Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KINERJA STRUKTUR DENGAN PUSHOVER

Kinerja struktur adalah level atau tingkatan performa suatu struktur terhadap gempa
rencana. Level kinerja struktur dapat diketahui dengan melihat tingkat kerusakan pada struktur
saat terkena gempa rencana dengan periode ulang tertentu, oleh karenanya level kinerja struktur
akan selalu berhubungan dengan biaya perbaikan terhadap bangunan tersebut. Dalam desain
struktur berbasis kinerja biasanya kinerja struktur didesain sesuai dengan tujuan dan kegunaan
suatu bangunan, dengan pertimbangan faktor ekonomis terhadap perbaikan bangunan saat
terjadi gempa tanpa mengesampingkan keselamatan terhadap pengguna bangunan.
Respon bangunan terhadap gerakan tanah akibat gempa menyebabkan perpindahan
lateral dan deformasi pada setiap elemen struktur. Pada level respon rendah, deformasi elemen
akan dalam rentang elastis (linier) dan tidak akan ada kerusakan yang timbul. Pada level respon
tinggi, deformasi elemen akan melebihi kapasitas linier elastis dan bangunan akan mengalami
kerusakan. Untuk memberikan kinerja seismik yang andal, bangunan harus memiliki sistem
penahan gaya lateral yang lengkap, yang mampu membatasi perpindahan lateral akibat gempa
pada level kerusakan yang berkelanjutan dan untuk tujuan kinerja yang diinginkan.

A. Level Kinerja Bangunan


Kinerja suatu bangunan terbagi menjadi kinerja struktural (SP-n) dan kinerja non
struktural (NP-n). Kombinasi dari keduanya akan menunjukkan kenerja bangunan secara
keseluruhan. Level kinerja struktural dideskripsikan sebagai berikut:
1. Immediate Occupancy (SP-1): Bangunan aman saat terjadi gempa, risiko korban jiwa dan
kegagalan struktur tidak terlalu berarti, dan dapat segera difungsikan kembali.
2. Damage Control (SP-2): Merupakan transisi antara Immediate Occupancy SP-1 dan Life
Safety SP-3. Bangunan masih mampu menahan gempa yang terjadi, risiko korban jiwa
sangat kecil.
3. Life Safety (SP-3): Bangunan mengalami kerusakan tetapi tidak diperkenankan mengalami
keruntuhan yang meneyebabkan korban jiwa (risiko korban jiwa rendah). Setelah terjadi
gempa maka bangunan dapat berfungsi Kembali setelah dilakukan perbaikan komponen
struktural maupun non struktural.
4. Limited Safety (SP-4): Merupakan transisi antara Life Safety SP-3 dan Structural Stability
SP-5 dan bukan merupakan tingkatan/ level serta tidak memperhitungkan aspek ekonomis
dalam melakukan perbaikan pasca gempa.

5
5. Structural Stability (SP-5): kerusakan struktur yang substansial dimana sistem struktur ada
pada ambang rubuh total atau parsial. Risiko korban luka-luka signifikan. Pada kondisi ini,
perbaikan merupakan alternatif yang tidak menguntungkan secara teknis maupun
ekonomis.
Tabel 1. Kombinasi Level Kinerja Struktural dan Non Struktural untuk
Level Kinerja Bangunan Keseluruhan (ATC-40)
Level Kinerja Bangunan
Level Kinerja Struktural
Level
SP-1 SP-2 SP-3 SP-4 SP-5 SP-6
Kinerja Non
Immediate Damage Life Limited Structural Not
Struktural
Occupancy Control Safety Safety Stability Considered
NP-A 1-A
2-A TD TD TD TD
Operational Operational
NP-B 1-B
Immediate Immediate 2-B 3-B TD TD TD
Occupancy Occupancy
3-C
NP-C
1-C 2-C Life 4-C 5-C 6-C
Life Safety
Safety
NP-D
Hazard’s TD 2-D 3-D 4-D 5-D 6-D
Reduced
NP-E 5-E
Tidak
Not TD TD 3-E 4-E Structural
Diaplikasikan
Considered Stability
Sumber : ATC-40
Legenda:
Level kinerja bangunan yang umum digunakan
Kombinasi lainnya yang mungkin digunakan

TD Kombinasi yang tidak disarankan

Sedangkan untuk kinerja nonstruktural dideskripsikan sebagai berikut:


