Anda di halaman 1dari 62

KUMPULAN PUISIKU222222

BLOG, CINTA HAWA BIASA

“…Binar ketulusan kadang tertutupi kelamnya duniawi,


namun ia masih ada,
dan terlalu berharga
bagi sebuah ruang bernama hati,
…Redup tak berarti mati,
karena hanya jiwa-jiwa yang ikhlas
yang merasakan nikmatnya cinta Illahi,
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak
pula kepada bentuk-bentuk rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian.” (HR
Muslim)

Fatamorgana dunia

Insan bumi dalam multigerak,


sebagian imannya membisu dalam pesta pora dunia,
syukurnya lebur terbakar api kenikmatan,
mungkinkah indahnya kefanaan membuat jiwanya tertidur…

Kekayaan, pangkat, jabatan, menjadi racun menembus diafragma,


kukira hanya mata yang tak melihat bahkan hati pun ikut buta,
kecantikan, ketampanan, bagai panah menembus dada,
kusangka hanya jantung yang terasa terhenti,
bahkan detakan asma-Nya pun ikut mati,

Kulihat fatamorgana dunia berekspresi


di panggung kesalehan manusia,
dengan memonologkan lafadz keindahan semu
ke telinga insan-insan,
mengapa banyak yang terlena syahdu,
mabuk oleh pelupuknya yang menipu…

tuntutan nafsu menjadi kebutuhan vital bagi kepuasannya,


hingga ayat-ayatNya hanya dianggap pelumat kebebasan,
batasan halal haram pun sekedar dongengan belaka,
semua demi menuhankan keinginan semu…

ohhh, fatamorgana dunia,


mengapa engkau begitu menipu daya,
wahai yang dalam gulita,
berjalanlah menuju cahyaNya,
hingga mata hatimu mamapu melihat dunia hanya ilusi,
keabadian menanti di sana…
Amanah kekasih sunyi

Kuhijab hatiku dengan cintaMu,


Hingga tak merunduk hati ini
Hanya karena kebahagiaan semu,

Kutirai pandanganku hanya dengan menatapMU,


Agar tak goyah mata imanku
Hanya karena hadirnya sesosok wujud,

Kucahayai ruang di jiwaku dengan asmaMU,


Agar tak gulita diri ini
Hanya karena ukiran sebuah nama,

Tuhan, kuserahkan hatiku dalam genggamanMU,


Hingga hanya Engkau yang menyerahkannya
Kepada sesosok hambaMu…
kupersembahkan pandangan terindahku dalam tanganMu,
Hingga hanya Engkau yang mengalihkan tatapanku
pada wujud kekasihMU…

Tuhan, andai ada yang datang ke hadiratMu meminta hatiku,


Jika ia bersujud padaMU karena cintanya padaku,
Dan bermunajah padaMU hanya karena mengharapku,
Kumohon padaMU ya Robbi,
jangan berikan hatiku padanya,

Namun jika ada yang datang padaMU dengan bersujud dan bermunajah
Karena terlalu besar kecintaannya padaMU
Hingga menolak hadirku,
Maka kumohon padaMU ya Robbi,
Berikanlah hatiku padanya,
Agar penantian kekasih sunyi ini berakhir,
Karena Dialah hambaMU yang kurindu karena merinduMU,
Dialah kekasihMu yang kukasihi karena mencintaiMU,
Dan dialah ciptaanMu yang kutunggu tuk melengkapi cintaku padaMU…”

Nafiri rindu ke sebuah negeri

Nafiri dari dahan-dahan kerinduan,


Datang membawa untaian kasih,
Hanya tuk’ sekedar menyapamu,
Wahai sang hati…
Sejuknya berkelopak,
Menyatu dengan jingganya sang fajar,
Hanya tuk’ mengisyaratkan ia ada,
Wahai kekasih seberang,

Desau rindunya bagai ombak laut bergelora,


Memantulkan cinta yang berhijab syariat-Nya,
Nampakkah di pelupukmu,
wahai sang jiwa…

pujian kasihnya bagai sayarah


mengitari langit malam,
mencahayai rindunya yang bertirai keimanan,
terdengarkah olehmu,
wahai jantungku…

Sang kekasih sunyi,


Ingin mengukir namamu di hati,
Tapi pena tangan ini terhenti karena sang waktu,
Ingin melukis sosokmu di lembaran hidup,
Namun kuas langkahku terbelenggu takdir…

Tak ada nama apalagi wujud,


Tapi mengapa engkau menghuni rasa,
Tak ada pandangan apalagi senyuman,
Namun mengapa tercipta syair memujimu…

Ketakfahaman akan takdir,


Berisyarat dengan mengusik mimpiku,
menghadirkan tanda tanya,
adakah engkau di sebuah negeri yang jauh,
yakni negeri yang selalu terngiang dalam ingatan rinduku,
adakah engkau disana pun mencariku dalam samuderaNya
seperti aku disini menantimu dalam munajah padaNya…

wahai sang hati,


temukanlah aku dengan do’a, ikhtiar dan kesabaran cintamu,
hingga nafiri rindulah yang mendayuh samuderaNya
tuk menemukanku di sebuah negeri…”

Salam rindu dari kekasih sunyi,

Tawakkal Cinta
Dua purnama terhijab di tujuh langitMu,
memantulkan bayangan rindu
yang membisu dalam mahful keimanan…

Setapak cahaya titah,


menyelinap di samudera kefanaanku,
mengekang deburan nafsu
yang menguji ketaksempurnaanku…

Ketika taburan tsuraya


menyingkap indahmu,
seakan menyesatkan ikhtiar hati,
namun amanah syariat
menjaga putihnya cinta,
penjaga harkatku dalam Nur penantian…

Kutawakkalkan cinta,
lewat basuhan suci embun senja,
menyimpan damaimu
dalam sejuknya percikan dzikir,
yang memadamkan keresahan
alam barzakh sana…

Kutawakkalkan cinta,
bersama kuncup bunga yang merunduk,
menjaga indahmu dalam kuntuman doa-doa,
menyambut mekarnya rindu
di titian shiratNya nanti…

kutawakkalkan cinta,
ditemani sayap-sayap malaikat
yang bersujud,
memendam rinduku dalam kesaksian Qiyamku,
sebagai jawaban cinta
di pelaminan firdausi nanti…

Bias Cinta Seorang Hawa

Bias cinta di atas zarqaa yang berkabut,


menghijab sayarah-sayarah rindu
di tasik hati yang bertasbih…

Seribu malaikat merengkuh titah,


sepasang sayapnya membawa namamu dalam wahyu
yang mengukir indah di sujudnya hatiku…

Kutawakkalkan angan fitrah ini,


dalam munajat dua pertiga malamku,
di antara keyakinan dan harapan,
akankah bersanding bulan dan bintang
di langit iradahNya…

Jauharah bertakbir,
meneguhkan binar hatimu sang hawa,
dalam syahadah rindu,
ghorizah pun mengaku,
“cintaku karenaNya,
Insya Allah…”

Istikharah Cinta

Desah rinduku padaNya,


dalam sujudku yang dalam,
kuyakinkan syahadahku
akankah menyentuh pintu takdirNya…

Kuadukan lafadz yang berhijab,


dari cinta yang tak hentinya berjarak,
akankan sang penggenggam hati,
menghidupkan kisah kasih yang kuimpi…

Dalam istikharah cinta,


sujudku wujud kumanusia lemah,
yang menanti sebuah kepastian,
menyingkap cadar hatiku dengan hatimu…

Dalam istikharah cinta,


takdirku melukiskan beribu wajah,
ketika bias-bias doaku bertakbir
kaulah pilihanNya,
namun indahmu jauh tuk kutatap…
Dalam istikharah cinta,
andaikan kau jawabah harapku,
terimalah ku dalam redhamu,
sebagai penyempurna Dienmu…

Dalam istikharah cinta,


Andai bukanku di hidupmu,
keredhaanku menyertaimu,
karena inilah rahasia kemuliaan,
bagi hambaNya yang bersabar…

Dalam istikaharah cinta,


cintamu tak berarti takdirmu,
karena memiliki keindahan
dalam senyummu itu cukup…

Doakanlah… semoga selalu ada redhaNya dalam penantianku…


Doaku… semoga selalu dalam redhaNya di pencarian hatimu…”

Syahadah Satu Hati

Butir-butir kerinduan yang diam


dalam nuzhah berbisik,
pada jarak yang kian menjauh,
diakah sekeping hati itu…

Syahadah cintaku
pada kehendakNya,
menghadirkan tawakkal
di antara hati dan takdir…

kucoba memahami arti keindahan ini,


apakah sebatas mengagumi,
atau hanya ambisi tuk’ memiliki,
namun imanku tak mengajarkan
sebuah ego,
cinta pun terlalu suci bersanding dengan nafsu…

Dalam pengakuanku yang bisu,


pada tafakurnya jiwa
akan takdir yang memuji atau menguji,
fitrah ini tlah memilihmu.
dalam syahadah satu hati…

Mihrab Penantian

Kuasar rindu di etala langit jingga,


memantulkan kasih yang bertafakur
dalam binal butiran tasbih…

Binar jauziyah malam


merunduk lembut di putik
nafsi yang berdzikir,
ketika kuteguhkan harap dan doa
dalam sujud akhirku,
menjadi titis thaharah cinta
semoga kaulah pilihanNya…

Sebersik rasa yang menjajah,


menyibak sayap-sayap mujahadah hati,
sebagai keteduhan dalam ketundukan
di balik mihrab penantianku…

Ketika siraj kerinduan merengkuh hadirmu,


di atas singgasana ta’assub iman,
dalam Hamdallah kusapa jazirah senja,
subhanallah… dua hati berta’aruf karena Allah…

Cinta ini

Cinta ini,
Menitik mesra di hamparan sajadah
Laksana angin menghembus
Ruh jiwaku ke hadiratMu

Cinta ini,
Zahirnya tak hanya butiran tasbih,
Dari wajah merunduk khauf
Tapi kerinduan yang terhijab
Dari kasih bergejolak dalam asmaMu

Cinta ini,
Adakah meggetarkan tama arsyiMu,
Akankah membuka gerbang firdausiMu,
Atau penyejuk bara siksaMu,
Bukan itu yang kunanti,
Tapi hanya sebuah perjumpaan denganMu
Dalam lahfah cintaku…

Cinta ini memang tak sesempurna nabiMu,


Zahirnya tak sekuat seorang mujahid,
Jua tak seindah dzikir cinta rabiah al adawiyah,
Hanya sekeping cinta sederhana,
Dari hamba hina dan alpa,
Yang tak mengharap apapun
Kecuali “aku ingin mencintaiMu”

Jawaban Sebuah Penantian

Demi Allah,
dia datang bukan dengan kata pujangga merayu,
tapi lewat seruan indah ayat-ayatNya,

Demi Allah,
dia hadir bukan karena sempurnanya raga,
tapi dengan niat suci karena Allah,

