Anda di halaman 1dari 6

Assalamu’alaikum, Warahmatullahhi Wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim

Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah, marilah kita tidak henti-


hentinya memanjatkat puji syukur kepada Allah, karena dengan nikmat-
Nya, Allah masih memberikan kita kesempatan untuk hadir dalam acara
mulia ini.

Solawat teriring salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita


Nabi Muhammad SAW, dengan bersama-sama kita lafalkan “Allahumma
shalli ala sayyidina Muhammad wa alaa alihi sayyidina Muhammad.”

Semoga dalam acara mulia ini, kita semua mendapatkan rahmat dan
ampunan Allah SWT. dikarenakan Nabi Muhammad telah bersabda,
“Tidaklah suatu kaum yang duduk di rumah Allah mereka mempelajari
Qur’an, mereka mempelajarinya, kecuali malaikat mengepakkan sayapnya”

Salah satu sifat orang beriman adalah sanggup meninggalkan


perbuatan yang sia-sia (lagha) semata-mata karena mengharap ridha
Allah. Sebab perbuatan sia-sia itu tidak diridhai oleh Allah, bukan
contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam serta bukan pula
karakter orang-orang beriman.

Allah menyebutnya  dalam ayat:

ُ ‫َ و ا َّلذينَ ُه ْم َع ِن ال َّل ْغ ِو ُم ْع ِر‬


َ‫ضون‬ َ
Artinya: ” dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna,.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 3).

Kalau perbuatan atau tingkah laku atau perkataan sudah banyak yang
percuma dan sia-sia, itu menunjukkan pribadinya memang senilai itu
rendahnya. Karena itu, di suatu pertemuan, pembicaraan atau majelis
tertentu, pribadi-pribadi seseorang dapat diukur menurut nilai tingkah
laku dan ucapannya.
Demikian pula status yang diunggah di jejaring sosial, itu pun
menunjukkan kepribadiannya. Apakah pribadi sia-sia, pribadi tak
berguna atau bermanfaat bagi orang banyak. Pepatah mengatakan
“Bahasa menunjukkan bangsa”. Ada pepatah lain menyebutkan,
“Barangsiapa yang banyak main-mainnya, dipandang orang ringanlah
nilai dirinya.”

Oleh karena itu, setiap pribadi orang beriman, ia senantiasa


memperhatikan kata-katanya dalam berbicara, baik bicara langsung
secara tatap muka, di mimbar, media, dalam tulisan, pesan singkat
atau dalam mengunggah status. Sebab, sebagaimana ciri-ciri orang
beriman di dalam awal Surat Al-Mu’minun, yakni mampu menjauhkan
diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, yang sia-sia,
atau lagha.

Sebagian dari ciri orang beriman, yakni ia dapat meninggalkan


perkataan dan perbuatan sia-sia. Dan itu pula yang merupakan
bagian dari ke-Islaman seseorang. Waktu yang dipunyai tiap Muslim
akan diisi hanya dengan hal yang bermanfaat. Sebagaimana
diingatkan oleh baginda Nabi:

‫مِنْ ُح ْس ِن إِ ْسالَ ِم ا ْل َم ْر ِء َت ْر ُك ُه َما الَ َي ْعنِي ِه‬


Artinya: “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan
hal-hal yang tidak bermanfaat.” (H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Cara Meninggalkan Perkara Sia-Sia

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang


khusyu’ dalam shalat nya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan
dan perkataan) yang tiada berguna,” –Q.S. Al Mu’minum, ayah 1-3

Meninggalkan kemaksiatan adalah kewajiban, adapun meninggalkan kesia-siaan


adalah sebuah keutamaan. Modal utamanya adalah keimanan, juga ditambah
kesadaran akan pilihan. Memilih untuk menjadi lebih baik, meninggalkan apa-apa
yang kalah baik.

1. Berniat sungguh-sungguh untuk mengejar ridhoNya


2. Pelajari ilmu agama
3. Perbanyak berdo’a kepada Allah
4. Ciptakan momen perubahan diri
5. Cintai diri sendiri
6. Tahsin bacaan Al-Qur’an, kemudian memperbanyak membaca Al-Qur’an
7. Ikuti Ziayadah Al-Qur’an, Camp Al-Qur’an, dan kegiatan semisalnya
8. Miliki Al-Qur’an saku
9. Miliki cita-cita menghafal Al-Qur’an dan segera memulai menghafalnya
10. Miliki banyak amal sholeh ringan
11. Ciptakan lingkungan yang baik dan kondusif
12. Agendakan kegiatan, hingga agenda pengisi waktu luang disela kegiatan

Penjelasan..

