Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ANALISA SINTESA KETERAMPILAN

(Prosedur medik yang baru dipelajari /tindakan keperawatan yang dilakukan)

Nama : Zahrah Rasyida R.F


NIM : 1810711091

1. Tindakan Keperawatan : Pelatihan ROM (Range of Motion)


Nama klien : Tn. D
Diagnosa medik : Stroke

2. Pengertian:
Pelatihan ROM (Range of Motion) adalah latihan gerak sendi yang memungkinkan
terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. (Potter and
Perry, 2005).

3. Diagnosa keperawatan : Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan


Neuromuskular
4. Tujuan tindakan :
1) Mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi
2) Mengembalikan kontrol motoric
3) Meningkatkan/mempertahankan integritas ROM sendi dan jaringan lunak
4) Membantu sirkulasi dan nutrisi synovial
5) Menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang
mengalami paralisis

5. Prinsip tindakan dan Rasional


6. Persiapan alat :
a. Handuk kecil
b. Lotion/ baby oil
c. Minyak penghangat bila perlu (misalnya:minyak telon)
Cara Kerja :
a. Kaji klien dan rencanakan program latihan yang sesuai untuk klien
b. Memberitahu klien tentang tindakan yang akan dilakukan, area yang
akan digerakkan dan peran kllien dalam latihan
c. Jaga privacy klien
d. Jaga/atur pakaian yang menyebabkan hambatan pergerakan
e. Angkat selimut sebagai mana diperlukan
f. Anjurkan klien berbaring dalam posisi yang nyaman
b. Lakukan latihan sebagaimana dengan cara berikut :

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 1


1) Latihan sendi bahu
4 Pasien dalam posisi telentang
4 Satu tangan perawat menopang
dan
4 memegang siku, tangan yang
lainnya
4 memegang pergelangan tangan.
H Luruskan siku pasien,
gerakan lengan
4 pasien menjauhi dari
tubuhnya kearah
4 perawat (Abduksi).
4 Kemudian Gerakkan lengan
pasien
4 mendekati tubuhnya (Adduksi).
4 Gerakkan lengan bawah ke
bawah
4 sampai menyentuh tempat
tidur,
4 telapak tangan menghadap ke
bawah
4 (rotasi internal).
4 Turunkan dan kembalikan ke
posisi
4 semula dengan siku tetap lurus.
4 Gerakkan lengan bawah ke
belakang
4 sampai menyentuh tempat
tidur,
4 telapak tangan menghadap ke
atas
4 (rotasi eksternal).
S Turunkan dan kembalikan ke
posisi
4 semula dengan siku tetap lurus.
4 Hindari penguluran yang
berlebihan
4 pada bahu.
4 Lakukan pengulangan
sebanyak 10
R kali atau sesuai toleransi
2) Latihan sendi siku
4 Pasien dalam posisi telentang
H Perawat memegang
pergelangan tangan pasien
dengan satu tangan, tangan
lainnya menahan lengan bagian
atas

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 2


4 Posisi tangan pasien supinasi,
kemudian lakukan gerakan
menekuk (fleksi) dan
meluruskan (ekstensi) siku.
H Instruksikan agar pasien
tetap rileks
H Pastikan gerakan yang
diberikan berada pada midline
yang benar
4 Perhatikan rentang gerak sendi
yang dibentuk, apakah berada
dalam jarak yang normal atau
terbatas.
4 Lakukan pengulangan
sebanyak 10 kali
3) Latihan lengan
4 Pasien dalam posisi telentang
4 Perawat memegang area siku
pasien dengan satu tangan,
tangan yang lain
4 menggenggam tangan pasien
ke arah luar
(telentang/supinasi) dan ke
arah dalam
(telungkup/pronasi).
4 Instruksikan agar pasien tetap
rileks
H Lakukan pengulangan sebanyak
10 kali
4) Latihan sendi pergelangan
tangan
S Pasien dalam posisi telentang
4 Perawat memegang lengan
bawah pasien dengan satu
tangan, tangan lainnya
memegang pergelangan tangan
pasien, serta tekuk pergelangan
tangan pasien ke atas dan ke
bawah
4 Instruksikan agar pasien tetap
rileks
4 Lakukan pengulangan
sebanyak 10ka1i

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 3


5) Latihan sendi jari-jari tangan
H Pasien dalam posisi telentang
4 Perawat memegang
pergelangan tangan pasien
dengan satu tangan, tangan
lainnya membantu pasien
membuat gerakan
mengepal/menekuk jari-jari
tangan dan kemudian
meluruskan jari-jari tangan
pasien.
S Perawat memegang telapak
tangan dan keempat jari pasien
dengan satu tangan, tangan
lainnya memutar ibu jar
tangan.
S Tangan perawat membantu
melebarkan jari-jari pasien
kemudian merapatkan kembali.
4 Instruksikan agar pasien tetap
rileks
4 Lakukan pengulangan
sebanyak 10 kali
6) Latihan sendi pangkal paha
4 Pasien dalam posisi telentang
H Letakkan satu tangan perawat
di bawah lutut pasien dan satu
tangan pada tumit.
4 Jaga posisi kaki pasien lurus,
angkat kaki kurang lebih 8 cm
dari tempat tidur, gerakkan
kaki menjauhi badan pasien
S Gerakkan kaki mendekati
badan pasien
S Kembali ke posisi semula
4 Kemudian letakkan satu
tangan perawat pada
pergelangan kaki dan satu
tangan yang lain di atas lutut.
4 Putar kaki menjauhi perawat.
4 Putar kaki ke arah perawat
4 Kembali ke posisi semula
4 Hindari pengangkatan yang
berlebihan pada kaki.
4 Lakukan pengulangan
sebanyak
10 kali atau sesuai toleransi

