satu bintang yang berada di tata surya dan menjadi
pusatnya. Matahari termasuk bintang karena dapat menghasilkan energi cahaya sendiri.
Cahaya matahari dibandingkan bintang yang lain terasa lebih cemerlang. Hal itulah yang
menyebabkan pada waktu siang hari kita tidak dapat melihat bintang selain matahari.
Sedangkan Bintang adalah benda langit yang memancarkan cahaya. Ada 2 jenis bintang,
yaitu bintang semu dan bintang nyata Secara sepintas bintang-bintang di langit tampak sama
warnanya, yaitu putih. Akan tetapi bila kita amati lebih teliti lewat teleskop, ternyata
bintang-bintang itu memiliki warna, ada yang merah, biru, kuning dan sebagainya. Warna
bintang menunjukkan temperatur bintang yang bersangkutan. Semakin biru warna suatu
bintang, semakin panas bintang tersebut. Matahari kita merupakan bintang berwarna kuning
yang temperaturnya sekitar 6000 oK.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah itu Matahari ?

2. Apa itu Bintang

3. Bagaimana jarak bintang ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa itu matahari.

2. Untuk mengetahui apa itu bintang.

3. Untuk mengetahui bagaimana jarak bintang.


BAB II

PEMBAHASAN

A. MATAHARI

Matahari adalah bola raksasa yang terbentuk dari gas hidrogen dan helium. Matahari
termasuk bintang berwarna putih yang berperan sebagai pusat tata surya. Seluruh komponen
tata surya termasuk 8 planet dan satelit masing-masing, planet-planet kerdil, asteroid, komet,
dan debu angkasa berputar mengelilingi Matahari. Di samping sebagai pusat peredaran,
Matahari juga merupakan sumber energi untuk kehidupan yang berkelanjutan. Panas
Matahari menghangatkan bumi dan membentuk iklim, sedangkan cahayanya menerangi
Bumi serta dipakai oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Tanpa Matahari, tidak akan ada
kehidupan di Bumi karena banyak reaksi kimia yang tidak dapat berlangsung

Nicolaus Copernicus adalah orang pertama yang mengemukakan teori bahwa Matahari
adalah pusat peredaran tata surya pada abad 16. Teori ini kemudian dibuktikan oleh Galileo
Galilei dan pengamat angkasa lainnya. Teori yang kemudian dikenal dengan nama
heliosentrisme ini mematahkan teori geosentrisme (bumi sebagai pusat tata surya) yang
dikemukakan oleh Ptolemeus dan telah bertahan sejak abad ke dua sebelum masehi. Konsep
fusi nuklir yang dikemukakan oleh Subrahmanyan Chandrasekhar dan Hans Bethe pada
tahun 1930 akhirnya dapat menjelaskan apa itu Matahari secara tepat

1. Karakteristik umum Matahari

Matahari berbentuk bola yang berpijar dengan senyawa penyusun utama berupa gas
hidrogen (74%) dan helium (25%) terionisasi. Senyawa penyusun lainnya terdiri dari
besi, nikel, silikon, sulfur, magnesium, karbon, neon, kalsium, dan kromium. Cahaya
Matahari berasal dari hasil reaksi fusi hidrogen menjadi helium. Berdasarkan
penghitungan menggunakan Hukum Newton dengan melibatkan nilai kecepatan orbit
Bumi, jarak Matahari, dan gaya gravitasi, diperoleh massa Matahari sebesar 1,989x1030
kilogram. Angka tersebut sama dengan 333.000 kali massa Bumi. Sementara itu,
diameter Matahari adalah 1.392.000 kilometer atau 865.000 mil, sama dengan 109 kali
diameter BumiSebagai perbandingan, sebanyak 1,3 juta planet seukuran Bumi dapat
masuk ke dalam Matahari. Oleh karena itu, Matahari menjadi obyek terbesar di tata
surya dengan massa mencapai 99,85% dari total massa tata surya.

Matahari merupakan bintang yang paling dekat dengan Bumi, yaitu berjarak rata-rata
149.600.000 kilometer (92,96 juta mil). Jarak Matahari ke Bumi ini dikenal sebagai
satuan astronomi dan biasa dibulatkan (untuk penyederhanaan hitungan) menjadi 150
juta km. Berdasarkan penghitungan dengan metode analisis radioaktif, diketahui bahwa
batuan bulan, meteorit dan batuan Bumi tertua yang pernah ditemukan berusia sekitar
4,6 miliar tahun. Sementara itu, sampel batuan Matahari belum pernah didapatkan
sehingga penghitungan dilakukan secara matematika menggunakan model interior
Matahari. Berdasarkan hasil penghitungan matematika adalah Matahari diperkirakan
berusia 5 ± 1,5 miliar tahun. Namun, oleh karena tata surya diketahui terbentuk sebagai
satu kesatuan dalam waktu yang berdekatan maka kini secara umum Matahari dianggap
berusia 4,6 miliar tahun. Matahari tergolong bintang tipe G V, dengan ciri memiliki suhu
permukaan sekitar 6.000 K dan umumnya bertahan selama 10 miliar tahun. Matahari
diperkirakan berusia sekitar 7 miliar tahun lagi, sebelum hidrogen di intinya habis. Bila
hal tersebut terjadi, Matahari akan berekspansi menjadi bintang raksasa berwarna merah
yang dingin dan 'memakan' planet-planet kecil di sekitarnya (mungkin termasuk Bumi)
sebelum akhirnya kembali menjadi bintang kerdil berwarna putih kembali.

Gaya gravitasi di Matahari sebanding dengan 28 kali gravitasi di Bumi. Secara teori hal
tersebut berarti bila seseorang memiliki berat 100 kg di Bumi maka bila berjalan di
permukaan Matahari beratnya akan terasa seperti 2.800 kg. Gravitasi Matahari
memungkinkannya menarik semua komponen-komponen penyusunnya membentuk
suatu bentuk bola sempurna. Gravitasi Matahari jugalah yang menahan planet-planet
yang mengelilinginya tetap berada pada orbit masing-masing. Pengaruh dari gravitasi
Matahari masih dapat terasa hingga jarak 2 tahun cahaya.

