Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus Psikiatri Kepada Yth:

GANGGUAN MENTAL ORGANIK


PADA ANAK DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIS

Penyaji : Thomas Silaban


Pembimbing : Prof. dr. H. M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ(K-AR)
Moderator : dr. M. Surya Husada, M.Ked(KJ), Sp.KJ
Hari/Tanggal : Selasa, 13/07/2021
Tempat : Gedung Pendidikan Dokter Lt. II Rumah Sakit
Jiwa Prof. dr. Muhammad Ildrem Medan

I. PENDAHULUAN
A. GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Gangguan mental organik didefinisikan sebagai gangguan dimana
terdapat suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak,
penyakit cerebrovaskuler, intoksifikasi obat). Sedangkan gangguan
fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang
dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia, Depresi). 1
Dari sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan
pengobatan gangguan yang disebut organik dan psikiatri dihubungkan
dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional. Di dalam DSM IV
diputuskan bahwa perbedaan nama antara gangguan organik dan
fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama.
Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM IV-TR
sekarang disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik
Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu kondisi medis
umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain. 2
Penyakit kronik seperti penyakit ginjal kronik memerlukan
pengobatan yang lama untuk mempertahankan hidup. Efek samping dari
komplikasi dan pengobatan yang sering dijumpai diantaranya kelainan
psikiatri dan perlu diperhatikan untuk mencapai kesembuhan. Angka
kejadian penyakit ginjal kronik adalah 18,5 hingga 58,3 per 1.000.000

1
anak. Di Indonesia, angka kejadian di RSCM Jakarta antara tahun 1986
sampai tahun 1988 dilaporkan 21 dari 252 anak menderita penyakit ginjal
kronik.3
Prevalensi gangguan psikiatri pada anak dengan penyakit ginjal
kronik adalah 52,6%. Gangguan yang paling banyak terjadi gangguan
penyesuaian (18,4%), gangguan depresi (10,3%) dan gangguan
neurokognitif (7,7%), sisanya gangguan kecemasan sebanyak 2,6%. 4

Pada tulisan ini akan dilaporkan sebuah kasus gangguan mental


organik dan penyakit ginjal kronik pada seorang anak laki-laki 15
tahun 11 bulan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu keadaan penurunan fungsi


ginjal yang bersifat tidak reversibel, dengan akibat terjadinya penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG), sedangkan beberapa penulis lain
menyebutkan PGK sebagai keadaan kerusakan ginjal yang tidak mampu
lagi mempertahankan homeostasis tubuh. 3 Definisi yang tercantum dalam
clinical practice guidelines for CKD menyebutkan bahwa seorang anak
3,5
dikatakan menderita PGK bila terdapat salah satu dari kriteria berikut:
1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yang didefinisikan sebagai
abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa
penurunan glomerular filtration rate (GFR), yang bermanifestasi
sebagai satu atau lebih gejala:
a. Abnormalitas komposisi urin

b. Abnormalitas pemeriksaan pencitraan

c. Abnormalitas biopsi ginjal

2. GFR < 60 mL / menit / 1,73 m 2 selama ≥ 3 bulan dengan atau


tanpa gejala ginjal lain yang telah disebutkan.

2
Chronic kidney disease (CKD) dibagi atas 5 stadium berdasarkan The
National Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-
KDOQI). Stadium tersebut dibuat bertujuan untuk pencegahan,
identifikasi awal kerusakan ginjal, serta tatalaksana selanjutnya
3,6
Klasifikasi penyakit ginjal kronik

Stadium LFG Deskripsi

(mL/menit/1,73m2)
1 >90 Kerusakan ginjal dengan GFR
normal/meningkat

2 60-89
Kerusakan ginjal dengan GFR ringan

3 30-59 Kerusakan ginjal dengan GFR sedang


4 15-29 Kerusakan ginjal dengan GFR berat
Gagal ginjal
5 <15 (dialisis)

Gangguan mental organik menurut PPDGJ III merupakan


gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan sistemik
atau otak yang dapat didiagnosis sendiri, termasuk gangguan mental
simptomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder
dari penyakit atau gangguan sistemik di luar otak, yaitu penyebabnya
ekstraserebral.7
Di dalam DSM IV diputuskan bahwa perbedaan lama antara
gangguan organik dan fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan
dari tata nama. Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam
DSM IV-TR sekarang disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan
Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu
kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain. 2