Demi Allah,
dia ada bukan karena limpahan kekayaan atau kedudukan,
tapi karena Allah lah penggerak jiwanya,

Demi Allah,
hadirnya bukan dengan senyum mengusikmu,
namun dalam keindahan cinta-Nya penyentuh hatimu,

Demi Allah,
dia tidak akan menyapamu di terangnya pagi,
namun sebagai cahaya penyerumu di kelamnya malam,
karena dia datang dalam diam penjaga lisan,
dan bentangan hijab penjaga pandangan,
bukan dengan perkenalan semu di riuhnya dunia,
bukan jua pada kedekatan raga pengantar maksiat,

Demi Allah,
dia tak menjanjikan hanya ada kebahagiaan,
namun hanya kepingan kesabaran bentengan cinta,

Demi Allah,
dia pasti datang,
sebagai jawaban penantianmu”

Sakura di atas Pusara

Titah-titah cintaNya,
menjemput fananya takdir,
menyingkap tak abadinya masa…

Sakura di atas pusara,


mengkisahkan hidup hanya mimpi semalam,
yang harus menghadapi kenyataan esok,
sebagai sebuah kepastian…

Sakura di atas pusara,


gugur dalam hembus keabadian,
dia tlah pergi,
mengakhiri cinta yang bermusim…

(Maret, 2011)

Munajahku

(“kata orang cinta itu buta, tapi bagiku cinta buta hanya milik orang-orang yang buta
terhadap agamanya... karena cinta akan menjadi mata, andai agama menjadi sandaran,
sehingga cinta dapat melihat sebuah kebenaran dalam cahaya bukan menjadikan cinta
itu benar dalam kegelapan”)

Ya Allah, kuyakin Engkau tlah mempersiapkan sesuatu yang indah untukku,


tapi salahkah kuberharap dialah keindahan itu…

Ya Allah, kuyakin Engkau tlah mempersiapkan jodoh terbaik untuk hidupku,


namun dosakah jika kumeminta dialah pilihan-Mu…

Ya Allah, andai ini salah maka hentikan hatiku dengan QolamMu,


Ya Allah, andai ini dosa maka jauhkan dirinya dalam munajatku,
Namun andai benar dialah pilihan-Mu,
maka dekatkan dia pada-Mu.. ajarkan dia bahasa cinta-Mu..
karena dia hanya insan biasa yang belum mengenal-Mu
dan belum merasakan getar kehadiran-Mu…

Ya Allah, sentuhlah hatinya dengan ayat-ayatMu,


Gerakkan raganya dengan kuasa ilmu-Mu,
Fasihkan jiwanya dengan isyarat cinta-Mu,
Dan Persiapkan dirinya untuk menjadi kekasih-Mu…”

Menyapa Rindu

Nafas sendu setapak malam,


tertatih merengkuh lembayung senja,
yang bertakbir pada daif-daif cinta
di atas mimbar sebuah kemuliaan…

Wahai rindu,
Sampaikanlah sabda tawadhu cinta,
pada kanvas obsesi sang jiwa,
sebagai penakluk singgasana maya,
dalam gerhana hasrat kasih semu…

Wahai rindu,
Kusiarahi hatimu lewat ghaib tahajjud,
sebagai udzur syahwat yang setia,
dan lentera cahaya di hari kesaksian…

Wahai rindu,
Kufasihkan padamu harakat doa-Nya,
sebagai pelengkap aksara hatimu
ketika lena akan fatamorgana…

Wahai rindu,
Kubisikkan di nadimu dzikir keteguhan,
sebagai pengikat setia pada-Nya,
dan penghantar di gerbang magfirah,

Wahai rindu,
Kulukiskan fajarmu di indahnya dhuha,
sebagai pembuka nikmat-Nya di pagi hari,
jua penyempurna rahmat-Nya di hari abadi…

Dan wahai rindu,


Terjagalah pagi malammu dalam genggam-Nya,
di atas mufakat lima cinta,
pada kalam-Nya, tahajjudmu,
munajahmu, dzikirmu, dan dhuhamu,
sebagai kesempurnaan iman,
anugrah cinta tak berpamrih…”

Belahan Jiwa
Belahan jiwa,
Masa mungkin belum menyibak tabir siapa sejatinya dirimu,
Dan takdir belum jua menuliskan noktah-noktah cinta di hidup kita,
Namun jadikanlah penantian ini sebagai ibadah mencari redha-Nya…

Belahan jiwa,
Kutahu sekarang kau masih mencari seseorang tuk manapaki hidup di jalan-Nya,
Maka bersabarlah dalam lentera cahaya iman,
Teguhkan pencarian diriku dalam munajat sepertiga akhir malammu,
Hingga kau temukanku sebagai bidadari keindahanmu…

Belahan jiwa,
Demi Allah, kuhanya seorang hawa yang diliputi ketaksempurnaan,
Bukan karena kecantikan raga, tidak pada kecerdasan akal,
jua bukan pada kilauan materi,
Tapi nantikanlah hadirku sebagai insan sederhana,
yang kan mendampingimu karena-Nya…

Belahan jiwa,
Kutahu kau jua tak sempurna,
Namun cukuplah cinta ikhlasmu pada yang Maha Sempurna,
Menjadi pengikat abadi cinta yang apa adanya,
yang tak memilih tapi dipilih oleh-Nya..

Belahan jiwa,
Doakanlah semoga kelak kubisa menjadi bidadarimu,
Yang dengan sayapnya melindungi bahtera kita,
Dan harum semerbaknya menjadi pengingat
dikala dirimu lena oleh nikmat duniawi,

Belahan jiwa,
Simpanlah lafaz cintamu padaku dengan bentengan syariah,
Tutuplah pintu hatimu rapat-rapat dengan menundukkan pandangan,
Hingga Allah mempertemukan kita nanti di waktu yang tepat
Dalam keindahan cinta yang halal…

Belahan jiwa,
Doakanlah, dua keping hati yang terpisah semoga cepat menyatu
Doakanlah, semoga munajah penantian ini diijabah Illahi…
Dalam ikrar cinta suci dunia akherat…
Doakanlah, Amin Allahumma Amin…

Bidadari Di Singgasana Ma’rifah


“...Wahai anak Adam, carilah Aku maka engkau akan menemui-Ku.
Dan jika engkau menemukan Aku, engkau akan mendapat sesuatu
sedang Aku mencintaimu lebih dari segalanya”

Rebana-rebana cinta tertabuh,


mendendangkan pesona kesalihanmu,
yang memancar di balik hijabmu,
wahai bidadari cahaya malam…

Kidung doa-doamu merunduk,


bertafakur dalam tangisan rindu,
membasahi mushaf cintamu padaNya…

Dzikir-dzikir indah di kefanaanmu,


menzahirkan kebenaran iman,
namun ghaibnya cintamu,
menjadi syahadah penguat keikhlasan…

Sayap-sayap qana’ahmu,
Meyibak indah di teguhnya cinta,
Menghantarkan ruh rindumu
Menuju singgasana cintaNya…

Zuhud cinta kasihmu hawa,


meninggikan harkatmu di langit sana,
penantian akan azalinya cinta,
membawamu pada indahnya ma’rifah…

(Maret, 2011)

Thaharah Cinta

Paras senja berpendar sayu,


menyingsingkan nida-nida hati,
yang melengkung di jingganya fajar…

Ketika kutakbirkan beningnya surya,


bersujud hatiku dalam dhuha-dhuha cinta,
menjadi peneduh hangatnya rindu,
yang beratapkan rindang syariat-Mu…

Serpihan doa menjelmakan embun,


menetesi sahara cintaku yang berdebu,
menantikan maghfirat bak oase,
di fatamorgana yang tak
menjanjikan kemuliaan…

Getar tawakkal di sujud istikharahku,


membiaskan teguhnya iman
penguji ketaksempurnaanku,
karena di mihrab penantian kekasih sejati
menzahirkan fitrah harkatku
dalam tetes-tetes thaharah cinta…

(Maret, 2011)

Bias-bias Tarekat Cinta

Cintamu laksana cahaya,


membiaskan rindu yang bertahmid,
di antara tabir ilusi duniawi,
kau susuri langit azali-Nya…

Dahaga kasihmu hawa,


memimpikan salsabila cinta-Nya,
hingga kulzum fatamorgana,
kau ingkari demi redha-Nya,

Zahir ikhlas kasihmu,


bersanding dzikir-dzikir ma’rifah,
sebagai peneguh rindu tak bernoda,
ikrar setia cintamu pada-Nya…

Lembaran tasawwuf hatimu,


menitiskan janji yang bertauhid,
pengikat hatimu hati-Nya,
syahadah satu cinta yang bertahta…

Bias-bias tarekat cinta,


menghijrahkan rindu ke tujuh langit-Nya,
sahaya dirimu yang fana,
merekah dalam kuntuman zuhudmu…

Wahai hawa, terjagalah dirimu


dengan hijab-hijab cinta,
pengungkap saujana tak berjarak,
merengkuh mawar-mawar shirat-Nya,
tuk memandang Dia kekasihmu…
Rembulan Berkabut

Lentera cintanya bersahaja,


membelai indah hatimu,
dalam Nur yang bertafakur
di langit sana…

Awan-awan sendu,
membentangkan hijab-hijab rindu,
menirai sempurnanya cahaya,
tuk memantul di cerminan hatimu…

Kabut-kabut asa,
menabirkan keindahan yang berjarak ruang,
mengapa perbedaan membatasi cahaya cinta,
tuk menyatu dalam qadhaNya…

Rembulan takkan nampak di pelupuk,


hingga kau fasih isyarat hatinya,
dan andai terbaca bahasa matanya,
ada cerminan teduhmu dalam binar doa-doa…”

(Maret, 2011)

Mengukir Cinta dalam Doa

Sujud-sujud rinduku bersaksi,


Dalam thaharah daifnya hatiku,
Ketika titahNya menggugah fitrahku,
Dosakah hasrat memandang jiwamu…

Dalam doa kupinta dia,


Penyempurna sekeping hati ini,
Ta’assub imanku membatasi mata hati,
Karena harkat menoktahkan jarak-jarak cinta…

Dalam takdir kuingin dia,


Menemani mimpi jua nyataku,
Ghaibnya cinta membelenggu lafadz ini,
Hanya bersimpuh, Tuhan jagalah dia…

Tawakkalku harapkan dia,


Menjadi siraaj di langitku,
Tak sempurnanya hati dan raga,
Menundukkan ego ini,
Cukuplah menatap indahmu
dalam cahayaNya…

Kuukir cintaku dalam doa,


Berserah pada kehendakNya,
Semoga Illahi memberi takdir terindah,
Untukku… untukmu belahan jiwa…

Keabadian menyapa

Langit menepi,
Senja pun gugur,
Rindu pun lebur,
Karena nafas tlah terhenti…

Segala keinginan duniawi terdiam,


Karena sang gelisah telah tiba,
Menusuk-nusuk raga dan jiwa,
Sebuah kesakitan yang mungkin mencakar-cakar,
Mencabik-cabik atau lebih dari itu semua,
dengan menyerukan Allah… Allah… Allah…
Jika kekasihNya saja merasakan perih yang luar biasa,
Bagaimana dengan kita…???