Radiasi Matahari, lebih dikenal sebagai cahaya Matahari, adalah campuran gelombang
elektromagnetik yang terdiri dari gelombang inframerah, cahaya tampak, sinar
ultraviolet. Semua gelombang elektromagnetik ini bergerak dengan kecepatan sekitar 3,0
x 108 m/s. Oleh karena itu radiasi atau cahaya memerlukan waktu 8 menit untuk sampai
ke Bumi. Matahari juga menghasilkan sinar gamma, namun frekuensinya semakin kecil
seiring dengan jaraknya meninggalkan inti.

2. Struktur Matahari

Matahari memiliki enam lapisan yang masing-masing memiliki karakteristik tertentu.


Keenam lapisan tersebut meliputi inti Matahari, zona radiatif, dan zona konvektif yang
membentuk lapisan dalam (interior); fotosfer; kromosfer; dan korona sebagai daerah
terluar dari Matahari.

b. Inti Matahari

Inti adalah area terdalam dari Matahari yang memiliki suhu sekitar 15 juta derajat
Celcius (27 juta derajat Fahrenheit). Berdasarkan perbandingan radius/diameter,
bagian inti berukuran seperempat jarak dari pusat ke permukaan dan 1/64 total
volume Matahari. Kepadatannya adalah sekitar 150 g/cm3. Suhu dan tekanan yang
sedemikian tingginya memungkinkan adanya pemecahan atom-atom menjadi elektron,
proton, dan neutron. Neutron yang tidak bermuatan akan meninggalkan inti menuju
bagian Matahari yang lebih luar. Sementara itu, energi panas di dalam inti
menyebabkan pergerakan elektron dan proton sangat cepat dan bertabrakan satu
dengan yang lain menyebabkan reaksi fusi nuklir (sering juga disebut termonuklir).
Inti Matahari adalah tempat berlangsungnya reaksi fusi nuklir helium menjadi
hidrogen. Energi hasil reaksi termonuklir di inti berupa sinar gamma dan neutrino
memberi tenaga sangat besar sekaligus menghasilkan seluruh energi panas dan
cahaya yang diterima di Bumi. Energi tersebut dibawa keluar dari Matahari melalui
radiasi.

b. Zona radiatif

Zona radiatif adalah daerah yang menyelubungi inti Matahari. Energi dari inti
dalam bentuk radiasi berkumpul di daerah ini sebelum diteruskan ke bagian
Matahari yang lebih luar. Kepadatan zona radiatif adalah sekitar 20 g/cm3 dengan
suhu dari bagian dalam ke luar antara 7 juta hingga 2 juta derajat Celcius. Suhu
dan densitas zona radiatif masih cukup tinggi, namun tidak memungkinkan
terjadinya reaksi fusi nuklir.
c. Zona konvektif

Zona konvektif adalah lapisan di mana suhu mulai menurun. Suhu zona konvektif
adalah sekitar 2 juta derajat Celcius (3.5 juta derajat Fahrenheit). Setelah keluar
dari zona radiatif, atom-atom berenergi dari inti Matahari akan bergerak menuju
lapisan lebih luar yang memiliki suhu lebih rendah. Penurunan suhu tersebut
menyebabkan terjadinya perlambatan gerakan atom sehingga pergerakan secara
radiasi menjadi kurang efisien lagi. Energi dari inti Matahari membutuhkan waktu
170.000 tahun untuk mencapai zona konvektifSaat berada di zona konvektif,
pergerakan atom akan terjadi secara konveksi di area sepanjang beberapa ratus
kilometer yang tersusun atas sel-sel gas raksasa yang terus bersirkulasi. Atom-
atom bersuhu tinggi yang baru keluar dari zona radiatif akan bergerak dengan
lambat mencapai lapisan terluar zona konvektif yang lebih dingin menyebabakan
atom-atom tersebut "jatuh" kembali ke lapisan teratas zona radiatif yang panas
yang kemudian kembali naik lagi. Peristiwa ini terus berulang menyebabkan
adanya pergerakan bolak-balik yang menyebabakan transfer energi seperti yang
terjadi saat memanaskan air dalam panic. Oleh sebab itu, zona konvektif dikenal
juga dengan nama zona pendidihan (the boiling zone). Materi energi akan
mencapai bagian atas zona konvektif dalam waktu beberapa minggu.

d. Fotosfer

Fotosfer atau permukaan Matahari meliputi wilayah setebal 500 kilometer dengan
suhu sekitar 5.500 derajat Celcius (10.000 derajat Fahrenheit). Sebagian besar
radiasi Matahari yang dilepaskan keluar berasal dari fotosfer. Energi tersebut
diobservasi sebagai sinar Matahari di Bumi, 8 menit setelah meninggalkan
Matahari.

e. Kromosfer

Kromosfer adalah lapisan di atas fotosfer. Warna dari kromosfer biasanya tidak
terlihat karena tertutup cahaya yang begitu terang yang dihasilkan fotosfer. Namun
saat terjadi gerhana Matahari total, di mana bulan menutupi fotosfer, bagian
kromosfer akan terlihat sebagai bingkai berwarna merah di sekeliling Matahari.
Warna merah tersebut disebabkan oleh tingginya kandungan helium di sana.

f. Korona

Korona merupakan lapisan terluar dari Matahari. Lapisan ini berwarna putih,
namun hanya dapat dilihat saat terjadi gerhana karena cahaya yang dipancarkan
tidak sekuat bagian Matahari yang lebih dalam. Saat gerhana total terjadi, korona
terlihat membentuk mahkota cahaya berwarna putih di sekeliling Matahari.
Lapisan korona memiliki suhu yang lebih tinggi dari bagian dalam Matahari
dengan rata-rata 2 juta derajat Fahrenheit, namun di beberapa bagian bisa
mencapai suhu 5 juta derajat Fahrenheit.