3
Gambaran utama gangguan mental organik meliputi:8
1. Gangguan fungsi kognitif, misalnya daya ingat, daya pikir, daya
belajar.
2. Gangguan sensorium, misalnya gangguan kesadaran dan
perhatian.
3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Pada ICD 10 membagi gangguan mental menjadi subkelompok,
tergantung pada sifat dari gejala kejiwaan yang disebabkan oleh kelainan
8,9
organik. Gangguan mental organik dapat diklasikasikan menjadi :
1. Dementia
2. Delirium
3. Sindroma amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif
lainnya
4. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik
5. Gangguan kepribadian & perilaku akibat penyakit, kerusakan dan
disfungsi otak
Pada gagal ginjal kronik, gangguan mental organik yang terjadi
adalah gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik. Konsekuensi psikologis sering tidak dimengerti.
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ 3: 7
1. Adanya penyakit, kerusakan, atau disfungsi otak, atau penyakit fisik
sistemik yang diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental
yang tercantum
2. Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan)
antara perkembangan penyakit yang mendasari dengan timbulnya
sindrom mental
3. Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau
dihilangkannya penyebab yang mendasarinya

4
4. Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari
sindrom mental ini (seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau
pengaruh stress sebagai pencetus)

ETIOLOGI
Data dari The North American Pediatric Renal Trials and
Collaborative Studies (NAPRTCS) menyebutkan berdasarkan dari
berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1994 penyebab tersering
gagal ginjal pada anak adalah kelainan kongenital pada ginjal dan saluran
kemih 48% dan kelainan herediter nefropati 10%. 5
Kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya PGK antara lain
riwayat keluarga dengan penyakit polikistik ginjal atau penyakit ginjal
genetik, bayi berat lahir rendah, anak dengan riwayat gagal ginjal akut,
hipoplasia atau displasia ginjal, penyakit urologi terutama uropati
obstruksi, refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran
kemih dan parut ginjal, riwayat menderita sindroma nefrotik atau sindroma
nefritis akut, riwayat menderita sindroma hemolitik uremik, riwayat
menderita Henoch Schoenlein Purpura, diabetes mellitus, lupus
eritematosus sistemik, dan riwayat menderita tekanan darah tinggi. 3 Data
di Australia dan Selandia Baru menunjukkan 3 penyebab terbanyak gagal
ginjal terminal pada anak adalah glomerulonephritis 32,5%, kelainan
struktural (hypoplasia/dysplasia, katup uretra posterior atau refluks
nefropati) 35,8% dan penyakit kista 31,7%.9

1. Diagnosis
Pada waktu investigasi dan diagnosis ditegakkan dapat
menimbulkan keadaan cemas, ketakutan, dan rasa tidak percaya
yang digambarkan dengan timbulnya distress emosional. Pada
sebuah studi didapati prevalensi gangguan kecemasan pada anak
dengan gagal ginjal kronik pada awal diagnosa sebesar 37,2%.

2. Selama Pengobatan
Selama pengobatan dapat menyebabkan distress yang disebabkan
hemodialisa dan perawatan yang berkepanjangan serta komplikasi

5
yang mungkin terjadi. Frekuensi depresi pada pasien sebelum
hemodialisa sebesar 25% namun depresi meningkat pada pasien
gagal ginjal setelah hemodialisa sebesar 75-83,8%.
Manifestasi uremia pada gagal ginjal dapat menyebabkan
akumulasi toksin pada berbagai organ termasuk otak yang dapat
menyebabkan ensefalopati dan komplikasi neuropsikiatrik. Pada
pasien anak dengan gagal ginjal dapat terjadi penurunan perhatian
(attention deficit) dengan prevalensi sebesar 5,3%.10

