dan masih...
Tentangmu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kau takkan pernah tahu apa yang kutulis disini
Yang terkadang tak tereja di setiap syairnya
Yang takkan pernah selesai kurangkai
Dan tak pernah lelah kugoreskan di tiap aksaranya
Hingga kata yang kurangkai menjadikan namamu...
“Izinkan aku mencintaimu meski dalam goresan pena”
Aku ingin mencintaimu layaknya mentari
Yang bergulir sempurna dari kanan ke kiri
Aku ingin mencintaimu seperti udara
Yang tak terlihat namun dapat kau rasa
Mungkin bagimu rinduku tak kasat mata
Rindu yang tak terbaca yang tak kau pahami maknanya
Biarkanlah kusimpan dan kurajut dalam hati
Pada sedikit kisah hidupmu yang pernah kau bagi cerita
Pada sekeping hatimu yang rela kutumbuhi bunga
Tentangmu...
Namamu yang selalu menggetarkan sekeping hatiku
Asa
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Hari ini...
Esok...
Dan bahkan seribu tahun lagi...
Masih berharap pada cahaya semu kunang kunang ?
Langkah yang tertatih melintasi ruh ruh yang haus
Akan keabadian...
Akan kebinasaan...
Aaahhh...
itukah kau ?
Aksara indah dalam jiwaku
Gemulai menyapa netra mimpiku.
Hatiku bahagia
Engkau hadir lantunkan syair
Membawakubersama rasaku.
Kaukah itu...?
Aku rindu...
Senandung Fajar
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ku nikmati seteguk pagi
saat embun kian mesra
Melabuh pada daun asmara ...
Melekat bersama kelopak cinta ...
Pemimpin
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kami rakyat animasi...
Masih berjalan diatas negara bonekamu wahai pemimpin !
Kami bangkai berjalan...
Masih mengharap sapuan tangan yang melambai...
Kami memang tuli, tapi kami mendengar dentingan gelas kaca dan celoteh gadis
panggilanmu...
Kami memang buta, tapi kami melihat kau meminum darah kami...
Dan kami mulai rindu
Rindu suara...
Rindu rupa...
Ibu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ibu...
lantunan kata tersejuk yang pernah terucap di bibir manusia...
Kau wanita dengan cinta yang tak terbatas...
Alam raya pun berbincang dengan bahasa Ibu...
Mengarungi samudera kehidupan, titian takdir mengapung, demi aku anakmu...
Ibu...
Senyummu adalah cahaya surgaku
Terima kasih untuk nadi yang berdetak ini...
Terima kasih untuk udara yang mampu ku hirup...
Dan akan kukatakan dengan bangga pada rumpun saksi bisu
Betapa beruntungnya aku...
Karena kau Ibuku...
Dengan Rasa
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Cahaya Mu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Salam tercinta untuk Sang Maha Cinta
Kau tuntun aku dengan bisikan ditelinga kananku...
Di lorong kota pohon diam langit berkabut
Tak ada catatan selain doa sunyi di rahim bumi
“ya Robbi, ajari aku hidup”
Cahaya Mu memahat cinta dibalik semak belukar
Air mata syahadat sukma menggetar
Menyelinap redup cahaya disela ranting dan akar menjalar...
Kumohon ampunan Mu...
Cahaya Mu...
Adalah Ramadhan...
Ia bertelaga bening
Airnya mutiara takwa
Gericiknya Dzikir dan Tadarrus
Tapi doanya lemah lembut
Mari berenang dengan kesunyian nafsu
Bukan sekedar menahan lapar dahaga
Agar sirip kita tak patah sia sia...
Cinta Sejati
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ku bangun istana cinta diatas setiaku
Ku lindungi dindingnya dengan percayaku
Ku hiasi semuanya dengan keihklasanku
Ku rawat keteguhanya dengan ketulusanku
Dan ku ciptakan kedamaian dengan kasih sayangku
Tunangan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Telah sampai pada tangga kehidupan yang baru
Namamu masih saja tertera
Pada halaman pertama
Dari Tujuh tahun yang lalu...
Kekal di ingatan kisahan semasa sekolah
Kuberi kau cincin dari hadiah lotre seribu rupiah
Karena itu ungkapan cinta yang mampu kuberi
Dan kini...
Cincin emas telah kusematkan.
Bukan sebagai pameran
Bukan juga sebagai rayuan
Cincin itu adalah persembahan dan penghormatanku atas cinta yang ternyata benar
tulus...
Dan aku tau kita mampu lalui laju derap langkah kita dan angkatlah bendera
kemenangan sebelum bertarung dengan zaman... !