3. Pergerakan Matahari

Ilustrasi rotasi Matahari. Terdapat perubahan posisi bintik Matahari selama terjadi
pergerakan Matahari mempunyai dua macam pergerakan, yaitu sebagai berikut :
Matahari berotasi pada sumbunya dengan selama sekitar 27 hari untuk mencapai satu
kali putaran. Gerakan rotasi ini pertama kali diketahui melalui pengamatan terhadap
perubahan posisi bintik Matahari. Sumbu rotasi Matahari miring sejauh 7,25° dari
sumbu orbit Bumi sehingga kutub utara Matahari akan lebih terlihat di bulan
September sementara kutub selatan Matahari lebih terlihat di bulan Maret. Matahari
bukanlah bola padat, melainkan bola gas, sehingga Matahari tidak berotasi dengan
kecepatan yang seragam. Ahli astronomi mengemukakan bahwa rotasi bagian interior
Matahari tidak sama dengan bagian permukaannya. Bagian inti dan zona radiatif
berotasi bersamaan, sedangkan zona konvektif dan fotosfer juga berotasi bersama
namun dengan kecepatan yang berbeda. Bagian ekuatorial (tengah) memakan waktu
rotasi sekitar 24 hari sedangkan bagian kutubnya berotasi selama sekitar 31 hari.
Sumber perbedaan waktu rotasi Matahari tersebut masih diteliti. Matahari dan
keseluruhan isi tata surya bergerak di orbitnya mengelilingi galaksi Bimasakti.
Matahari terletak sejauh 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi Bimasakti. Kecepatan
rata-rata pergerakan ini adalah 828.000 km/jam sehingga diperkirakan akan
membutuhkan waktu 230 juta tahun untuk mencapai satu putaran sempurna
mengelilingi galaksi.
4. Jarak Matahari ke bintang terdekat

Sistem bintang yang terdekat dengan Matahari adalah Alpha Centauri. Bintang yang
dalam kompleks tersebut yang memilkiki posisi terdekat dengan Matahari adalah
Proxima Centauri, sebuah bintang berwarna merah redup yang terdapat dalam rasi
bintang Centaurus. Jarak Matahari ke Proxima Centauri adalah sejauh 4,3 tahun
cahaya (39.900 juta km atau 270 ribu unit astronomi), kurang lebih 270 ribu kali jarak
matahai ke Bumi. Para ahli astronomi mengetahui bahwa benda-benda angkasa
senantiasa bergerak dalam orbit masing-masing. Oleh karena itu, perhitungan jarak
dilakukan berdasarkan pada perubahan posisi suatu bintang dalam kurun waktu
tertentu dengan berpatokan pada posisinya terhadap bintang-bintang sekitar. Metode
pengukuran ini disebut parallaks (parallax)

5. Ciri khas Matahari

Berikut ini adalah beberapa ciri khas yang dimiliki oleh Matahari:

a. Prominensa (lidah api Matahari)

Erupsi prominensa yang terjadi pada 30 Maret 2010. Prominensa adalah salah
satu ciri khas Matahari, berupa bagian Matahari menyerupai lidah api yang
sangat besar dan terang yang mencuat keluar dari bagian permukaan serta
seringkali berbentuk loop (putaran). Prominensa disebut juga sebagai filamen
Matahari karena meskipun julurannya sangat terang bila dilihat di angkasa yang
gelap, namun tidak lebih terang dari keseluruhan Matahari itu sendiri.
Prominensa hanya dapat dilihat dari Bumi dengan bantuan teleskop dan filter.
Prominensa terbesar yang pernah ditangkap oleh SOHO (Solar and Heliospheric
Observatory) diestimasi berukuran panjang 350 ribu km.

Sama seperti korona, prominensa terbentuk dari plasma namun memiliki suhu
yang lebih dingin. Prominensa berisi materi dengan massa mencapai 100 miliar
kg. Prominensa terjadi di lapisan fotosfer Matahari dan bergerak keluar menuju
korona MatahariPlasma prominensa bergerak di sepanjang medan magnet
Matahari. Erupsi dapat terjadi ketika struktur prominesa menjadi tidak stabil
sehingga akan pecah dan mengeluarkan plasmanya. Ketika terjadi erupsi,
material yang dikeluarkan menjadi bagian dari struktur magnetik yang sangat
besar disebut semburan massa korona (coronnal mass ejection/ CME).
Pergerakan semburan korona tersebut terjadi pada kecepatan yang sangat tinggi,
yaitu antara 20 ribu m/s hingga 3,2 juta km/s. Pergerakan tersebut juga
menyebabkan peningkatan suhu hingga puluhan juta derajat dalam waktu singkat.
Bila erupsi semburan massa korona mengarah ke Bumi, akan terjadi interaksi
dengan medan magnet Bumi dan mengakibatkan terjadinya badai geomagnetik
yang berpotensi mengganggu jaringan komunikasi dan listrik.

Suatu prominensa yang stabil dapat bertahan di korona hingga berbulan-bulan


lamanya dan ukurannya terus membesar setiap hari. Para ahli masih terus
meneliti bagaimana dan mengapa prominensa dapat terjadi.

b. Bintik Matahari

Bintik Matahari adalaah granula-granula cembung kecil yang ditemukan di


bagian fotosfer Matahari dengan jumlah yang tak terhitung. Bintik Matahari
tercipta saat garis medan magnet Matahari menembus bagian fotosfer. Ukuran
bintik Matahari dapat lebih besar daripada Bumi. Bintik Matahari memiliki
daerah yang gelap bernama umbra, yang dikelilingi oleh daerah yang lebih terang
disebut penumbra. Warna bintik Matahari terlihat lebih gelap karena suhunya
yang jauh lebih rendah dari fotosfer. Suhu di daerah umbra adalah sekitar
2.200 °C sedangkan di daerah penumbra adalah 3.500 °C. Oleh karena emisi
cahaya juga dipengaruhi oleh suhu maka bagian bintik Matahari umbra hanya
mengemisikan 1/6 kali cahaya bila dibandingkan permukaan Matahari pada
ukuran yang sama.

c. Angin Matahari

Angin Matahari terbentuk aliran konstan dari partikel-partikel yang dikeluarkan


oleh bagian atas atomosfer Matahari, yang bergerak ke seluruh tata surya.
Partikel-partikel tersebut memiliki energi yang tinggi, namun proses
pergerakannya keluar medan gravitasi Matahari pada kecepatan yang begitu
tinggi belum dimengerti secara sempurna. Kecepatan angin surya terbagi dua,
yaitu angin cepat yang mencapai 400 km/s dan angin cepat yang mencapai lebih
dari 500 km/s. Kecepatan ini juga bertambah secara eksponensial seiring
jaraknya dari Matahari. Angin Matahari yang umum terjadi memiliki kecepatan
750 km/s dan berasal dari lubang korona di atmosfer Matahari.