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis PGK dapat bervariasi tergantung dari penyakit
yang mendasarinya, dapat berupa gejala uremia : letargis hingga
ensefalo- pati, edema, hipertensi, hematuria, dan proteinuria. Pada
stadium lanjut pasien tampak pucat, gagal tumbuh dengan perawakan
pendek, dan menderita kelainan tulang. Pada pemeriksaan urinalisa
didapat hematuria, proteinuria, atau berat jenis urin yang rendah. Dijumpai
anemia normositik akibat sintesis eritropoetin yang menurun, peningkatan
ureum dan kreatinin, hiperkalemia, hiponatremia, hipokalsemia,
hiperfosfatemia, hiperurikemia, hipo-albuminemia, serta peningkatan
kadar trigliserida dan kolesterol darah.3,5
Gambaran klinis pada anak gagal ginjal kronik dapat bersifat nyata seperti
munculnya depresi atau mood kecemasan dengan manifestasi berupa
bertambah parahnya gejala somatik yaitu sulit bernafas, nyeri, atau
kelelahan, serta timbulnya komplain neuropsikiatri. 10
Untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal kronik, anamnesis
merupakan petunjuk yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang
mendasari. Namun demikian pada beberapa keadaan memerlukan
pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang diperlukan untuk
mengetahui beratnya PGK adalah sebagai berikut: 2
 Darah lengkap: hemoglobin, leukosit, trombosit, differential count,
hapusan darah.
 Kimia darah: Serum elektrolit (K, Na, Ca, P, Cl), ureum, kreatinin,

6
serum albumin, total protein, asam urat,analisa gas darah,kadar
hormon paratiroid
 Pemeriksaan urin: albumin/protein, sedimen urin
 Laju Filtrasi Glomerulus dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus Haycock-Schwartz:
LFG = ( K x h )

Pcr

Pcr: kadar kreatinin dalam plasma (µmol/L atau mg/dL)


 Pemeriksaan khusus yang diperlukan sesuai dengan penyakit yang
mendasari: ultrasonografi ginjal, urinalisis, pemeriksaan mikroskop
urin, kultur urin, dan biopsi ginjal.

TATALAKSANA
Secara garis besar penatalaksanaan PGK dapat dibagi 2 golongan,
yaitu: pengobatan konservatif dan pengobatan pengganti. Di negara yang
telah maju penanganan konservatif pasien PGK hanya merupakan masa
antara sebelum dilakukan dialisis atau transplantasi, sehingga tanggung
jawab dokter disini adalah untuk menjaga pasien agar stabil dan agar
pembuluh darah, otot jantung, retina dan tulang harus dipertahankan
seutuhnya. Sebaliknya di negara berkembang penanganan konservatif
masih merupakan titik akhir dan tanggung jawab dokter di sini menjaga
kualitas hidup pasien selama beberapa bulan sebelum ajalnya.2,5
Pada umumnya pengobatan konservatif masih mungkin dilakukan
bila klierens protein >10mL/menit/1,73m2. Tujuannya adalah
memanfaatkan faal ginjal yang masih ada, menghilangkan berbagai faktor
pemberat dan bila mungkin memperlambat progresifitas gagal ginjal.
Pengobatan konservatif antara lain berupa pengobatan anemia yang
disesuaikan dengan penyebabnya. Pengendalian hipertensi dengan diet
rendah garam, menurunkan berat badan dan berolahraga ataupun
pemberian obat-obat antihipertensi. Mencegah terjadinya gagal jantung
serta mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan

7
pada anak penderita PGK. Pemberian diet yang mencukupi semua nutrien
esensial, mengurangi terjadinya akumulasi nitrogen sampai seminimal
mungkin, menghindari masukan elektrolit yang berlebihan.2
Pengobatan pengganti pada anak PGK tidak hanya bertujuan untuk
memperpanjang hidup anak, namun juga untuk meningkatkan kualitas
hidup secara keseluruhan, dengan tujuan utama adalah kehidupan masa
dewasa yang lebih baik. Suatu penelitian di Turki menyebutkan angka
harapan hidup anak dengan end-stage renal diasese yang menjalani
terapi pengganti baik berupa dialisis dan transplantasi mencapai 67%. 12
Indikasi tindakan dialisis pada bayi, anak, dan remaja sangat bervariasi
dan tergantung dari status klinis pasien. Tindakan dialisis baik peritoneal
dialisis (PD) maupun hemodialisis (HD) harus dilakukan sebelum LFG <10
ml/menit/1,73m2. Indikasi absolute untuk tindakan awal dialisis kronik pada
anak dengan gagal ginjal adalah hipertensi tidak terkendali, hipertensi
ensefalopati, gagal jantung, kardiomiopati, perikarditis tamponade,
neuropati perifer: parestesis, disfungsi motorik, ostedistrofi ginjal:
kalsifikasi tersebar, deformitas tulang, depresi sumsum tulang: anemia
berat, leukopenia.Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk
pengobatan PGK tahap akhir. Indikasi transplantasi ginjal adalah pasien
gagal ginjal tahap akhir dengan gagal tumbuh berat atau mengalami
kemunduran klinis setelah mendapat pengobatan yang optimal. 2
Pasien dengan penyakit kronik termasuk gagal ginjal kronik
cenderung sering untuk memiliki gangguan psikiatri. Yang pertama kali
dapat dilakukan sebagai preventif adalah dengan memberikan semangat,
menjelaskan kepada keluarga untuk mengerti mengenai diagnosis dan
tatalaksana penderita, menjelaskan bahwa gejala yang timbul tidak
bersifat menetap, menganjurkan pasien untuk rajin kontrol, demikian jika
pasien sudah di rumah, tetap untuk mengadakan komunikasi. Tatalaksana
spesifik yang dikerjakan adalah pemberian obat antidepresan, obat-obat
penghilang rasa nyeri, mengajak diskusi untuk memecahkan masalah
yang ada, terapi perilaku kognitif, mengajak turut serta keluarga untuk
berdiskusi.10

8
III. LAPORAN KASUS
ANAMNESIS PSIKIATRIK
1. Identitas Pasien
NSS, laki-laki, 15 tahun 11 bulan, BB = 50 kg, TB = 165 cm,
anak pertama dari dua bersaudara, suku batak, agama Islam, SMA.
Pasien berobat rawat inap RS HAM dibawa oleh ibu penderita tgl
30 Juni 2021 dan dikonsulkan ke poli psikiatri.
Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita, usia 39 tahun,
ibu rumah tangga. Pendidikan SMA, akrab dengan penderita,
kesan dapat percaya.
2. Keluhan utama
Pasien meraung-raung mengeluhkan sakit dan gelisah
mencabut infus.
3. Riwayat perjalanan penyakit sekarang (diperoleh dari
Alloanamnesis)
Pasien meraung-raung kesakitan pada bagian perut dan
tidak berkurang walaupun sudah diberikan obat penghilang rasa
nyeri, pasien terus-menerus merasa kesakitan sehingga pasien
mengalami sulit tidur, sering mengeluhkan sakit pada bahu kanan,
riwayat sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan
tersebut selama menjalani pengobatan. Pasien juga mengeluhkan
gatal seluruh tubuh yang tidak berkurang walaupun sudah diberi
obat dan digaruk oleh ibu pasien. Riwayat demam sebelumnya
dijumpai, riwayat kejang tidak ada.
Pasien pertama kali didiagnosa gagal ginjal kronik bulan Juni
2021, dimana diagnosis ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lanjutan. Setelah itu pasien
rutin menjalani pengobatan gagal ginjal kronik dan hemodialisa tiap
3x/minggu.

9
4. Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat gangguan mental emosional sebelumnya : tidak ada
Riwayat gangguan psikosomatik : tidak ada
Riwayat gangguan neurologi : tidak ada
Riwayat penggunaan zat terlarang : tidak ada
5. Riwayat kehidupan pribadi
Riwayat prenatal :
- Selama dalam kandungan kesehatan fisik dan mental ibu os
baik. Kebiasaan merokok, minum alkohol, narkoba dan minum
jamu tidak ada. Selama hamil ibu tidak menderita demam,
hipertensi, DM, sakit lainnya.Saat hamil ibu berusia 24 tahun.
- Lahir di rumah bersalin, ditolong bidan, cukup bulan, lahir
secara spontan, segera menangis, BBL: 3500 gram dan PBL:
47 cm.
Riwayat masa bayi, balita, kanak-kanak :
- Minum ASI sampai usia 6 bulan dan diteruskan dengan bubur
pada usia 6-8 bulan, nasi tim pada usia 9-11 bulan,sejak usia 1
tahun penderita makan nasi.
- Riwayat imunisasi kesan lengkap.
- Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usianya.
6. Riwayat keluarga :
- Ayah : batak, agama Islam, SMA, wiraswasta,banyak
teman, bergaul,merokok, tidak berjudi, dekat, dan
sayang dengan penderita
- Ibu : batak, agama Islam, Ibu rumah tangga, SMA,
suka bergaul,dekat dan sayang pada os
- Riwayat gangguan mental dalam keluarga: tidak ada
- Kondisi sosial ekonomi : Cukup
- Stressor psikososial : tidak ada
- Riwayat bunuh diri : tidak ada