Saat keabadian menyapa,


Tertutuplah pintu-pintu kefanaan,
Terbukalah tabir antara seorang hamba dan pencipta,
Akankah kita dalam genggaman cintaNya
atau pelukan siksa yang berkepanjangan…

Penyesalan tak berarti kecuali iman,


harta tak berharga kecuali tabungan amal,
pangkat tak meninggikan kecuali takwa,
raga pun tak membuat terpuji kecuali dimuliakan cintaNya,
semua keduniaan tak ada guna,
semua kebendaan tak ada nilai,
hanya ridhaNya yang menyelamatkan…”

Bayangan berkisah

Sang cinta bertitah,


Lewat asma-asma agung,
Menghadirkan bayangmu
yang tak bernama tak berwujud,
meniupkan roh-roh kerinduan
ke dalam sudut-sudut hati nan hampa…

ia datang menyapaku,
bukan dengan desiran angin liar melenakan,
namun dengan senandung do’a penyejuk bumi…

ia pun menatapku,
bukan lewat mata bergejolak dilatari nafsu,
tapi dengan pandangan batin yang mengiba dunia…

dan hadirnya,
bukan dalam wujud kefanaan,
namun karena keabadianNya…

Terang pun menghampiri,


Lewat senja yang berbisik
pada maujud hati yang mencari,
Sang bayangan tlah pergi,
Adakah esok datang lagi,
Berkisah tentang sendu di hati,
Bukan dalam wujud ketiadaan namun kehadiran,
hingga rindu tak hanya sekedar memuji tapi jua berbagi,
menyibak misteri menjadi kata “ada”

Mahar Cinta

Di bawah kaki langit,


Ia menanti dalam munajah cinta,
Merindu sebuah kisah,
sebagai melodi pelengkap cinta kepada Robbinya…

Namun kasihku,
Jalan kebahagiaan tak pernah sunyi,
Rintangan, ujian, siap menyapa sebuah rindu…

Kutak meminta emas berkilau sebagai pengikat,


Cukuplah cincin keimanan yang melingkari bahtera kita nanti…
Kutak mengharap gaun sutera penghias raga,
Hanya sebuah selendang kesabaran penjaga harkat cinta…
Tak juga pada materi yang fana,
Tapi cukup kesyukuran sebagai pelengkap kebahagiaan…
Siapapun engkau wahai takdirku,
Hadirlah dengan sebuah senyuman kebanggaan,
bahwa dialah “penyempurna Dienmu”

Senandung Cinta Sang Mujahid

"Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun
buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya. Adapun yang memberi
manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan ".(Ar-Ra'ad: 17)

Wahai sang mujahid,


Tebarkan kasihmu dengan membumikan QolamNya,
lantunkan rindumu lewat pedang-pedang jihad
berkumandang asmaNya,
tanggalkan jubah duniawimu,
titihlah jembatan syahid menujuNya...

Sang mujahid,
Takkan diam melihat ketauhidan semakin tumbang,
Takkan membisu melihat firman Tuhannya diinjak-injak,
Dan takkan rela agamanya difitnah...

Wahai mujahidku,
Kulepaskan engkau dengan senyuman keimanan,
Kuihlaskan engkau demi sebuah kemuliaan,
Wujudkan mimpi ummat,
Tegakkan dienNya berlafadz ”laa ilaaha illallah”

Wanita Perindu Syahid

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman),


"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara
kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari
sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung
halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah
akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.”” (QS Al-Imran [3] : 195)

Gong kebatilan ditabuh insan khianat,


Ingin menghancurkan ketauhidan di penjuru mayapada,
Menggerogoti Deen ini dengan fitnah dan sesat,
Menirani jiwa-jiwa manusia...

Ia hadir di pentas kebenaran,


Ingin menumbangkan kekufuran,
Bukan demi kemuliaan,
Tapi semata-mata panggilan keimanan...
Mengapa jika ia seorang hawa,
Fitrah bukan penghalang menegakkan agama,
Meluapnya amarah ketika islam dihina,
Adalah bukti keperkasaannya...

Wanita perindu syahid,


Meneguhkan setianya dengan fisabilillah,
Menjadi ghaaziy sejati,
Berpedoman Qur’an dan sunnah...

Terbukti cintamu dengan jiwa,


Terzahir rindumu dengan darah,
Berlalu engkau dengan syahadah,
Tak henti menyebut kalimatullah,
Laa ILaaha ILLaLLah,
Laa ILaaha ILLaLLah,
Syahidmu bersaksi ”bahwa wanita bukannya lemah”

Ar roya berkibar

"Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan
mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalayn ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah~Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku."(An Nur
: 55)

Generasi pilihan menjelajah jagat,


Memperjuangkan kemuliaan ummat,
Demi tegaknya kembali syariat...

Al Qur’an dan sunnah menjadi senjata,


Tuk’ menghantam ideologi sang durjana,
Cukuplah Allah sebagai pembela,
Bagimu wahai pejuang agama...

Dalam saff perjuangan mujahid melangkah,


Karena sang cinta tlah bertitah,
Saatnya kekufuran tuk musnah,
Terganti indahnya Daulah Islamiyyah...

Wahai kaum kafir,


Saksikan ar roya berkibar,
Cahaya islam kini hadir,
Kekuasaan zionis harus mundur !!!

Saatnya aturan Allah diterapkan,


Hadirkan kedamaian,
Kumandangkan keadilan,
Khilafah will be back soon !!!”

Penantian Suci

”Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan


pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya...” (QS An-Nuur
[24] : 31)

Kasih yang kucari,


Bukan dalam ilusi duniawi,
Cinta yang kunanti,
Terzahir dalam saksi illahi...

Sebentuk hati sederhana,


Mengiringi kisah suci murtadhaa,
Menjadi peneguh diri,
Dalam penantian kekasih sunyi...

Teringat kata sang pujangga,


”jadilah teristimewa tuk mendampingi insan istimewa”
Melepas gaun kemegahan,
Menundukkan tatapan demi kesucian,
Menghias hati dengan keikhlasan,
Demi menjaga harkat sebagai seorang hawa...

Terhijabnya pandangan karena taqwa,


Apatah yang bisa menghijab hati dari cinta,
Terhalangnya lisan karena fitrah,
Apatah yang bisa menghentikan ghorizah,
tapi batasan syariat tetap utama...

Insan istimewa,
Hadirlah menyingkap tabir masa,
Menaklukkan asa menuju sunnah nabi,
Berjanji dalam aqad karena Illahi...

Nafiri rindu ke sebuah negeri

Nafiri dari dahan-dahan kerinduan,


datang membawa untaian kasih,
hanya tuk menyapamu,
wahai Sang hati...

Sejuknya berkelopak,
menyatu dengan jingganya sang fajar,
desau rindunya bagai ombak,
memantulkan cinta berhijab syariat-Nya,
nampakkah di pelupukmu wahai sang jiwa...

Pujian kasihnya bagai sayarah mengitari kegelapan,


Mencahayai rindu karena keimanan,
Tak terdengarkah olehmu wahai jantungku...

Hanyalah cinta karena cintaNya,


Yang terjalin lewat aqad dunia,
Terabadikan oleh restu illahiah,
Bahwa dua hati kan bersua
kembali di pelaminan surga,
karena taqwa....

Afnaan mengering

Beriringan merpati mengikat janji,


Di atas dahan yang ternyata amatlah rapuh...

Rindu beriak dalam kesia-siaan,


Karena hati berilusi dengan kesemuan,
Pernah memimpikan jarak bersaksi atas kekuatan cinta,
Namun waktu menyingkap tak pernah ada keabadian...

Afnaan mengering,
Sang kisah pun patah,
Tertiup derasnya takdir yang mengikat,
Beginikah kisah sejati yang mereka banggakan...???
Inikah cinta azali yang mereka agungkan...???
merapuh... patah...

mengapa menginginkan kesempurnaan,


padahal cinta pun hanya ciptaan,
mengapa mengharap keabadian,
padahal insan digenggam keterbatasan..

afnaan mengering,
kasih manusia semu... dan semu...

Kitab Cinta

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri


dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar-
Ruum [30] : 21)

Di atas kitab cinta ini,


dua hati berikrar suci,
menjalin ikatan tak ternoda.
menyatu tanpa mengenal masa
bersama hingga di ujung keabadian...

Kitab cinta menjadi saksi sejarah,


dua insan dalam mengukir kisah,
suka duka mewarnai perjalanan,
dalam ikatan halal sebuah ijab qobul...

Rasa janganlah ternoda,


oleh nafsu bertopeng malaikat,
karena cinta tak tersentuh dunia,
ia suci bersemayam di kedalaman rasa...

(Des, 2009)

Mahar Cinta

Di bawah kaki langit,


ia menanti dalam munajah,
mengharap sebuah kisah,
dalam kidung rinduNya...

namun,
jalan kebahagiaan tak slalu sunyi,
ada rintangan,
dan beribu ujian,
siap menyapa sebuah rindu...

Bukan emas berkilau sebagai pengikat,


cukuplah cincin keimanan
yang melingkari bahtera rumah tangga..
tak juga gaun sutera penghias raga,
tapi hanya selendang keikhlasan penjaga harkat cinta...
juga bukanlah pada limpahan materi yang fana,
hanya sebuah kesyukuran penyempurna kebahagiaan...

Siapapun engkau sang takdir,


hadirlah dengan senyuman kebanggaan,
bahwa dialah penyempurna setengah Dienmu...
(Desember, 2009)

Bayangan berkisah

Sang cinta bertitah,


lewat asma agung,
menghadirkan bayangmu,
yang tak bernama tanpa wujud...

Ia datang menyapamu,
bukan dengan desiran angin liar melenakan,
namun lewat senandung doa penyejuk,

ia menatapmu,
bukan dengan mata tajam menggelora,
namun penglihatan batin pengiba dunia...
Dan ia hadir,
bukan dalam wujud kefanaannya,
namun karena keabadianNya..

Senja berbisik,
pada maujud hati yang mencari,
bahwa sang bayangan tlah pergi,
saat terang menghampiri,
adakah esok datang lagi,
berkisah tentang rindu dan sendu,
tak hanya bayangan tapi wujud,
hingga tak hanya memuji tapi berbagi...