Beberapa bukti adanya angin surya yang dapat dirasakan atau dilihat dari Bumi
adalah badai geomagnetik berenergi tinggi yang merusak satelit dan sistem listrik,
aurora di Kutub Utara atau Kutub Selatan, dan partikel menyerupai ekor panjang
pada komet yang selalu menjauhi Matahari akibat hembusan angin surya. Angin
Matahari dapat membahayakan kehidupan di Bumi bila tidak terdapat medan
magnet Bumi yang melindungi dari radiasi. Pada kenyataannya, ukuran dan
bentuk medan magnet Bumi juga ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan angin
surya yang melintas.

d. Badai Matahari

Badai Matahari terjadi ketika ada pelepasan seketika energi magnetik yang
terbentuk di atmosfer Matahari. Plasma Matahari yang meningkat suhunya
hingga jutaan Kelvin beserta partikel-partikel lainnya berakselerasi mendekati
kecepatan cahaya. Total energi yang dilepaskan setara dengan jutaan bom
hidrogen berukuran 100 megaton. Jumlah dan kekuatan badai Matahari
bervariasi. Ketika Matahari aktif dan memiliki banyak bintik, badai Matahari
lebih sering terjadi. Badai Matahari seringkali terjadi bersamaan dengan luapan
massa korona. Badai Matahari memberikan risiko radiasi yang sangat besar
terhadap satelit, pesawat ulang alik, astronot, dan terutama sistem telekomunikasi
Bumi. Badai Matahari yang pertama kali tercatat dalam pustaka astronomi adalah
pada tanggal 1 September 1859. Dua peneliti, Richard C. Carrington dan Richard
Hodgson yang sedang mengobservasi bintik Matahari melalui teleskop di tempat
terpisah, mengamati badai Matahari yang terlihat sebagai cahaya putih besar di
sekeliling Matahari. Kejadian ini disebut Carrington Event dan menyebabkan
lumpuhnya jaringan telegraf transatlantik antara Amerika dan Eropa.
B. BINTANG

Bintang adalah benda langit yang memancarkan cahaya. Ada 2 jenis bintang, yaitu bintang
semu dan bintang nyata. Mengapa dikatakan bintang semu dan bintang nyata karena bintang
ini memiliki perbedaan dalam memancarkan cahaya. Bintang semu memancarkan cahayanya
melalui cahaya yang diterima dari bintang lain. Sedangkan bintang nyata adalah bintang
yang memancarkan cahayanya sendiri tanpa menerima cahaya dari bintang lain.

1. Klasifikasi Bintang dan Bintang-Bintang Raksasa

Secara sepintas bintang-bintang di langit tampak sama warnanya, yaitu putih. Akan tetapi
bila kita amati lebih teliti lewat teleskop, ternyata bintang-bintang itu memiliki warna,
ada yang merah, biru, kuning dan sebagainya. Warna bintang menunjukkan temperatur
bintang yang bersangkutan. Semakin biru warna suatu bintang, semakin panas bintang
tersebut. Matahari kita merupakan bintang berwarna kuning yang temperaturnya sekitar
6000 oK.

Informasi yang kita peroleh tentang suatu bintang akan lebih lengkap kalau kita
memiliki prisma yang dipasangkan pada teleskop sehingga cahaya bintang yang datang
bisa terurai. Dari sini kita bisa memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang bintang
itu, misalnya mengenai komposisi kimia, rotasi dan pergerakannya. Spektrum suatu
bintang sangat penting dan digunakan sebagai salah satu cara untuk mengklasifikasikan
bintang.

a. Klasifikasi Harvard (kelas spektrum)

Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan


dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan
komposisi-kimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas
Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai sistem
klasifikasi Harvard. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan
kalimat "Oh Be A Fine Girl Kiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik
memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah
bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk
menyebut bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir
urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5,
dan K0 lebih awal daripada K5.

Berikut ini adalah daftar kelas bintang dari yang paling panas hingga yang paling
dingin (dengan massa, radius dan luminositas dalam satuan Matahari)

Diagram Hertzsprung-Russell

Diagram Hertzsprung-Russell atau diagram H-R (seringkali disebut juga sebagai


diagram warna-magnitudo) adalah diagram hubungan antara magnitudo
mutlak/luminositas dan kelas spektrum bintang/indeks warna. Diagram ini
dikembangkan secara terpisah oleh astronom Denmark, Eijnar Hertzsprung pada
tahun 1911 dan astronom Amerika Serikat, Henry Norris Russell pada tahun 1913.
Diagram ini sangat penting artinya dalam astrofisika terutama dalam bidang evolusi
bintang.
Diagram Hertzsprung-Russell hasil plot dari 22 000 bintang yang datanya berasal dari
katalog Hipparcos dan 1000 dari katalog Gliese. Tampak bahwa bintang-bintang
cenderung berkelompok di bagian tertentu diagram. Yang paling dominan adalah
kelompok yang membentuk diagonal diagram dari kiri atas (panas dan cemerlang)
hingga kanan bawah (dingin dan kurang cemerlang) yang disebut deret utama.
Matahari terletak di deret utama dengan luminositas 1 (magnitudo sekitar 5), dan
temperatur permukaan sekitar 5400K (kelas spektrum G2). Berdasar konsensus,
sumbu x dari kiri ke kanan menyatakan suhu tinggi ke suhu rendah (tetapi 'warna' dari
kecil ke besar).