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 4


7) Latihan sendi lutut
4 Pasien dalam posisi telentang
S Satu tangan pe rawat di bawah
lutut pasien dan pegang tumit
pasien dengan tangan yang
lain
H Angkat kaki, tekuk pada
lutut dan pangkal paha.
H Lanjutkan menekuk lutut
ke arah dada sejauh
mungkin
H Ke bawahkan kaki dan
luruskan lutut dengan
mengangkat kaki ke atas
4 Instruksikan agar pasien tetap
rileks
4 Pastikan gerakan yang
diberikan berada pada midline
yang benar
S Perhatikan rentang gerak sendi
yang dibentuk, apakah berada
dalam jarak yang normal atau
terbatas.
4 Lakukan pengulangansebanyak
10 Kali

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 5


8) Latihan sendi pergelangan
kaki
4 Pasien dalam posisi telentang
4 Perawat memegang separuh
bagian atas kaki pasien dengan
satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan
satunya.
H Putar kaki ke dalam sehingga
telapak kaki menghadap ke
kaki lainnya (infersi)
4 Kembalikan ke posisi semula
H Putar kaki keluar sehingga
bagian telapak kaki menjauhi
kaki yang lain (efersi)
4 Kembalikan ke posisi semula
H Kemudian letakkan satu
tangan
perawat pada telapak kaki
pasien dan satu tangan yang
lain di atas pergelangan
kaki. Jaga kaki lurus dan
rilek.
H Tekuk pergelangan kaki,
arahkan jari-jari kaki ke
arah dada pasien (dorso
fleksi).
4 Kembalikan ke posisi semula
4 Tekuk pergelangan kaki
menjauhi dada pasien (plantar
fleksi)
H Kembalikan ke posisi semula
4 Instruksikan agar pasien tetap
rileks
4 Lakukan pengulangan
sebanyak 10 kali

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 6


9) Latihan sendi jari-jari kaki
4 Pasien dalam posisi telentang
H Perawat memegang
pergelangan kaki pasien dengan
satu tangan, tangan lainnya
membantu pasien membuat
gerakan menekuk jari-jari kaki
dan kemudian meluruskan
jari- jari kaki pasien.
S Tangan perawat membantu
melebarkan jari-jari kaki pasien
kemudian merapatkan kembali.
4 Instruksikan agar pasien tetap
rileks
4 Lakukan pengulangan
sebanyak 10 kali

7. Bahaya dan pencegahan


Jika dilakukan tanpa pengawasan: dapat terjadi kesalahan pada otot dan sendinya
Pencegahan : Dampingi oleh fisioterapi dan dilakukan secara bertahap

8. Hasil yang didapatkan


1) Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot
2) Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
3) Mencegah kontraktur, kelainan bentuk dan kekakuan pada sendi
9. Identifikasi tindakan lain
Idenitifikasi TTV dan identifikasi apakah ada gejala, komplikasi setelah melakukan
pelatihan ROM

10. Evaluasi diri


Mahasiswa mampu melakukan tindakan sesuai dengan SOP

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 7


Lampiran Jurnal

PENGARUH ROM (Range of Motion) TERHADAP KEKUATAN


OTOT EKSTREMITAS PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIC

Effect of Rom (Range of Motion) on The Strength of Muscle


Extremity in Non-Hemoragic Stroke Patients

Anggriani1, Zulkarnain2, Sulaimani3, Roni Gunawan4


1,2,3
Dosen Tetap Stikes Siti Hajar Medan
4
Dosen Tetap Institut Helvetia Medan
Email : sulaiman@stikes-sitihajar.ac.id
Abstrak
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius dalam kehidupan modern saat ini.
Prevalensi stroke bertambah seiring bertambahnya usia. World Health Organization (WHO) menetapkan
bahwa stroke merupakan suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara global
yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali
gangguan vaskular yang menyebabkan dapat berkurangnya daya gerak seseorang karena kekuatan otot
yang menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh ROM (range of Motion) terhadap
Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien Stroke Non Hemaoragic di RSUP H. Adam Malik Medan. Desain
penelitian quasi eksperimen dengan jumlah sampel 90 orang. Analisa data univariat dan bivariat dengan
menggunakan uji Wilcoxon. Nilai signifikansi kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian
ROM sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah pemberian
ROM. Nilai signifikansi kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM sebesar 0,000. Artinya
terdapat perbedaan kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM. Hal ini membuktikan
bahwa ROM berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot tangan dan kaki responden. Rumah sakit
sebaiknya menetapkan standar operasional prosedur untuk penanganan khusus menggunakan ROM agar
hasil yang diperoleh dapat maksimal dan seragam untuk semua masalah kekuatan otot
Kata kunci : ROM, Kekuatan Otot, Ekstremitas, Tangan, Kaki