PEMERIKSAAN PSIKIATRI

10
1. Penampilan:
Berat dan tinggi badan pasien sesuai dengan usianya, berpakaian
rapi, wajah bersih, tidak tampak adanya kelainan atau cacat fisik,
selama dalam wawancara pasien kurang kooperatif.
2. Mood :
Cemas.
3. Orientasi dan persepsi
Normal
4. Mekanisme coping
Tidak dapat dinilai
5. Integrasi neuromuskuler
Tidak dijumpai kelainan
6. Proses berfikir dan verbalisasi
Proses pikir tidak dapat dinilai dan produktivitas bicara sedikit
7. Fantasi
Tidak dapat dinilai
8. Super ego
Tidak dapat dinilai
9. Konsep diri
Tidak dapat dinilai
10. Kewaspadaan terhadap masalah
Tidak dapat dinilai
11. Perkiraan IQ : tidak dapat dinilai

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata : Sens: CM, T : 36,60C, BB: 50 kg, TB: 165 cm.
Anemis (-), sesak (-), biru (-), edema (-), kuning (-)
Status lokalisata:
Kepala : mata RC +/+, pupil isokor, konjungtiva palpebra inferior pucat
(+),
Telinga/Hidung/Mulut : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

11
Torak : simetris fusiformis, retraksi (-)
HR : 92 x/menit, reguler, desah (-)
RR : 24 x/menit, reguler, ronki (-)
Abdomen : soepel, peristaltik (+) normal hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : pols 92 x/menit, reguler, t/v cukup,TD 120/70 mmHg

PEMERIKSAAN NEUROLOGI
- Sensorium : kompos mentis
- Tanda perangsangan meningeal : tidak ada
- Tanda peninggian tekanan intra kranial : tidak ada
- Sistem motorik :
- Kekuatan otot :
55555 55555
55555 55555

- Refleks fisiologis : positif (normal)


- Refleks patologis : negatif
- Nervus I-XII : normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorax: gambaran bronkopneumonia
USG Ginjal: kesan contracted kidney

Laboratorium 1 Juli 2021 :

Parameter Nilai Normal Parameter Nilai Normal

Hemoglobin 6,6 g/dL 10,3-17,9 g/dL KGD 94 40-60 mg/dl

Hematokrit 19,9 % 31-59% BUN 52 mg/dl 7-19 mIU/mL

Leukosit 7.150 /mm3 5000-19.000/mm3 Ureum 111 mg/dL 15-40 U/L

Trombosit 189.000/mm3 229.000- Kreatinin 8,93 mg/dl 0,6-1.1


553.000/mm3

MCV 85 fl 82-126 fl

12
Parameter Nilai Normal Parameter Nilai Normal

MCH 28,1 pg 26-38 pg Ca 5,8 8,4-10,2

MCHC 33,2 g/dl 25-37 g/dl Na 131 135-155

Eosinofil 0,6 % 1-3 % K 3,1 3,5-5,5

Basofil 0,4 % 0-1 % Cl 98 96-106

Neutrofil 75,8 % 50-70 %

Limfosit 13,1 % 20-40 %

Monosit 10,1 % 2-8 %

PT 12,9 13,9
INR 0,95 0,8-1,3
APTT 26,2 31,4
TT 21 14,8

DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS MULTI AKSIAL
Aksis I : F 06.8 Gangguan mental lainnya yang ditentukan akibat
gagal ginjal kronik
Aksis II : tidak ada diagnosis
Aksis III : gagal ginjal kronis
Aksis IV : Tidak ada diagnosis
Aksis V : GAF scale 60-51 (gejala sedang (moderat), disabilitas
sedang)

