Anda di halaman 1dari 16

RANCANG BILAH INVERSE TAPER DENGAN AIRFOIL S1210 PADA TURBIN

ANGIN SUMBU HORIZONTAL SKALA KECIL

PROPOSAL SKRIPSI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah


Metodologi Penelitian yang dibimbing oleh
Prof. Dr. Heru Suryanto, S.T., M.T.

Oleh

Rivandy Rahman Idris 180514627506

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
S1 TEKNIK MESIN
MEI 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, penggunaan bahan bakar fosil sudah menjadi kontributor dominan terhadap
perubahan iklim. Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, (2006) penggunaan
bahan bakar fosil menyumbang sekitar 60 persen dari total emisi gas rumah kaca. Dari
pernyataan tersebut diperlukan substitusi pembangkitan energy konvensional ke energy
terbarukan untuk mengurangi efek rumah kaca yang dihasilkan dari pembangkitan energi fosil
dan salah satu yang dapat dimanfaatkan adalah energi angin.

Kecepatan angin rata-rata di Indonesia memiliki rentang 3-6 m/s yang termasuk ke dalam
kelas IV (very low wind speed) (Ihsan, 2016). Kecendrungan kecepatan angina pada suatu
tempat tersebut akan mempengaruhi penentuan desain turbin, yang mana untuk turbin angin
dengan kecepatan angina rendah masih sangat sedikit. Oleh karena itu, perlu adanya
perancangan turbin angin yang sesuai dengan kecepatan angin di Indonesia.

Turbin angin modern mengaplikasikan prinsip aerodinamis pada bilah sehingga konversi
energi menjadi lebih efisien. Gaya aerodinamis yang merupakan resultan dari dua gaya
dihasilkan dari adanya interaksi antara fluida dengan airfoil. Dua gaya yang bekerja pada bilah
turbin angina modern adalah gaya angkat dan gaya hambat. Dalam perancangan bilah, hal yang
dicari adalah nilai sudut serang pada airfoil yang memiliki nilai koefisien angkat per koefisien
hambat tertinggi (Stavros, 2019).
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun masalah yang dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana rancangan bilah turbin angina skala kecil yang sesuai dengan kondisi kecepatan
angina rata-rata di Indonesia?
2. Berapa besar daya actual yang dihasilkan oleh turbin angina skala kecil dari bilah yang
dibuat?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari penelitian yakni sebagai berikut.
1. Memperoleh rancangan bilah turbin angin skala kecil dengan kapasitas 500 W yang sesuai
dengan kondisi angin rata-rata di Indonesia yakni 3-6 m/s
2. Memperoleh hasil uji daya actual dari pengujian lapangan turbin angin skala kecil dengan
bilah hasil rancangan yang dibuat.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut
1. Memberikan solusi baru untuk produsen atau konsumen dalam merancang turbin angin
pada kondisi kecepatan angina rendah
2. Memperkenalkan bentuk bilah inverse taper.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Energi Angin
Hukum kekekalan energi menyatakan energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan,
tetapi dapat diubah dari bentuk energi satu ke bentuk energi lain. Turbin angin adalah salah
satunya yang dapat mengkonversi energi yakni energi kinetik angin menjadi energi listrik.
Angin adalah udara yang bergerak diakibatkan oleh perbedaan tekanan udara disekitarnya dan
rotasi bumi (Aryanto et al., 2013). Angin memiliki massa maka energi yang ditumbulkan oleh
angin dapat dinyatakan sebagai energi kinetik, yakni
1 2
𝐸𝑘 = 𝑚𝑈∞ (2.1)
2

Dimana daya sama dengan jumlah energi per satuan waktu sehingga daya angina dapat
dinyatakan, sebagai berikut.
1 2
𝑃𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛 = 𝑚𝑈∞ (2.2)
2
1 3
𝑃𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛 = 𝜌𝐴𝑈∞ (2.3)
2