Abstract
Stroke is one of the serious health problems in modern life today. The prevalence of stroke increases with
age. The World Health Organization (WHO) stipulates that stroke is a clinical syndrome with symptoms
of global brain dysfunction that can cause death or abnormalities to persist for more than 24 hours,
without other causes except vascular disorders which can cause a person's reduced mobility due to muscle
strength downhill. This study aims to determine the effect of ROM (range of motion) on limb muscle
strength in non-Hemaoragic stroke patients at H. Adam Malik General Hospital, Medan. Quasi-
experimental research design with a sample of 90 people. Univariate and bivariate data analysis using the
Wilcoxon test. The significance of hand muscle strength before and after administration of ROM is 0,000.
This means that there are differences in hand muscle strength before and after administration of ROM.
The significance of leg muscle strength before and after administration of ROM is 0,000. This means that
there are differences in leg muscle strength before and after administration of ROM. This proves that
ROM influences the strength of the respondent's hand and leg muscles. Hospitals should set standard
operating procedures for special handling of ROM so that the results obtained can be maximal and
uniform for all muscle strength problems
Keywords: ROM, limb muscle strength, hands, feet

PENDAHULUAN menetapkan bahwa stroke merupakan suatu


Stroke merupakan salah satu sindrom klinis dengan gejala berupa
masalah kesehatan yang cukup serius dalam gangguan
kehidupan modern saat ini. Prevalensi stroke
bertambah seiring bertambahnya usia.
World Health Organization (WHO)

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 8


fungsi otak secara fokal atau global yang Soertidewi, 2007). Menurut Smeltzer
dapat menimbulkan kematian atau kelainan (2002), stroke atau cedera serebrovaskular
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab (CVA) adalah kehilangan fungsi otak karena
lain kecuali gangguan vaskular (Rasyid & berhentinya suplai darah ke bagian otak,
yang mengakibatkan kehilangan sementara fisik seperti hemiparese. Penderita stroke post
atau permanen gerakan, berpikir, memori, serangan membutuhkan waktu yang
bicara, atau sensasi.
Indonesia menempati peringkat ke-
97 dunia untuk jumlah pasien stroke
terbanyak dengan jumlah angka kematian
mencapai 138.268 orang atau 9,70% dari
total kematian yang terjadi pada tahun 2011,
dan pada tahun 2013 telah terjadi
peningkatan prevalensi stroke di Indonesia
menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (WHO,
2011 dalam Riskesdas, 2007). Angka
kematian akibat stroke di Indonesia juga
terus meningkat. Kejadian terbanyak
penyebab kematian utama hampir di seluruh
RS di Indonesia karena penyakit stroke,
terdapat sekitar 550.000 pasien stroke baru
setiap tahunnya, dan kematian stroke
meningkat sekitar 15,4% yaitu dari 41,7%
pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun
2001 dan terus meningkat menjadi 59,5%
atau setara dengan 8,3 per 1000 penduduk di
tahun 2007 (Riskesdas, 2007).
Sebesar 80% pasien stroke
mengalami kelemahan pada salah satu sisi
tubuhnya/hemiparese (Scbachter and
Cramer, 2003). Kelemahan tangan maupun
kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi
kontraksi otot. Berkurangnya kontraksi otot
disebabkan karena karberkurangnya suplai
darah ke otak belakang dan otak tengah,
sehingga dapat menghambat hantaran jaras-
jaras utama antara otak dan medula spinalis.
Kelainan neurologis dapat bertambah karena
pada stroke terjadi pembengkakan otak
(oedema serebri) sehingga tekanan didalam
rongga otak meningkat hal ini
menyebabkan kerusakan jaringan otak
bertambah banyak. Oedema serebri
berbahaya sehingga harus diatasi dalam 6
jam pertama = Golden Periode (Gorman, et
al, 2012).
Penderita stroke perlu penanganan
yang baik untuk mencegah kecacatan fisik
dan mental. Sebesar 30% - 40% penderita
stroke dapat sembuh sempurna bila
ditangani dalam waktu 6 jam pertama
(golden periode), namun apabila dalam
waktu tersebut pasien stroke tidak
mendapatkan penanganan yang maksimal
maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan
Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 9