(Januari, 2010)

Lafaz cintaku,

Kubisikkan pada desiran angin,


adanya hati yg merunduk malu,
pada sepasang mata
yg menjaga pandangan…

Kulafazkan padamu,
wahai sang hati,
Aku mencintaimu,
bukan karena kelebihan yg ada padamu,
tapi pada kekuranganmu…
Insya Allah…
itu janjiku padaNya dan padamu,
andai esok takdir berpihak
menyatukan ketaksempurnaan kita
dalam kesempurnaanNya…

Kusahabatmu atau cintamu

Dari hati yg pernah hilang,


kasih pertama yg tak pernah terungkap,
mengapa sosok itu kembali menyapa,
Tuhan, jangan biarkan kulena…

Kubertanya pada lisanmu,


apa arti aku ini,
rupanya lafaz menghalangi sebuah kejujuran…
kubertanya pada hatimu,
apa ada aku bersemayam,
rupanya sahutannya tak mendengar fanaku…
harus dengan apa kau mengerti,
ataukah aku yang tak mengetahui,
adakah rasa itu sama,
ataukah kuhanya bertepuk sebelah…

Kusahabatmu atau cintamu…


berikan kepastian pada hati,
Kusahabatmu atau cintamu,
katakan sebelum dia melangkah pergi…”

(November, 2009)

(Kadang tertawa sendiri saat membaca lagi puisi ini, rasanya puisiku yg satu ini agak
gila, hehehe… tapi itulah hidup ini untuk berkarya, entah itu dialami orang lain atau diri
sendiri)

Melati di kotak kaca

Sekuntum melati putih,


dalam remang pun tetap berseri,
menampakkan mahkotanya yang indah merekah,
namun keharumannya tersembunyi di balik sunyi...

Lewat beningnya kaca,


melati anggun mempesona,
meski tak tersentuh jemala,
wanginya pun tak tercium rasa,
namun ia tetap bercahaya,
manambah kekaguman jiwa...

Jagalah sang melati,


jauh dari keinginan duniawi,
karena hakikatnya ia suci
bukan nafsu atau ambisi...

Sang melati tak butuh rayuan,


ia bahkan buta oleh pujian,
ia hanya ingin mewangi sepanjang zaman,
tak layu oleh musim kerinduan...

Kerudung putih

”Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS Al-A’raf [7] : 26)

Matanya berbinar indah,


senyumnya pun kian merekah,
mewarnai hari nan cerah...

Di balik kerudung putih,


tersembunyi keikhlasan cinta kasih,
tiada dendam pudarlah amarah,
karena iman yang tergugah...

Ia tertutup dari pandangan nafsu,


ia jauh dari ego yang membatu,
meski tiada dikenal oleh dunia,
asalkan disanjung di langit sana...

Awan gelap menaungi hidupnya,


tawa sering berganti lara,
namun ia tetap tersenyum ria,
karena keyakinan menghujam jiwa...

Kala kembang terlelap menuju mimpi,


ia terjaga memuji ilahi,
lewat sujudnya yang suci,
ia menghambakan diri...
Ia buta oleh pandangan,
ia bisu oleh kata,
ia tuli oleh suara,
karena nafsu yang tertekan...

Ia miskin oleh pujian,


ia jauh dari kenikmatan,
tiada yang ia miliki berharga
selain iman di dada...

Ia bukanlah sempurna
hakikinya pun manusia,
penuh khilaf dan dosa...

Jagalah mekarmu, wahai dara berkerudung putih,


Tetaplah mewangi di taman cintaNya…”

Hijab Rindu Sang Dara

Samudra kehidupan,
membawamu jauh tak berjejak
hingga jeritan nuraniku tak lagi kau dengar…

Lewat gelombang yang resah


kubisikkan kalam rinduku
tak sadarkah, bahwa penantian ini
sebuah siksaan panjang…

Bukannya aku mengafiri takdir,


namun kesendirian mulai mengeluh,
kesepian kini tak lagi pasrah,
entah kapan hijab rindu terbuka,
membawamu kembali ke alam nyata…

Tanpamu…
sang dara hanya tinggal sebuah nama,
ia hilang,
tersesat oleh mimpi tak berujung…

Kini kuterbangkan sayap rinduku,


mencari hati yang dulu pergi,
tak peduli awan dan petir,
bukankah alam yang berbeda
tak berarti di hadapan sebuah cinta…

(Puisi kenangan untuk seseorang yang sudah tiada, May 2008)


Peri Yang Menanti Pagi

Wahai peri bersayap ungu,


engkau termenung di malam yang berlagu,
desah nafasmu berbicara tentang sunyimu,
menjadi selimut-selimut malammu...

Saat engkau melangkah di keremangan,


mencari setitik cahaya pada rembulan,
namun, yang engkau dapati hanya ketiadaan
bagai kembang lelap di kegelapan...

kadang bintang antarkanmu menuju mimpi,


di sebuah dimensi dunia abadi,
yang memahamkan dirimu, siapa ?
ah, engkau hanya debu yang beterbangan di kefanaan ini...

Ingin kau terbang dengan sayapmu


melintasi sang waktu yang menunggu
namun, buku harian malaikat
membelenggu takdirmu...

Wahai peri bersayap ungu,


engkau bagai putri malu merunduk kelu,
walau tak kuasa menantang langit,
tapi yakinlah, kunang-kunang ’kan menyinari
duniamu yang gulita,
dan pagi pasti segera akan tiba...

(Desember 2007)

Sahabat

Berawal dari sebuah perkenalan,


Engkau hadir menyentuh kehidupanku
Dan menjadi bayang-bayang di hariku…

Kurasakan keteduhan saat engkau tersenyum


Ada lara saat engkau menjauh
Bukankah ada kebahagiaan dalam perjalanan kita ?
Kadang hati membara
Kadang sedingin salju
Namun hadirmu mengalahkan segalanya...

Roda takdir berputar tak henti


Menuntun kita di pintu perpisahan
Kini kumengerti bahwa memiliki
Berarti jua melepaskan...

Mungkin terlampau singkat


Kebersamaan kita,
Namun persahabatan takkan berujung waktu,
Karena doa-doa menjadi pengikat keabadian,
Thank’s for all...
(Agustus, 2007)

Setia…”

Ketika bulan tlah meneguhkan setianya menemani malam…


Ketika matahari tlah berjanji menjaga siang dengan teriknya…
Tapi kutak ingin rasaku seperti bulan atau matahari,
yg tatkala terang datang gelap tiada…
yg ketika gelap menjelma terang pun pergi…
bukankah cinta sejati tak berbatas waktu…???
karena hanya kasih iLLahi yang takkan pergi,
menemaniku dalam setiaNya…

Mentari yang terbenam

Kala mentari tlah terbenam


Tiada lagi penerang bumi yang suci
Hanya gelap yang menghujam
Manusia lalai akan fitro diri
Allahu akbar...
Tiada lagi sanubari yang tergetar
Syukur menjelma kufur
Apakah iman tlah tertidur ?

Candu dunia membius nurani


Hanyalah nafsu sebagai pengendali
Kebenaran pun menjadi mati fungsi
Kemanakah jiwa yang fitri ?

Biarlah mentari redup


Asalkan iman tetap hidup
Kembalilah untuk sujud
Wahai engkau yang berwujud...

Cahaya Cinta

Seberkas cahaya tlah singgah,


menjadikan jiwa penuh megah,
tergulung maklumat mulia,
karena ridha sang pencipta...

Cahaya itu menembus kisi-kisi hati,


ia hadir untuk menerangi,
hingga tiada kegelapan diri,
karena iman yang menaungi...

Kulihat bumi tetap nyata,


masih ada yang menjaga takwa,
masih terukir cinta pada semesta,
ternyata manusia masih berjiwa...

Jagalah cahaya cinta,


dari nafsu yang membara,
jangan lapuk oleh masa,
tetap berbinar di atas cakrawala...

Mengapa Cinta Letaknya di Hati ???

Setelah cinta tercipta,


Ia pun mengembara,
Mencari naungan untuk cinta...
Ketika cinta singgah di mata
Cinta melihat bahwa yang nampak terkadang kepalsuan,
Cinta pun berlalu tanpa kata...

Saat cinta ada di tangan,


Cinta tersadar bahwa mudah terampas ambisi,
Cinta pun menjauh pergi...

Kala cinta menghampiri jantung,


Tiba-tiba terfikir,
Jika jantung berhenti berdetak
Maka cintapun kan usai,
Akhirnya cinta pun berlari ketakutan...

Akhirnya cinta menemui akal


Tapi akal memaki cinta penuh kebodohan
Karena cinta menerima tanpa pertimbangan...

Cinta pun termenung lara,


Adakah tempat yang membuat cinta berharga ???

Di kejauhan,
Cinta melihat sebuah ruang kosong itulah hati...

Hanya hati yang letaknya tersembunyi, sehingga tiada mudah hilang...


Hanya hati yang tiada pernah berdusta seperti cinta yang penuh kejujuran...
Hanya hati yang mau menerima tanpa memilih...

Akhirnya cinta pun menetap di hati,


Dalam kesepian menanti sebentuk hati yang lain
Menjadi kisah yang terukir abadi,
Itulah cinta...

(Nov, 2006)

Rindu tak bernada

Ia ingin berbicara dengan angin


Agar hembusnya menjelma kehangatan...

Ia ingin berkata pada awan,


Agar terang itu kembali...

Ia ingin berucap pada malam,


Agar pagi segera menjelma...

Tapi mengapa seakan lisan ini terkunci..???


Tak ada kata tak ada suara
Hanya obrolan semesta yang menertawai kebodohannya...

Menanti hati

Kala musim tlah berganti


Hujan pun kian menepi
Namun hati tetap disini
Menanti satu yang pasti...

Dalam pencarian yang tiada henti


Akhirnya kudapati cinta sejati
Walau nurani tak jua mengerti
Kan kutetap meyakini
Cinta ini sebuah realiti...

Adakah engkau merasai


Tentang rasa yang menghuni
Atau kuhanya bermimpi
Bersanding dengan pangeran hati...?

Tahukah kasih
Hatiku menanti hatimu
Menjadi sebentuk cinta yang utuh
Tiada palsu bukan semu
Sebuah cinta putih...

Sepi

Di suatu malam melawan kesunyian,


berkelindan ia dalam angan,
bahwa cintanya tlah menanti di ujung jalan,
dan kelu ’kan bermetamorfosis menjadi sebentuk senyuman...

Dunianya makin tenggelam oleh ilusi,


ia terjebak di negri asing,
dalam ketidakberdayaan apalagi yang bisa dilakukan olehnya...

Baginya, ia hanya tunduk pada satu aturan,


dan hanya tertuju pada satu tujuan,
bahwa ini adalah suatu jalan yang tlah digariskan,
bukankah sejatinya ia pun manusia ??
tak peduli terang atau gulita, yang diyakini takkan sirna,
bahwa yang bernama sepi adalah tak abadi, bunga cinta pasti kan mekar
menanti musim...

(Des. 2007)

Kembali

Aku tak ingin menjadi pendoa


yang hilang dalam kesendirian,
kan kumekarkan lagi layar kehidupanku
mengarungi samuderaMU...

hempasan angin dan ombak


menghadang langkahku,
tapi kutahu CintaMU
kan meneguhkan perjalananku...