Daya angin pada persamaan 3.3 merupakan daya total seluruh energi angin. Kenyataannya,
tidak seluruh energi angina mampu terkonversi menjadi energi listrik dan hanya sebagian yang
mampu. Rasio daya terkonversi dengan daya energi angina dinyatakan dalam bentuk efisiensi
yang terdiri dari koefisien daya (efisiensi bilah), efisiensi generator, dan efisiensi controller.
Perhitungan koefisien daya dapat dihitung menggunakan metode BEM dari penggabungan
dua teori, yaitu teori momentum dan teori elemen bilah (Manwell, 2009).
2.2 Teori Momentum
Proses ekstraksi energi kinetik angin, sebagian energi kinetik angin dapat dikonversi
menjadi energi listrik, sebagian lagi tidak terkonversi, dan sebagian kecil terjadi disipasi
menjadi energi panas. Perangkat yang digunakan untuk menganalisis karakteristik aerodinamis
turbin angina dalam mengonversi energi kinteik disebut actuar disc.
Gambar 3.1 Streamtube pada turbin angin
Sumber: Liu, (2012)

Metode Eulerian digunakan untuk menganalisis karakteristik aliran udara pada turbin angina
pada lokasi tinjuan angin dalam suatu control volume. Control volume sendiri pada tinjuan turbin
angin merupakan ekstensi suatu disk dari upstream hingga downstream sepanjang garis arus
(streamlines) membentuk streamtube seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.1 dimana area
lintang disk downstream memiliki luas yang lebih besar dibandingkan dengan area pada disk
upstream. Ekspansi pada streamtube tersebut disebabkan oleh laju aliran massa yang sama di
semua titik atau dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan kontinuitas pada Persamaan 2.4 berikut
yakni dimana kecepatan angin pada w berkurang karena sebagian energinya telah dikonversi.

𝜌𝐴∞ 𝑈∞ = 𝜌𝐴𝑑 𝑈𝑑 = 𝜌𝐴𝑤 𝑈𝑤 (2.4)

2.2.1 Momentum Aksial


Kondisi nonrelativitstic persamaan matematis gaya dapat dinyatakan dalam Hukum
Newton II (Ingram, 2005) yakni sebagai berikut.
𝑑(𝑚𝑈)
𝐹= (2.5)
𝑑𝑡

Gaya yang berlaku pada kasus dengan momentym aksial turbin angina adalah gaya dorong
(thrust) yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut.

𝑇 = 𝑚(𝑈∞ − 𝑈𝑤 ) (2.6)

𝑇 = 𝜌𝐴𝑑 𝑈𝑑 (𝑈∞ − 𝑈𝑤 ) (2.7)


Sesuai denagn persamaan Bernouli, yakni sebagai berikut

1
𝜌𝑈 2 + 𝑝 + 𝜌𝑔ℎ = konstan
2

(2.8)

Sehingga hubungan energy total pada upsteam denagn disk sebagai berikut.

1 1
𝜌 𝑈2 + 𝑝∞ + 𝜌∞ 𝑔ℎ∞ = 2 𝜌𝑑 𝑈𝑑2 + 𝑝𝑑 + 𝜌𝑑 𝑔ℎ𝑑 (2.9)
2 ∞ ∞

Sehingga hubungan energy total pada downstream denagn disk sebagai berikut.

1 2 1
𝜌 𝑈2 + 𝑝𝑤 + 𝜌𝑤 𝑔ℎ𝑤 = 2 𝜌𝑑 𝑈𝑑− + 𝑝𝑑− + 𝜌𝑑 𝑔ℎ𝑑 (2.10)
2 𝑤 𝑤

Asumsi alian incompresibble (𝜌∞ =𝜌𝑤 =𝜌𝑑 ), ketinggian sama disemua titik, 𝑈𝑑+ = 𝑈𝑑− dan
𝜌∞ =𝜌𝑤 , maka hasil subtraksi Persamaan 3.9 dan persamaan 3.10 didapatkan persamaan dalam
bentuk sebagai berikut.

2 1
(𝑝𝑑+ − 𝑝𝑑− ) = 2 𝜌(𝑈∞ − 𝑈𝑤2 ) (2.11)

Persamaan 3.11 dapat digunakan untuk menyatakan thrust dalam bentuk yang lain yakni sebagai
berikut.

𝑇 = 𝐴𝑑 (𝑝𝑑+ − 𝑝𝑑− ) (2.12)

1 2
𝑇 = 2 𝜌𝐴𝑑 (𝑈∞ − 𝑈𝑤2 )

(2.13)

Apabila faktor induksi aksial (a) didefinisikan sebagai fraksi pengurangan kecepatan angina
antara upstream dengan bidang bilah yakni sebagai berikut.