lama untuk memulihkan dan memperoleh sehingga mobilisasi dini penting dilakukan
fungsi penyesuaian diri secara maksimal. secara rutin dan kontinyu. Memberikan
Terapi dibutuhkan segera untuk latihan ROM secara dini dapat
mengurangi cedera cerebral lanjut, salah meningkatkan kekuatan otot karena dapat
satu program rehabilitasi yang dapat menstimulasi motor unit sehingga semakin
diberikan pada pasien stroke yaitu banyak motor unit yang terlibat maka akan
mobilisasi persendian dengan latihan range terjadi peningkatan kekuatan otot, kerugian
of motion (Levine, 2008). pasien hemiparese bila tidak segera
Berdasarkan penelitian-penelitian ditangani maka akan terjadi kecacatan yang
sebelumnya, di Indonesia Kejadian Stroke permanen (Potter & Perry, 2009).
Iskemik lebih sering ditemukan Sulaiman (2018) dalam
dibandingkan dengan stroke hemoragic, penelitiannya mengatakan bahwa Ada
dari studi rumah sakit yang dilakukan di hubungan bermakna efek postur tubuh
Medan pada tahun 2001, dari 12 rumah terhadap keseimbangan statik mata tertutup
sakit di Medan dirawat 1263 kasus stroke pada lanjut usia yang mengalami gangguan
terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke di Desa Suka Raya Kecamatan Pancur
stroke Batu Kabupaten Deli Serdang.
hemoragic (Nasution 2007). Penelitian tentang “Pengaruh
Range of motion (ROM) adalah fisioterapi terhadap kekuatan otot
latihan yang dilakukan untuk ekstremitas pada penderita stroke” oleh
mempertahankan atau memperbaiki tingkat Muhammad, dkk (2009) menunjukkan hasil
kesempurnaan kemampuan pergerakkan bahwa fisioterapi berpengaruh terhadap
sendi secara normal dan lengkap untuk kekuatan otot ekstremitas pada penderita
meningkatkan massa otot dan tonus otot. stroke. Penelitian lain yaitu oleh Sarah, dkk
Melakukan mobilisasi persendian dengan (2007) dalam penelitiannya tentang
latihan ROM dapat mencegah berbagai “Pengaruh latihan ROM terhadap
komplikasi seperti nyeri karena tekanan, fleksibilitas sendi lutut pada lansia”
kontraktur, tromboplebitis, dekubitus
menunjukkan hasil bahwa latihan ROM Stroke adalah sebagai suatu sindrom klinis
dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut. dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
Widyawati (2010) dalam penelitiannya secara fokal atau global yang dapat
tentang “Pengaruh latihan rentang gerak menimbulkan kematian atau kelainan yang
sendi bawah secara aktif (active lower range menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab
of motion exercise) terhadap tanda dan lain kecuali gangguan vaskular (WHO, 1993
gejala neuropati diabetikum pada penderita dalam Mulyatsih, 2007). Sedangkan menurut
DM tipe II” menunjukan hasil bahwa latihan Depkes (2004), stroke akut adalah kumpulan
active lower range of motion exercise gejala klinis yang terjadi pada menit pertama
berpengaruh terhadap kekuatan otot pada jam pertama serangan stroke sampai dengan
penderita DM tipe II dengan komplikasi 2 minggu pasca serangan. Smeltzer (2002)
mikrovaskuler. Dan menurut Mohammad mendefinisikan stroke sebagai suatu
(2011) dalam penelitiannya tentang kehilangan fungsi otak karena berhentinya
“Pengaruh latihan motor imagery terhadap suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke kehilangan sementara atau permanen
dengan hemiparesis” menunjukan hasil gerakan, berpikir, memori, bicara, atau
bahwa latihan motor imagery berpengaruh sensasi.
terhadap kekuatan otot ekstremitas pada
pasien stroke dengan hemiparesis. Menurut Feigin (2007), gejala stroke dapat
Sulaiman, Anggriani (2018) dalam bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala
pengabdiannya bahwa rata-rata lanjut usia di fisik yang paling khas adalah paralisis,
Desa Suka Raya mengalami gangguan kelemahan, hilangnya sensasi diwajah,
stroke akibat lanjut usia tidak secara rutin lengan atau tungkai disalah satu sisi tubuh,
memeriksa kesehatannya di posyandu lansia. kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan
hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi.
TINJAUAN PUSTAKA Seorang dikatakan terkena stroke jika salah
Stroke
Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 10
satu atau kombinasi apapun dari gejala di
atas berlangsung selama 24 jam atau lebih.