1. Operational (NP-A): Elemen non struktural kurang lebih masih pada tempatnya dan masih
berfungsi. Sistem backup untuk kondisi kegagalan utilitas, komunikasi, dan transportasi
sudah disediakan.
2. Immediate Occupancy (NP-B): Elemen non struktural kurang lebih masih pada tempatnya
tetapi mungkin sudah tidak berfungsi. Sistem backup untuk utilitas tidak disediakan.
3. Life Safety (NP-C): Kerusakan pada komponen non struktural dan sistem, tetapi tidak ada
barang berat yang mengalami kerubuhan. Bahaya sekunder seperti kerusakan pipa tekanan
tinggi, bahan beracun, atau pipa supresi, seharusnya tidak terjadi.

2
4. Hazard’s Reduced (NP-D): Kerusakan luas pada komponen struktural, tetapi seharusnya
tidak melibatkan rubuhnya barang besar dan berat yang dapat mengakibatkan korban luka-
luka yang signifikan pada sekelompok orang.
Kombinasi antara kinerja struktural dan kinerja non struktural untuk mendapatkan
level kinerja bangunan keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 1.

B. Metode Kapasitas Spektrum


Salah satu metode yang digunakan untuk memperkirakan titik kinerja adalah Metode
Kapasitas Spektrum, atau dikenal juga sebagai metode ADRS (Acceleration-Displacement
Response Spectra). Metode Kapasitas Spektrum mengharuskan kurva kapasitas dan kurva
demand dalam ordinat repson spektra. Karakteristik demand seismik pada awalnya memakai
spektrum respons dengan damping 5%, lalu spektrum direduksi untuk merefleksikan efek dari
disipasi energi untuk memperkirakan demand perpindahan inelastik. Titik dimana kedua kurva
bersinggungan merepresentasikan titik kinerja dimana kapasitas dan demand adalah sama.
Saat kurva kapasitas dan demand perpindahan telah didefinisikan, kinerja dapat
ditentukan. Penentuan kinerja memverifikasi bahwa komponen struktur dan nonstruktural tidak
mengalami kerusakan diatas batas yang ditentukan berdasarkan kinerja yang diharapkan untuk
gaya dan perpindahan yang ditunjukan dari perpindahan target.

C. Kurva Demand (Spektrum Respons)


Gerakan tanah pada saat gempa terjadi menghasilkan pola perpindahan horizontal
yang kompleks pada struktur yang dapat bervariasi terhadap waktu. Untuk mendesain struktur
berdasarkan gerakan ini tentu sangat rumit. Metode analisis linear tradisional menggunakan
gaya lateral untuk mewakili kondisi desain. Untuk metode nonlinear, lebih mudah dan lebih
cepat untuk menggunakan perpindahan lateral sebagai kondisi desain. Untuk setiap struktur
dan gerakan tanah demand perpindahan adalah estimasi dari respon maksimum yang
diharapkan dari bangunan saat terjadinya pergerakan tanah atau gempa.
Spektrum respons dapat ditentukan dan digambarkan melalui kurva spektrum respons
yang dibuat berdasarkan aturan berikut:
1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan (Sa) harus diambil
dari persamaan:
 T
Sa = SDS . 0,4 + 0,6. 
 T0 

3
2. Untuk perioda lebih besar atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan TS,
maka spektrum respons percepatan (Sa) sama dengan SDS.
3. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan (Sa), diambil berdasarkan
persamaan:
SD1
Sa =
T
4. Untuk perioda lebih besar dar TL, spektrum respons percepatan (Sa) diambil berdasarkan
persamaan:
SD1.TL
Sa =
T2
5. T0 dan TS dihitung berdasarkan persamaan:
SD1
T0 = 0,2.
SDS
S D1
TS =
S DS

Gambar 1. Spektrum Respons


Sumber : SNI 1726-2019

D. Kurva Kapasitas
Kapasitas adalah kapabilitas struktur secara keseluruhan yang bergantung pada
kekuatan dan kapasitas deformasi dari komponen individual pada struktur tersebut. Untuk
memperkirakan kapasitas di luar batas elastis, dibutuhkan analisis nonlinear seperti prosedur

