Anda di halaman 1dari 34

Lembaran Kertas Bernyawa

Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd


Goresan luka pada tinta jiwa yang mengering
Melantunkan alunan nada dawai harpa, kelam...

Untuk duka yang mengendap ini...


Kepada jasad yang tergenggam
Rindu tanah kepada hujan

dan masih...

Bicaralah pada pena takdir !


Dan akan kutuliskan pada lembaran kertas bernyawa
Tentang duka...
Tentang luka...

Kisah Sepenggal Malam


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Gemulai singkat menari
Bulan pun bernyanyi bisu
Pada rawan wajah semu
nan berkata tak bersuara

Kusaksikan warna kelabu


pada akal fikiran menggebu
Hiduplah nyanyian hati
pada sisa sepenggal malam

Kucampakkan kaki bukit


pada ujung kelelahan
Kala engahan tak berirama
seusai kitari langit
Semoga kan tercipta lagi
waktu yang enggan berbisik
Untuk melepas segala kerinduanku...

Tentangmu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kau takkan pernah tahu apa yang kutulis disini
Yang terkadang tak tereja di setiap syairnya
Yang takkan pernah selesai kurangkai
Dan tak pernah lelah kugoreskan di tiap aksaranya
Hingga kata yang kurangkai menjadikan namamu...
“Izinkan aku mencintaimu meski dalam goresan pena”
Aku ingin mencintaimu layaknya mentari
Yang bergulir sempurna dari kanan ke kiri
Aku ingin mencintaimu seperti udara
Yang tak terlihat namun dapat kau rasa
Mungkin bagimu rinduku tak kasat mata
Rindu yang tak terbaca yang tak kau pahami maknanya
Biarkanlah kusimpan dan kurajut dalam hati
Pada sedikit kisah hidupmu yang pernah kau bagi cerita
Pada sekeping hatimu yang rela kutumbuhi bunga
Tentangmu...
Namamu yang selalu menggetarkan sekeping hatiku

Asa
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Hari ini...
Esok...
Dan bahkan seribu tahun lagi...
Masih berharap pada cahaya semu kunang kunang ?
Langkah yang tertatih melintasi ruh ruh yang haus
Akan keabadian...
Akan kebinasaan...

Lalu tataplah hamparan pasir di batas jeruji air mata !


Dan tutuplah !
Ceritakan pada kabut sembilu menganga...

Kidung Rindu Mencumbu


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Larut hatiku hanyut...
Sunyi menikam jiwaberbalut angan
memuja bayangan...
Senyum menghiassukma menggapai mimpi
Kabar angin sang malam
Menunggu lelah ini membelenggu.
Hadir di pelupuk indahku
Senyummu dalam hatikukucumbu...

Aaahhh...
itukah kau ?
Aksara indah dalam jiwaku
Gemulai menyapa netra mimpiku.
Hatiku bahagia
Engkau hadir lantunkan syair
Membawakubersama rasaku.

Kidung rindu terus mencumbu.

Kaukah itu...?
Aku rindu...

Rindu Tanpa Rahasia


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kumenulis syair ini dalam bayang kabut yang meraja
Gulita menutup hamparan langit
Di sana kusisipkan senyum yang membahasa

Bukan sekedar mengagumi


Namun kerlip bintang terlanjur menjerat sekeping hati
Tak perlu berhitung untuk suatu kenangan
Karena dia sudah terpatri dalam bilangan bilangan majemuk

Biarkan saja jawabannya seperti itu


Toh akan tersimpan rapi dalam kelopak mataku saja
Sebagai isyarat sebuah rindu tanpa rahasia...

Senandung Fajar
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ku nikmati seteguk pagi
saat embun kian mesra
Melabuh pada daun asmara ...
Melekat bersama kelopak cinta ...

Dalam ranting yang


semakin hening ...
Sejuk ini seakan memangilmu
dalam hati yang bertalu ...

Semua terus berlalu


Melangkah mengapai arah
Menapaki jejak mentari
Yang sebentar lagi
akan singgah ...

Pemimpin
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kami rakyat animasi...
Masih berjalan diatas negara bonekamu wahai pemimpin !
Kami bangkai berjalan...
Masih mengharap sapuan tangan yang melambai...
Kami memang tuli, tapi kami mendengar dentingan gelas kaca dan celoteh gadis
panggilanmu...
Kami memang buta, tapi kami melihat kau meminum darah kami...
Dan kami mulai rindu
Rindu suara...
Rindu rupa...

Surat Untuk Kekasih


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd

Dengan rasa rindu...


kutemani kau dengan bias cahaya malam
seperti syair tersirat tak mampu diucapkan bunga kepada angin yang membawa serbuk
cintanya...
Dan sebuah kisah tentang kau...
Tidak dia...
Tidak mereka...
Kala aku menangis, kau penyeka air mata
Kala aku termangu, kurenungi kisahku
Aku tak bisa hidup tanpamu...
Kau adalah sebuah penantian panjangku
Mengiri kobaran cinta untuk tak lagi memilih, karena aku telah memilihmu...
Kasih...aku tak bisa hidup tanpamu...
Belenggu Jiwa
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Dibalik dinding sukma
Merah, hitam, atau jingga ?
Ditempat ku menabur sajak sajak sepi
Dan syair yang terbatas...
Di alam mimpi
Titip salamku buat cinta yang bernafas
Bangkit hari ini dan mati untuk selamanya !
Aku terikat rantai belenggu jiwa
Menuju langit ketujuh dan bertemu nirwana...