Gadis 9 September
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kutulis pada noktah keabadian...
Tentang kau, garis garis cinta...
Bentangkan sayapmu dan terbanglah di udara
Aku disampingmu...
Tetap berpaut pada semu menggelegar
Tak usah merajut asa dan genggam tanganku !
Katakan “ya” saat aku memintamu untuk menjadi makmum yang bisa kupimpin...
Dan akan kuberi jalan atas Surga di telapak kakiku...
Kau gadis 9 September, yang ku cinta...
Hikayat Rindu Dendam
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Hanya lewat bait-bait ini aku mampu bercerita
Setitik dari asa yang tertingggal dalam diri ini...
Setitik dari lelahnya hati yang ku rasa sunyi...
Rinduku yang terlalu lama terbendung dalam jiwa
Telah melahirkan kata-kata dalam keinginanku
“Aku ingin bertemu meski sekilas dari bayangmu”
Mampukah itu terjadi padaku dan untuk rindu dendam ini ?
Untuk “makhluk” yang kusebut “cinta”
Entah...
Aku tak tahu apa yang sedang ku rasakan
Aku tak mengerti kedaan hatiku sendiri
Pengecut... memang...
Penjilat... bukan rahasia
Perampok... kebiasaan sejak dulu...
Penindas... warisan masa silam...
Pembohong... rutinitas dikepala
Siapa salah ?
Aku ?
Kau ?
Mereka ?
Kita ?
Yang percaya pada kata gombal cap “seribu tiga”
Akulah Pujangga
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Diksi...
Pilihan kata tertera diujung penaku
Goresan tinta menari nari dalam genggaman syair pujangga...
Alunan majas bagaikan dupa sihir simphony kehidupan
Dan aku masih bermain mantera imajinasi
Menyulap syair dalam sebuah kitab sastra dan mereka ikut menari diatasnya...
Akulah pujangga...
Aku tak paham makna dan filsafat cinta
“Yang ku tau, surga telah memaparkan cahaya cintanya ke daratan bumi untuk dua
insan yang menyatu”
Ketika jarak memisahkan, ingatlah namaku bukan untuk hari ini, tapi untuk esok, dan
selamanya...
Peluklah bayanganku dalam selimut mimpi
Dan aku menyapamu dengan ramah
Membiarkanmu tetap terjaga di sebuah penantian
Tak ada lagi air mata membekas
Hanya senyum rindu terkelupas
Semangatku (Ibuku)
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Untuk adik adikku tercinta...
Bawa salam cintaku untuk wanita perkasa yang kupanggil ibu...
Kalian tau ?
Tak mampu terucapkan dengan majas apapun
Tak mampu terbalas sejak Ia membelai kepalaku
Akan ku buat kalian bangga
Dengan ukiran semampuku
Dan terbiaslah cahaya senyum khas diwajahnya
Hanya itu kunci semangatku wahai ibu...
Tetaplah tersenyum walau gelombang pasang menerpamu...
Takkan ku biarkan kau hanyut didalamnya
Kobarkan api semangat di relungku yang terdalam dan akan ku bingkai dengan wajah
teduhmu...
Pantai Kenangan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Di dalam khayal yang beku
Hingga beribu hari terkubur diam
Bisu...
Namun angin sore ini
Mampu menepis risalah hati yang goyah
Terbelenggu kuncian bahasa kalbu mengikat
Syair syair pantai ini...
Terukir indah di hamparan rumput terbentang, bukan pasir yang dahulu...
Pantai ini telah berubah, dan tergantung lukisan wajah tua di tiang penyanggah dari
bambu...
Masih ada tulisan masa remaja di batu besar pantai ini
Pantai ini telah berubah, menjadi aksara kemurkaan
Kontemporer (Sudahlah)
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Sudah ku bilang
jangan pakai emosi untuk menghadapi masalah
Tapi kau cabik-cabik hatiku
dan kau guris lagi serpihannya,
buat apa ?….
Kedubraakk !!!
Harus berapa kali ku bilang
Hanya kamu yang ada dihati ini
Bukan dia atau yang lain
Namun kau terlalu tunduk pada emosi
Aku sadari sesal terjadi diakhir cerita lara
Namun ku bosan dengar amarahmu
Plaakk !!!
Kini terserah padamu,,,
Jika kau hendak pergi, pergilah !!!
Aku telah lelah bersuara
Kutunggu Kau Ayah
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Terima kasih ayah
Pernah membuatku mengerti apa arti “bahagia”
Masih jelas terasa kasih sayangmu
Dulu...
Maaf ayah di saat letih mu,
Aku pernah merengek
Meminta semua itu
Meminta manja darimu
Ayah, aku kangen ayah!