4
pushover. Pushover adalah model struktur yang disederhanakan, dibuat dengan memberikan
beban monotonik pada model struktur multi degree of freedom (MDOF), setelah plot gaya
geser-perpindahan atap didapatkan, hubungan ini menunjukan perilaku osilasi dari model
single degree of freedom (SDOF).
Model matematis dari struktur dimodifikasi untuk reduksi ketahanan karena adanya
komponen yang leleh. Distribusi gaya lateral kembali dipaparkan sampai komponen lain
mencapai leleh. Proses ini diulang sampai struktur menjadi tidak stabil, atau sampai batasan
yang sudah ditentukan telah dicapai. Kurva kapasitas pushover memperkirakan bagaimana
perilaku struktur diluar batas elastis. Kapasitas struktur direpresentasikan oleh kurva pushover.
Cara yang paling mudah untuk menggambarkan kurva gaya-perpindahan adalah dengan gaya
geser dasar dan perpindahan atap.

Gambar 2. Ilustrasi Pembuatan Kurva Pushover


Sumber: FEMA 440

E. Konversi Kurva Demand dan Kapasitas ke Format ADRS


Penggunaan teknik spektrum kapasitas mengharuskan respons spektra demand dan
kapasitas struktur (pushover) digambarkan pada sumbu akselerasi spektral vs perpindahan
spektral. Format ini dikenal sebagai Acceleration-Displacement Response Spectra (ADRS)
yang diperkenalkan oleh Mahaney, 1993.
Setiap titik pada kurva spektrum respons diasosiasikan pada akselerasi spektral (Sa),
kecepatan spektral (Sv), perpindahan spektral (Sd) dan Periode T. Untuk mengubah format
standar Sa vs T menjadi format ADRS, perlu ditentukan nilai Sdi dari masing-masing titik Sai
Ti. Digunakan persamaan berikut ini:
Ti 2
Sdi = Sai .g
4π 2
Respon spektra demand yang standar memiliki sumbu akselerasi spektral konstan dan
sumbu kecepatan spektral konstan. Akselerasi spektral dan perpindahan pada periode Ti
diketahui dengan persamaan berikut:

5

Sai.g = Sv
Ti
Ti
Sdi = Sv

Untuk membuat spektrum kapasitas dari kurva kapasitas pushover, perlu dilakukan
konversi per titik dalam mode pertama koordinat spektral. Pada setiap titik Vi Δatap pada kurva
kapasitas dikonversi pada titik koresponden Sai Sdi pada spektrum kapasitas dengan
menggunakan persamaan berikut:
Vi
Sai = W
α1

Δ atap
Sdi =
PF1×atap

 N 
  (w i .1i )/g 
PF1 =  i=1 
 (w . 2 )/g 
N

 
i=1
i 1i 
2
N 
  (w i .1i )/g 
αi = N  i=1 
  N

  w i /g    (w i .1i )/g 
2

 i=1   i=1 
Dimana,
PF1 = Faktor partisipasi untuk mode pertama struktur
αi = Koefisien massa modal untuk mode pertama struktur
ϕ1,atap = Amplitudo mode 1 pada tingkat i

F. Faktor Reduksi Spektrum Respons


Saat perpindahan membesar, periode dari gedung menjadi lebih panjang. Perpindahan
inelastik memperbesar damping dan mengurangi demand. Metode Kapasitas Spektrum
mereduksi demand untuk mencari perpotongan dengan spektrum kapasitas, dimana
perpindahan konsisten dengan damping.
Damping yang terjadi saat struktur didorong pada area inelastik dapat dilihat sebagai
kombinasi dari hysteretic damping dan viscous damping. Hysteretic damping dapat
direpresentasikan sebagai viscous damping ekuivalen dengan perkiraan sebagai berikut:

6
βeff = λ βo + 0,05
Dimana adalah βo hysteretic damping dan 0,05 adalah viscous damping asumsi 5%.
Faktor λ (atau faktor  pada ATC-40) adalah faktor modifikasi. Untuk mempertimbangkan
damping, spektrum repsons direduksi dengan faktor SRA dan SRV dimana:
1 3, 21 − 0, 68ln(  eff )
SRA = =
BS 2,12

1 2,31 − 0, 41ln(  eff )


SRV = =
BL 1, 65
Kedua nilai harus lebih besar atau sama dengan nilai yang diizinkan pada Tabel 4.