1. Berniat sungguh-sungguh untuk mengejar ridhoNya. Sesungguhnya balasan dari


suatu amal itu tergantung pada niatnya. Sebaik apapun amal, apabila diniatkan
untuk mengejar dunia dan tidak mengharapkan akhirat, maka tidak akan berpahala.
“Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan
mendapatkan sesuai niatnya. ….” (Mutafaqun ‘alaih)

2. Pelajari ilmu agama. Menempuh jalan kebaikan itu berat, kecuali yang didasari
oleh keimanan kepada Allah. Mempelajari ilmu agama, terutama tauhid akan
menyempurnakan iman dan buah keimanan adalah kemudahan dalam beramal
kebajikan. “… Barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka
akan Allah mudahkan jalannya menuju surga. ….” (H.R. Muslim)

3. Perbanyak berdo’a kepada Allah. Tidaklah seseorang dapat menjauhkan dirinya


dari kemaksiatan kecuali dengan pertolongan Allah. Begitu pula dengan perkara
menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia. Oleh karena itu, berdoalah kepada Allah
supaya Allah memberi kemudahan dalam usaha menjauhi perbuatan maksiat dan
perbuatan sia-sia. Toh sebaik-baik do’a adalah meminta petunjuk kepadaNya.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, ….” (Q.S. Al Fatihah, ayah 7)
4. Ciptakan momen perubahan diri. Hidayah itu dikejar. Salah satu hal termudah
mendapatkan hidayah adalah dengan menciptakan momen untuk memperbaiki diri.
Mendaftar pondok, ikut mulazamah, belajar baca kitab, dan lain-lain. Ciptakan
momen yang mampu menjadi titik balik perubahan diri menjadi lebih baik. Jangan
hanya menunggu tanpa usaha, karena itu bukanlah tawakal. “Tawakal adalah
menyandarkan permasalahan kepada Allah dalam mengupayakan yang dicari dan
menolak apa-apa yang tidak disenangi, disertai percaya penuh kepada Allah Ta’ala,
dan menempuh sebab (usaha) yang diizinkan syari’atí.” (Syaikh Ibnu Utsaimin)

5. Cintai diri sendiri. Amal apapun yang dilakukan seseorang akan kembali
kepadanya, baik amal buruk maupun amal baik. Oleh karena itu upaya menyibukkan
diri pada kebaikan adalah upaya nyata untuk memberikan kebaikan pada diri sendiri
dan menghindarkan diri dari keburukan. “Tidak ada balasan kebaikan kecuali
kebaikan (pula).” (Q.S. Ar Rohman, ayah 60)

6. Tahsin bacaan Al-Qur’an, kemudian memperbanyak membaca Al-Qur’an.


Membaca Al-Qur’an merupakan satu diantara sekian banyak amalan ringan yang
sangat disarankan untuk dijadikan kebiasaan. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk
sesegera mungkin melakukan tahsin bacaan Al-Qur’an supaya dapat membaca Al-
Qur’an sesuai standarnya, paling tidak standar minimal, yaitu tidak salah pelafalan
hurufnya hingga mengubah maknanya. Mampu membaca Al-Qur’an sesuai standar
minimal ini hukumnya wajib, karena seorang muslim wajib membaca sura Al-Fatihah
di setiap sholatnya. “Hendaknya setiap orang memperhatikan semua kaidah-kaidah
makharijul huruf ini. Wajib hukumnya dalam kadar yang bisa menyebabkan
perubahan struktur kalimat dan kerusakan makna. Sunnah hukumnya dalam kadar
yang bisa memperbagus pelafalan dan pengucapan ketika membacanya.” (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 10/179, melalui muslim.or.id)

7. Ikuti Ziayadah Al-Qur’an, Camp Al-Qur’an, dan kegiatan semisalnya. Melalui


kegiatan demikian seseorang akan menjadi lebih terbiasa berinteraksi dengan Al-
Qur’an. Karena terbiasa, waktu luang yang dimiliki akan diisi dengan kegiatan
tilawah, murojaah, atau menghafal Al-Qur’an. Dengan demikian akan sanagt sedikit
waktu yang terbuang sia-sia. “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka
itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri” (Q.S. Al Fatir, ayah
29-30)