Teringat saat saat itu
dan berkata semua nasehat cinta kasihmu
Dulu...
Penantian Semu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Lelap di tidur panjang
Mengejar rindu yang mengetuk pelupuk mata...
Akankah sirna di keabadian ?
“dengarkanlah….”
Malam
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Malam, duduklah di sini, di sisiku.
Jangan ganggu tidurnya...
Dari alunan senja mengering
Dari senyum rembulan di pangkuan malam
Dan akhirnya......
Pertemuan...Perpisahan...
Senja Basah
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kuteguk pelepas dahaga di telaga jiwa yang bening
Dan masih kudengar nyanyian burung kenari
Di ujung telaga sana...
Hanya senyumnya saja yang memudar
Mendendangkan alunan senja basah
Akan hujan beberapa waktu yang lalu
Kering
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Tangis rindu daun gugur
Kepada ranting yang melepasnya
Kepada matahari yang mengeringkannya
Dan kepada semak belukar yang menopangnya kini...
Hasrat Menggila
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Jika kau adalah aku
Dan jika aku adalah kau
Maka kau tetaplah kau
Dan aku tetaplah aku
Karena kau bagian tulang rusukku...
Perlahan datanglah...
Beri aku tatapan hangat
Yang kadang bisa menyejukkan
Dan bahkan bisa meleburkan
“Biar !”
Umpatku pada bumi yang berputar
Pasrah atau putus asa ?
Yang pasti,
“aku hanya diam”...
Inginku
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Alunan desah resahku berbisik lirih...
Pada ladang hatimu yang rela kutumbuhi bunga cinta
Dan berwarna merah jingga
Terlambat memang...
Kuanggap sampai di tujuan
Hingga kedamaian mengiringi kau menabur sajak sajak sepi
Dan...
Inilah “dunia” !
Dan berjuta kemegahan menari diatasnya
Lalu, apa kami pantas ?
Untuk sekantung nasi yang menjejal mulut kami
Rembulan Sendu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Redup sinarmu
seperti hati kekasihku
ku ingin menghiburnya
dan menemani dalam
senandung irama cinta
Rindu Terpendam
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Dan pada dekapan malam...
Aku pun hanya bisa menitikan air mata
Sulit terasa sangat sulit
Mencoba biasa, namun aku tak bisa...
Bagai terjerat kawat cinta yang semakin menyiksa
Bangunlah... !
Rasakan kesegaran embun yang nampak
Rasakan angin yang berhembus
Meskipun dingin menerpa tubuh
Meskipun jiwa terlalu lelah tuk bermimpi
Pastikan hatimu tak kosong
Tapi mempunyai tujuan yang berarti....
Semangat... !
Meskipun lelah mendera diri
Meskipun letihnya jiwa menghampiri
Semua itu kan dapat indah pada waktunya....
Jika kamu mempunyai kesungguhan tuk memeluk sejatinya diri
Juga rasa bahagia itu sendiri....
Cinta Pertama
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Aku mengenalmu ...
Dalam keindahan hati dan cintaku
semua akan aku pertahankan
rasa ini hingga sampai nanti
Karna kau adalah cinta pertamaku
Ku ingin selalu selamanya dalam akhir ku mengenal cinta ...
Untukmu selalu...
Hatiku telah terpaut denganmu
ku harap hadirku mampu
bersemayam di dasar hatimu
sampai setia ini kan di sisimu ...
Kekasih ...
Ku ingin selalu mengukir indahnya senandung rindu
dalam arti cinta sejati
Ku harap kau mampu membuka hatimu dan menerima rasa ini...
Dalam ikhlasmu mencintaiku ...
Oh Tuhan...
Aku ingin tunjukkan sebuah senyuman
Tuk bahagiakan diriku sendiritak harus dengan dia
Jika yang ditunjukan hanyalah rasa sakit
Karenaku lelah tuk mengingatnya kembali
Panggung Cinta
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kau pandai memainkan drama realiti...
Naskah cintamu membumbung tinggi.
Gelegar suaramu mengetar lara
“Dum prak dumprakk”
Gerakan kakimu seiring musik
Bagai raksana diatas padang
Kau mainkan akting amatirmu
Dan aku terpesona berada dalam naskahmu
Cintaku hidup dalam panggung sandiwara
Kini kumenjadi hiasan panggung,
penonton bersorak ria ...
Ku semakin gencarmengoncang panggung kesana-kemari
“dumprak dumprakkk”
Hidup khayalan nyata dalam panggung
Langkah kaki terus tersentak
Ohhh... gelaapp...
sunyi....