Tabel 2. Tipe Perilaku Struktur

Gedung Eksisting
Durasi Gedung Relatif Gedung Eksisting
Dibawah Rata-
Getaran Baru Rata-rata
rata

Pendek Tipe A Tipe B Tipe C

Panjang Tipe B Tipe C Tipe C


Sumber : ATC-40
Tabel 3. Nilai Modifikasi Damping

Tipe Perilaku Struktur βo (persen) λ


≤ 16,25 1,0
Tipe A
> 16,25 1,13 – 0,51*
≤ 25 0,67
Tipe B
> 25 0,845 – 0,446*
Tipe C Berapapun 0,33
* (Say Sdpi – Sdy Sapi)/ Sapi Sdpi
Sumber : ATC-40

Tabel 4. Nilai Minimum yang Diizinkan untuk SRA dan SRV

Tipe Perilaku Struktur SRA SRV


Tipe A 0,33 0,50
Tipe B 0,44 0,56
Tipe C 0,56 0,67
Sumber : ATC-40

7
Gambar 3. Spektrum Respons yang Direduksi
Sumber : ATC-40

G. Prosedur untuk Mencari Titik Kinerja


Ada tiga prosedur untuk mencari titik kinerja yang dijelaskan pada ATC-40. Diantara
ketiga prosedur tersebut, yang paling transparan dan paling mudah untuk dilakukan dalam
bentuk spreadsheet adalah Prosedur A. Untuk mencari titik kinerja dengan menggunakan
prosedur A maka langkah-langkah berikut yang perlu dilakukan:
1. Konversi respon spektrum dengan damping 5% menjadi format ADRS
2. Konversi kurva kapasitas dari analisis statik nonlinear menjadi spektrum kapasitas
3. Titik kinerja sementara Sapt, Sdpt, dipilih. Nilai dapat diperkirakan dengan menarik garis
vertikal dari perpotongan garis kekakuan awal dengan respon spektrum awal
4. Pembuatan representasi bilinear dari spektrum kapasitas sedemikian rupa sehingga luas
dibawah dan diatas kapasitas spektrum sama besar
5. Perhitungan faktor reduksi spektral SRA dan SRV. Setelah spektrum respons direduksi,
spektrum diplotkan kembali dengan spektrum kapasitas
6. Jika titik persinggungan dari spektrum respons yang direduksi dan spektrum kapasitas
sama dengan titik kinerja sementara Sapt dan Sdpt (dengan simpangan nilai kurang lebih
5%), maka titik kinerja sementara merepresentasikan nilai titik kenerja
7. Jika titik persinggungan di luar batas toleransi, makan tentukan nilai baru dan ulangi proses
dari langkah ke-4

8
H. Prosedur untuk Pengecekan Kinerja
Setelah titik kinerja ditemukan, maka dapat ditentukan gaya geser dasar dan
perpindahan lantai atap. Langkah-langkah berikut perlu dilakukan untuk mengecek kinerja:
1. Untuk respon gedung keseluruhan, pastikan bahwa ketahanan gaya lateral tidak berkurang
lebih dari 20% dari ketahanan puncak. Untuk simpangan lateral, nilainya tidak melebihi
batasan pada Tabel 5.
2. Identifikasi dan klasifikasi elemen yang berbeda pada gedung dengan tipe sebagai berikut:
rangka balok-kolom, rangka pelat-kolom, dinding, dinding kopel, dinding berpori, pelat
diafragma, dan pondasi
3. Identifikasi elemen primer dan sekunder
4. Untuk masing-masing tipe elemen, identifikasi komponen kritis dan cek berdasarkan bab
11 ATC-40
5. Demand kekuatan dan deformasi pada titik kinerja harus sama dengan atau kurang dari
kapasitas yang dijelaskan pada bab 11 ATC-40
6. Kinerja elemen sekunder (bukan bagian dari penahan beban lateral) harus dicek
berdasarkan level kinerja yang dipilih
7. Elemen nonstruktural dicek untuk level kinerja yang dipilih
Tabel 5. Batas Deformasi
Level Kinerja
Batas
Immediate Damage Structural
Simpangan Life Safety
Occupancy Control Stability
Antar-Lantai
Simpangan
0,01 0,01 – 0,02 0,02 0,33 Vi / Pi
Maksimum
Simpangan
Tidak Tidak
Inelastik 0,005 0,005 – 0,015
Dibatasi Dibatasi
Maksimum
Sumber : ATC-40

9
Gambar 4. Diagram Alir Evaluasi Kinerja Struktur

10

Anda mungkin juga menyukai