𝑈∞ −𝑈𝑑+
𝑎= (2.14)
𝑈∞

𝑈𝑑+ = 𝑈∞ (1 − 𝑎) (2.15)

𝑈𝑤 = 𝑈∞ (1 − 2𝑎) (2.16)

Sehingga subtitusi Persamaan 2.16 dan Persamaan 3.13 dalam bentuk perubahan thrust
didapatkan persamaan sebagai berikut.
1
𝑑𝑇 = 2 𝜌𝑈∞ [4𝑎(1 − 𝑎)]2𝜋𝑑𝑟 (2.17)

Keluaran daya (P) sama dengan thrust dikalikan dengan kecepatan udara pada disk sebagai
berikut.

1 2
𝑃 = 2 𝜌𝑈𝑑 (𝑈∞ − 𝑈𝑤2 )𝑈𝑑− (2.18)

Substitusikan Persamaan 3.15 dan 3.16 kedalam Persamaan 3.18 maka didapatkan.

3
P = 2𝜌𝐴𝑑 𝑈∞ 𝑎(1 − 𝑎)2 (2.19)

2.2.1.1 Koefisien Daya


Koefisien daya (Cp) adalah perbandingan antara daya yang dihasilkan antara daya yang
dihasilkan oleh turbin (Pt) dengan daya yang disediakan oleh angina (Pa), performa rotor turbin
dinyatakan dalam koefisien daya (Cp) (Hau, 2006) yakni sebagai berikut
1 3 4𝑎(1−𝑎)2
𝑃 𝜌𝐴𝑑 𝑈∞
2
𝐶𝑃 = 𝑃 = 1 3
(2.20)
𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛 𝜌𝐴𝑑 𝑈∞
2

Sehingga dapat disederhanakan dalam bentuk,


𝐶𝑃 = 4𝑎(1 − 𝑎)2 (2.21)

2.2.1.2 Batas Betz


Nilai koefisien daya maksimal atau batas betz ditemukan oleh Albert Betz. Nilai koefisien
daya tersebut merupakan nilai maksimal atau ideal dimana tidak ada desain dengan nilai koefisien
daya yang melibihi batas tersebut. Menuurt Betz, besarnya energi yang maksimum dapat diserap
dari angina adalah hanya 0,59259 dari energi yang tersedia (Andika, 2007).
Nilai maksimal Cp dihitung dengan Persamaan 2.22 sebagai berikut
𝑑𝐶𝑃
= 4(1 − 𝑎)(1 − 3𝑎) = 0 (2.22)
𝑑𝑎

Didapatlan nilai a = 1 dan a = 1/3 sehingga nilai koefisien dayanya


16
𝐶𝑝,𝑚𝑎𝑘𝑠 = 27 = 0,593 (2.23)
2.2.2 Momentum Angular

Gambar 2.2 Rotasi Angular Bilah


Sumber: Ingram, (2005)
Gambar 2.2 menunjukan bahwa notasi 𝜔 digunakan untuk menjelaskan kecepatan angular wake
(interaksi udara setelah bila d- dengan bilah) dan 𝑣 kecepatan angular bilah. Persamaan matematis
sederhana momentum angular adalah
𝐿 = 𝐼𝑣
(2.24)

Momen inersia sebuah Annulus bilah pada Gambar 2.2 adalah


𝐼 = 𝑚𝑟 2 (2.25)

Sehingga didapatkan persamaan matematis torsi dimana adalah perubahan momentum angular
per satuan waktu yakni,
𝑑𝐿 𝑑𝑙𝑣 𝑑𝑚 2
𝜏= = = 𝑟 𝑣 (2.26)
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑑𝜏 = 𝑑𝑚̇𝑣𝑟 2 (2.27)

Jika 𝑑𝑚̇ dijabarkan dalam bentuk berikut


𝑑𝑚̇ = 𝜌2𝜋𝑟𝑑𝑟𝑈𝑑 − (2.28)

Maka persamaan perubahan torsi dinyatakan dalam bentuk berikut


𝑑𝑚̇ = 𝜌𝑈𝑑_ 𝑣𝑟 2 2𝜋𝑟𝑑𝑟 (2.29)