Di bawah ini disajikan ciri-ciri dari tiap kelas. Ciri-ciri ini terutama mendasarkan diri
pada penampakan garis-garis serapan pola spektrumnya (bukan pada warna atau
temperatur-efektifnya).

a) Kelas O

Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur permukaannya


lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O merupakan bintang yang
nampak paling biru, walaupun sebenarnya kebanyakan energinya dipancarkan
pada panjang gelombang ungu dan ultraungu. Dalam pola spektrumnya garis-
garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang terionisasi 1 kali (He II) dan
karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis serapan dari ion lain juga
terlihat, di antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen, dan silikon.
Garis-garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir
seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama
kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara bintang deret utama
lainnya (perbandingannya kira-kira 1 bintang kelas O di antara 32.000 bintang
deret utama). Namun karena paling terang, maka tidak terlalu sulit untuk
menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yang
dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan
bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis bintang yang
pertama kali meninggalkan deret utama (lihat Diagram Hertzsprung-Russell).
Contoh : Zeta Puppis
b) Kelas B

Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperatur permukaan
antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwarna putih-biru. Dalam pola
spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang netral.
Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat
dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B memiliki umur yang
sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka
dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi
OB. Dari seluruh populasi bintang deret utama terdapat sekitar 0,13 % bintang
kelas B. Contoh : Rigel, Spica

c) Kelas A

Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga 11.000


Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom hidrogen
di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-garis Balmer
akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam terionisasi,
seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang terionisasi satu kali (Mg II, Si
II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Bintang kelas A kira-
kira hanya 0.63% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Vega,
Sirius.

d) Kelas F

Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin,


berwarna putih-kuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang lebih
lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti
Fe II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I) mulai tampak. Bintang
kelas F kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh :
Canopus, Procyon

e) Kelas G
Bintang kelas G mungkin adalah yang paling banyak dipelajari karena Matahari
adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara
5000 hingga 6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-garis Balmer pada bintang
kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis-garis ion logam dan
logam netral semakin menguat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini
adalah profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari
seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Matahari, Capella, Alpha Centauri
A.

f) Kelas K

Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin daripada
bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha Centauri B
adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang kelas K adalah raksasa dan
maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis
Balmer yang sangat lemah. Garis-garis logam netral tampak lebih kuat daripada
bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak.
Bintang kelas K adalah sekitar 13% dari seluruh populasi bintang deret utama.
Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran

g) Kelas M

Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini
berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500 Kelvin.
Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu
contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada dalam fase
raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan kelas ini.
Garis-garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari
logam netral. Garis-garis Balmer hampir tidak tampak. Garis-garis molekul
Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78%
dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Proxima Centauri, Antares,
Betelgeuse

2. Klasifikasi Yerkes (kelas luminositas)


Klasifikasi Yerkes, disebut juga sebagai klasifikasi MKK dari inisial para
pengembangnya pada tahun 1943, yaitu William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan dan
Edith Kellman dari Observatorium Yerkes. Klasifikasi ini mendasarkan diri pada
ketajaman garis-garis spektrum yang sensitif pada gravitasi permukaan bintang. Gravitasi
permukaan berhubungan dengan luminositas yang merupakan fungsi dari radius bintang.
Klasifikasi Yerkes atau kelas luminositas membagi bintang-bintang ke dalam kelas
berikut :

i. 0 Maha Raksasa (hypergiants) (penambahan yang dilakukan belakangan)

ii. I Super Raksasa (supergiants)

* Ia Super Raksasa terang

* Iab kelas antara Super Raksasa terang dan yang kurang terang

* Ib Super Raksasa kurang terang

iii. II raksasa terang (bright giants)

iv. III raksasa (giants)

v. IV sub-raksasa (subgiants)
vi. V deret utama atau katai (main sequence atau dwarf)

vii. VI sub-katai (subdwarfs)

viii. VII katai putih (white dwarfs)

Klasifikasi Yerkes yang menyatakan luminositas dan radius sebuah bintang, melengkapi
klasifikasi Harvard yang menyatakan temperatur permukaan. Kelas sebuah bintang biasanya
dinyatakan dalam dua klasifikasi ini. Dengan demikian kelas sebuah bintang menjadi 'dua
dimensi' yang memberikan gambaran letaknya di dalam diagram HR dan selanjutnya dapat
memberikan gambaran tahap evolusi bintang tersebut. Sebagai contoh, Matahari adalah
bintang dengan kelas G2V, yang berarti merupakan bintang dengan temperatur permukaan
sekitar 6000 Kelvin dan merupakan bintang katai yang sedang melakukan pembangkitan
energi dari pembakaran hidrogen. Sebagai contoh lainnya, Betelgeuse merupakan bintang
dengan kelas M2Iab, yang berarti bintang yang yang sudah ber-evolusi dari bintang katai
menjadi maharaksasa di pojok kanan atas diagram HR.

a. Bintang Maha Raksasa, Super Raksasa dan Raksasa

Perbandingan ukuran bintang-bintang dan planet

Bintang Maha Raksasa (hypergiant) adalah bintang paling masif dan paling cemerlang
yang dikenal. Bintang maha raksasa memiliki massa sekitar 100-150 massa matahari,
mendekati batas Eddington, batas atas teoritis massa bintang, setelah bintang mulai
melemparkan sejumlah besar materi akibat radiasi yang besar. Bintang maha raksasa
mungkin ribuan hingga 40 juta kali lebih cemerlang dari Matahari.
Karena hypergiants sangat besar, inti mereka sangat panas dan bertekanan, menyebabkan
fusi nuklir berlangsung cepat, merubah hidrogen menjadi helium, kemudian menjadi
karbon, neon, oksigen, dan akhirnya silikon. Seiring silikon bergabung menjadi besi,
sebuah proses yang hanya berlangsung beberapa minggu, bintang tidak dapat
mengekstrak energi lagi dari fusi nuklir (fusi besi membutuhkan suhu yang lebih besar)
dan supernova terjadi saat inti bintang runtuh dan kemudian "memantul kembali "keluar.
Bintang hypergiant yang meledak disebut "Hypernova".