Ibu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ibu...
lantunan kata tersejuk yang pernah terucap di bibir manusia...
Kau wanita dengan cinta yang tak terbatas...
Alam raya pun berbincang dengan bahasa Ibu...
Mengarungi samudera kehidupan, titian takdir mengapung, demi aku anakmu...
Ibu...
Senyummu adalah cahaya surgaku
Terima kasih untuk nadi yang berdetak ini...
Terima kasih untuk udara yang mampu ku hirup...
Dan akan kukatakan dengan bangga pada rumpun saksi bisu
Betapa beruntungnya aku...
Karena kau Ibuku...

Dilema Tingkat Dewa


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ku ukirkan dilema dengan sangkur sejarah yang berdarah...
Senyum kemewahan yang terkikis, terpijak dan diasingkan dari peradaban dunia
Hilang di perarakan jiwa yang kering
Berlalu lalang dalam sempit waktu berhujung nista
Tiupan darah nadi yang kau sebut tanya
apa ? siapa ? dimana ? mengapa ? bagaimana ?
Aku tersesat di belantara kisah lalu yang kelam
Bangunkan aku dari tidur panjangku
Papah lah diatas dunia yang berputar
Bawa aku...dengan segenap sisa langkahku...

Dengan Rasa
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd

Aku memelukmu dengan rasa...


Seperti batu kerikil terjal yang terhempas diatas tanah
Aku mencintaimu dengan rasa...
Seperti teratai membelit air menahan hujan
Aku merindumu dengan rasa...
Seperti keheningan malam panjang dibawah rembulan purnama
Aku memilikimu dengan rasa...
Seperti sapuan halilintar yang menghajar pohon pohon
Aku membelaimu dengan rasa...
Seperti Bumi berputar dengan kodrat Nya
Dan aku kehilanganmu dengan rasa...
Seperti samudera yang mengering dan berwarna hitam pekat

Selaput Duka Anak Jalanan


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Debu dan deruan mesin akrab ditelingaku
Mangkuk usang ditangan kanan
Hormat pada dua bendera !
Bendera kemiskinan dan bendera kelaparan
Dan bau khas ini...
Tetap menyimpulkan senyum memaksa
Atas perut yang tertekan
Atas jasa terbayar recehan
Dari bibir bibir kami
Tiada lambang harapan bergemih
Luruh merejam gontai peraduan sang fajar dan senja
Tujuh ribu tangisan anak kecil
Menyayat telinga mereka sendiri...

Kasih Sayangmu Membunuhku


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Wahai malam...
Dengarkan jeritanku dari lembah kesunyian
Dari tebing terjal yang menggema
“matilah kau dengan tenang !”
Suara suara yang melintas diatas jasad pelukan mimpi
Jalanku menginjak duri tajam yang kau sediakan
Rusukku terhunus pisau yang ada dibalik sayapmu
Layakkah kau disebut “Ayah” ?
Sementara kau tau bahwa aku tercipta dari dua nyawa yang terpisah...
Pengkhianat !
Kata itu tak pantas namun tegas
Dan bangsat untuk ucapan yang kau sebut dengan kasih sayang !
Yang aku setitik pun belum pernah merasakannya...
Dan tak akan pernah merasakannya...

Cahaya Mu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Salam tercinta untuk Sang Maha Cinta
Kau tuntun aku dengan bisikan ditelinga kananku...
Di lorong kota pohon diam langit berkabut
Tak ada catatan selain doa sunyi di rahim bumi
“ya Robbi, ajari aku hidup”
Cahaya Mu memahat cinta dibalik semak belukar
Air mata syahadat sukma menggetar
Menyelinap redup cahaya disela ranting dan akar menjalar...
Kumohon ampunan Mu...
Cahaya Mu...

Ramadhan di Pelupuk Mata


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ada sekuntum hari
Dimana wanginya mengharumi bumi sepanjang waktu
Karena saat itulah kemahamurahan Sang Khaliq berlimpah
menyatukan pada segala inti kehidupan...

Adalah Ramadhan...
Ia bertelaga bening
Airnya mutiara takwa
Gericiknya Dzikir dan Tadarrus
Tapi doanya lemah lembut
Mari berenang dengan kesunyian nafsu
Bukan sekedar menahan lapar dahaga
Agar sirip kita tak patah sia sia...

Cinta Sejati
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ku bangun istana cinta diatas setiaku
Ku lindungi dindingnya dengan percayaku
Ku hiasi semuanya dengan keihklasanku
Ku rawat keteguhanya dengan ketulusanku
Dan ku ciptakan kedamaian dengan kasih sayangku

Andai takdir tak merenggutmu


Andai ku bisa menjaga keabadian hidupmu
Aku bukan Tuhan Yang Maha Mampu
Mengendalikan semua apa yang ku mau
Aku juga bukan malaikat penjagamu
Yang selalu menemanimu sepanjang waktu

Ku hanya kasih dalam hatimu


Cinta dalam hidupmu
Rindu dalam nafasmu
Yang kan tetap hidup dalam sanubarimu

Setangkai Rindu Tak Mampu


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Pelangi yang kau tebar kemarin
Meredup saja dalam wahana dilangit sana
Bukan sebuah makna yang ingin ku tinggalkan
Namun kenyataan bahwa kau telah ada yang memiliki
Suara dihatiku tetap sama
Mencari serpihan asa yang sempat kau semai...
Arus di pelupuk mata semakin menggila
Aku lebih memilih, menyimpan hasrat di relung jiwa
Asal kau tertawa riang disana...
Bahagiamu adalah nyawaku

Tunangan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Telah sampai pada tangga kehidupan yang baru
Namamu masih saja tertera
Pada halaman pertama
Dari Tujuh tahun yang lalu...
Kekal di ingatan kisahan semasa sekolah
Kuberi kau cincin dari hadiah lotre seribu rupiah
Karena itu ungkapan cinta yang mampu kuberi
Dan kini...
Cincin emas telah kusematkan.
Bukan sebagai pameran
Bukan juga sebagai rayuan
Cincin itu adalah persembahan dan penghormatanku atas cinta yang ternyata benar
tulus...
Dan aku tau kita mampu lalui laju derap langkah kita dan angkatlah bendera
kemenangan sebelum bertarung dengan zaman... !

Perpisahan Tak Kuinginkan


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Tik...tak...tik...tak...tik...
Detik detik pun terlampaui
Meski perlahan namun pasti
Melenyapkan sebuah kisah
Antara kau dan aku...
Terima kasih kuucapkan kepadamu
Yang telah merubah duniaku
Yang telah menutup masa kelam ku
Walau akhirnya aku... yang mengalah

Tapi tak terbesit sesal mencintaimu


Perpisahan ini bukanlah sebuah akhir
Namun, ini sebuah awal
Awal untuk melepasmu...
Awal untuk merelakanmu...
Dan awal untuk mengenangmu...
Tak sedetik pun kuinginkan
Waktu terus berputar
Andai ku diberi waktu 1 hari lagi
Takkan ku siakan

Untukmu, cintaku tetap abadi…

Gadis 9 September
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kutulis pada noktah keabadian...
Tentang kau, garis garis cinta...
Bentangkan sayapmu dan terbanglah di udara
Aku disampingmu...
Tetap berpaut pada semu menggelegar
Tak usah merajut asa dan genggam tanganku !
Katakan “ya” saat aku memintamu untuk menjadi makmum yang bisa kupimpin...
Dan akan kuberi jalan atas Surga di telapak kakiku...
Kau gadis 9 September, yang ku cinta...
Hikayat Rindu Dendam
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Hanya lewat bait-bait ini aku mampu bercerita
Setitik dari asa yang tertingggal dalam diri ini...
Setitik dari lelahnya hati yang ku rasa sunyi...
Rinduku yang terlalu lama terbendung dalam jiwa
Telah melahirkan kata-kata dalam keinginanku
“Aku ingin bertemu meski sekilas dari bayangmu”
Mampukah itu terjadi padaku dan untuk rindu dendam ini ?
Untuk “makhluk” yang kusebut “cinta”

Untuk Sebuah Nama


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Derai air mataku tak henti mengucur perihnya,
Sayatan pisau cinta mu membuat tangis dan pedih membaur
Oh Cinta...
Inikah wujud mu menjelma dalam layar kubentang
Terhantam badai kedukaan
Terhempas pada dasar laut kesengsaraan
Arah ku hilang, kekokohan ku musnah raungan ku tiada lagi...
Terdengar terendap bersama lara di jiwa
Hadir ku sendiri, di antara deras rintik hujan bertubi...
Tangis ku tak mampu lagi menawar di sisi
Harus kemana arah rindu ku ini saat hadir mu hanya mampu menyakiti
Hati ku telah patah...
Percaya dan setia yang ku jaga
Janji tinggal dusta
Harapan pun sirna dan hanya pada waktu ku pasrah kan semua
Biarkan masa yang menawar luka, hari ini atau esok...harap ku kembali indah

Di Penghujung Kekelaman Hati


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Dalam kekelaman hati
Aku terdiam
Mendengar alunan musik genderang kematian yang menghiburku
Ada sesuatu yang mengganjal di sini, tepat di perasaan ini...

Ku rasa ada setitik keresahan yang tak dapat ku pecahkan

Entah...
Aku tak tahu apa yang sedang ku rasakan
Aku tak mengerti kedaan hatiku sendiri

Satu yang aku inginkan


Hanya ingin terbebas dari kekelaman hati ini
Rasanya seperi mati perlahan
Bebaskan aku dari kebimbangan ini...

Obral kata “seribu tiga”


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Dengarkah kau bisikan orang ?
Mengobral kata “seribu tiga” untuk orang yang terhimpit kebebasan
Keterlaluan memang...
Memang terlalu...
Dan dibelakang kenyataan
Manusia saling mencaci maki
Karena takut bicara terang terangan

Pengecut... memang...
Penjilat... bukan rahasia
Perampok... kebiasaan sejak dulu...
Penindas... warisan masa silam...
Pembohong... rutinitas dikepala
Siapa salah ?
Aku ?
Kau ?
Mereka ?
Kita ?
Yang percaya pada kata gombal cap “seribu tiga”

Darah Negeri Palestina


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Tangis bayi mengiba...
Lantaran dinding usang sayang...
Suara apa itu ?
Banyak manusia main petasan yang mampu merenggut jiwa
Yang mampu meregang nyawa wanita dan anak anak tanpa dosa...
Dan pandanglah hamparan terbentang !
Dengan teriakan “Allahuakbar !” bersama dengan mayat mayat yang berserakan !
Darah jihad tertumpah di negeri palestina
Darah yang disulap menjadi manisan
Mengiringi canda tawa mereka dengan suara gelas kaca
lalu...
Angkat bendera dan tabuhan genderang perang dan biarkan masa yang akan
menjawab
Demi... masa...

Akulah Pujangga
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Diksi...
Pilihan kata tertera diujung penaku
Goresan tinta menari nari dalam genggaman syair pujangga...
Alunan majas bagaikan dupa sihir simphony kehidupan
Dan aku masih bermain mantera imajinasi
Menyulap syair dalam sebuah kitab sastra dan mereka ikut menari diatasnya...
Akulah pujangga...
Aku tak paham makna dan filsafat cinta
“Yang ku tau, surga telah memaparkan cahaya cintanya ke daratan bumi untuk dua
insan yang menyatu”

Ketika Jarak Memisahkan


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ketika detik waktu terus bergulir lirih...
Membuka tabir memori tentang perpisahan sementara
Kau dan aku
Akan terpisah ruang dan waktu
Demi keluarga kecil yang nantinya akan kita bina...
Di sana...

Ketika jarak memisahkan, ingatlah namaku bukan untuk hari ini, tapi untuk esok, dan
selamanya...
Peluklah bayanganku dalam selimut mimpi
Dan aku menyapamu dengan ramah
Membiarkanmu tetap terjaga di sebuah penantian
Tak ada lagi air mata membekas
Hanya senyum rindu terkelupas

Semangatku (Ibuku)
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Untuk adik adikku tercinta...
Bawa salam cintaku untuk wanita perkasa yang kupanggil ibu...
Kalian tau ?
Tak mampu terucapkan dengan majas apapun
Tak mampu terbalas sejak Ia membelai kepalaku
Akan ku buat kalian bangga
Dengan ukiran semampuku
Dan terbiaslah cahaya senyum khas diwajahnya
Hanya itu kunci semangatku wahai ibu...
Tetaplah tersenyum walau gelombang pasang menerpamu...
Takkan ku biarkan kau hanyut didalamnya
Kobarkan api semangat di relungku yang terdalam dan akan ku bingkai dengan wajah
teduhmu...
Pantai Kenangan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Di dalam khayal yang beku
Hingga beribu hari terkubur diam
Bisu...
Namun angin sore ini
Mampu menepis risalah hati yang goyah
Terbelenggu kuncian bahasa kalbu mengikat
Syair syair pantai ini...
Terukir indah di hamparan rumput terbentang, bukan pasir yang dahulu...
Pantai ini telah berubah, dan tergantung lukisan wajah tua di tiang penyanggah dari
bambu...
Masih ada tulisan masa remaja di batu besar pantai ini
Pantai ini telah berubah, menjadi aksara kemurkaan

Kontemporer (Sudahlah)
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Sudah ku bilang
jangan pakai emosi untuk menghadapi masalah
Tapi kau cabik-cabik hatiku
dan kau guris lagi serpihannya,
buat apa ?….
Kedubraakk !!!
Harus berapa kali ku bilang
Hanya kamu yang ada dihati ini
Bukan dia atau yang lain
Namun kau terlalu tunduk pada emosi
Aku sadari sesal terjadi diakhir cerita lara
Namun ku bosan dengar amarahmu
Plaakk !!!
Kini terserah padamu,,,
Jika kau hendak pergi, pergilah !!!
Aku telah lelah bersuara
Kutunggu Kau Ayah
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Terima kasih ayah
Pernah membuatku mengerti apa arti “bahagia”
Masih jelas terasa kasih sayangmu
Dulu...
Maaf ayah di saat letih mu,
Aku pernah merengek
Meminta semua itu
Meminta manja darimu
Ayah, aku kangen ayah!
Teringat saat saat itu
dan berkata semua nasehat cinta kasihmu
Dulu...

Kini waktu menjebakku


Haruskah ku berjalan di waktu yang tak mungkin itu...
Tinggalkan dusta dan kemegahan duniamu kini ayah
Dan akan kujemput pintu bahagia seperti dulu...

Penantian Semu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Lelap di tidur panjang
Mengejar rindu yang mengetuk pelupuk mata...
Akankah sirna di keabadian ?

Inilah awal sebuah kalam di perantara


Mengusir lelah yang mencengkram jiwa

“dengarkanlah….”

Desir rindu hatiku pilu ,


Bila semburat wajahmu merangkai batinku ,
Lelah ku menunggu asa
Akankah kita bertemu jua ?

Ramadhan Kali Ini


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ramadhan kali ini
Rasanya semua orang bergegas
Tuk berbenah melakukan yang terbaik
Setelah luka yang menyayat dan
Menyakitkan
Hujan yang turun rintik-rintik, hanya sejenak
Sedang tanah yang kupijak sudah teramat kering
Mungkin… kening yang jatuh
Tak lagi sepenuh hati
Mungkin… doa yang terucap
Adalah sisa-sisa sumpah serapah
Juga kemarahan
Ah, ramadhan kali ini
Hambamu yang awam ini
Mencintaimu meski tak sesempurna rasul-MU...
Jiwa yang masih terkukung nafsu
Nurani yang masih berselimut ingkar...
Ramadhan kali ini...
Tak seindah kemarin...

Anak Kandung Yang Terbuang


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Aku adalah anak kandung yang terbuang
Terhempas dibalik batu jalanan
Oleh dinding pemisah mereka
Antara aku dan kakakku
Mengapa harus dibedakan ?
Aku pun tak ingin terlahir di dunia !
Bukan singgasana dunia yang kuinginkan
Tapi tahta dihati kalian wahai manusia yang kusebut Ayah dan Ibu
Tak sadarkah kalian
Yang hanya melihatku dari balik dinding
Mendengar nafasku hanya dari balik jurang curam
Dan memandang rupaku dari balik kantung plastik

ah... aku anak kandung yang terbuang

Malam
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Malam, duduklah di sini, di sisiku.
Jangan ganggu tidurnya...
Dari alunan senja mengering
Dari senyum rembulan di pangkuan malam

Malam, akankah bongkahan masa merejam keruh di pelabuhan sunyi ?


Sayapku ingin terbang menuju dermaga cinta

Malam, mengapa tertawa dalam tangis ?


Bintang bintang mencemohmu ?
Mereka tau kau tak abadi, kelak kau menjadi siang

Malam...see you good bye...

Sajak Patah Hati


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Hitam...Putih...
Siang...Malam...
Fajar...Senja...
Aku...Kau...
Kalian...Mereka...
Ya...Tidak...
Teman...Musuh...
Kuat...Lemah...
Tanya...Jawab...
Gelap...Terang...
Hidup...Mati...
Kekal...Sirna...

Dan akhirnya......
Pertemuan...Perpisahan...

Senja Basah
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kuteguk pelepas dahaga di telaga jiwa yang bening
Dan masih kudengar nyanyian burung kenari
Di ujung telaga sana...
Hanya senyumnya saja yang memudar
Mendendangkan alunan senja basah
Akan hujan beberapa waktu yang lalu

Kutanya pada kabut selimut senja


Adakah katak berudu bermetamorfosa ?
Suara menggema berlalu lalang sebagai penutup senja
Kala itu...

Tikus Tikus Berdasi


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Tikus tikus berdasi...
Pemakan lumbung padi atas hak sejengkal
Sambil tertawa terpingkal
Menari diatas genangan air mata darah kaum mayoritas...

Tikus tikus berdasi...


Memakai topeng kesucian
Dan beragam kesalahan diatas berkas
musnah hilang tak berbekas...

Tikus tikus berdasi...


Berkembang biak dan terus dilahirkan ibu pertiwi
Kapan sandiwara membosankan ini berakhir ?
Mungkin...
Jawabnya ada di bawah batu nisan mereka kelak...

Kering
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Tangis rindu daun gugur
Kepada ranting yang melepasnya
Kepada matahari yang mengeringkannya
Dan kepada semak belukar yang menopangnya kini...

Tak sempat bertanya pada akar menjalar


Bahkan titip salam untuk stomata kalian
Aku gugur bukan karena puting beliung kemarin
Tetapi karena celotehan terik matahari yang membuatku asing...

Mataku asing dengan telingaku


Tanganku asing dengan kakiku
Dan kini...
Aku merasa asing dengan kalian !

Hasrat Menggila
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Jika kau adalah aku
Dan jika aku adalah kau
Maka kau tetaplah kau
Dan aku tetaplah aku
Karena kau bagian tulang rusukku...

Perlahan datanglah...
Beri aku tatapan hangat
Yang kadang bisa menyejukkan
Dan bahkan bisa meleburkan

Aku berselimut cinta yang menggila


Meremuk redamkan ego jiwa
Memporak porandakan amarah memasung
Serta rasa takut kehilangan

Asmara ini memuncak


Tepat di ubun ubun
Dan bersiap mencaci maki tiap tiap kepingan iman
Dan berkata bibir mungil itu
“aku belum menjadi milikmu yang utuh”.

Gonjang Ganjing BBM


Oleh: Budi Prasetyo, S.Pd
Coba pandang ke arah timur...
Anak anak kecil duduk di tanah
Mendengarkan orang dewasa mengeluh tentang kebijakan BBM kemarin
Dan mereka bergumam
“Kita sedang perang”
Tapi berkata anak yang lainnya
“Kita sudah merdeka”
Lalu datang nenek tua penuh keriput diwajahnya
Dengan susah payah terucap
“Lebih indah jika ajal menjemputku saat ini”
Esoknya kulihat berita di koran
Antrian dari Sabang sampai Merauke
Efek dari kegagahan sang penguasa
Mengatas namakan kesejahteraan rakyat
Demi mengambil hak sesuap nasi tiap tiap dari mulut mungil anak anak itu
Dan bertanya ibu ibu mereka
“Bantuan atau pembunuhan massal ?”

Aku Hanya Diam


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Dari kejauhan...
Sang surya masih melamun
Tidak mengerti sajak ataupun gurindam
Hanya dendangan syair menjerat

Aksara yang tak dapat kucerca


Menjadi bongkahan batu besar
Menimpaku bertubi tubi
Disertai hujan belati

“Biar !”
Umpatku pada bumi yang berputar
Pasrah atau putus asa ?
Yang pasti,
“aku hanya diam”...

Inginku
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Alunan desah resahku berbisik lirih...
Pada ladang hatimu yang rela kutumbuhi bunga cinta
Dan berwarna merah jingga

Walau terkadang khilaf kecil mengusik


Tapi tak terbesit ku ragu...
Diam bukan tak ingin
Menanti genderang dan tabuhan ayat ayat suci di pelaminan nantinya
Bergetarlah cawan dahaga...
“Aku tak mampu melepas kau dari fikiranku walau sesaat”

Dan ku ukir pada dinding putih penuh bercak noda


Berceritakan kisah klasik kita...

Maaf Yang Tak Terucap


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Mungkin air mata tak mampu membalikkan keadaan
Mungkin kekecewaan hanya membuat perih tak berujung
Namun...segenggam kata maaf ku...

Terlambat memang...
Kuanggap sampai di tujuan
Hingga kedamaian mengiringi kau menabur sajak sajak sepi

“maaf”, bisikku lirih...


Tak sampai lagi di telingamu kala itu
Maaf...maaf...maaf...maaf...
Aku tau kata itu tak sempat...

Diantara nyata tak terukir


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Aku terus berjalan,
mengarungi waktu yang tak mungkin itu ?
Ketika sang ilalang harus berteman dengan sekuntum mawar,
Mampukah ia menahan perih saat tak ada kumbang yang menyapa ?
Harapan demi harapanku,
Haruskah berserakan diantara nyata tak terukir ?

Dan...

Aku masih menari diatas serpihan kaca....


Nada Dasar Kehidupan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kepada seribu tanda tanya...
Adakah simphony ruang rindu
Yang diukir cahaya temaram
Atas lolongan panjang mengaung

Inilah “dunia” !
Dan berjuta kemegahan menari diatasnya
Lalu, apa kami pantas ?
Untuk sekantung nasi yang menjejal mulut kami

Formalitas dianggap realitas


Pengkhianat dianggap pahlawan
Suara apa itu ?
Tolong hentikan !
Diatonis minor kehidupan
Dari nada dasar kemiskinan...

Kisah Cintaku di Tahun 2007


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Suara jangkrik masih bercengkrama
Nyanyian usang pun terdengar
Bergetarlah gurun gurun tandus di jiwa
Aku galau !
Cicak mengintip di sela dinding menertawaiku
Terhentak sejenak memori kalbu
Menyandar rebahkan tubuh di dinding kenangan
Sambil mendengar tiupan angin malam
Di iringi getar suaraku yang parau
Dan aku masih galau !
Tidak !!!
Apa ingin mereka ?
Hanya restu mereka yang kuinginkan...
Bukankah tulang rusukku telah kau bawa
Lalu mengapa mereka tak inginkan kau ?
Tapi percayalah...
Cintaku telah mati !
Pintu hatiku tertutup rapat !
Sukma kita telah mengikat dan kita akan berjumpa di alam sana...

Disela Pagi Itu, Bu


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Ingat kah kau ibu pagi hari itu
Mentari memotret kita
Ku salam tangan mu
Dan ku ucapkan salam perpisahan...

Di saat itu kita merasa pilu...


Karna akan saling berjauhan
Aku pergi untuk masa depan
Sdangkan kau ibu menungguku di hari tua

Perpisahan itu tak pernah ku mau


Tapi keadaan dan gambaran masa depan memaksa ku pergi
Ke kota tua untuk mengarungi daratan lain
Ku hanya bisa membingkai wajahmu dalam memoriku...

Rembulan Sendu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Redup sinarmu
seperti hati kekasihku
ku ingin menghiburnya
dan menemani dalam
senandung irama cinta

Saat malam berbisik lirih


membelengu dengan hembusan
nafas kerinduan
Ku ingin katakan tentang
rasaku untuknya...

Agar tiada di sendu saat


hatinya ku bisikan
nada dan syair mimpi...
Sayang ...
Tahukah engkau
hatiku di sini kan selalu
bersamamu melabuhkan
keindahan mimpi
tentang kita berdua...

Rindu Terpendam
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Dan pada dekapan malam...
Aku pun hanya bisa menitikan air mata
Sulit terasa sangat sulit
Mencoba biasa, namun aku tak bisa...
Bagai terjerat kawat cinta yang semakin menyiksa

Ketika tatap itu tiada ada


Ketika sapa itu mengilang tak lagi nyata
Dan ketika canda kini t'lah terpenjara dalam fana yang selamanya

Lalu rindu ini akan ku apakan ?


Ku buangkah ?
Ku beranguskah ?
Atau ku kubur dalam pada relung-relung jiwa ini ?

Jika saja itu mampu


Jika saja itu bisa
Tapi aku tak mampu, juga tak bisa...

Akankah Indah Pada Waktunya


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Malam telah terbenam
Membalut luka yang tersisa semalam
Pagi pun menjelang
Membangunkan jiwa yang terlanjur Merajut mimpi dalam lelapnya tidur

Bangunlah... !
Rasakan kesegaran embun yang nampak
Rasakan angin yang berhembus
Meskipun dingin menerpa tubuh
Meskipun jiwa terlalu lelah tuk bermimpi
Pastikan hatimu tak kosong
Tapi mempunyai tujuan yang berarti....

Semangat... !
Meskipun lelah mendera diri
Meskipun letihnya jiwa menghampiri
Semua itu kan dapat indah pada waktunya....
Jika kamu mempunyai kesungguhan tuk memeluk sejatinya diri
Juga rasa bahagia itu sendiri....

Cinta Pertama
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Aku mengenalmu ...
Dalam keindahan hati dan cintaku
semua akan aku pertahankan
rasa ini hingga sampai nanti
Karna kau adalah cinta pertamaku
Ku ingin selalu selamanya dalam akhir ku mengenal cinta ...

Untukmu selalu...
Hatiku telah terpaut denganmu
ku harap hadirku mampu
bersemayam di dasar hatimu
sampai setia ini kan di sisimu ...

Kekasih ...
Ku ingin selalu mengukir indahnya senandung rindu
dalam arti cinta sejati
Ku harap kau mampu membuka hatimu dan menerima rasa ini...
Dalam ikhlasmu mencintaiku ...

Ombak Cinta Tegur Sapa


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Malamku tak seterang yang diharapkan
Diriku pun mungkin telah dilupakan
Hati ini mungkin kan menyakitkan
Ketika mengetahui isi dari sebuah pertanyaan
Haruskah ku berikan jawaban
Dari sebuah rasa bimbang yang terlewatkan
Mungkinkah ini yang selalu dibayangkan
Jika hati tak lagi di ingatkan
Apakah ini yang selalu dirasakan
Jika aku terlanjur terpuruk oleh cinta yang dia berikan

Oh Tuhan...
Aku ingin tunjukkan sebuah senyuman
Tuk bahagiakan diriku sendiritak harus dengan dia
Jika yang ditunjukan hanyalah rasa sakit
Karenaku lelah tuk mengingatnya kembali

Panggung Cinta
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kau pandai memainkan drama realiti...
Naskah cintamu membumbung tinggi.
Gelegar suaramu mengetar lara
“Dum prak dumprakk”
Gerakan kakimu seiring musik
Bagai raksana diatas padang
Kau mainkan akting amatirmu
Dan aku terpesona berada dalam naskahmu
Cintaku hidup dalam panggung sandiwara
Kini kumenjadi hiasan panggung,
penonton bersorak ria ...
Ku semakin gencarmengoncang panggung kesana-kemari
“dumprak dumprakkk”
Hidup khayalan nyata dalam panggung
Langkah kaki terus tersentak
Ohhh... gelaapp...
sunyi....
Ternyata ini semua hanya sandiwara,
cukup... !
Kuingin keluar dari kegelapan ini
Menuju kekehidupan yang nyata...
Nyanyian Dalam Perjalanan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Jemari mulai melambai melingkari pena
Menari nari di kertas putih
Mengabarkan pada kekasih hati
Yang sedang menanti di ujung sana bernamakan bintang...

Bintang, ku sedang di perjalanan


Menuju tatapan indah mu...
Terlintas di pikiran ku,
Sebuah senyum mu yang menghiasi kalbu
Hingga membuat ku tertunduk malu...

Bintang, dalam perjalanan tak ada kabar baru untukmu


Tak ada yg beda di sepanjang jalan
Tetap saja anak kecil menangis membawa mangkok berisikan uang recehan
Tak ada juga yg indah di sepanjang jalan
Tetap saja rumah kumuh terhampar lebar
Melekat di tembok gedung bertingkat
Hutan hijau pun tinggallah nama...

Putus
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Adakah aku di renunganmu malam itu?
Mengapa kini kau memilih untuk diam, mengubur semua kata dalam sapamu untukku?
Apakah ku kembali mengusik tenangmu?
Terasa goresan kalbu bahwa kau ingin menjauh dariku...

Yah !...
Menjauh kembali tanpa kata permisi
Maka katakan saja bila memang aku adalah pengusik tenangmu
Dan aku pun akan pamit tuk segera membasuh diri
Agar kesalahan-kesalahanku padamu terbasuh bersih

Duhai kau yang disana...


Tanpa kusadari aku memang masih menyimpan cinta suci itu
Yang dulu pernah ku berikan nyata untukmu...
Bintang
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Bintang...
Dengarkanlah aku kali ini saja..
Aku ingin bercerita tentang kerinduan
Rasa rindu yang semakin tak menentu
Sebab titik temu itu semakin semu...

Bintang...
Katakanlah bila aku tak salah
Sebab rasa ini memanglah tak biasa
Dan tak akan musnah begitu saja
Seperti yang t'lah kau ketahui nyatanya...

Maka bintang...
Ku titipkan salam kerinduan ini padamu
Agar bias-bias sinarmu mampu memberi tau kepadanya
Bahwa aku disini selalu merindukan kehadirannya
Ku harap ia merasakan apa yang ku rasakan
Agar malam pun tak berlalu kelabu...

Senja Pilu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Langitku masih sama, mendungku masih ada...
Sakitku masih parah, lukaku masih merah...
Hatiku masih lebam, ingatanku keram...
Tiada hilang meresah, senjaku pilu...
Salamku pada mahoni yang berkabung
Atas guguran daun kering di pelataran

Aku butuh waktu yang sangat lama


Agarku dapat berlari dari kesunyian dan tebing tebing curam di relung jiwa...
Dan menyapa lembut daun cinta
Yang tergantung pada lemari tua
Dihiasi kotoran kecoa

Namun terbesit inginku,


“Singkirkan mendung itu dan pastikan aku, mentari yang selalu menyinarimu”...
Rindu Suci
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Dan kembali ku ceritakan sebuah kisah
Kisah asmara dimana aku dan dia terjerat cinta
Cinta suci yang tak akan ternodai
Sebab masih tergambar putih walau hitam terus membayangi
Aku menanti kabar merpati
Sepucuk surat pun memanglah sangat berarti
Bila hadirnya dari kekasih hati
Yang kini jauh dari pandangan diri
Aku terus menghitung hari
Mencoba habiskan kegelisahan ini
Menggerus lebur resah diri
Hingga titik temu akanlah menyambangi
Adakah ia mendengar jeritan kerinduanku ?
Disana, diperaduannya...
Walau kenyataannya kini aku terkulai lemah tak berdaya
Sebab rindu-rinduku semakin memenggal jiwa
Duhai engkau kekasih hati
Aku memahami dari yang ku ketahui
Namun sayang hati ini terlalu naif mengakui
Jika aku selalu merindukan keberadaanmu disini
Sebuah rindumu yang memang suci...

Waktu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Waktu ...
Ketahuilah olehmu sejak kau pisahkan kami
Kerinduan ini sangat menyiksaku
Ku ingin selalu bersamanya
Merajut asa dalam selembar cinta
Menaburkan benih rasa dalam gengaman kerinduan ...

Waktu ...
Begitu dahsyat kerinduan ini ku rasakan
Hingga hatiku tiada sabar ingin menjemputmu
Menghantarkan cintaku untuknya
Ku harap jangan terlalu lama
Kau pisahkan kami
Karna hatiku tiada mampu terus begini
Menahan dan menghitung
hari
Menungu hati ini bersatu dengannya...