Ternyata ini semua hanya sandiwara,
cukup... !
Kuingin keluar dari kegelapan ini
Menuju kekehidupan yang nyata...
Nyanyian Dalam Perjalanan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Jemari mulai melambai melingkari pena
Menari nari di kertas putih
Mengabarkan pada kekasih hati
Yang sedang menanti di ujung sana bernamakan bintang...
Putus
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Adakah aku di renunganmu malam itu?
Mengapa kini kau memilih untuk diam, mengubur semua kata dalam sapamu untukku?
Apakah ku kembali mengusik tenangmu?
Terasa goresan kalbu bahwa kau ingin menjauh dariku...
Yah !...
Menjauh kembali tanpa kata permisi
Maka katakan saja bila memang aku adalah pengusik tenangmu
Dan aku pun akan pamit tuk segera membasuh diri
Agar kesalahan-kesalahanku padamu terbasuh bersih
Bintang...
Katakanlah bila aku tak salah
Sebab rasa ini memanglah tak biasa
Dan tak akan musnah begitu saja
Seperti yang t'lah kau ketahui nyatanya...
Maka bintang...
Ku titipkan salam kerinduan ini padamu
Agar bias-bias sinarmu mampu memberi tau kepadanya
Bahwa aku disini selalu merindukan kehadirannya
Ku harap ia merasakan apa yang ku rasakan
Agar malam pun tak berlalu kelabu...
Senja Pilu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Langitku masih sama, mendungku masih ada...
Sakitku masih parah, lukaku masih merah...
Hatiku masih lebam, ingatanku keram...
Tiada hilang meresah, senjaku pilu...
Salamku pada mahoni yang berkabung
Atas guguran daun kering di pelataran
Waktu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Waktu ...
Ketahuilah olehmu sejak kau pisahkan kami
Kerinduan ini sangat menyiksaku
Ku ingin selalu bersamanya
Merajut asa dalam selembar cinta
Menaburkan benih rasa dalam gengaman kerinduan ...
Waktu ...
Begitu dahsyat kerinduan ini ku rasakan
Hingga hatiku tiada sabar ingin menjemputmu
Menghantarkan cintaku untuknya
Ku harap jangan terlalu lama
Kau pisahkan kami
Karna hatiku tiada mampu terus begini
Menahan dan menghitung
hari
Menungu hati ini bersatu dengannya...
Jenuh
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Menghitung lagi hari-hari yang sepi
Tanpa hadirmu yang dulu menemani diri
Bosan !
Bosan aku dengan kemelut cinta yang masih juga belum tersudahi.... !
Apakah aku terjerat kutukan asmara ?
Atau memang makhluk terindah Tuhan belum mau menyapaku ?
Entahlah...
Suara Sendu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Pagi ini telah mengecupku
Bersama nyanyian sang embun
yang mendekap hangat jiwaku
Sayangku ...
Merdu suara sendumu
Mengetarkan naluri rindu
dan iringan ini aku nikmati
Selaras jiwaku memelukmu ...
Pagi Membosankan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kabut dingin diantara sejuknya pagi
Menerpa hati yang terasa menyebalkan ini...
Aaaaahhhhh !!!
Ternyata fajar telah membangunkanku
Dari arakan kabut menari
Dari bingkai senyum mimpi beberapa detik yang lalu...
Semangat !
Untuk pagi yang terasa memb0sankan
ini !
Sejarah Kelam
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kini ku terluka,
perih,tak berdarah tapi. .
Sakit itu menikam jantungku
ah.......... !
Terlalu sadis jika mengingat kenangan itu
Teriris kumenangis...
Melupakanmu tak semudah hanya berkata semata
Kumaafkanmu, sebelum kau lontarkan maaf tak pantas...
Menikam di hati yang sangat gersang
Dan terlanjur bernanah...
Hanya keyakinan yang mampu kuatkan hati
Tuk tetap berdiri sebagai mana layaknya kita tuk tetap bertahan
Dalam menjalani hidup yang terkadang tak kuasa tuk dijalani
Sahabat
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Aku memahamimu sahabat
Kemari mendekatlah...
Ungkapkan semua kemelutmu
Usah kau meragu, sebab aku ada untukmu selalu
Setiap bait dalam coretanku perlahan sirna seperti serpihan debu yang terhempas sang
bayu...
Mungkin takkan tersisa hingga nanti tinggalah kenangan dalam lembaran kosong diary
cintaku...
Dan entah kapan engkau kan kembali padaku dan mengukir rasa yang kini telah tiada...
Karna bibirmu telah kelu oleh kepiluan yang kini tengah kau rasakan...