Bintang hypergiant memiliki radius antara sekitar 1000 hingga 1700 kali radius Matahari.
VY Canis Majoris, bintang maha raksasa (hypergiant) merah, memiliki radius (jari-jari)
1,420 kali radius matahari. Seperti bintang deret utama, hypergiants juga terdiri dari
beberapa spektral: ada hypergiants biru, hypergiants kuning, dan hypergiants merah.

Perbandingan ukuran dari hypergiant biru, hypergiant kuning, super-raksasa merah, dan
hypergiant merah dengan tata surya.

Bintang hypergiant berumur pendek, hanya beberapa juta tahun sebelum mereka ber
hypernova. Akibatnya, mereka relatif jarang dan teori tentang hypergiants dibatasi oleh
data yang langka. Di antara kelas hypergiants yang paling langka adalah hypergiants
kuning, dimana hanya ada sekitar tujuh buah di galaksi kita.
b. Bintang Maha Raksasa Merah

Contoh: NML Cygni. NML Cygni atau V1489 Cygni adalah bintang maha raksasa
(hypergiant) merah dan bintang terbesar yang diketahui saat ini dikenal, memiliki
jari-jari sekitar 1.650 kali jari-jari Matahari atau 7.67 AU. Ini adalah salah satu
bintang super-raksasa yang luminositasnya sangat ekstrim. Jaraknya dari bumi
diperkirakan sekitar 1,6 kpc, atau sekitar 5.300 tahun cahaya. Bintang ini dikelilingi
debu disekitarnya. dan debu itu menunjukkan nebula asimetris berbentuk kacang
yang bertepatan dengan distribusi uap maser H2O.

Luminositas bolometric (Lbol) untuk bintang ini hampir 3 × 105 L ☉ . Magnitud


bolometric nya (Mbol) adalah sekitar -9,0. Membuatnya menjadi salah satu bintang
hypergiant dingin yang paling terang.

c. Bintang Maha Raksasa Biru

Contoh: R136a1. Ditemukan pada awal Juli 2010, R136a1 adalah bintang paling
masif dan sekaligus memiliki luminositas tertinggi yang diketahui. Massa bintang
saat ini hampir 265 kali massa matahari. Tapi ketika lahir (sekitar satu juta tahun
yang lalu), bintang ini memiliki massa 320 kali massa Matahari. Namun, bintang
yang sangat masif akan dengan cepat kehilangan massa dengan mengubahnya
menjadi energi. R136a1 telah kehilangan 20 persen massanya selama ini. Sebagai
perbandingan, matahari telah 'terbakar' selama sekitar 4,57 miliar tahun, dan telah
hanya mengubah 0,03 persen massanya menjadi energi.
Kiri ke kanan: katai merah, Matahari, katai biru, dan R136a1. R136a1
bukan bintang terbesar dalam hal ukuran, Bintang terbesar dalam
ukuran adalah NML Cygni.

Bintang Super Raksasa (Supergiant) dapat memiliki massa 10-70 massa matahari dan
kecerahan dari 30.000 hingga ratusan ribu kali luminositas matahari.

Mereka sangat bervariasi dalam jari-jari, biasanya 30-500, atau bahkan lebih dari 1.000
kali jari-jari matahari. Karena massa nya yang ekstrim, mereka memiliki rentang hidup
singkat hanya 10 sampai 50 juta tahun dan hanya terlihat dalam struktur kosmik muda
seperti cluster terbuka, lengan galaksi spiral, dan galaksi tidak teratur. Mereka kurang
melimpah di tonjolan galaksi spiral, dan tidak teramati di galaksi elips, atau gugus bola,
yang semuanya diyakini terdiri dari bintang-bintang tua.Saat ini, bintang-bintang
terbesar yang diketahui dalam hal ukuran fisiknya, bukan massa atau luminositas nya,
adalah supergiants VV Cephei, V354 Cephei, KW Sagitarii, KY Cygni, dan Garnet Star.

1. Bintang Super Raksasa Biru


Super Raksasa Biru adalah bintang super-raksasa (kelas I) dari tipe spektral O dan B.
Mereka sangat panas dan cerah, dengan suhu permukaan antara 20.000 - 50.000 derajat
Celcius.

Perbandingan Rigel dan Matahari kita

Contoh yang terkenal adalah Rigel tipe spektral B, bintang paling terang di konstelasi
Orion. Ia memiliki massa sekitar 20 kali massa Matahari dan luminositasnya 117000 kali
matahari. Meskipun mereka langka dan hidup mereka singkat, bintang super-raksasa biru
ini lebih terlihat dan mudah ditemukan diantara bintang-bintang yang terlihat dengan mata
telanjang, kecerahan mengalahkan kelangkaan mereka. Super raksasa biru mewakili fase
pembakaran yang melambat dalam kematian sebuah bintang masif. Karena reaksi nuklir
inti menjadi sedikit lebih lambat, bintang berkontraksi, menyebabkan jumlah energi yang
sama datang dari daerah yang jauh lebih kecil (fotosfer) maka permukaan bintang menjadi
jauh lebih panas.

2. Bintang Super Raksasa Merah

Bintang Super Raksasa Merah (Red Super Giant) adalah bintang super-raksasa dari tipe
spektral K atau M dan luminositas kelas I. Mereka adalah bintang terbesar di alam
semesta dalam hal volume, meskipun mereka bukan yang paling besar. Betelgeuse dan
Antares adalah contoh paling terkenal dari bintang super raksasa merah.
Perbandingan ukuran antara bintang raksasa merah (Antares) dan Matahari. Garis
melingkar putus-putus menunjukkan ukuran orbit Mars. Sebuah bintang raksasa merah
kecil (Arcturus) juga ditampilkan. Bintang dengan massa lebih dari sekitar 10 kali massa
matahari, setelah habis membakar hidrogen, mereka menjadi super-raksasa merah
selama fase pembakaran helium mereka. Bintang-bintang ini memiliki temperatur
permukaan yang relatif sangat dingin (3500-4500 K), dan jari-jari yang sangat besar
Keempat supergiants merah terbesar yang dikenal di Galaxy adalah Mu Cephei, KW
Sagitarii, V354 Cephei, dan KY Cygni, yang semuanya memiliki jari-jari sekitar 1500
kali dari jari-jari matahari (sekitar 7 unit astronomi, atau 7 kali jarak Bumi-matahari).
Jari-jari bintang raksasa merah pada umumnya adalah antara 200 hingga 800 kali
matahari, yang masih cukup untuk menelan jarak bumi-matahari.