Range Of Motion
ROM pada penderita stroke adalah
sejumlah pergerakan yang mungkin
dilakukan pada bagian-bagian tubuh pada
penderita stroke untuk menghindari adanya
kekakuan sebagai dampak dari perjalanan
penyakit ataupun gejala sisa. Ada dua jenis
latihan ROM yaitu ROM aktif dan ROM
pasif. ROM aktif yaitu pasien
menggunakan ototnya untuk melakukan
gerakan secara mandiri, sedangkan ROM
pasif adalah latihan yang dilakukan dengan
bantuan orang lain. ROM pasif dilakukan
karena pasien belum mampu menggerakkan
anggota badan secara mandiri.

Manfaat dan Tujuan ROM Pasif


1. Mengkaji kemampuan otot, tulang,
dan sendi dalam melakukan
pergerakan
2. Mempertahankan atau
memelihara fleksibilitas dan
kekuatan otot
3. Memelihara mobilitas persendian
4. Merangsang sirkulasi darah
5. Mencegah kelainan bentuk,
kekakuan, dan kontraktur
6. Mempertahankan fungsi jantung
dan pernapasan

Waktu dan Frekuensi ROM Pasif


1. Idealnya latihan ini dilakukan sekali
sehari.
2. Lakukan masing-masing gerakan
sebanyak 10 hitungan, latihan dilakukan
dalam waktu 30 menit.
3. Mulai latihan secara perlahan, dan
lakukan latihan secara bertahap.
4. Usahakan sampai mencapai gerakan
penuh tetapi jangan memaksakan
gerakan.
5. Jangan memaksakan suatu gerakan pada
pasien, gerakan hanya sampai pada batas
yang ditoleransi pasien.
6. Jaga supaya tungkai dan lengan, anggota
badan menyokong seluruh gerakan.
7. Hentikan latihan apabila pasien merasa
nyeri, dan segera konsultasikan ke
tenaga kesehatan.
8. Dilakukan dengan pelan-pelan dan hati-
hati dengan melihat respon/keadaan
pasien.
Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2, Desember 2018 11
4 10 11.1
METODE PENELITIAN 5 6 6.7
Penelitian ini merupakan penelitian Total 90 100.0
kuantitatif, menggunakan desain penelitian Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat
quasi experimental dengan pendekatan one kekuatan otot responden pada level 1 sebanyak
group pre test-post test. Pada desain 24,4%, kemudian tingkat kekuatan otot pada
penelitian ini hanya terdapat satu kelompok, level 2 sebanyak 25,6%, tingkat kekuatan otot
yaitu kelompok perlakuan sekaligus menjadi tangan pada level 3 sebesar 32,2%, kemudian
kelompok kontrol. Kelompok tersebut tingkat kekuatan otot tangan pada level 4
dilakukan intervensi berupa latihan ROM sebanyak 11,1% dan tingkat kekuatan otot
pasif menggunakan metode langsung. tangan pada level 5 hanya 6,7%. Hal ini
Dilakukan penilaian untuk mengetahui menunjukkan bahwa mayoritas responden
kekuatan otot sebelum intervensi (pre-test). memiliki kekuatan otot tangan sebelum
perlakuan sebesar 32,2% pada level 3.
Setelah semua data terkumpul, data
Adapun kekuatan otot kaki sebelum
diolah dengan komputerisasi. Metode
perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut ini,
statistik untuk analisa data yang digunakan Tabel 2. Deskripsi Kekuatan Otot Kaki
dalam penelitian ini adalah: Pada penelitian Responden Sebelum Perlakuan
ini analisa data dengan metode statistik
Tingkat Kekuatan
univariat digunakan untuk menganalisa data Frequency Percent
Otot
demografi dan intrumen kekuatan otot 1 18 20.0
ekstremitas sebelum dan sesudah pemberian 2 18 20.0
latihan ROM, dengan menggunakan data 3 13 14.4
katagorik dalam bentuk tabel distribusi 4 18 20.0
frekwensi.Untuk mengetahui apakah ROM 5 23 25.6
berpengaruh terhadap kekuatan otot Total 90 100.0
ekstremitas pada pasien stroke non
hemoragic dilakukan analisis statistik
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat
perbandingan dengan menggunakan Uji
kekuatan otot kaki responden pada level 1
Wilcoxon , untuk melihat perbedaan
sebanyak 20%, kemudian tingkat kekuatan
sebelum dan sesudah (perlakuan) dilakukan
otot pada level 2 sebanyak 20%, tingkat
intervensi, dengan nilai p 0,005 yang
kekuatan otot kaki pada level 3 sebesar
berarti hasil signifikan terhadap efek dari
14,4%, kemudian tingkat kekuatan otot kaki
ROM pasif terhadap kekuatan otot
pada level 4 sebanyak 20% dan tingkat
ekstremitas.
kekuatan otot kaki pada level 5 sebesar
25,6%. Hal ini menunjukkan bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN mayoritas responden memiliki kekuatan otot
Deskripsi Kekuatan Otot Sebelum dan kaki sebelum perlakuan sebesar 25,6% pada
Sesudah ROM level 5.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui Setelah diberikan perlakukan, maka
hasil kekuatan otot sebelum dan sesudah diperoleh deskripsi kekuatan otot ekstrimitas
perlakuan. Adapun kekuatan otot tangan bawah dan atas sebagai berikut. Adapun
sebelum perlakuan dapat dilihat pada tabel deskripsi kekuatan otot tangan setelah
berikut ini, perlakuan dapat di lihat pada tabel berikut
ini,
Tabel 1. Deskripsi Kekuatan Otot
Tangan Responden Sebelum Perlakuan Tabel 3. Deskripsi Kekuatan Otot
Tingkat Tangan Responden Setelah Perlakuan
Kekuatan Otot Frequency Percent Tingkat
1 22 24.4 Kekuatan Otot Frequency Percent
2 23 25.6
3 29 32.2
2 3 3.3 Otot
3 47 52.2 Tanga Otot
4 30 33.3 Otot Otot n Kaki
5 10 11.1 Tanga Kak Setela Setela
Total 90 100.0 Kategori n Pra i Pra h h
N Valid 90 90 90 90
Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat Missin
kekuatan otot responden pada level 2 0 0 0 0
g
sebanyak 3,3%, tingkat kekuatan otot tangan Mean 2.50 3.11 3.52 3.93
pada level 3 sebesar 52,2%, kemudian Std. Error 0.15
tingkat kekuatan otot tangan pada level 4 0.124 0.078 0.090
of Mean 8
sebanyak 33,3% dan tingkat kekuatan otot Median 2.50 3.00 3.00 4.00
tangan pada level 5 hanya 11,1%. Hal ini Mode 3 5 3 4
menunjukkan bahwa mayoritas responden Std. 1.49
memiliki kekuatan otot tangan setelah 1.173 .738 .859
Deviation 5
perlakuan sebesar 52,2% pada level 3.
Adapun kekuatan otot kaki setelah Berdasarkan tabel 5 di atas diketahui
perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut bahwa rata-rata kekuatan otot tangan
ini: responden sebelum ROM sebesar 2,5 dan
Tabel 4. Deskripsi Kekuatan Otot Kaki meningkat menjadi 3,52 setelah pemberian
Responden Setelah Perlakuan
ROM. Kemudian nilai rata-rata kekuatan otot
Tingkat kaki sebelum ROM sebesar 3,11 dan
Kekuatan Otot Frequency Percent meningkat menjadi 3,93 setelah mendapatkan
2 3 3.3 perlakuan ROM.
3 27 30.0 Hasil di atas menunjukkan bahwa ada
4 33 36.7 peningkatan rata-rata kekuatan otot baik pada
5 27 30.0 otot tangan maupun pada otot kaki setelah
Total 90 100.0 pemberian ROM. Dari kedua peningkatan
tersebut, rata-rata peningkatan kekuatan otot
Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat terbesar ada pada peningkatan kekuatan otot
kekuatan otot kaki responden pada level 2 tangan responden yang rata- ratanya meningkat
sebanyak 3,3%, tingkat kekuatan otot kaki sebesar 1,0 sedangkan kekuatan otot kaki
pada level 3 sebesar 30%, kemudian tingkat hanya meningkat 0,82
kekuatan otot kaki pada level 4 sebanyak
36,7% dan tingkat kekuatan otot kaki pada 4.1.4. Hasil Analisis Data
level 5 sebesar 30%. Hal ini menunjukkan Kemudian berdasarkan analisis data
bahwa mayoritas responden memiliki menggunakan perbedaan mean dan uji
kekuatan otot kaki setelah perlakuan sebesar wilcoxon dapat dilihat pada tabel-tabel berikut
36,7% pada level 4. ini,
Kemudian berdasarkan hasil statistik Tabel 6. Hasil Analisis Kekuatan Otot
deskripsi kekuatan otot sebelum dan sesudah Tangan dan Kaki Responden
perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut Berdasarkan Perbedaan Mean
ini, Mean Sum of
N Rank Ranks
Tabel 5 Deskripsi Kekuatan Otot Kaki Kekuatan Negative
a 13.50 13.50
Responden Sebelum dan Sesudah ROM otot Ranks 1
berdasarkan Mean, Median, Std. Error tangan Positive
dan Std. Deviasi 54b 28.27 1526.50
sebelum- Ranks
Kekuatan Negative Kekuatan Ties 35c
Ranks
d .00 .00 otot Berdasarkan
Total tabel 6 diketahui bahwa
otot kaki 0
rata-rata
tangan terbesar ada 90 pada kekuatan otot
sebelum- Positive
Ranks 47e 24.00 1128.00 tangan
sesudahsebesar 28,27. Sedangkan rata- rata
Kekuatan
Ties 43f kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah
otot kaki
sesudah Total 90 sebesar 24. Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan kekuatan otot setelah ROM Hasil penelitian tersebut menunjukan
terbesar pada kekuatan otot tangan. ada perbedaan kekuatan otot ekstrimitas pada
Kemudian berdasarkan uji wilcoxon tangan dan kaki sebelum dan sesudah
yang melihat perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada
permberian ROM dapat dilihat pada tabel responden. Hal ini membuktikan bahwa Range
berikut ini, Of Motion (ROM) pasif berpengaruh terhadap
Tabel 7. Hasil Analisis Kekuatan Otot peningkatan kekuatan otot ekstrimitas pada
Tangan dan Kaki Responden tangan dan kaki.
Menggunakan Uji Wilcoxon Berdasarkan hasil penelitian di
Kekuatan otot Kekuatan dapatkan sebagian besar pada otot
tangan otot kaki ektremitas tangan dan kaki setelah dilakukan
sebelum- sebelum- latihan ROM pasif 4 kali seminggu
Kekuatan otot Kekuatan mengalami peningkatan Mean kekuatan
tangan otot kaki motorik pada hari ke 12 . Dimana terjadi
sesudah sesudah peningkatan kekuatan otot ekstrimitas
Z -6.463b -6.125b tangan dari rata-rata kekuatan otot 2,5
Asymp. menjadi rata-rata kekuatan otot 3,52 .
Sig. (2- .000 .000 Sementara pada kaki terjadi perubahan dari
tailed) 3,11 menjadi 3,93. ROM berdampak cukup
besar pada peningkatan kekuatan otot
tangan.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian oleh yang dilakukan oleh Reese
(2009), yang membuktikan bahwa setelah
diberikan latihan ROM pada pasien stroke
terjadi peningkatan kekuatan otot dan
kemampuan fungsional secara signifikan.
Sebesar 30% - 40% pasien stroke dapat
sembuh sempurna bila ditangani dalam
waktu 6 jam pertama, namun apabila dalam
waktu tersebut pasien stroke tidak
Berdasarkan tabel 7 diketahui mendapatkan penanganan yang maksimal
bahwa nilai signifikansi kekuatan otot maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan
tangan sebelum dan sesudah pemberian fisik. Pasien serangan pasca stroke
ROM sebesar 0,000. Artinya terdapat membutuhkan waktu yang lama untuk
perbedaan kekuatan otot tangan sebelum dan memulihkan dan memperoleh fungsi
sesudah pemberian ROM. Hal ini penyesuaian diri secara maksimal khususnya
membuktikan bahwa ROM berpengaruh bagian otot ekstrimitas, oleh seba itu
dalam meningkatkan kekuatan otot tangan dibutuhkan segera untuk mengurangi cedera
responden. cerebral lanjut, salah satu program
Kemudian untuk otot kaki diketahui rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien
bahwa nilai signifikansi kekuatan otot kaki stroke yaitu mobilisasi persendian dengan
sebelum dan sesudah pemberian ROM latihan range of motion (Levine,2008).
sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan Menurut Guyton (2007),
kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah mekanisme kontraksi dapat meningkatkan
pemberian ROM. Hal ini membuktikan otot polos pada ekstremitas. Latihan ROM
bahwa ROM berpengaruh dalam pasif dapat menimbulkan rangsangan
meningkatkan kekuatan otot kaki responden. sehingga meningkatkan aktivasi dari
kimiawi, neuromuskuler dan muskuler. Otot
Pembahasan polos pada ekstremitas mengandung filamen
aktin dan myosin yang mempunyai sifat
kimiawi dan berintraksi antara satu dan
lainnya. Proses interaksi diaktifkan oleh ion selanjutnya dipecah menjadi adeno difosfat
kalsium, dan adeno triphospat (ATP), (ADP) untuk memberikan energi bagi
kontaraksi otot ekstremitas. Rangsangan karena adanya lengketan dari kapsul sendi
melalui neuromuskuler akan meningkatkkan dan pembengkakan sendi, adanya spastik
rangsangan pada serat syaraf otot dari otot dan rasa sakit pada sendi otot.
ekstremitas terutama syaraf parasimpatis Keadaan ini ternyata disebabkan oleh terjadi
yang merangsang untuk produksi transport aktif kalsium dihambat sehingga
asetilcholin, sehingga mengakibatkan kalsium dalam retikulum sarkoplasma
kontraksi. Mekanisme melalui muskulus meningkat. Kalsium dipompa dari retikulum
terutama otot polos ekstremitas akan dan berdisfusi kelepuh-kelepuh kemudian
meningkatkan metabolisme pada kalsium disimpan dalam retikulum. Apabila
metakonderia untuk menghasilkan ATP konsentrasi kalsium diluar retikulum
yang dimanfaatkan oleh otot polos sarkoplasma meningkat maka intraksi antara
ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi aktin dan miosin akan berhenti dan otot
dan meningkatkan tonus otot polos melemah sehingga terjadi kontraktur dan
ekstremitas. Untuk mengetahui pengaruh fungsi otot skeletal menurun (Susan, 1996).
latihan ROM pasif terhadap peningkatan Menurut Jenkins (2005) penurunan
kekuatan otot pada pasien stroke dengan ROM disebabkan oleh tidak adanya aktivitas
hemiparase dipaviliun flamboyan RSUD dan untuk mempertahankan kenormalan
Jombang maka penulis melakukan uji ROM, sendi dan otot harus digerakkan
statistik Repeated Anova dengan tingkat dengan maksimum dan dilakukan secara
signifikan p˂ 0,05. teratur. Pasien stroke yang mengalami
Menurut Guyton (1998) Otot yang kelemahan pada satu sisi anggota tubuh
panjang akan berkontraksi dengan kekuatan disebabkan oleh karena penurunan tonus
kontraksi yang lebih besar dari pada otot otot, sehingga tidak mampu menggerakkan
yang pendek. Kekuatan kontraksi tubuhnya (imobilisasi).
maksimum pada panjang otot semakin Immobilisasi yang tidak
panjang otot antagonis, maka akan mendapatkan penanganan yang tepat, akan
berkontraksi dengan kekuatan yang lebih menimbulkan komplikasi berupa
besar dari pada otot yang lebih pendek. Bila abnormalitas tonus, orthostatic hypotension,
suatu otot tetap memendek secara terus- deep vein thrombosis dan kontraktur
menerus hingga kurang dari panjang (Garrison, 2003). Lewis (2007)
normalnya, sarkomer-sarkomer pada ujung mengemukakan bahwa atropi otot karena
serat otot akan menghilang. Melalui proses kurangnya aktivitas dapat terjadi hanya
inilah otot secara terus-menerus dibentuk dalam waktu kurang dari satu bulan setelah
kembali untuk memiliki panjang yang sesuai terjadinya serangan stroke. Kontraktur
dengan kontraksi otot. merupakan salah satu penyebab terjadinya
Semua otot tubuh secara terus penurunan kemampuan pasien penderita
menerus dibentuk kembali untuk stroke dalam melakukan rentang gerak
menyusuaikan fungsi-fungsi yang sendi. Kontraktur diartikan sebagai
dibutuhkan olehnya. Proses pengubahan hilangnya atau menurunnya rentang gerak
bentuk (diameter, panjang, kekuatan, suplay sendi, baik dilakukan secara pasif maupun
darah) ini berlangsung cepat dalam waktu aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis
beberapa minggu, secara normal protein jaringan penyokong, otot dan kulit
kontraktil otot dapat diganti secara total (Garrison, 2003).
dalam waktu 2 minggu. Menurut (Soekarno, Atropi otot menyebabkan
1995) jika seseorang yang mengalami penurunan aktivitas pada sendi sehingga
hemiparase tidak diberikan latihan ROM sendi akan mengalami kehilangan cairan
pasif maka akan terjadi kontraktur, karena sinovial dan menyebabkan kekakuan sendi.
adanya atropi, kelemahan otot, tidak ada Kekakuan sendi dan kecenderungan otot
keseimbangan otot sehingga otot memendek untuk memendek menyebabkan penurunan
rentang gerak pada sendi (Guyton, 2007).
Gangguan sirkulasi darah pada arteri serebri
media akan menyebabkan timbulnya gejala,
seperti hemiparesis, hemianopsia dan afasia
global (Price, 2006). Gangguan peredaran darah ke otak menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel neuron dan sel otak karena
akan menghambat mitokondria dalam Gorman, Dafer, and Levine. 2004. Ataxic
menghasilkan ATP (Adenosine Hemiparesis: Critical Appraisal of a
Triphosphate), sehingga terjadi gangguan Lacunar Syndrome. Available from:
fungsi seluler dan aktivasi berbagai proses http://www.strokeahajournals.org//
toksik Guyton, C.A., & Hall, J.E., 2007. Buku Ajar
Untuk menimbulkan gerakan Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
disadari kearah normal, tahapan pertama kali Hidayat, A. 2009. Pengantar Kebutuhan
yang dilakukan adalah memperbaiki tonus Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
otot maupun refleks tendon kearah normal Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
yaitu dengan cara memberikan stimulus Medika
terhadap otot maupun proprioceptor Hidayat, A.A. 2011. Metode Penelitian
dipersendian yaitu melalui approksimasi. Kesehatan; Paradigma Kuantitatif.
Surabaya. Health Books Publishing
KESIMPULAN DAN SARAN Jenkins, L. 2005. Mazimzing Range of
Adapun kesimpulan dalam Motion In Older Adult. The Journal
penelitian ini antara lain, Nilai signifikansi on Active Aging. January February
kekuatan otot tangan sebelum dan sesudah Levine, G. Peter. 2008. Stronger After
pemberian ROM sebesar 0,000. Artinya Stroke Your Roadmap to Recovery.
terdapat perbedaan kekuatan otot tangan Demos Medical Publishing
sebelum dan sesudah pemberian ROM. Hal Levine, G. Peter. 2008. Stronger After
ini membuktikan bahwa ROM berpengaruh Stroke Your Roadmap to recovery.
dalam meningkatkan kekuatan otot tangan Demos Medical Publishing.
responden.Nilai signifikansi kekuatan otot Lewis, Randine. 2003. Treatment of
kaki sebelum dan sesudah pemberian ROM Endometriosis and Fibroids. Medical
sebesar 0,000. Artinya terdapat perbedaan Article #RL-03. Eastern Harmony
kekuatan otot kaki sebelum dan sesudah Medical Acupuncture Clinic.
pemberian ROM. Hal ini membuktikan Potter & Perry. 2009. Fundamental
bahwa ROM berpengaruh dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
meningkatkan kekuatan otot kaki responden. Medika
Adapun saran dalam penelitian ini Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi
antara lain, Petugas rumah sakit sebaiknya Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku
menggunakan latihan ROM secara lebih Kedokteran EGC.
intensif guna meningkatkan kekuatan otot Rasyid, A., Soertidewi, L. 2007. Unit Stroke
pasien baik otot tangan maupun otot kaki Manajemen Stroke secara
pasien. Rumah sakit sebaiknya menetapkan Komprehensif. Jakarta: Balai Penerbit
standar operasional prosedur untuk FK UI
penanganan khusus menggunakan ROM Reese, N.B., 2009. Joint Range of Motion
agar hasil yang diperoleh dapat maksimal and Muscle Length Testing. Edisi II.
dan seragam untuk semua masalah kekuatan St. Louis: Elsevier Health Sciences
otot Riskesdas. 2007. Riset Kesehatan Dasar.
Badan Penelitian dan Pengembangan
DAFTAR PUSTAKA Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Garrison, Susan J, 1996; Dasar – Dasar Jakarta: EGC
Terapi & Rehabilitasi Fisik; Scbaechter and Crimer. 2003. Effect of
Hipocrates, Jakarta. Experience After Stroke on Brain and
Garrison, Susan J. 2009. Dasar-Dasar Terapi Behavior. Neurology Report Vol.27.
& Rehabilitasi Fisik. Jakarta: Skills Lab. 2004. Range of Motion,
Hipokrates. Program Studi Ilmu Keperawatan.
https://beequinn.wordpress.com/nursi Yogyakarta: FK UGM
ng Smeltzer SC, Bare BG. 2011. Buku ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddart. Edisi 8. Alih Bahasa
Agung Waluyo dkk. EGC. Jakarta
2004
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
edisi 8, volume 3. Jakarta: EGC
Sulaiman, Anggriani. 2018. Efek Postur
Tubuh Terhadap Keseimbangan
Lanjut Usia di Desa Suka Raya
Kecamatan Pancur Batu. Jumantik
(Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan.
Vo. 3 No. 2 November 2018. Hal.
127-140.
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kes
mas/article/view/2875/1714
Sulaiman, Anggriani. 2018. Pkm
Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Desa Sukaraya Kecamatan
Pancurbatu tahun 2017. Jurnal
Amaliah Vo. 2 No. 1 Mei 2018. Hal.
48-51. http://jurnal-
lp2m.umnaw.ac.id/index.php/JPKMA
/article/view/109/111
Tarwoto & Wartonah. 2003. Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Tim PKM. 1995. Penyakit Pembuluh Darah
Otak. Yogyakarta: RS Panti Rapih

Anda mungkin juga menyukai