Aku malu padaMU


sempat menolak bercermin di kacaMu
tapi kusadari takdir bukanlah belenggu
ia kan mengantarkanku ke benuaMU...
izinkan hamba kembali.
Mencari jati diri yang pergi
Karena kuyakin dalam pencarian tak henti
Kan kutemui cinta sejati
Kurindukan cintaMu...

Harap...”

Wahai cintaku berjalanlah,


Jangan lambatkan langkahmu,
Jangan berlama-lama di belakang,
Sebab siang dan malam bukanlah penghalang...

Akankah engkau biarkan hari ini berlalu sia-sia


Sebab esok bukan milik kita.
Tak ada yang tahu esok terang atau gulita...
Datanglah...

Tak kucemaskan cinta redup di hati


Karena kasih karena Illahi abadi adanya,
Tapi kuragu, jika mentari redup di hari
Bukankah hidup tiada abadi ?

(“mimpi di hari ini adalah kenyataan di esok hari”)

Keabadian menyapa

Langit menepi,
Senja pun gugur,
Rindu pun lebur,
Karena nafas tlah terhenti…

Segala keinginan duniawi terdiam,


Karena sang gelisah telah tiba,
Menusuk-nusuk raga dan jiwa,
Sebuah kesakitan yang mungkin mencakar-cakar,
Mencabik-cabik atau lebih dari itu semua,
dengan menyerukan Allah… Allah… Allah…
Jika kekasihNya saja merasakan perih yang luar biasa,
Bagaimana dengan kita…???

Saat keabadian menyapa,


Tertutuplah pintu-pintu kefanaan,
Terbukalah tabir antara seorang hamba dan pencipta,
Akankah kita dalam genggaman cintaNya
atau pelukan siksa yang berkepanjangan…

Penyesalan tak berarti kecuali iman,


harta tak berharga kecuali tabungan amal,
pangkat tak meninggikan kecuali takwa,
raga pun tak membuat terpuji kecuali dimuliakan cintaNya,
semua keduniaan tak ada guna,
semua kebendaan tak ada nilai,
hanya ridhaNya yang menyelamatkan…”

Bayangan berkisah

Sang cinta bertitah,


Lewat asma-asma agung,
Menghadirkan bayangmu
yang tak bernama tak berwujud,
meniupkan roh-roh kerinduan
ke dalam sudut-sudut hati nan hampa…

ia datang menyapaku,
bukan dengan desiran angin liar melenakan,
namun dengan senandung do’a penyejuk bumi…
ia pun menatapku,
bukan lewat mata bergejolak dilatari nafsu,
tapi dengan pandangan batin yang mengiba dunia…

dan hadirnya,
bukan dalam wujud kefanaan,
namun karena keabadianNya…

Terang pun menghampiri,


Lewat senja yang berbisik
pada maujud hati yang mencari,
Sang bayangan tlah pergi,
Adakah esok datang lagi,
Berkisah tentang sendu di hati,
Bukan dalam wujud ketiadaan namun kehadiran,
hingga rindu tak hanya sekedar memuji tapi jua berbagi,
menyibak misteri menjadi kata “ada”

Senandung Cinta Sang Mujahid

Wahai Sang Mujahid,


tebarkan kasihmu dengan membumikan QolamNya,
lantunkan rindumu lewat pedang-pedang jihad
berkumandangkan asmaNya…
tanggalkan jubah duniamu,
titilah jembatan syahid menuju cintamu…

Wahai Sang Mujahid,


Akankah engkau terdiam melihat ketauhidan semakin tumbang,
Akankah engkau membisu melihat firman Tuhanmu diinjak-injak,
Mereka kaum biadab menghancurkan masjid-masjid
Allah di bumi dan di hati saudara-saudaramu,
Masihkah tangan dan jiwamu terkunci,

Wahai Mujahidku,
Kulepaskan engkau dengan senyuman keimanan,
Kuikhlaskan dirimu demi sebuah kemuliaan,
Wujudkan mimpi ummat,
Tegakkan dienNya berlafadz “Laa ilaaha illallah”
Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar,…
Senandung cintamu menggema…
Memecah bumi yang hampir sunyi…

Mahar Cinta

Di bawah kaki langit,


Ia menanti dalam munajah cinta,
Merindu sebuah kisah,
sebagai melodi pelengkap cinta kepada Robbinya…

Namun kasihku,
Jalan kebahagiaan tak pernah sunyi,
Rintangan, ujian, siap menyapa sebuah rindu…

Kutak meminta emas berkilau sebagai pengikat,


Cukuplah cincin keimanan yang melingkari bahtera kita nanti…
Kutak mengharap gaun sutera penghias raga,
Hanya sebuah selendang kesabaran penjaga harkat cinta…
Tak juga pada materi yang fana,
Tapi cukup kesyukuran sebagai pelengkap kebahagiaan…

Siapapun engkau wahai takdirku,


Hadirlah dengan sebuah senyuman kebanggaan,
bahwa dialah “penyempurna Dienmu”

Sahabat Kecilku

Ketika kubuka lembaran silam


terpajang sosokmu di ingatan
lembut hangat berangkul
dalam kisah kecil
yang redup oleh jarak dan waktu…

15 tahun waktu yang panjang


tapi bukan berarti aku melupakan
hingga kini tawa dan tangismu masih berkumandang
menjadi nafas dalam penantian seorang sahabat…

Walau banyak hal yang berubah


kita bukan lagi bocah yang lugu
namun ikatan hati tetap utuh…

Masa mungkin belum berpihak mempertemukan kita


namun kuyakin ada saatnya nanti…

Cinta Pertama

Cinta Pertama,
awal rasa itu ada,
sesuatu yang tak pernah bisa kuungkapkan,
sesuatu yang takkan pernah bisa kau baca,
Dan rasa yg takkan pernah kau tahu…

Cinta Pertama,
tak pernah ada kisah,
tak juga ada janji,
namun mengapa ada penantian…???

Walau engkau bukan selamanya,


namun engkau yang pertama,
mengajariku tentang cinta…
Sekotak Cinta untukmu

Kuterjaga di kala fajar,


Terbayang dirimu menemani,
Dalam sunyi tak jua menepi
Ada satu cinta memberi arti...

Di hari bahagiamu,
Kupersembahkan sekotak cinta,
Dibungkus lembaran kesetiaan,
Berhiaskan melati keikhlasan,
Dari taman hatiku, jagalah...

Cinta ini ’kan menenangkan gelombang resahmu,


Cinta ini ’kan mekarkan bunga yang kuncup di harimu,
Meski ia tak semegah emas permata,
Namun jauh lebih berharga dari sgala yang berharga...

Walau hanya sekotak cinta


Namun isinya sepenuh bumi,
Walau hanya sekotak cinta,
Namun kupersembahkan setulus hati...

Hanya sekotak cinta,


Agar dikau tak lupa
Ada bahagia menjadi permaisuri hatimu...

Suara rindu

Wahai kasih,
Tlah kulukis cintaku dengan ketulusan
Kan kubingkai dengan setiaku
Lalu kupersembahkan sebagai hadiah
Dalam hidup, jagalah...

Rindu yang terpendam


Telah memenuhi purnama hatiku
Tapi kelam masih saja menyelimutinya
Kapan engkau hadir abadi di hadapanku ?

Wahai kasih,
Ingin kukatakan kepadamu
Bahwa engkaulah nadi kehidupanku
Tapi mengapa, jemarimu... jemariku...
Sangatlah jauh ???

Biar waktu yang menjawab


Tentangmu.. tentangku...
Walau tiada yang pasti
Namun hati tiada pernah terbagi,
Menanti hati

Kala musim tlah berganti


Hujan pun kian menepi
Namun hati tetap disini
Menanti satu yang pasti...

Dalam pencarian yang tiada henti


Akhirnya kudapati cinta sejati
Walau nurani tak jua mengerti
Kan kutetap meyakini
Cinta ini sebuah realiti...

Adakah engkau merasai


Tentang rasa yang menghuni
Atau kuhanya bermimpi
Bersanding dengan pangeran hati...?

Tahukah kasih
Hatiku menanti hatimu
Menjadi sebentuk cinta yang utuh
Tiada palsu bukan semu
Sebuah cinta putih...

Pangeran di singgasana hatiku

Tlah kukepakkan sayap cinta di atas bumimu,


Kian lama menjelajah cakrawala biru,
Kini akhir dari penantianku...

Saat hati terlelap di pangkuan malam


Hadirmu membangunkanku dari pesona maya
Dan hantarkanku ke sebuah dunia nyata...

Dalam tetes embun yang gemerisik


Ada kesejukan di relungku
Dalam panas mentari yang menyengat
Kutemukan cahaya di hariku...

Wahai pangeran di singgasana hati,


Engkaulah debaran bagi jantung ini
Engkaulah nafas bagi cinta ini
Engkau hadirkan senyuman di hari nan sunyi...

Meski mata ini terpejam dari memandangmu,


Dan kutahu jarak dan waktu menyelimuti kisah kita
Namun engkau slalu bertahta di hatiku...
Cinta yang merindu

Pasir berbisik merdu


Diterpa lautan nan biru
Entah mengapa hati belum bertemu
Padahal rindu tlah berdebu...

Cinta yang merindu


Hanya bisa diam membisu
Bagaimanapun tak mampu
Memaksamu sesuai inginku..

Bukannya kujenuh menunggu


Tak pernah kuragui hatimu,
Salahkah aku?
Menginginkan wujudmu?

Jangan beri aku janji,


Jangan ajak aku bermimpi,
Kubutuh satu yang pasti,
Adakah engkau mengerti....?

Setangkai Cinta Putih

Setangkai Cinta Putih


Kupersembahkan tuk kekasih
Ia kan mekar dengan keikhlasan
Terjaga oleh kesetiaan...

Setangkai Cinta Putih


Bermahkota kesucian
Berkelopak kejujuran
Disirami tetesan harapan
Moga hati tersatukan...

Setangkai cinta putih


Mengiringi jiwa yang resah
Agar dikau mengerti
Hanya hadirmu yang kunanti...

Datanglah

Wahai cintaku berjalanlah,


Jangan lambatkan langkahmu,
Jangan berlama-lama di belakang
Sebab siang dan malam bukanlah penghalang...

Akankah engkau biarkan hari ini berlalu sia-sia


Sebab esok bukan milik kita.
Tak ada yang tahu esok terang atau gulita...
Datanglah...
Tak kucemaskan cinta redup di hati
Karena cinta ini abadi
Tapi kuragu, jika mentari redup di hari
Bukankah hidup tiada abadi ?
Meski rinai hujan telah pergi
Meninggalkan jejak di hari
Dan bilakah bayangku tlah memudar di langkahmu
Namun satu yang pasti
Cintaku kan’ slalu menjaga hatimu...