8. Miliki Al-Qur’an saku. Al Qur’an saku akan sangat membantu untuk


memperbanyak interaksi dengan Al-Qur’an. Meskipun sudah ada fasilitas Al-Qur’an
pada telepon seluler, rasa dan keberkahan memiliki Al Qur’an saku tetap berbeda.
Ketika membukanya pun, tidak akan ada perasaan was-was untuk membuka media
sosial. Para hafidz juga menyarankan untuk memiliki suatu Al-Qur’an pegangan
yang tidak berganti-ganti. “Hendaknya seseorang menggunakan satu mushaf saja
untuk mempercepat hafalan, juga mengingat ayat terakhir dari suatu halaman dan
ayat pertama dari halaman selanjutnya.” (Terjemah bebas dari Penjelasan Syaikh
Dr. Al Muhsin bin Muhammad Al Qosim, imam dan khotib Masjid Nabawi pada situs
ahlalhdeeth.com)

9. Miliki cita-cita menghafal Al-Qur’an dan segera memulai menghafalnya.


Menghafal Al-Qur’an itu berat dan membutuhkan waktu yang lama dan menjaganya
membutuhkan tenaga yang ekstra. Cita-cita yang kuat untuk menjadi penghafal Al-
Qur’an akan membuat seseorang memiliki jadwal khusus, bahkan mengisi setiap
waktu luang di sela-sela kegiatan, untuk berinteraksi dengannya. Seseorang yang
telah menghafal Al-Qur’an juga mendapat kelebihan untuk dapat membaca Al-
Qur’an hanya menggunakan hafalannya. “Bacalah olehmu semua akan al-Quran itu,
sebab al-Quran itu akan datang pada hari kiamat sebagai sesuatu yang dapat
memberikan syafaat -yakni pertolongan- kepada orang-orang yang memilikinya –
yakni yang membacanya, memahaminya, mengingatnya, dan mengamalkannya.”
(Riwayat Muslim)

10. Miliki banyak amal sholeh ringan. Banyaknya variasi amal yang dimiliki
seseorang akan membuat orang tersebut terhindar dari kebosanan. Tatkala bosan
dari suatu amal, ia dapat memperbanyak amal yang lain. Begitu seterusnya. Memiliki
banyak amalan ringan ini juga lebih menjaga seseorang agar dapat istiqomah.
Harapannya, setiap kebaikan itu akan mempermudah pelakunya untuk melakukan
kebaikan lainnya, hingga waktunya selalu dipenuhi dengan kebaikan. “Di antara
balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan
adalah kejelekan selanjutnya.” (Perkataan Para Salaf, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
melalui rumaysho.com)
11. Ciptakan lingkungan yang baik dan kondusif. Lingkungan yang baik akan
mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan dan lingkungan yang kondusif
akan membuat pekerjaannya lebih efisien. Termasuk di dalam perkara ini adalah
menjauhkan telepon seluler dari jangkauan tangan saat menghafal Al-Qur’an,
menyeleksi orang-orang yang dijadikan sahabat, mengikuti diskusi hanya apabila
bermanfaat, dan sebagainya. “Sahabat (yaitu lingkungan pergaulan) itu akan
menyeret.” (Pepatah arab, melalui ustadzariz.com)

12. Agendakan kegiatan, hingga agenda pengisi waktu luang di sela kegiatan. Untuk
memaksimalkan waktu dalam satu hari, seseorang perlu membuat rencana kegiatan
yang akan dilakukan selama satu hari. Rencana ini harus disesuaikan juga dengan
jadwal tetap harian. Rencana dalam satu hari misalnya jam sekian hingga sekian
akan kuliah, kemudian rapat di suatu tempat, dan sebagainya. Jadwal tetap harian
misalnya setelah sholat shubuh tilawah, setelah sholat maghrib mendengarkan
nasihat, jam sembilan malam tidur, dan sebagainya. Agar lebih maksimal lagi,
seseorang perlu mengagendakan pula kegiatan yang akan ia lakukan untuk mengisi
waktu luang di sela kegiatan. Kegiatan itu dapat berupa membaca buku,
mendengarkan ceramah singkat, atau murojaah hafalan. Intinya sibukkan diri
dengan amal kebaikan. “Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti
akan disibukkan dengan hal-hal yang batil.” (Ibnul Qoyyim, Al Jawabul Kaafi hal 156,
Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah, melalui muslimafiyah.com)

Anda mungkin juga menyukai