3. Bintang Raksasa Merah

Raksasa merah adalah bintang raksasa terang dengan massa yang ringan atau sedang
(sekitar 0.5-10 massa matahari) yang berada pada fase akhir evolusi bintang. Atmosfer
luarnya menggembung dan lemah, sehingga jari-jarinya menjadi sangat besar dan suhu
permukaannya rendah, sekitar 5.000 K atau lebih rendah. Kenampakan raksasa merah
bermacam-macam, dari jingga kekuningan hingga merah. Bintang raksasa merah
biasanya diklasifikasikan dalam kelas K, M, S, atau C. Matahari juga akan menjadi
bintang raksasa merah dalam waktu sekitar 5 miliar tahun.

Raksasa merah yang paling umum ada adalah bintang cabang raksasa merah yang
lapisan luarnya masih memfusikan hidrogen dengan helium, sementara intinya terdiri
dari helium yang tidak aktif. Bentuk raksasa merah yang lain adalah bintang cabang
raksasa asimptotik yang menghasilkan karbon dari helium melalui proses alfa-tiga.
Raksasa merah yang sering terlihat di langit malam contohnya adalah Aldebaran (Alpha
Tauri), Arcturus (Alpha Bootis), dan Gamma Crucis (Gacrux).

C. JARAK BINTANG

Sebagai perbandingan, Bintang terdekat setelah Matahari adalah bintang Proxima Centauri,
yang memiliki jarak sekitar 40 triliun km dari Bumi. Jarak bintang merupakan angka-angka
yang sangat besar, sehingga para ahli astronomi tidak lagi menggunakan satuan kilometer
untuk menyatakan jarak bintang, seperti halnya kita tidak lagi menyatakan jarak antarkota
dengan satuan milimeter. Oleh karena itu, para astronom menggunakan satuan yang lain,
yaitu satuan Tahun Cahaya (TC). Tahun Cahaya didefinisikan sebagai jarak tempuh cahaya
dalam periode parsec satu tahun.

Bintang adalah benda angkasa berupa bola gas raksasa yang memancarkanenerginya sendiri
dari reaksi inti dalam bintang, baik berupa panas, cahaya maupun berbagai radiasi lainnya.
Didalam astronomi, metode yang digunakan dalam penentuan jarak adalah metode paralaks.
Paralaks adalah perbedaan latar belakang yang tampak ketika sebuah benda yang diam
dilihat dari dua tempat yang berbeda. Kita bisa mengamati bagaimana paralaks terjadi
dengan cara yang sederhana. Acungkan jari telunjuk pada jarak tertentu (misal 30 cm) di
depan mata kita. Kemudian amati jari tersebut dengan satu mata saja secara bergantian antara
mata kanan dan mata kiri. Jari kita yang diam akan tampak berpindah tempat karena arah
pandang dari mata kanan berbeda dengan mata kiri sehingga terjadi perubahan pemandangan
latar belakangnya. “Perpindahan” itulah yang menunjukkan adanya paralaks. Paralaks pada
bintang baru bisa diamati untuk pertama kalinya pada tahun 1837 oleh Friedrich Bessel,
seiring dengan teknologi teleskop untuk astronomi yang berkembang pesat (sejak

Galileo menggunakan teleskopnya untuk mengamati benda langit pada tahun 1609). Bintang
yang ia amati adalah 61 Cygni (sebuah bintang di rasi Cygnus/angsa) yang memiliki
paralaks 0,29″.

Ternyata paralaks pada bintang memang ada, namun dengan nilai yang sangat kecil. Hanya
keterbatasan instrumenlah yang membuat orang-orang sebelum Bessel tidak mampu
mengamatinya. Karena paralaks adalah salah satu bukti untuk model alam semesta
heliosentris (yang dipopulerkan kembali oleh Copernicus pada tahun 1543), maka penemuan
paralaks ini menjadikan model tersebut semakin kuat kedudukannya dibandingkan
denganmodel geosentris Ptolemy yang banyak dipakai masyarakat sejak tahun 100 SM.
Paralaks bintang dapat diartikan sebagai pergeseran suatu bintang yang timbul karena
gerakan bumi mengelilingi matahari. Secara numerik paralaks bintang adalah sudut yang
membentuk jarak 1 SA. Semakin jauh letak bintang, lintasan ellipsnya makin kecil,
paralaksnya juga makin kecil.

2. Gerak Bintang

Dalam pergerakan bintang diketahui ada dua garis besar gerak pada bintang, yaitu gerak
sejati bintang (disebabkan oleh pergerakan dari bintang itu sendiri) dan gerak semu
bintang (bintang terlihat bergerak disebabkan oleh pergerakan bumi, yaitu rotasi dan
revolusi bumi). Bila diamati, bintang selalu bergerak di langit malam, baik itu tiap jam
maupun tiap hari akibat pergerakan Bumi relatif terhadap bintang (rotasi dan revolusi
Bumi). Walaupun begitu, bintang sebenarnya benar-benar bergerak, sebagian besar
karena mengitari pusat galaksi, namun pergerakannya itu sangat kecil sehingga hanya
dapat dilihat dalam pengamatan selama berabad-abad. Gerak semacam inilah yang
disebut gerak sejati bintang . Gerak sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan
arah geraknya, yaitu:

a. Kecepatan radial : Kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat (sejajar


garis pandang).

b. Kecepatan tangensial : Kecepatan bintang bergerak di bola langit (pada bidang


pandang).

c. Kecepatan total : Kecepatan gerak sejati bintang yang sebenarnya (semua


komponen).

3. Magnitudo Bintang

Sekitar tahun 150 SM, seorang astronom Yunani bernama Hipparchus membuat system
klasifikasi kecemerlangan bintang yang pertama. Saat itu, ia mengelompokkan
kecemerlangan bintang menjadi enam kategori dalam bentuk yang kurang lebih seperti
ini: paling terang, terang, tidak begitu terang, tidak begitu redup, redup dan paling redup.
Hal tersebut dilakukannya dengan membuat katalog bintang yang pertama. Sistem
tersebut kemudian berkembang dengan penambahan angka sebagai penentu
kecemerlangan. Yang paling terang memiliki nilai 1, berikutnya 2, 3, hingga yang paling
redup bernilai 6. Klasifikasi inilah yang kemudian dikenal sebagai sistem magnitudo.
Skala dalam sistem magnitudo ini terbalik sejak pertama kali dibuat. Semakin terang
sebuah bintang, magnitudonya semakin kecil. Dan sebaliknya semakin redup bintang,
magnitudonya semakin besar. Sistem tersebut kemudian semakin berkembang setelah
Galileo dengan teleskopnya menemukan bahwa ternyata terdapat lebih banyak bintang
lagi yang lebih redup daripada yang bermagnitudo 6. Skalanya pun berubah hingga
muncul magnitudo 7,8, dan seterusnya. Namun penilaian kecemerlangan bintang ini
belumlah dilakukan secara kuantitatif. Semuanya hanya berdasarkan penilaian visual
dengan mata telanjang saja. Pada tahun 1856 berkembanglah perhitungan matematis
untuk sistem magnitudo. Norman

Robert Pogson, seorang astronom Inggris, memberikan rumusan berbentuk logaritmis


yang masih digunakan hingga sekarang dengan aturan seperti berikut. Secara umum,
perbedaan sebesar 5 magnitudo menunjukkan perbandingan kecemerlangan sebesar 100
kali. Jadi, bintang dengan magnitudo 1 lebih terang 100 kali daripada bintang dengan
magnitudo 6, dan lebih terang 10.000 kali daripada bintang bermagnitudo 11, dan
seterusnya. Dengan rumusan Pogson ini, perhitungan magnitudo bintang pun menjadi
lebih teliti dan lebih dapat dipercaya. Seiring dengan semakin majunya teknologi
teleskop, magnitudo untuk bintang paling redup yang dapat kita amati semakin besar.
Contohnya,

Hubble Space Telescope memiliki kemampuan untuk mengamati objek dengan


magnitudo 31. Tetapi walaupun bukan lagi nilai terbesar, magnitudo 6 tetap menjadi nilai
penting hingga kini karena inilah batas magnitudo bintang yang paling redup yang dapat
diamati dengan mata telanjang. Tentunya dengan syarat langit, lingkungan, dan kondisi
mata yang masih bagus.Sama seperti perkembangan yang terjadi pada magnitudo besar,
magnitudo kecil jugamengalami ekspansi seiring dengan semakin majunya teknologi
detektor. Dalam kelompok magnitudo 1 kemudian diketahui terdapat beberapa bintang
tampak lebih terang dari yang lainnya sehingga muncullah magnitudo 0. Bahkan
magnitudo negatif juga diperlukan untuk objek langit yang lebih terang lagi. Kini
diketahui bahwa bintang paling terang di langit malam adalah Sirius, dengan magnitudo -
1,47. Magnitudo Venus dapat mencapai -4,89, Bulan purnama-12,92, dan magnitudo
Matahari mencapai -26,74.

Magnitudo yang dimaksud di atas disebut juga dengan magnitudo semu, karena
menunjukkan kecemerlangan bintang yang dilihat dari Bumi, tidak peduli seberapa jauh
jaraknya. Jadi, sebuah bintang bisa terlihat terang karena jaraknya dekat atau jaraknya
jauh tapi berukuran besar. Sebaliknya, sebuah bintang bisa terlihat redup karena jaraknya
jauh atau jaraknya dekat tapi berukuran kecil. Sistem ini membuat kecemerlangan
bintang yang kita lihat bukan kecemerlangan bintang yang sesungguhnya. Untuk
mengoreksinya, faktor jarak itu harus dihilangkan. Maka muncullah sistem magnitudo
mutlak .

Magnitudo mutlak adalah magnitudo bintang jika bintang tersebut berada pada jarak 10
parsec. Nilainya dapat ditentukan apabila magnitudo semu dan jarak bintang diketahui.
Dengan “menempatkan” bintang-bintang pada jarak yang sama, kita bisa tahu bintang
mana yang benar- benar terang. Sebagai perbandingan, Matahari, yang memiliki
magnitudo semu -26,74, hanya memiliki magnitudo mutlak 4,75. Jauh lebih redup
daripada Betelgeuse yang memiliki magnitudo semu 0,58 tetapi memiliki magnitudo
mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari Matahari).

BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

Matahari dan bintang mempunyai persamaan, yaitu dapat memancarkan cahaya sendiri.
Matahari merupakan sebuah bintang yang tampak sangat besar karena letaknya paling dekat
dengan bumi. pergerakan bintang diketahui ada dua garis besar gerak pada bintang, yaitu
gerak sejati bintang (disebabkan oleh pergerakan dari bintang itu sendiri) dan gerak semu
bintang (bintang terlihat bergerak disebabkan oleh pergerakan bumi, yaitu rotasi dan revolusi
bumi). Semakin terang sebuah bintang, magnitudonya semakin kecil. Dan sebaliknya
semakin redup bintang, magnitudonya semakin besar. Rasi bintang atau Konstelasi adalah
sekelompok bintang yang tampak berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus.

DAFTAR PUSTAKA

A.Hasyimy, .1995. Bulan Bintang. cet V, Jakarta

Esposito, John L. dkk. 2004. Sains Sains Islam, Depok : Inisiasi Press, cet. I.
Hafez, Kumpulan Ilmu Islam, Era Muslim, 14 Maret 2005.

Kerrod, Robbin, Astronomi. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai