Anda di halaman 1dari 24

PUISI IMAN-ISLAMIC

Air mata tahajjud

Titis-titis cintamu merintih indah


dalam munajah sepertiga malam.
ikhlas kasihmu hawa,
mencairkan rindu yang tak berbendung,
membasahi kepingan sujudmu
yang redha menjadi kekasihNya..

Dalam tahajjudmu,
mengzahirkan hati yang tak terdua,
penjelmaan kidung setiamu padaNya,
dalam lafaz-lafaz dzikir tak berujung,
kau takbirkan tasbih-tasbih cintamu…

Air mata rindu berikrar


dalam pandangan fananya dirimu,
menuju azalinya cinta di langit sana,
cinta maha cinta,
yang bertahta dalam syahadah hatimu…

Air mata rindu bertakbir,


mengiringi tahajjud cintamu padaNya,
pembuktian satu kasih di jiwa…

Bahasa Hati

Merunduk cintaku di kalamMu,


membuktikan iman yang bertahta,
ketika rasa itu hadir mengujiku,
kusandarkan rindu dalam maghfirahMu…

Mengarungi dugaan duniawi,


ikhlas hasrat peneguh setiaku,
jarak yang bersaksi menjadi godaan,
dalam hijab-hijab penantian…

Bahasa hatiku bertasbih indah,


pada agungnya cinta di keMahaanMu,
bukan pada kata atau pun pujian,
hadirnya restu illahi,
penghantar kemuliaan cinta…

Ya Illahi, ungkapkanlah rasa ini,


katakan padanya isyarat sang jiwa,
kirimkan dirinya pada takdirku,
biar kusambut mesra dalam redhaMu,

Kemuliaan Cinta

Dalam senja lisanku membisu


Mengagumi indahMu tanpa kata
Hanya hati yang mampu berucap
Kaulah cahaya alam fanaku…

Syahadat-syahadat cinta
Menggema bertakbir di langit jinggaMu
Menjadi peneguh ikhlas kasihku
padaMu satu yang bertahta di jiwa…

Terang gelap langkah-langkah ini


Menitiskan noktah hitam lembaran hidupku
Namun sambutan indah maghfirahMu
Penyuci putihnya cintaku…

Bunga-bunga doa dzikirku,


akankah mewangi menuju arsyiMu ,
Menggetarkan kerinduan yang lama terdiam,
Sebagai mahar Sebuah kemuliaan cinta,

Menyapa Rindu

Nafas sendu setapak malam,


tertatih merengkuh lembayung senja,
yang bertakbir pada daif-daif cinta
di atas mimbar sebuah kemuliaan…

Wahai rindu,
Sampaikanlah sabda tawadhu cinta,
pada kanvas obsesi sang jiwa,
sebagai penakluk singgasana maya,
dalam gerhana hasrat kasih semu…

Wahai rindu,
Kusiarahi hatimu lewat ghaib tahajjud,
sebagai udzur syahwat yang setia,
dan lentera cahaya di hari kesaksian…

Wahai rindu,
Kufasihkan padamu harakat doa-Nya,
sebagai pelengkap aksara hatimu
ketika lena akan fatamorgana…

Wahai rindu,
Kubisikkan di nadimu dzikir keteguhan,
sebagai pengikat setia pada-Nya,
dan penghantar di gerbang magfirah,

Wahai rindu,
Kulukiskan fajarmu di indahnya dhuha,
sebagai pembuka nikmat-Nya di pagi hari,
jua penyempurna rahmat-Nya di hari abadi…

Dan wahai rindu,


Terjagalah pagi malammu dalam genggam-Nya,
di atas mufakat lima cinta,
pada kalam-Nya, tahajjudmu,
munajahmu, dzikirmu, dan dhuhamu,
sebagai kesempurnaan iman,
anugrah cinta tak berpamrih…”

Belahan Jiwa

Belahan jiwa,
Masa mungkin belum menyibak tabir siapa sejatinya dirimu,
Dan takdir belum jua menuliskan noktah-noktah cinta di hidup kita,
Namun jadikanlah penantian ini sebagai ibadah mencari redha-Nya…

Belahan jiwa,
Kutahu sekarang kau masih mencari seseorang tuk manapaki hidup di jalan-Nya,
Maka bersabarlah dalam lentera cahaya iman,
Teguhkan pencarian diriku dalam munajat sepertiga akhir malammu,
Hingga kau temukanku sebagai bidadari keindahanmu…

Belahan jiwa,
Demi Allah, kuhanya seorang hawa yang diliputi ketaksempurnaan,
Bukan karena kecantikan raga, tidak pada kecerdasan akal,
jua bukan pada kilauan materi,
Tapi nantikanlah hadirku sebagai insan sederhana,
yang kan mendampingimu karena-Nya…

Belahan jiwa,
Kutahu kau jua tak sempurna,
Namun cukuplah cinta ikhlasmu pada yang Maha Sempurna,
Menjadi pengikat abadi cinta yang apa adanya,
yang tak memilih tapi dipilih oleh-Nya..

Belahan jiwa,
Doakanlah semoga kelak kubisa menjadi bidadarimu,
Yang dengan sayapnya melindungi bahtera kita,
Dan harum semerbaknya menjadi pengingat
dikala dirimu lena oleh nikmat duniawi,

Belahan jiwa,
Simpanlah lafaz cintamu padaku dengan bentengan syariah,
Tutuplah pintu hatimu rapat-rapat dengan menundukkan pandangan,
Hingga Allah mempertemukan kita nanti di waktu yang tepat
Dalam keindahan cinta yang halal…

Belahan jiwa,
Doakanlah, dua keping hati yang terpisah semoga cepat menyatu
Doakanlah, semoga munajah penantian ini diijabah Illahi…
Dalam ikrar cinta suci dunia akherat…
Doakanlah, Amin Allahumma Amin…

Bidadari Di Singgasana Ma’rifah

“...Wahai anak Adam, carilah Aku maka engkau akan menemui-Ku.


Dan jika engkau menemukan Aku, engkau akan mendapat sesuatu
sedang Aku mencintaimu lebih dari segalanya”

Rebana-rebana cinta tertabuh,


mendendangkan pesona kesalihanmu,
yang memancar di balik hijabmu,
wahai bidadari cahaya malam…

Kidung doa-doamu merunduk,


bertafakur dalam tangisan rindu,
membasahi mushaf cintamu padaNya…

Dzikir-dzikir indah di kefanaanmu,


menzahirkan kebenaran iman,
namun ghaibnya cintamu,
menjadi syahadah penguat keikhlasan…
Sayap-sayap qana’ahmu,
Meyibak indah di teguhnya cinta,
Menghantarkan ruh rindumu
Menuju singgasana cintaNya…

Zuhud cinta kasihmu hawa,


meninggikan harkatmu di langit sana,
penantian akan azalinya cinta,
membawamu pada indahnya ma’rifah…

(Maret, 2011)

Bias-bias Tarekat Cinta

Cintamu laksana cahaya,


membiaskan rindu yang bertahmid,
di antara tabir ilusi duniawi,
kau susuri langit azali-Nya…

Dahaga kasihmu hawa,


memimpikan salsabila cinta-Nya,
hingga kulzum fatamorgana,
kau ingkari demi redha-Nya,

Zahir ikhlas kasihmu,


bersanding dzikir-dzikir ma’rifah,
sebagai peneguh rindu tak bernoda,
ikrar setia cintamu pada-Nya…

Lembaran tasawwuf hatimu,


menitiskan janji yang bertauhid,
pengikat hatimu hati-Nya,
syahadah satu cinta yang bertahta…

Bias-bias tarekat cinta,


menghijrahkan rindu ke tujuh langit-Nya,
sahaya dirimu yang fana,
merekah dalam kuntuman zuhudmu…

Wahai hawa, terjagalah dirimu


dengan hijab-hijab cinta,
pengungkap saujana tak berjarak,
merengkuh mawar-mawar shirat-Nya,
tuk memandang Dia kekasihmu…
Rembulan Berkabut

Lentera cintanya bersahaja,


membelai indah hatimu,
dalam Nur yang bertafakur
di langit sana…

Awan-awan sendu,
membentangkan hijab-hijab rindu,
menirai sempurnanya cahaya,
tuk memantul di cerminan hatimu…

Kabut-kabut asa,
menabirkan keindahan yang berjarak ruang,
mengapa perbedaan membatasi cahaya cinta,
tuk menyatu dalam qadhaNya…

Rembulan takkan nampak di pelupuk,


hingga kau fasih isyarat hatinya,
dan andai terbaca bahasa matanya,
ada cerminan teduhmu dalam binar doa-doa…”

(Maret, 2011)

Tawakkal Cinta

Dua purnama terhijab di tujuh langitMu,


memantulkan bayangan rindu
yang membisu dalam mahful keimanan…

Setapak cahaya titah,


menyelinap di samudera kefanaanku,
mengekang deburan nafsu
yang menguji ketaksempurnaanku…

Ketika taburan tsuraya


menyingkap indahmu,
seakan menyesatkan ikhtiar hati,
namun amanah syariat
menjaga putihnya cinta,
penjaga harkatku dalam Nur penantian…
Kutawakkalkan cinta,
lewat basuhan suci embun senja,
menyimpan damaimu
dalam sejuknya percikan dzikir,
yang memadamkan keresahan
alam barzakh sana…

Kutawakkalkan cinta,
bersama kuncup bunga yang merunduk,
menjaga indahmu dalam kuntuman doa-doa,
menyambut mekarnya rindu
di titian shiratNya nanti…

kutawakkalkan cinta,
ditemani sayap-sayap malaikat
yang bersujud,
memendam rinduku dalam kesaksian Qiyamku,
sebagai jawaban cinta
di pelaminan firdausi nanti…

Bias Cinta Seorang Hawa

Bias cinta di atas zarqaa yang berkabut,


menghijab sayarah-sayarah rindu
di tasik hati yang bertasbih…

Seribu malaikat merengkuh titah,


sepasang sayapnya membawa namamu dalam wahyu
yang mengukir indah di sujudnya hatiku…

Kutawakkalkan angan fitrah ini,


dalam munajat dua pertiga malamku,
di antara keyakinan dan harapan,
akankah bersanding bulan dan bintang
di langit iradahNya…

Jauharah bertakbir,
meneguhkan binar hatimu sang hawa,
dalam syahadah rindu,
ghorizah pun mengaku,
“cintaku karenaNya,
Insya Allah…”

Istikharah Cinta

Desah rinduku padaNya,


dalam sujudku yang dalam,
kuyakinkan syahadahku
akankah menyentuh pintu takdirNya…

Kuadukan lafadz yang berhijab,


dari cinta yang tak hentinya berjarak,
akankan sang penggenggam hati,
menghidupkan kisah kasih yang kuimpi…

Dalam istikharah cinta,


sujudku wujud kumanusia lemah,
yang menanti sebuah kepastian,
menyingkap cadar hatiku dengan hatimu…

Dalam istikharah cinta,


takdirku melukiskan beribu wajah,
ketika bias-bias doaku bertakbir
kaulah pilihanNya,
namun indahmu jauh tuk kutatap…

Dalam istikharah cinta,


andaikan kau jawabah harapku,
terimalah ku dalam redhamu,
sebagai penyempurna Dienmu…

Dalam istikharah cinta,


Andai bukanku di hidupmu,
keredhaanku menyertaimu,
karena inilah rahasia kemuliaan,
bagi hambaNya yang bersabar…

Dalam istikaharah cinta,


cintamu tak berarti takdirmu,
karena memiliki keindahan
dalam senyummu itu cukup…
Doakanlah… semoga selalu ada redhaNya dalam penantianku…
Doaku… semoga selalu dalam redhaNya di pencarian hatimu…”

Syahadah Satu Hati

Butir-butir kerinduan yang diam


dalam nuzhah berbisik,
pada jarak yang kian menjauh,
diakah sekeping hati itu…

Syahadah cintaku
pada kehendakNya,
menghadirkan tawakkal
di antara hati dan takdir…

kucoba memahami arti keindahan ini,


apakah sebatas mengagumi,
atau hanya ambisi tuk’ memiliki,
namun imanku tak mengajarkan
sebuah ego,
cinta pun terlalu suci bersanding dengan nafsu…

Dalam pengakuanku yang bisu,


pada tafakurnya jiwa
akan takdir yang memuji atau menguji,
fitrah ini tlah memilihmu.
dalam syahadah satu hati…
Mihrab Penantian

Kuasar rindu di etala langit jingga,


memantulkan kasih yang bertafakur
dalam binal butiran tasbih…

Binar jauziyah malam


merunduk lembut di putik
nafsi yang berdzikir,
ketika kuteguhkan harap dan doa
dalam sujud akhirku,
menjadi titis thaharah cinta
semoga kaulah pilihanNya…

Sebersik rasa yang menjajah,


menyibak sayap-sayap mujahadah hati,
sebagai keteduhan dalam ketundukan
di balik mihrab penantianku…

Ketika siraj kerinduan merengkuh hadirmu,


di atas singgasana ta’assub iman,
dalam Hamdallah kusapa jazirah senja,
subhanallah… dua hati berta’aruf karena Allah…
Cinta ini

Cinta ini,
Menitik mesra di hamparan sajadah
Laksana angin menghembus
Ruh jiwaku ke hadiratMu

Cinta ini,
Zahirnya tak hanya butiran tasbih,
Dari wajah merunduk khauf
Tapi kerinduan yang terhijab
Dari kasih bergejolak dalam asmaMu

Cinta ini,
Adakah meggetarkan taman arsyiMu,
Akankah membuka gerbang firdausiMu,
Atau penyejuk bara siksaMu,
Bukan itu yang kunanti,
Tapi hanya sebuah perjumpaan denganMu
Dalam lahfah cintaku…

Cinta ini memang tak sesempurna nabiMu,


Zahirnya tak sekuat seorang mujahid,
Jua tak seindah dzikir cinta rabiah al adawiyah,
Hanya sekeping cinta sederhana,
Dari hamba hina dan alpa,
Yang tak mengharap apapun
Kecuali “aku ingin mencintaiMu”

Jawaban Sebuah Penantian

Demi Allah,
dia datang bukan dengan kata pujangga merayu,
tapi lewat seruan indah ayat-ayatNya,

Demi Allah,
dia hadir bukan karena sempurnanya raga,
tapi dengan niat suci karena Allah,
Demi Allah,
dia ada bukan karena limpahan kekayaan atau kedudukan,
tapi karena Allah lah penggerak jiwanya,

Demi Allah,
hadirnya bukan dengan senyum mengusikmu,
namun dalam keindahan cinta-Nya penyentuh hatimu,

Demi Allah,
dia tidak akan menyapamu di terangnya pagi,
namun sebagai cahaya penyerumu di kelamnya malam,
karena dia datang dalam diam penjaga lisan,
dan bentangan hijab penjaga pandangan,
bukan dengan perkenalan semu di riuhnya dunia,
bukan jua pada kedekatan raga pengantar maksiat,

Demi Allah,
dia tak menjanjikan hanya ada kebahagiaan,
namun hanya kepingan kesabaran bentengan cinta,

Demi Allah,
dia pasti datang,
sebagai jawaban penantianmu”

Sakura di atas Pusara

Titah-titah cintaNya,
menjemput fananya takdir,
menyingkap tak abadinya masa…

Sakura di atas pusara,


mengkisahkan hidup hanya mimpi semalam,
yang harus menghadapi kenyataan esok,
sebagai sebuah kepastian…

Sakura di atas pusara,


gugur dalam hembus keabadian,
dia tlah pergi,
mengakhiri cinta yang bermusim…

(Maret, 2011)

Munajahku
(“kata orang cinta itu buta, tapi bagiku cinta buta hanya milik orang-orang yang buta
terhadap agamanya... karena cinta akan menjadi mata, andai agama menjadi sandaran,
sehingga cinta dapat melihat sebuah kebenaran dalam cahaya bukan menjadikan cinta
itu benar dalam kegelapan”)

Ya Allah, kuyakin Engkau tlah mempersiapkan sesuatu yang indah untukku,


tapi salahkah kuberharap dialah keindahan itu…

Ya Allah, kuyakin Engkau tlah mempersiapkan jodoh terbaik untuk hidupku,


namun dosakah jika kumeminta dialah pilihan-Mu…

Ya Allah, andai ini salah maka hentikan hatiku dengan QolamMu,


Ya Allah, andai ini dosa maka jauhkan dirinya dalam munajatku,
Namun andai benar dialah pilihan-Mu,
maka dekatkan dia pada-Mu.. ajarkan dia bahasa cinta-Mu..
karena dia hanya insan biasa yang belum mengenal-Mu
dan belum merasakan getar kehadiran-Mu…

Ya Allah, sentuhlah hatinya dengan ayat-ayatMu,


Gerakkan raganya dengan kuasa ilmu-Mu,
Fasihkan jiwanya dengan isyarat cinta-Mu,
Dan Persiapkan dirinya untuk menjadi kekasih-Mu…”

Menyapa Rindu

Nafas sendu setapak malam,


tertatih merengkuh lembayung senja,
yang bertakbir pada daif-daif cinta
di atas mimbar sebuah kemuliaan…

Wahai rindu,
Sampaikanlah sabda tawadhu cinta,
pada kanvas obsesi sang jiwa,
sebagai penakluk singgasana maya,
dalam gerhana hasrat kasih semu…

Wahai rindu,
Kusiarahi hatimu lewat ghaib tahajjud,
sebagai udzur syahwat yang setia,
dan lentera cahaya di hari kesaksian…

Wahai rindu,
Kufasihkan padamu harakat doa-Nya,
sebagai pelengkap aksara hatimu
ketika lena akan fatamorgana…

Wahai rindu,
Kubisikkan di nadimu dzikir keteguhan,
sebagai pengikat setia pada-Nya,
dan penghantar di gerbang magfirah,

Wahai rindu,
Kulukiskan fajarmu di indahnya dhuha,
sebagai pembuka nikmat-Nya di pagi hari,
jua penyempurna rahmat-Nya di hari abadi…

Dan wahai rindu,


Terjagalah pagi malammu dalam genggam-Nya,
di atas mufakat lima cinta,
pada kalam-Nya, tahajjudmu,
munajahmu, dzikirmu, dan dhuhamu,
sebagai kesempurnaan iman,
anugrah cinta tak berpamrih…”

Thaharah Cinta

Paras senja berpendar sayu,


menyingsingkan nida-nida hati,
yang melengkung di jingganya fajar…

Ketika kutakbirkan beningnya surya,


bersujud hatiku dalam dhuha-dhuha cinta,
menjadi peneduh hangatnya rindu,
yang beratapkan rindang syariat-Mu…

Serpihan doa menjelmakan embun,


menetesi sahara cintaku yang berdebu,
menantikan maghfirat bak oase,
di fatamorgana yang tak
menjanjikan kemuliaan…

Getar tawakkal di sujud istikharahku,


membiaskan teguhnya iman
penguji ketaksempurnaanku,
karena di mihrab penantian kekasih sejati
menzahirkan fitrah harkatku
dalam tetes-tetes thaharah cinta…
Kitab Cinta

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri


dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar-
Ruum [30] : 21)

Di atas kitab cinta ini,


dua hati berikrar suci,
menjalin ikatan tak ternoda.
menyatu tanpa mengenal masa
bersama hingga di ujung keabadian...

Kitab cinta menjadi saksi sejarah,


dua insan dalam mengukir kisah,
suka duka mewarnai perjalanan,
dalam ikatan halal sebuah ijab qobul...

Rasa janganlah ternoda,


oleh nafsu bertopeng malaikat,
karena cinta tak tersentuh dunia,
ia suci bersemayam di kedalaman rasa...

(Des, 2009)

Mahar Cinta

Di bawah kaki langit,


ia menanti dalam munajah,
mengharap sebuah kisah,
dalam kidung rinduNya...

namun,
jalan kebahagiaan tak slalu sunyi,
ada rintangan,
dan beribu ujian,
siap menyapa sebuah rindu...

Bukan emas berkilau sebagai pengikat,


cukuplah cincin keimanan
yang melingkari bahtera rumah tangga..
tak juga gaun sutera penghias raga,
tapi hanya selendang keikhlasan penjaga harkat cinta...
juga bukanlah pada limpahan materi yang fana,
hanya sebuah kesyukuran penyempurna kebahagiaan...

Siapapun engkau sang takdir,


hadirlah dengan senyuman kebanggaan,
bahwa dialah penyempurna setengah Dienmu...

(Desember, 2009)

Bayangan berkisah

Sang cinta bertitah,


lewat asma agung,
menghadirkan bayangmu,
yang tak bernama tanpa wujud...

Ia datang menyapamu,
bukan dengan desiran angin liar melenakan,
namun lewat senandung doa penyejuk,

ia menatapmu,
bukan dengan mata tajam menggelora,
namun penglihatan batin pengiba dunia...
Dan ia hadir,
bukan dalam wujud kefanaannya,
namun karena keabadianNya..

Senja berbisik,
pada maujud hati yang mencari,
bahwa sang bayangan tlah pergi,
saat terang menghampiri,
adakah esok datang lagi,
berkisah tentang rindu dan sendu,
tak hanya bayangan tapi wujud,
hingga tak hanya memuji tapi berbagi...

(Januari, 2010)

Lafaz cintaku,

Kubisikkan pada desiran angin,


adanya hati yg merunduk malu,
pada sepasang mata
yg menjaga pandangan…
Kulafazkan padamu,
wahai sang hati,
Aku mencintaimu,
bukan karena kelebihan yg ada padamu,
tapi pada kekuranganmu…
Insya Allah…
itu janjiku padaNya dan padamu,
andai esok takdir berpihak
menyatukan ketaksempurnaan kita
dalam kesempurnaanNya…

Kusahabatmu atau cintamu

Dari hati yg pernah hilang,


kasih pertama yg tak pernah terungkap,
mengapa sosok itu kembali menyapa,
Tuhan, jangan biarkan kulena…

Kubertanya pada lisanmu,


apa arti aku ini,
rupanya lafaz menghalangi sebuah kejujuran…
kubertanya pada hatimu,
apa ada aku bersemayam,
rupanya sahutannya tak mendengar fanaku…
harus dengan apa kau mengerti,
ataukah aku yang tak mengetahui,
adakah rasa itu sama,
ataukah kuhanya bertepuk sebelah…

Kusahabatmu atau cintamu…


berikan kepastian pada hati,
Kusahabatmu atau cintamu,
katakan sebelum dia melangkah pergi…”

Melati di kotak kaca

Sekuntum melati putih,


dalam remang pun tetap berseri,
menampakkan mahkotanya yang indah merekah,
namun keharumannya tersembunyi di balik sunyi...

Lewat beningnya kaca,


melati anggun mempesona,
meski tak tersentuh jemala,
wanginya pun tak tercium rasa,
namun ia tetap bercahaya,
manambah kekaguman jiwa...

Jagalah sang melati,


jauh dari keinginan duniawi,
karena hakikatnya ia suci
bukan nafsu atau ambisi...

Sang melati tak butuh rayuan,


ia bahkan buta oleh pujian,
ia hanya ingin mewangi sepanjang zaman,
tak layu oleh musim kerinduan...

Kerudung putih

”Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS Al-A’raf [7] : 26)

Matanya berbinar indah,


senyumnya pun kian merekah,
mewarnai hari nan cerah...

Di balik kerudung putih,


tersembunyi keikhlasan cinta kasih,
tiada dendam pudarlah amarah,
karena iman yang tergugah...

Ia tertutup dari pandangan nafsu,


ia jauh dari ego yang membatu,
meski tiada dikenal oleh dunia,
asalkan disanjung di langit sana...

Awan gelap menaungi hidupnya,


tawa sering berganti lara,
namun ia tetap tersenyum ria,
karena keyakinan menghujam jiwa...

Kala kembang terlelap menuju mimpi,


ia terjaga memuji ilahi,
lewat sujudnya yang suci,
ia menghambakan diri...

Ia buta oleh pandangan,


ia bisu oleh kata,
ia tuli oleh suara,
karena nafsu yang tertekan...

Ia miskin oleh pujian,


ia jauh dari kenikmatan,
tiada yang ia miliki berharga
selain iman di dada...

Ia bukanlah sempurna
hakikinya pun manusia,
penuh khilaf dan dosa...

Jagalah mekarmu, wahai dara berkerudung putih,


Tetaplah mewangi di taman cintaNya…”

Hijab Rindu Sang Dara

Samudra kehidupan,
membawamu jauh tak berjejak
hingga jeritan nuraniku tak lagi kau dengar…

Lewat gelombang yang resah


kubisikkan kalam rinduku
tak sadarkah, bahwa penantian ini
sebuah siksaan panjang…

Bukannya aku mengafiri takdir,


namun kesendirian mulai mengeluh,
kesepian kini tak lagi pasrah,
entah kapan hijab rindu terbuka,
membawamu kembali ke alam nyata…

Tanpamu…
sang dara hanya tinggal sebuah nama,
ia hilang,
tersesat oleh mimpi tak berujung…

Kini kuterbangkan sayap rinduku,


mencari hati yang dulu pergi,
tak peduli awan dan petir,
bukankah alam yang berbeda
tak berarti di hadapan sebuah cinta…

Peri Yang Menanti Pagi


Wahai peri bersayap ungu,
engkau termenung di malam yang berlagu,
desah nafasmu berbicara tentang sunyimu,
menjadi selimut-selimut malammu...

Saat engkau melangkah di keremangan,


mencari setitik cahaya pada rembulan,
namun, yang engkau dapati hanya ketiadaan
bagai kembang lelap di kegelapan...

kadang bintang antarkanmu menuju mimpi,


di sebuah dimensi dunia abadi,
yang memahamkan dirimu, siapa ?
ah, engkau hanya debu yang beterbangan di kefanaan ini...

Ingin kau terbang dengan sayapmu


melintasi sang waktu yang menunggu
namun, buku harian malaikat
membelenggu takdirmu...

Wahai peri bersayap ungu,


engkau bagai putri malu merunduk kelu,
walau tak kuasa menantang langit,
tapi yakinlah, kunang-kunang ’kan menyinari
duniamu yang gulita,
dan pagi pasti segera akan tiba...

(Desember 2007)

Sahabat

Berawal dari sebuah perkenalan,


Engkau hadir menyentuh kehidupanku
Dan menjadi bayang-bayang di hariku…

Kurasakan keteduhan saat engkau tersenyum


Ada lara saat engkau menjauh
Bukankah ada kebahagiaan dalam perjalanan kita ?
Kadang hati membara
Kadang sedingin salju
Namun hadirmu mengalahkan segalanya...
Roda takdir berputar tak henti
Menuntun kita di pintu perpisahan
Kini kumengerti bahwa memiliki
Berarti jua melepaskan...

Mungkin terlampau singkat


Kebersamaan kita,
Namun persahabatan takkan berujung waktu,
Karena doa-doa menjadi pengikat keabadian,
Thank’s for all...
(Agustus, 2007)

Setia…”

Ketika bulan tlah meneguhkan setianya menemani malam…


Ketika matahari tlah berjanji menjaga siang dengan teriknya…
Tapi kutak ingin rasaku seperti bulan atau matahari,
yg tatkala terang datang gelap tiada…
yg ketika gelap menjelma terang pun pergi…
bukankah cinta sejati tak berbatas waktu…???
karena hanya kasih iLLahi yang takkan pergi,
menemaniku dalam setiaNya…

Mentari yang terbenam

Kala mentari tlah terbenam


Tiada lagi penerang bumi yang suci
Hanya gelap yang menghujam
Manusia lalai akan fitro diri

Allahu akbar...
Tiada lagi sanubari yang tergetar
Syukur menjelma kufur
Apakah iman tlah tertidur ?

Candu dunia membius nurani


Hanyalah nafsu sebagai pengendali
Kebenaran pun menjadi mati fungsi
Kemanakah jiwa yang fitri ?

Biarlah mentari redup


Asalkan iman tetap hidup
Kembalilah untuk sujud
Wahai engkau yang berwujud...

Cahaya Cinta

Seberkas cahaya tlah singgah,


menjadikan jiwa penuh megah,
tergulung maklumat mulia,
karena ridha sang pencipta...

Cahaya itu menembus kisi-kisi hati,


ia hadir untuk menerangi,
hingga tiada kegelapan diri,
karena iman yang menaungi...

Kulihat bumi tetap nyata,


masih ada yang menjaga takwa,
masih terukir cinta pada semesta,
ternyata manusia masih berjiwa...

Jagalah cahaya cinta,


dari nafsu yang membara,
jangan lapuk oleh masa,
tetap berbinar di atas cakrawala...

Mengapa Cinta Letaknya di Hati ???

Setelah cinta tercipta,


Ia pun mengembara,
Mencari naungan untuk cinta...

Ketika cinta singgah di mata


Cinta melihat bahwa yang nampak terkadang kepalsuan,
Cinta pun berlalu tanpa kata...

Saat cinta ada di tangan,


Cinta tersadar bahwa mudah terampas ambisi,
Cinta pun menjauh pergi...

Kala cinta menghampiri jantung,


Tiba-tiba terfikir,
Jika jantung berhenti berdetak
Maka cintapun kan usai,
Akhirnya cinta pun berlari ketakutan...

Akhirnya cinta menemui akal


Tapi akal memaki cinta penuh kebodohan
Karena cinta menerima tanpa pertimbangan...

Cinta pun termenung lara,


Adakah tempat yang membuat cinta berharga ???

Di kejauhan,
Cinta melihat sebuah ruang kosong itulah hati...

Hanya hati yang letaknya tersembunyi, sehingga tiada mudah hilang...


Hanya hati yang tiada pernah berdusta seperti cinta yang penuh kejujuran...
Hanya hati yang mau menerima tanpa memilih...

Akhirnya cinta pun menetap di hati,


Dalam kesepian menanti sebentuk hati yang lain
Menjadi kisah yang terukir abadi,
Itulah cinta...

(Nov, 2006)

Rindu tak bernada

Ia ingin berbicara dengan angin


Agar hembusnya menjelma kehangatan...

Ia ingin berkata pada awan,


Agar terang itu kembali...

Ia ingin berucap pada malam,


Agar pagi segera menjelma...

Tapi mengapa seakan lisan ini terkunci..???


Tak ada kata tak ada suara
Hanya obrolan semesta yang menertawai kebodohannya...

Harap...”

Wahai cintaku berjalanlah,


Jangan lambatkan langkahmu,
Jangan berlama-lama di belakang,
Sebab siang dan malam bukanlah penghalang...

Akankah engkau biarkan hari ini berlalu sia-sia


Sebab esok bukan milik kita.
Tak ada yang tahu esok terang atau gulita...
Datanglah...

Tak kucemaskan cinta redup di hati


Karena kasih karena Illahi abadi adanya,
Tapi kuragu, jika mentari redup di hari
Bukankah hidup tiada abadi ?

Anda mungkin juga menyukai