Jenuh
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Menghitung lagi hari-hari yang sepi
Tanpa hadirmu yang dulu menemani diri
Bosan !
Bosan aku dengan kemelut cinta yang masih juga belum tersudahi.... !
Apakah aku terjerat kutukan asmara ?
Atau memang makhluk terindah Tuhan belum mau menyapaku ?
Entahlah...

Kini ku bisikkan suara hati pada mentari yang tertidur


Ku ingin ada cinta yang lain
Memeluk suci pada kemurnian sekeping hati.
Namun sampai kapan ?

Sunyinya terasa sunyi


Senyap menyelinap menggoda naluri
Akhirnya ku jenuh dengan sendiriku...

Tak Akan Kembali


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kerumunan gerimis memang melukis nyata cerita kita
Yang t'lah berakhir dimana pergantian malam menyaksikannya
Aku hanya memilih bungkam menyimpan semua kata-kata, begitu juga suara-suara
Sebab terlalu perih jika ku harus mengingat kembali

Kini ditemani jingga aku pun mencoba bercerita


Dari sanubari ini, aku pun mulai berbicara
Lirih saja, tanpa emosi yang tercurah
Yah !
Aku terluka di malamku...

Barsamanya kau mulai menabung manja


Keadaan membimbingku, mengajakku melihat yang nyata dari cintamu
Dan kuputuskan tak akan kembali...

Suara Sendu
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Pagi ini telah mengecupku
Bersama nyanyian sang embun
yang mendekap hangat jiwaku

Kala senandung suara merdu


Menari dan berbisik di hati ini
Saat kau lantunkan suara sendumu memangil namaku ...

Rintihan sejuk kian manja


Pada penghujung fajar merumpun
Mengerakkan langkah kaki
menuju iringan do'a ...

Sayangku ...
Merdu suara sendumu
Mengetarkan naluri rindu
dan iringan ini aku nikmati
Selaras jiwaku memelukmu ...

Pagi Membosankan
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kabut dingin diantara sejuknya pagi
Menerpa hati yang terasa menyebalkan ini...

Perlahan tuk bangun


Membuka mata
Menyambung nyawa yang terlanjur terlelap
tapi apa ...
Untuk bangun pun aku tak kuasa

Aaaaahhhhh !!!
Ternyata fajar telah membangunkanku
Dari arakan kabut menari
Dari bingkai senyum mimpi beberapa detik yang lalu...
Semangat !
Untuk pagi yang terasa memb0sankan
ini !

Sejarah Kelam
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Kini ku terluka,
perih,tak berdarah tapi. .
Sakit itu menikam jantungku
ah.......... !
Terlalu sadis jika mengingat kenangan itu
Teriris kumenangis...
Melupakanmu tak semudah hanya berkata semata
Kumaafkanmu, sebelum kau lontarkan maaf tak pantas...
Menikam di hati yang sangat gersang
Dan terlanjur bernanah...
Hanya keyakinan yang mampu kuatkan hati
Tuk tetap berdiri sebagai mana layaknya kita tuk tetap bertahan
Dalam menjalani hidup yang terkadang tak kuasa tuk dijalani

Akan kulupakan segala resah yang mengganggu perasaanmu


Takkan kukenang tuk menjadi benci...

Sahabat
Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Aku memahamimu sahabat
Kemari mendekatlah...
Ungkapkan semua kemelutmu
Usah kau meragu, sebab aku ada untukmu selalu

Tak perlu kau menutup pintu hatimu


Bila nanti masih ada kesempatan baru
Lupakan sajalah dia yang telah meninggalkanmu
Karena waktumu masihlah hidup dan tetap berlanjut...

Ini tanganku, genggamlah jika kau merasa semakin tak berdaya


Ini pundakku, bersandarlah jika lelahmu semakin menyiksamu
Percayalah sahabat, aku setia mendengarmu
Maka biarlah aku yang mendengarmu...

Tarian Syair Kosong


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Aksaraku telah patah menjadi kepingan luka yang terus membawaku pada duka yang
semakin dalam..

Setiap bait dalam coretanku perlahan sirna seperti serpihan debu yang terhempas sang
bayu...

Mungkin takkan tersisa hingga nanti tinggalah kenangan dalam lembaran kosong diary
cintaku...

Dan entah kapan engkau kan kembali padaku dan mengukir rasa yang kini telah tiada...

Akankah semua terjadi...?


Hanya waktu yang kan menjawab semua tanya dihatiku...

Karna bibirmu telah kelu oleh kepiluan yang kini tengah kau rasakan...

Persembahan Untuk Tiwi


Oleh : Budi Prasetyo, S.Pd
Sungai hatiku mengalir
Arusnya deras beriak
Memanggil-manggil namamu...

Ini selembar surat dariku...


Empat barisan kata
Berlumuran cinta
Kurangkai untuk penuang suka
Pada keindahan matamu bicara

Aku berdiri menjambak awan


Lepaskan kegusaranku pada semesta rasa
Yang hendak kupayungi dengan duka
Cintaku mengemis asap dupa
Kau tak lagi mengaliri kali kecil
Tepi halaman rumah bathinku
Sayup rasa kian meninggalkan telinga
Pada tampungan harapan
Di puing-puing cinta yang mati
Adalah rasa kecewa nan membumi
Yang kan tumbuh untuk kusiangi lagi...

Anda mungkin juga menyukai