Sesuai dengan persamaan Benouli untuk menyatakan perbedaan tekanan pada bagian bilah tepat
sebelum dan setelah bilah yaitu
1 1
𝜌𝑑 + 𝑈2𝑑 + 𝑝𝑑+ + 𝜌𝑑+ 𝑔ℎ𝑑+ = 𝜌𝑑 − +𝑈2𝑑− + 𝑝𝑑− + 𝜌𝑑− 𝑔ℎ𝑑− (2.30)
2 2

Dimana ℎ𝑑+ = ℎ𝑑− dan 𝜌 incompressible maka dapat disederhanakan dalam bentuk berikut.
1
𝑝𝑑+ − 𝑝𝑑− = 𝜌(𝑈2𝑑− − 𝑈2𝑑+ ) (2.31)
2

Jika digunakan hubungan kecepaatn angular dengan kecepatan linear dimana kecepatan angular
udara relatif terhadap bilah meningkat dari 𝑣 menjadi 𝑣 + 𝜔 maka,
1
𝑝𝑑+ − 𝑝𝑑− = 𝜌[{(𝑈2𝑑− − 𝑈2𝑑+ )}] (2.32)
2

Dapat disederhanakan menjadi bentuk berikut


1
𝑝𝑑+ − 𝑝𝑑− = 𝜌(𝑣 + 𝜔)𝜔𝑟 2 (2.33)
2

Hasil dari thrust pada elemen anular dalam bentuk dt dinyatakan dalam bentuk berikut.
1
𝑑𝑇 = (𝑝𝑑+ − 𝑝𝑑− )𝐴 = [(𝑣 + 𝜔) 𝜔𝑟2 ] 2𝜋𝑟𝑑𝑟 (2.34)
2

Definisikan faktor induksi angular (a’)


𝜔
𝑎′ = (2.35)
2𝑣

Saat memasukan rotasi wake ke dalam analisis, maka faktor induksi angular digunakan. Faktor
induksi angular dari sebuah turbin angin didefisinikan sebagai rasio kecepatan angular yang
dibangkitkan pada aliran udara (wake) dibandingkan dengan kecepatan angular rotasi angin.
Daerah aliran udara terbagi dua, sebelum turbin dan sesudah turbin dengan rotasi wake hanya
terdapat pada arah aliran udara setelah disk maka rotasi wake dibagi dua (Ingram, 2005).
Berdasarkan Persamaan 2.35 thrust dinayatkan dalam bentuk berikut.
1
𝑑𝑇 = 4𝑎′ (1 + 𝑎′ ) 2 𝜌𝑣 2 𝑟2 2𝜋𝑟𝑑𝑟 (2.36)

Jika Persamaan 2.17 menyatakan thrust dengana menggunakan komponen faktor induksi aksial
disubtitusikan dengan Persamaan 2.36 maka didapatkan
𝑎(1−𝑎) 𝑣2 𝑟 2
= = 𝜆2𝑟 (2.37)
𝑎′ (1−𝑎′ ) 𝑈2∞

Dimana 𝜆𝑟 adalah local speed ratio. Tip speed ratio (TSR) didefinisikan sebagai rasio kelajuan
ujung bilah terhadap kelajuan angina sebagai berikut.
𝑣𝑅
𝜆=𝑈 (2.38)

Didapatkan hubungan antara local speed ratio dengan TSR sebagai berikut
𝑣𝑅 𝑟
𝜆𝑟 = = 𝜆 (2.39)
𝑈∞ 𝑅

2.3 Aerodinamika pada Airfoil

Airfoil adalah bentuk geometri spesifik yang digunakan untuk membangkitkan gaya
aerodinamis dari adanya aliran fluida di sekitarnya. Beberapa istulah yang digunakan untuk
menjelaskan bentuk airfoil dijelaskan dalam Gambar 2.3. Data dimensi airfoil biasanya
dinyatakan dalam bentuk koordinat titik-titik penyusun kurva airfoil (Refan & Hangan, 2012)

Gambar 3.3 Geometri airfoil S1210


Sumber: (Refan & Hangan, 2012)

Gambar 3.4 Gaya yang bekerja pada airfoil


Sumber: (Refan & Hangan, 2012)

Gaya aerodinamis yang dibangkitkan oleh adanya interaksi antara gerakan fluida di sekitar airfoil
dengan airfoil terdiri dari
1. Gaya angkat (FL) dibangkitkan oleh adanya perbedaan tekanan antara abgian atas dan
bagian bawah, dimana memiliki arah yang tegak lurus dengan arah datangnya fluida
(Refan & Hangan, 2012).