PENATALAKSANAAN
- Psikoedukasi
- Aripiprazole 1 x 2 mg
- Parasetamol 3 x 500 mg
- Rencana melanjutkan hemodialisa

13
III. DISKUSI
Telah dilaporkan suatu kasus gangguan mental organik pada
seorang anak laki-laki berusia 15 tahun 11 bulan. dengan diagnosis aksis I
ditegakkan sebagai gangguan mental organik sesuai dengan kriteria
diagnosis PPDGJ-III, dimana gejala-gejala tersebut mulai terjadi setelah
didiagnosa gagal ginjal kronis. Pada aksis II tidak ada diagnosis karena
tidak adanya gangguan kepribadian yang dijumpai. Pada aksis III
ditemukan juga gangguan medis lainnya, berupa gagal ginjal kronis. Pada
aksis IV tidak ada diagnosis sebab os tidak ada permasalahan dalam
hubungan sosial. Pada aksis V, penilaian GAF Scale satu bulan terakhir
adalah 60-51, gejala sedang, disabilitas sedang.
Penatalaksanaan pasien dengan penyakit kronik cenderung sering
untuk memiliki gangguan psikiatri. Yang pertama kali dilakukan sebagai
preventif adalah dengan memberikan semangat, menjelaskan kepada
keluarga lain untuk mengerti mengenai diagnosis dan tatalaksana
penderita, menjelaskan bahwa gejala yang timbul tidak bersifat menetap,
menganjurkan pasien untuk rajin kontrol, demikian jika pasien sudah di
rumah, tetap untuk mengadakan komunikasi.
Tatalaksana spesifik yang dikerjakan adalah pemberian obat
antidepresan, penghilang rasa nyeri, mengajak diskusi untuk
memecahkan masalah yang ada, terapi perilaku kognitif, mengajak turut
serta keluarga untuk berdiskusi.
Prognosis gangguan mental organik pada penyakit kronik ragu-
ragu menuju buruk. Pasien mencapai usia pubertas namun belum
memiliki pasangan. Selain itu pasien akan terus mendapatkan pengobatan
dan hemodialisa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 1993; 49-83.

14
2. WHO. The ICD-10 classification of mental and behavioural
disorders: diagnostic criteria for research. Geneva: World Health
Organization; 1993.
3. Sekarwana N. Chronic Kidney Disease. Noer MS dkk, ed.
Kompendium nefrologi anak, UKK Nefrologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta. 2011; 215-22.
4. Bakr A, Amr M, Sarhan A. Psychiatric disorders in children with
chronic renal failure. Pediatr Nephrol. 2007; 22 (1): 128-31.
5. Harambat J, Stralen KJ, Kim JJ, Tizard EJ. Epidemiology of chronic
kidney disease in children. Pediatr Nephrol. 2012; 27: 363-73.
6. Massengill SF. Ferris M. Chronic kidney disease in children and
adolescents. Peds in review. 2014;35:16-27
7. Gangguan mental organik. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa,
rujukan ringkas PPDGJ III. Edisi ke-3. Jakarta: Bagian ilmu
kedokteran universitas Atmajaya. 2003. h.22-7.
8. Gontard AV. Developmental disorder Gontard AV. Textbook of child
of adolescent mental health. 2012. h. 1-14.
9. Orr N, Mc Donald SP, Hennig P, Craig JL. Frequency, etilogy, and
treatment of childhood end-stage kidney disease in Australia and
New Zealand. Pediatr Nephrol. 2009; 24: 1719-26.
10. Rasheed EM, Tolba SAR, Raya RM, El-Nabarawy SHM.
Prevalence of psychiatric disorders in children with chronic kidney
disease in Zagazig University Hospitals. The Egyptian Journal of
Hospital Medicine. 2020; 80(3):1054-59.
11. Stahl. SM. Tofranil. Dalam: Stahl SM. Penyunting. Buku Essential
psycopharmacology the prescriber’s guide. Cambridge. Cambridge;
2005. h. 223-8.
12. Rahmawati W, Muryawan H, Prabowo F. Renal imaging in children
with chronic kidney disease. Paediatrica Indonesiana. 2013;
53:193-9.

15

Anda mungkin juga menyukai