Kupersembahkan pelangi untuk hatimu

Ia datang bak hujan


Menyirami hatimu yang gersang,
Ia ada bagai cahaya senja
Walau tak seterang matahari
Tapi melepaskanmu dari keremangan,
Ia hadir laksana angin berhembus
Menyejukkan nuranimu yang haus...

Apakah kau rasakan hadirnya menyentuh kalbumu ?


Akankah kau rasakan getarnya menggugah jantungmu ?
Walau ia sepi dari pandanganmu
Tapi rasakan hadirnya lewat nuranimu...

Ia adalah pelangi cinta


Yang kupersembahkan buat hatimu yang gulita,
Sehijau perjalanan kita
Kan’ slalu terjaga cinta putih
Walau kadang kesal membuatnya memerah
Di atas langit biru cinta itu tetap cerah
Ungunya ikatan takkan berubah
Kan” slalu kutunggu ladang cinta menguning
Di fajar jingga kita kan’ bertemu...

Sepi

Di suatu malam melawan kesunyian,


berkelindan ia dalam angan,
bahwa cintanya tlah menanti di ujung jalan,
dan kelu ’kan bermetamorfosis menjadi sebentuk senyuman...

Dunianya makin tenggelam oleh ilusi,


ia terjebak di negri asing,
dalam ketidakberdayaan apalagi yang bisa dilakukan olehnya...

Baginya, ia hanya tunduk pada satu aturan,


dan hanya tertuju pada satu tujuan,
bahwa ini adalah suatu jalan yang tlah digariskan,
bukankah sejatinya ia pun manusia ??
tak peduli terang atau gulita, yang diyakini takkan sirna,
bahwa yang bernama sepi adalah tak abadi, bunga cinta pasti kan mekar menanti
musim...

SAHABAT

Berawal dari sebuah perkenalan,


Engkau hadir menyentuh kehidupanku
Dan menjadi bayang-bayang di hariku…
Kurasakan keteduhan saat engkau tersenyum
Ada lara saat engkau menjauh
Bukankah ada kebahagiaan dalam perjalanan kita ?
Kadang hati membara
Kadang sedingin salju
Namun hadirmu mengalahkan segalanya...
Roda takdir berputar tak henti
Menuntun kita di pintu perpisahan
Kini kumengerti bahwa memiliki
Berarti jua melepaskan...
Mungkin terlampau singkat
Kebersamaan kita,
Namun persahabatan takkan berujung waktu,
Thank’s for all...

Kupu-kupu di atas danau

Sejenak ia terdiam,
Sang kupu-kupu terpaku melihat
Bayangnya di atas danau...
Lewat beningnya air,
Ia bercermin
Mengagumi sayapnya nan indah..
Tetapi wahai kupu-kupu,
Engkau harus segera pulang
Taman kasih menunggumu
Hari hampir petang...
Ia pun ingin melangkah pergi
Menjauh dari kefanaan ini
Namun sayapnya terbelenggu ilusi
Dan ia terpenjara disini...
Akankah ada yang membawanya lari
Menjauh dari mimpi yang menguasai,
Ia terperangkap di atas danau
Ingin bebas dari kelu
Salahkah...???
Tegar

Kisahku kan’ kutulis di kertas alam


Meski nasib mempermainkanku
Di gelombang resah ini,
Dan mengurung senyumku dalam sejarah,
Kuyakin sayap cintaMu
Kan membawaku terbang
Menerawang segala yang tampak
Bergerak dalam warna warni
duniaMu nan abadi,
Tuhan...
kumencari cahaya pada bintangMu
Kumenanti untaian kasihMu...

Isyarat

Aku hilang dalam maha gulita


Slalu menunggu setitik cahaya,
Malam tlah mengurung sepiku
Hanya bermimpi fajar ’kan tiba...
Hidup yang berombak api
Ibarat salju di mata dunia
Tuhan, jangan singkap tirai ini
Hingga senyuman azali tiba...
Pastilah tiada yang mengerti
Apakah ini suaraku atau sunyiku,
Andai mereka tahu
Disini ada bunga yang pucat pasi...

Kembali

Aku tak ingin menjadi pendoa


yang hilang dalam kesendirian,
kan kumekarkan lagi layar kehidupanku
mengarungi samuderaMU...

hempasan angin dan ombak


menghadang langkahku,
tapi kutahu CintaMU
kan meneguhkan perjalananku...

Aku malu padaMU


sempat menolak bercermin di kacaMu
tapi kusadari takdir bukanlah belenggu
ia kan mengantarkanku ke benuaMU...
izinkan hamba kembali.
Mencari jati diri yang pergi
Karena kuyakin dalam pencarian tak henti
Kan kutemui cinta sejati
Kurindukan cintaMu...
Hidup

Kemarin, aku sering bersajak tentang kehidupan,


Ia slalu menjadi pendengar setiaku,
Tapi kini akulah pendengar setianya,
Ia menggerutu, kenapa aku slalu
mencipta sajak untuknya ?

Kini hidup
Yang bersajak tentangku
Ia rangkai kata untuk mewujudkan mimpiku,
Lewat gelombang yang menghempaskan ia bernada,
Lewat dinginnya salju ia berkata,
Oh...
Inikah kehidupan... ???
Irama suka duka,
Silih berganti mengisi hariku....
Mentari yang terbenam

Kala mentari tlah terbenam


Tiada lagi penerang bumi yang suci
Hanya gelap yang menghujam
Manusia lalai akan fitro diri

Allahu akbar...
Tiada lagi sanubari yang tergetar
Syukur menjelma kufur
Apakah iman tlah tertidur
Candu dunia membius nurani
Hanyalah nafsu sebagai pengendali
Kebenaran pun menjadi mati fungsi
Kemanakah jiwa yang fitri ?
Biarlah mentari redup
Asalkan iman tetap hidup
Kembalilah untuk sujud
Wahai engkau yang berwujud...

Kitab Cinta

Di atas kitab cinta ini,


Dua hati berikrar suci,
Menjalin ikatan tak ternoda.
Menyatu tanpa mengenal masa
Bersama hingga di ujung keabadian...
Kitab cinta menjadi saksi sejarah,
dua insan dalam mengukir kisah,
suka duka mewarnai perjalanan,
dalam ikatan halal sebuah ijab qobul...

Kitab cinta janganlah ternoda,


oleh nafsu bertopeng malaikat,
karena cinta tak tersentuh dunia,
ia suci bersemayam di kedalaman rasa...

Cahaya Cinta

Seberkas cahaya tlah singgah,


menjadikan jiwa penuh megah,
tergulung maklumat mulia,
karena ridha sang pencipta...

Cahaya itu menembus kisi-kisi hati,


ia hadir untuk menerangi,
hingga tiada kegelapan diri,
karena iman yang menaungi...

kulihat bumi tetap nyata,


masih ada yang menjaga takwa,
masih terukir cinta pada semesta,
ternyata manusia masih berjiwa...

jagalah cahaya cinta,


dari nafsu yang membara,
jangan lapuk oleh masa,
tetap berbinar di atas cakrawala...

Melati di kotak kaca

Sekuntum melati putih,


dalam remang pun tetap berseri,
menampakkan mahkotanya yang indah merekah,
namun keharumannya tersembunyi di balik sunyi...

Lewat beningnya kaca,


melati anggun mempesona,
meski tak tersentuh jemala,
wanginya pun tak tercium rasa,
namun ia tetap bercahaya,
manambah kekaguman jiwa...

Jagalah sang melati,


jauh dari keinginan duniawi,
karena hakikatnya ia suci
bukan nafsu atau ambisi...
Sang melati tak butuh pujian,
ia bahkan buta oleh rayuan,
ia hanya ingin mewangi sepanjang zaman,
tak layu oleh musim kerinduan...

kerudung putih

Matanya berbinar indah,


senyumnya pun kian merekah,
mewarnai hari nan cerah...

Di balik kerudung putih,


tersembunyi keikhlasan cinta kasih,
tiada dendam pudarlah amarah,
karena iman yang tergugah...

Ia tertutup dari pandangan nafsu,


ia jauh dari ego yang membatu,
meski tiada dikenal oleh dunia,
namun disanjung di langit sana...

Awan gelap menaungi hidupnya,


tawa sering berganti lara,
namun ia tetap tersenyum ria,
karena keyakinan menghujam jiwa...

Kala kembang terlelap menuju mimpi,


ia terjaga memuji ilahi,
lewat sujudnya yang suci,
ia menghambakan diri...

Ia buta oleh pandangan,


ia bisu oleh kata,
ia tuli oleh suara,
karena nafsu yang tertekan...

Ia miskin oleh pujian,


ia jauh dari kenikmatan,
tiada yang ia miliki berharga
selain iman di dada...

Ia bukanlah sempuna
hakikinya pun manusia,
penuh khilaf dan dosa...
Sahabat Kecilku

Ketika kubuka lembaran silam


terpajang sosokmu di ingatan
lembut hangat berangkul
dalam kisah kecil
yang redup oleh jarak dan waktu…

15 tahun waktu yang panjang


tapi bukan berarti aku melupakan
hingga kini tawa dan tangismu masih berkumandang
menjadi nafas dalam penantian seorang sahabat…

Walau banyak hal yang berubah


kita bukan lagi bocah yang lugu
namun ikatan hati tetap utuh…

Masa mungkin belum berpihak mempertemukan kita


namun kuyakin ada saatnya nanti…

Cinta Pertama

Cinta Pertama,
awal rasa itu ada,
sesuatu yang tak pernah bisa kuungkapkan,
sesuatu yang takkan pernah bisa kau baca,
Dan rasa yg takkan pernah kau tahu…

Cinta Pertama,
tak pernah ada kisah,
tak juga ada janji,
namun mengapa ada penantian…???

Walau engkau bukan selamanya,


namun engkau yang pertama,
mengajariku tentang cinta…
Hijab Rindu Sang Dara

Samudra kehidupan,
membawamu jauh tak berjejak
hingga jeritan nuraniku tak lagi kau dengar…

Lewat gelombang yang resah


kubisikkan kalam rinduku
tak sadarkah, bahwa penantian ini
sebuah siksaan panjang…

Bukannya aku mengafiri takdir,


namun kesendirian mulai mengeluh,
kesepian kini tak lagi pasrah,
entah kapan hijab rinduku terbuka,
membawamu kembali ke alam nyata…

Tanpamu…
sang dara hanya tinggal sebuah nama,
ia hilang,
tersesat oleh mimpi tak terujung…

Kini kuterbangkan sayap rinduku,


mencari hati yang dulu pergi,
tak peduli awan dan petir,
bukankah alam yang berbeda
tak berarti di hadapan sebuah cinta…

Cinta tak berwujud

Dia ingin melukis mimpi di atas pelangimu,


Yang dengan kuas cintanya mewarnai harimu
Wajahnya yang lugu ingin menyuarakan rindu
Tapi, saat ia layangkan pandangan ke langit biru
Ia sadar bahwa hari sedang kemarau...
Dia ingin menepuk bintang
Tapi baginya engkau hanya sebuah mimipi
Dan hatinya hanya bisa mengaum dalam diam
Karena engkau terlalu jauh untuk digapai
Adakah engkau mengerti...???

Angin berbisik lirih padanya,


”cinta ini tak pernah kau kenal sekali pun,
Bahkan matamu terpejam dari memandangnya,
Lantas mengapa engkau biarkan ia menghuni relungmu...???”

Kutahu cintaku tak berwujud


Ibarat roh menginginkan jasad,
Tapi bukankah dia nyata...???

Cinta ini memang jauh tak di sisi


Tapi membuat sepi kita menepi,
Biarkan ia terus di sini
Menjaga hati kita tanpa berganti...

Sekotak Cinta untukmu

Kuterjaga di kala fajar,


Terbayang dirimu menemani,
Dalam sunyi tak jua menepi
Ada satu cinta memberi arti...

Di hari bahagiamu,
Kupersembahkan sekotak cinta,
Dibungkus lembaran kesetiaan,
Berhiaskan melati keikhlasan,
Dari taman hatiku, jagalah...

Cinta ini ’kan menenangkan gelombang resahmu,


Cinta ini ’kan mekarkan bunga yang kuncup di harimu,
Meski ia tak semegah emas permata,
Namun jauh lebih berharga dari sgala yang berharga...

Walau hanya sekotak cinta


Namun isinya sepenuh bumi,
Walau hanya sekotak cinta,
Namun kupersembahkan setulus hati...

Hanya sekotak cinta,


Agar dikau tak lupa
Ada bahagia menjadi permaisuri hatimu...

Mengapa Cinta Letaknya di Hati ???

Setelah cinta tercipta,


Ia pun mengembara,
Mencari naungan untuk cinta...

Ketika cinta singgah di mata


Cinta melihat bahwa yang nampak terkadang kepalsuan,
Cinta pun berlalu tanpa kata...

Saat cinta ada di tangan,


Cinta tersadar bahwa mudah terampas ambisi,
Cinta pun menjauh pergi...

Kala cinta menghampiri jantung,


Tiba-tiba terfikir,
Jika jantung berhenti berdetak
Maka cintapun kan usai,
Akhirnya cinta pun berlari ketakutan...

Akhirnya cinta menemui akal


Tapi akal memaki cinta penuh kebodohan
Karena cinta menerima tanpa pertimbangan...

Cinta pun termenung lara,


Adakah tempat yang membuat cinta berharga ???

Di kejauhan,
Cinta melihat sebuah ruang kosong itulah hati...

Hanya hati yang letaknya tersembunyi, sehingga tiada mudah hilang...


Hanya hati yang tiada pernah berdusta seperti cinta yang penuh kejujuran...
Hanya hati yang mau menerima tanpa memilih...

Akhirnya cinta pun menetap di hati,


Dalam kesepian menanti sebentuk hati yang lain
Menjadi kisah yang terukir abadi,
Itulah cinta...

Rindu tak bernada

Ia ingin berbicara dengan angin


Agar hembusnya menjelma kehangatan...

Ia ingin berkata pada awan,


Agar terang itu kembali...

Ia ingin berucap pada malam,


Agar pagi segera menjelma...

Tapi mengapa seakan lisan ini terkunci..???


Tak ada kata tak ada suara
Hanya obrolan semesta yang menertawai kebodohannya...

Suara rindu

Wahai kasih,
Tlah kulukis cintaku dengan ketulusan
Kan kubingkai dengan setiaku
Lalu kupersembahkan sebagai hadiah
Dalam hidup, jagalah...

Rindu yang terpendam


Telah memenuhi purnama hatiku
Tapi kelam masih saja menyelimutinya
Kapan engkau hadir abadi di hadapanku ?

Wahai kasih,
Ingin kukatakan kepadamu
Bahwa engkaulah nadi kehidupanku
Tapi mengapa, jemarimu... jemariku...
Sangatlah jauh ???

Biar waktu yang menjawab


Tentangmu.. tentangku...
Walau tiada yang pasti
Namun hati tiada pernah terbagi,
Yakinlah !!!
Cinta ini selalu setia menanti...

Menanti hati

Kala musim tlah berganti


Hujan pun kian menepi
Namun hati tetap disini
Menanti satu yang pasti...

Dalam pencarian yang tiada henti


Akhirnya kudapati cinta sejati
Walau nurani tak jua mengerti
Kan kutetap meyakini
Cinta ini sebuah realiti...

Adakah engkau merasai


Tentang rasa yang menghuni
Atau kuhanya bermimpi
Bersanding dengan pangeran hati...?

Tahukah kasih
Hatiku menanti hatimu
Menjadi sebentuk cinta yang utuh
Tiada palsu bukan semu
Sebuah cinta putih...

Pangeran di singgasana hatiku

Tlah kukepakkan sayap cinta di atas bumimu,


Kian lama menjelajah cakrawala biru,
Kini akhir dari penantianku...

Saat hati terlelap di pangkuan malam


Hadirmu membangunkanku dari pesona maya
Dan hantarkanku ke sebuah dunia nyata...

Dalam tetes embun yang gemerisik


Ada kesejukan di relungku
Dalam panas mentari yang menyengat
Kutemukan cahaya di hariku...

Wahai pangeran di singgasana hati,


Engkaulah debaran bagi jantung ini
Engkaulah nafas bagi cinta ini
Engkau hadirkan senyuman di hari nan sunyi...

Meski mata ini terpejam dari memandangmu,


Dan kutahu jarak dan waktu menyelimuti kisah kita
Namun engkau slalu bertahta di hatiku...

Cinta yang merindu

Pasir berbisik merdu


Diterpa lautan nan biru
Entah mengapa hati belum bertemu
Padahal rindu tlah berdebu...

Cinta yang merindu


Hanya bisa diam membisu
Bagaimanapun tak mampu
Memaksamu sesuai inginku..

Bukannya kujenuh menunggu


Tak pernah kuragui hatimu,
Salahkah aku?
Menginginkan wujudmu?

Jangan beri aku janji,


Jangan ajak aku bermimpi,
Kubutuh satu yang pasti,
Adakah engkau mengerti....?

Setangkai Cinta Putih

Setangkai Cinta Putih


Kupersembahkan tuk kekasih
Ia kan mekar dengan keikhlasan
Terjaga oleh kesetiaan...

Setangkai Cinta Putih


Bermahkota kesucian
Berkelopak kejujuran
Disirami tetesan harapan
Moga hati tersatukan...

Setangkai cinta putih


Mengiringi jiwa yang resah
Agar dikau mengerti
Hanya hadirmu yang kunanti...

Peri yang menanti pagi

Wahai peri bersayap ungu,


Engkau termenung di malam yang berlagu
Desah nafasmu mengusik sepimu
Tiada yang tahu...
Saat kau melangkah di keremangan
Mencari setitik cahaya pada rembulan
Namun yang ada hanya ketiadaan
Bagai kembang lelap di kegelapan...
Kadang bintang antarkanmu menuju mimpi
Ke sebuah dimensi abadi
Dan memahamkan dirimu, siapa?
Ah, engkau hanya debu
yang beterbangan di kefanaan ini...

ingin kau terbang dengan sayapmu


melintasi sang waktu yang menunggu
namun takdir membelenggumu
dan kau hanya bisa membeku...
wahai peri bersayap ungu,
engkau bagai putri malu merunduk kelu,
walau tak kuasa menantang langit,
tapi yakinlah,
kunang-kunang kan menyinari harimu,
dan pagi pasti akan tiba...

Datanglah

Wahai cintaku berjalanlah,


Jangan lambatkan langkahmu,
Jangan berlama-lama di belakang
Sebab siang dan malam bukanlah penghalang...

Akankah engkau biarkan hari ini berlalu sia-sia


Sebab esok bukan milik kita.
Tak ada yang tahu esok terang atau gulita...
Datanglah...
Tak kucemaskan cinta redup di hati
Karena cinta ini abadi
Tapi kuragu, jika mentari redup di hari
Bukankah hidup tiada abadi ?
Meski rinai hujan telah pergi
Meninggalkan jejak di hari
Dan bilakah bayangku tlah memudar di langkahmu
Namun satu yang pasti
Cintaku kan’ slalu menjaga hatimu...

Kupersembahkan pelangi untuk hatimu

Ia datang bak hujan


Menyirami hatimu yang gersang,
Ia ada bagai cahaya senja
Walau tak seterang matahari
Tapi melepaskanmu dari keremangan,
Ia hadir laksana angin berhembus
Menyejukkan nuranimu yang haus...

Apakah kau rasakan hadirnya menyentuh kalbumu ?


Akankah kau rasakan getarnya menggugah jantungmu ?
Walau ia sepi dari pandanganmu
Tapi rasakan hadirnya lewat nuranimu...

Ia adalah pelangi cinta


Yang kupersembahkan buat hatimu yang gulita,
Sehijau perjalanan kita
Kan’ slalu terjaga cinta putih
Walau kadang kesal membuatnya memerah
Di atas langit biru cinta itu tetap cerah
Ungunya ikatan takkan berubah
Kan” slalu kutunggu ladang cinta menguning
Di fajar jingga kita kan’ bertemu...

Awal sebuah cinta

Kata orang...
Cinta datang dari mata turun ke hati,
Terus kapan cinta kita dimulai ?
Bukankah pandangan pertama tak pernah ada ?
Apa yang membuatmu mencintai aku ?
Tiada cahaya di mataku yang menggoda
Tiada senyum yang membuatmu resah,
Bukankah aku hanya sebuah misteri
dalam perjalanan cintamu ?
tahukah ???
Dunia berbisik padaku,
”cintamu hanya sebuah ilusi
Tak ada dalam realiti ”
Cinta ini dimulai,
Ketika tiada sesuatu diharapkan sebagai balasan...
Cinta ini berawal,
Ketika Tuhan mencipta sebentuk hati untuk insan...
Dan cinta ini ada,
Bukan saat pertama kumengenalmu
Tapi saat kudiciptakan dari tulang rusukmu...
Entah bagaimana kita jatuh dalam cinta...
Aku tak pernah mengerti
Engkau tak jua memahami
Dialah Yang Maha Tahu...

Sepi

Di suatu malam melawan kesunyian,


berkelindan ia dalam angan,
bahwa cintanya tlah menanti di ujung jalan,
dan kelu ’kan bermetamorfosis menjadi sebentuk senyuman...

Dunianya makin tenggelam oleh ilusi,


ia terjebak di negri asing,
dalam ketidakberdayaan apalagi yang bisa dilakukan olehnya...

Baginya, ia hanya tunduk pada satu aturan,


dan hanya tertuju pada satu tujuan,
bahwa ini adalah suatu jalan yang tlah digariskan,
bukankah sejatinya ia pun manusia ??
tak peduli terang atau gulita, yang diyakini takkan sirna,
bahwa yang bernama sepi adalah tak abadi,
bunga cinta pasti kan mekar menanti musim...

SAHABAT

Berawal dari sebuah perkenalan,


Engkau hadir menyentuh kehidupanku
Dan menjadi bayang-bayang di hariku…
Kurasakan keteduhan saat engkau tersenyum
Ada lara saat engkau menjauh
Bukankah ada kebahagiaan dalam perjalanan kita ?
Kadang hati membara
Kadang sedingin salju
Namun hadirmu mengalahkan segalanya...
Roda takdir berputar tak henti
Menuntun kita di pintu perpisahan
Kini kumengerti bahwa memiliki
Berarti jua melepaskan...
Mungkin terlampau singkat
Kebersamaan kita,
Namun persahabatan takkan berujung waktu,
Thank’s for all...

Kupu-kupu di atas danau

Sejenak ia terdiam,
Sang kupu-kupu terpaku melihat
Bayangnya di atas danau...
Lewat beningnya air,
Ia bercermin
Mengagumi sayapnya nan indah..
Tetapi wahai kupu-kupu,
Engkau harus segera pulang
Taman kasih menunggumu
Hari hampir petang...
Ia pun ingin melangkah pergi
Menjauh dari kefanaan ini
Namun sayapnya terbelenggu ilusi
Dan ia terpenjara disini...
Akankah ada yang membawanya lari
Menjauh dari mimpi yang menguasai,
Ia terperangkap di atas danau
Ingin bebas dari kelu
Salahkah...???

Tegar

Kisahku kan’ kutulis di kertas alam


Meski nasib mempermainkanku
Di gelombang resah ini,
Dan mengurung senyumku dalam sejarah,
Kuyakin sayap cintaMu
Kan membawaku terbang
Menerawang segala yang tampak
Bergerak dalam warna warni
duniaMu nan abadi,
Tuhan...
kumencari cahaya pada bintangMu
Kumenanti untaian kasihMu...

Isyarat

Aku hilang dalam maha gulita


Slalu menunggu setitik cahaya,
Malam tlah mengurung sepiku
Hanya bermimpi fajar ’kan tiba...
Hidup yang berombak api
Ibarat salju di mata dunia
Tuhan, jangan singkap tirai ini
Hingga senyuman azali tiba...
Pastilah tiada yang mengerti
Apakah ini suaraku atau sunyiku,
Andai mereka tahu
Disini ada bunga yang pucat pasi...

Kembali

Aku tak ingin menjadi pendoa


yang hilang dalam kesendirian,
kan kumekarkan lagi layar kehidupanku
mengarungi samuderaMU...

hempasan angin dan ombak


menghadang langkahku,
tapi kutahu CintaMU
kan meneguhkan perjalananku...

Aku malu padaMU


sempat menolak bercermin di kacaMu
tapi kusadari takdir bukanlah belenggu
ia kan mengantarkanku ke benuaMU...
izinkan hamba kembali.
Mencari jati diri yang pergi
Karena kuyakin dalam pencarian tak henti
Kan kutemui cinta sejati
Kurindukan cintaMu...

Hidup

Kemarin, aku sering bersajak tentang kehidupan,


Ia slalu menjadi pendengar setiaku,
Tapi kini akulah pendengar setianya,
Ia menggerutu, kenapa aku slalu
mencipta sajak untuknya ?

Kini hidup
Yang bersajak tentangku
Ia rangkai kata untuk mewujudkan mimpiku,
Lewat gelombang yang menghempaskan ia bernada,
Lewat dinginnya salju ia berkata,
Oh...
Inikah kehidupan... ???
Irama suka duka,
Silih berganti mengisi hariku....

Mentari yang terbenam

Kala mentari tlah terbenam


Tiada lagi penerang bumi yang suci
Hanya gelap yang menghujam
Manusia lalai akan fitro diri

Allahu akbar...
Tiada lagi sanubari yang tergetar
Syukur menjelma kufur
Apakah iman tlah tertidur
Candu dunia membius nurani
Hanyalah nafsu sebagai pengendali
Kebenaran pun menjadi mati fungsi
Kemanakah jiwa yang fitri ?
Biarlah mentari redup
Asalkan iman tetap hidup
Kembalilah untuk sujud
Wahai engkau yang berwujud...

Kitab Cinta

Di atas kitab cinta ini,


Dua hati berikrar suci,
Menjalin ikatan tak ternoda.
Menyatu tanpa mengenal masa
Bersama hingga di ujung keabadian...

Kitab cinta menjadi saksi sejarah,


dua insan dalam mengukir kisah,
suka duka mewarnai perjalanan,
dalam ikatan halal sebuah ijab qobul...

Kitab cinta janganlah ternoda,


oleh nafsu bertopeng malaikat,
karena cinta tak tersentuh dunia,
ia suci bersemayam di kedalaman rasa...

Cahaya Cinta

Seberkas cahaya tlah singgah,


menjadikan jiwa penuh megah,
tergulung maklumat mulia,
karena ridha sang pencipta...

Cahaya itu menembus kisi-kisi hati,


ia hadir untuk menerangi,
hingga tiada kegelapan diri,
karena iman yang menaungi...

kulihat bumi tetap nyata,


masih ada yang menjaga takwa,
masih terukir cinta pada semesta,
ternyata manusia masih berjiwa...

jagalah cahaya cinta,


dari nafsu yang membara,
jangan lapuk oleh masa,
tetap berbinar di atas cakrawala...

Kepergianku
Mengapa mentari tak jua menghangatkan,
bahkan embun pun tak lagi menyejukkan,
semua rasa tlah pergi,
karena engkau bukanlah yang kucari...

Kuterbawa oleh khayalmu,


dan tersesat di duniamu nan semu
hingga kudapati hanyalah kehampaan,
cintamu sebuah kepalsuan...

Tahukah,
engkau tak pernah ada dalam pencarian,
engkau hanya sebuah kesalahan...

Ku kan’ pergi,
menjauh dari mimpimu,
jangan sesali lagi,
kisah ini tlah berlalu...

Izinkan aku pergi,


karena hatiku tak disini,
di ujung pelangi cintaku sedang menanti...

Kini ku tlah pergi,


mengakhiri sgala kebodohanku,
pastinya kau temui cinta sejati dan kutahu bukan aku...

Melati di kotak kaca

Sekuntum melati putih,


dalam remang pun tetap berseri,
menampakkan mahkotanya yang indah merekah,
namun keharumannya tersembunyi di balik sunyi...

Lewat beningnya kaca,


melati anggun mempesona,
meski tak tersentuh jemala,
wanginya pun tak tercium rasa,
namun ia tetap bercahaya,
manambah kekaguman jiwa...

Jagalah sang melati,


jauh dari keinginan duniawi,
karena hakikatnya ia suci
bukan nafsu atau ambisi...
Sang melati tak butuh pujian,
ia bahkan buta oleh pujian,
ia hanya ingin mewangi sepanjang zaman,
tak layu oleh musim kerinduan...

kerudung putih

Matanya berbinar indah,


senyumnya pun kian merekah,
mewarnai hari nan cerah...

Di balik kerudung putih,


tersembunyi keikhlasan cinta kasih,
tiada dendam pudarlah amarah,
karena iman yang tergugah...

Ia tertutup dari pandangan nafsu,


ia jauh dari ego yang membatu,
meski tiada dikenal oleh dunia,
namun disanjung di langit sana...

Awan gelap menaungi hidupnya,


tawa sering berganti lara,
namun ia tetap tersenyum ria,
karena keyakinan menghujam jiwa...

Kala kembang terlelap menuju mimpi,


ia terjaga memuji ilahi,
lewat sujudnya yang suci,
ia menghambakan diri...

Ia buta oleh pandangan,


ia bisu oleh kata,
ia tuli oleh suara,
karena nafsu yang tertekan...

Ia miskin oleh pujian,


ia jauh dari kenikmatan,
tiada yang ia miliki berharga
selain iman di dada...

Ia bukanlah sempuna
hakikinya pun manusia,
penuh khilaf dan dosa...
Lafaz cintaku,

Kubisikkan pada desiran angin,


adanya hati yg merunduk malu,
ada sepasang mata yg menjaga pandangan,

Kulafazkan padamu,
wahai sang hati,
Aku mencintaimu,
bukan karena kelebihan yg ada padamu,
tapi pada kekuranganmu…

Kusahabatmu atau cintamu….

Dari hati yg pernah hilang,


Kasih pertama yg tak pernah terungkap,
Mengapa sosok itu kembali berkunjung,
Mengapa rasa itu kembali jua,
akankah selamanya
atau kan kekang oleh masa…

Kubertanya pada lisanmu,


apa arti aku ini,
rupanya lafaz menghalangi sebuah kejujuran…
kubertanya pada hatimu,
apa ada aku bersemayam,
rupanya sahutannya tak terdengar kefanaanku…
Harus dengan apa kau mengerti,
Ataukah aku yang tak mengetahui,
Adakah rasa itu sama,
Ataukah kuhanya bertepuk sebelah…

Kusahabatmu atau cintamu…


Berikan kepastian pada hati,
Kusahabatmu atau cintamu,
Berikan jawaban sebelum cahaya itu pergi,
Dan lafaz hanya tinggallah kata membisu…..

Sepi…”

Kesepian apa yg paling sepi dari sebuah penantian…


Patah hati mungkin menyakitkan,
tapi kan jauh lebih menyakitkan mencintai sebuah bayang yang tak kunjung menyapa,
krn hati tak hanya sekadar patah tpi tlah terbawa pergi…

http://freshca_26.blogs.friendster.com/fathe_blog/

Dalam bisu malu mengaku


Pada awan aku cemburu
Bila tebalnya menghalangiku
Menyambut senyummu wahai matahariku...

Tlah kuurai rasa...


sebisa kumencoba...
walau mungkin tak sempurna...
”...Hadirmu selalu bersama kuntum senyuman..”

CAHAYA ILMU

Kuhadirkan ilmu dalam hatiku agar semakin dekat dengan hatiMU,


Kudesahkan ilmu dalam nafasku agar merasakan sesaknya kala jauh dariMU,
Kuperam ilmu dalam fikiranku agar tak terkotori imanku dengan kefanaan ini,
Kurindukan ilmu dalam pandanganku, agar nampak megahnya kekuasaanMU,
Dan kurangkul ilmu dalam langkahku, agar mengiringku ke jalan abadi
menujuMU,

Dengan ilmu, derajat meninggi tapi bukanlah membanggakan diri,


Karena ilmu menjadi maju tapi janganlah lupa diri,
Ilmu akan mencahayai diri bagi mereka yang ingin berbagi,
Ilmu kan menjadi harta terindah bagi mereka yang memahami mengamalkan,
Ilmu kan menjadi pedang penyelamat bagi mereka yang buta agama,
Dan ilmu kan menjadi tonggak tuk mengenal sang pencipta…

Anda mungkin juga menyukai