1
𝐹𝐿 = 𝐶𝐿 𝜌𝑈 2 𝐴
2

2. Gaya hambat (FD) dibangkitkan oleh adanya gaya friksi (viskositas) akibat interaksi aliran
fluida dengan benda atau dalam hal ini dengan airfoil dimana memiliki arah parallel
dengan arah datangnya fluida (Refan & Hangan, 2012)

1
𝐹𝐷 = 𝐶𝐷 𝜌𝑈 2 𝐴
2

2.4 Bentuk Rancangan Bilah Inverse Taper

Gambar 3.5 Bentuk-bentuk rancangan bilah


Sumber: (Alfaridzi, 2020)

Bentuk bilah dibedakan oleh persebaran panjang chord dari pangkal ke ujung seperi pada
Gambar 3.5. bentuk bilah taperless memiliki panjang chord yang sama disetiap radius bilah. Bentuk
bilah taper memiliki bentuk dengan persebaran panjang chord yang semakin kecil ke ujung
sedangkan inverse taper memiliki bentuk kebalikannya. Istilah semi-inverse taper merupakan
bagian dari bentuk inverse taper dengan ketentuan panjang chord yang membersar ke ujung
maksimal 20% atau dijelaskan dalam rasio chord pangkal dibandingkan dengan chord ujung sebesar
1;1,2. Terdapat keunggulan dari bentuk bilah dengan 𝜆𝑜𝑝𝑡𝑖𝑚𝑎𝑙 yang rendah yang mana dimiliki oleh
bentuk inverse taper (Alfaridzi, 2020) yakni sebagai berikut.

1. Memiiki efisiensi yang tinggi pada kecepatan angina yang rendah

2. Start-up yang rendah

3. Mengatasi masalah noise

4. Mengurangi efek erosi pada daerah dengan leading edge pada airfoil karena memiliki
rotasi yang lambat.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian


Alur Penelitian ditunjukan dalam diagram alir pada Gambar 4.1 sebagai berikut.
3.2 Data Penelitian
3.2.1 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang diguanakn pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
A. Alat
1. Mesin CNC
2. Mesin Gerinda
3. Mesin Amplas
4. Laptop
5. Turbin Angin TSD 500 dengan tipe generator 3-fase permanent magnet synchronous
generator (PMSG) cogging-less, rotasi maksimum 1000 rpm.
6. Anemometer Vortex
7. Alat ukur keluaran daya dengan pengukuran arus listrik menggunakan LEM CKSR
G-NP dan Tengan denagn voltage divider ± 1%
B. Bahan
1. Bilah Kayu Mahoni
2. Amplas ukuran 40, 80, 120, 240, dan 400
3. Dempul Mobil
4. Plitur Kayu
3.2.2 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk menentukan metode yang tepat dalam merancang,
memprediksi performa, dan menguji turbin angin. Data yang didapat melalui ebook, jurnal,
artikel dan modul.
3.2.3 Perancangan Dimensi Bilah
Perancangan bilah yang dilakukan yakni memiliki target koefisien daya sebesar 0,3.
Nilai target koefisien daya tersebut didasarkan pada koefisien daya maksimal hasil uji wind
tunnel dan Particle Image Velocimetry (PIV) pada bilah inverse taper dengan jenis airfoil
Clark Y dan jumlah bilah tiga pada penelitian yang dilakukan Saoke (2015).
Tabel 4.1 Parameter Rancangan Bilah
Parameter Nilai Keterangan
𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 500 W Spesifikasi TSD 500
𝑈∞ 𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑 12 m/s Batasan XFOIL
𝜂𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑙𝑒𝑟 0,9 Spesifikasi TSD 500
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 1,204 kg/m3 Asumsi pada suhu
20oC
𝑣𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 1,57 x 10-5 m2/s Asumsi pada suhu
20oC
𝑀𝑎𝑐ℎ 0 𝑈∞ 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 < 𝑈𝑠𝑢𝑎𝑟𝑎
𝑁𝑐𝑟𝑖𝑡 9 Asumsi lingkaran
terowongan standar
Innermost Station/Hub 0,17 m Sesuai dimensi TSD
500

Parameter rancangan bilah ditentukan berdasarkan keterangan pada Tabel 4.1. Bilah turbin
angin pada penelitian ini dirancang dan diimplementasikan dengan menggunakan jenis airfoil
S1210. Pemilihan airfoil atas dasar hasil seleksi yang telah dilakukan oleh Salgado, (2017) pada
nilai Re yang rendah dimana nilai Re berbanding lurus dengan kecepatan angin. Airfoil S1210
memiliki nilai GRmaks tertinggi.
Tabel 4.2 Variasi Parameter Rancangan
TSR Rasio Panjang
Chord Ujung:
Pangkal
1,05
3
1,10
1,15
1,20
1,05
4
1,10
1,15
1,20
1,05
5
1,10
1,15
1,20

Varasi parameter rancangan pada Tabel 4.2 menunjukan dua belas variasi dimensi bilah.
Terdapat dua parameter yang divariasikan, yakni TSR dan rasio panjang chord ujung dengan
pangkal.

3.3 Prosedur Pengambilan Data


3.3.1 Simulasi Rancangan Bilah
Data rancangan tersebut disimulasikan dengan menggunakan software Qblade. Simulasi
rancangan bilah bertujuan untuk menganalisis karakterisitik koefisien daya pada setiang rentang
TSR. Setiap desain bilah memiliki titik operasi optimal pada suhu titik TSR tertentu. Grafik yang
didapatkan nantinya digunakan untuk menyatakan koefisien daya bilah pada setiap kombinasi
kecepatan angin dengan kecepatan rotasi bilah. Metode yang digunakan pada software Qbade
dalam menyimulasikan performa bilah adalah BEM. Adapun langkah-langkah dapat
menyimulasikan sebagai berikut.
1. Data polar 𝐶𝐿 , 𝐶𝐷, 𝐶𝐿 /𝐶𝐷, airfoil S1210 disimulasikan pada toolbox XFOIL setiap nilai Re
posisi ke-n
2. Ekstrapolasi 360o dilakukan agar proses iterasi metode BEM pada Qblade dapat
berlangsung.
3. Data dimensi bilah pada modul blade design diinput setiap posisinya yang meliputi radius,
chord, twist, airfoil dan polar.
4. Grafik Cp-TSR pada modul rotor simulation diekspor datanya ke dalam format .csv.
3.3.2 Seleksi Rancangan Dimensi Bilah
Seleksi rancangan dimensi bilah dilakukan untuk mendapatkan satu rancangan dimensi
terbaik. Adapun proses seleksi rancangan dimensi bilah dilakukan dalam tiga tahap, yakni
1. Seleksi lebar innermost station/hub < 15,5 sebagai batas instalasi pada turbin angina TSD-
500
2. Rancangan dimensi bilah dengan Cp maks ≤ 0,3 disortir karena tidak memenuhi target
perancangan bilah
3. Rancangan bilah dengan rentang TSR Cp = 0,3 terbesar dipilih. Jika didefinisikan ke
dalam suatu sistem kendali, TSR dinyatakan menjadi variabel terkontrol dan rotasi bilah
menjadi variabel bebas. Setiap kecepatan angina tertentu, sistem kendali turbin angina
memiliki tujuan untuk menjaga nilai TSR konstan dititik optimalnya dnegan memberikan
resistansi mekanik (torsi rem) pada generator untuk mengatur kecepatan rotasi bilah.
Sistem kendali turbin angina membutuhkan waktu dalam mengendalikan hal tersebut
sedangakn kecepatan angina terkadang berubah ubah dalam wakt singkat. Grafik Cp dan
TSR memiliki bentuk landai dipilih agar kendali berjalan terlambar maka daya yang
dihasilkan tidak memiliki selisih yang besar dengan daya maksimalnya pada suatu nilai
kecepatan angin.

3.3.3 Pengujian Lapangan


Pengujian lapangan dilaksanan dengan tujuan memperoleh karakteristik keluaran daya
turbin angin terhadap besar kecepatan angin secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai