Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN PRE HOSPITAL

“INCIDENT COMMAND SYSTEM (ICS)”

DOSEN PEMBIMBING :

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 23

1. HANISYAH HERTI DWISARI


2. WAHYUNI SRI UTAMI
3. SYAHFARMAN
4. NUR AISYAH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU

TAHUN AJARAN 2020/2021

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Bengkulu, 9 Februari 2021

Kelompok 23

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi ICS ……………………………………………………………….. 2


2.2 Implementasi ICS di Indonesia ………………………………...………… 8
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..…10
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan laboratorium bencana, kita harus dapat
memanfaatkannya untuk menjadi bangsa yang tangguh dalam menghadapi bencana
(Profil BNPB, 2015). Ungkapan ini tercermin dari kondisi Indonesia yang berada
pada daerah rawan bencana dan merupakan suatu kenyataan yang harus diterima.
Pada tabel 1.1 menunjukkan dalam kurun waktu sepuluh terakhir ada ribuan kejadian
bencana baik besar maupun kecil yang menyebabkan ribuan orang meninggal dan
ratusan ribu orang mengungsi. Data ini menunjukan bahwa Indonesia selain
daerahnya rawan bencana, masyarakatnya juga sangat rentan dalam menghadapi
bencana sehingga risiko bencana sangat berpotensi menimbulkan kerugian materil
yang sangat besar. Terjadinya suatu bencana berskala nasional tentu akan
menurunkan ketahanan, keamanan dan pertahanan suatu negara.
Bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik faktor alam, non alam maupun manusia, sehingga menyebabkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis. Bencana yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. Bencana non
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non
alam antara lain kegagalan teknologi, kegagalan modernisasi, epidemi dan wabah
penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.

BAB II
PEMBAHASAN

2.3 Incident Command Systems (ICS)


ICS merupakan konsep standar manajemen darurat yang dirancang khusus
untuk memungkinkan responden untuk mengadopsi struktur organisasi yang
terintegrasi sama dengan kompleksitas dan tuntutan dari setiap kejadian tunggal atau
beberapa darurat tanpa terhalang oleh batas-batas yuridis. ICS merupakan upaya
berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam bidang penyelenggaraan, khususnya
untuk pengembangan sistem penanganan darurat bekerjasama dengan USFS dan
melalui USAID merencanakan serangkaian kegiatan peningkatan kapasitas
penanganan darurat di Indonesia.
ICS pertama kali dikembangkan oleh USFS untuk manajemen pemadam
kebakaran hutan dan selanjutnya dipakai sebagai sistem penanganan darurat bencana
nasional di Amerika Serikat. Sistem ini telah dipakai oleh berbagai negara
diantaranya Australia, Selandia Baru, Canada dan sedang dikembangkan di tiga
negara ASEAN yaitu Thailand, Philipina dan Brunei
(http://psb.ipb.ac.id/index.php/news?start=205).
Incident Commad System (ICS) sebagai sebuah perangkat atau sistem yang
memiliki prinsip-prinsip penanggulangan insiden atau bencana yang efektif dan
efisien dalam sistem komando, koordinasi, komunikasi dan pengelolaan sumberdaya
penanggulangan keadaan darurat (NIMS yang dipublikasikan oleh FEMA Amerika
Serikat yang berkedudukan di washington DC, yang didapatkan dari situsnya). ICS
adalah model perangkat untuk komando, pengendalian dan koordinasi tindakan
penanggulangan dan mengkoordinir usaha-usaha yang dilakukan pihak-pihak yang
terkait untuk mencapai tujuan menstabilkan insiden dan melindungi jiwa, harta
benda, dan lingkungan hidup. ICS dapat digunakan untuk menanggulangi semua jenis
keadaan darurat mulai dari kecelakaan tunggal kendaraan bermotor sampai pada
kecelakaan/bencana alam skala besar yang memerlukan keterlibatan dan kerjasama
berbagai pihak baik di internal perusahaan maupun dari luar perusahaan seperti
instansi pemerintah yang terkait.
Ada beberapa komponen utama yang membangun struktur ICS, yaitu:
1. Penggunaan istilah-istilah yang baku (common terminology)
2. Organisasi bersifat modular (a modular organization)
3. Sistem komunikasi yang terpadu (integrated communication)
4. Satu Komando (unity of command)
5. Struktur komando yang disatukan (a unified command structure)
6. Rencana tindakan penaggulangan insiden gabungan (consolidated incident action
plans/IAP)
7. Rentang kendali yang dapat dikelola (a manageable span of control)
8. Penetapan fasilitas penanggulangan insiden (designated incident facilities)
9. Pengelolaan sumberdaya yang komprehensif (comprehensive resources
management)
Semua prinsip atau komponen di atas harus digunakan untuk semua jenis dan skala
bencana, baik bencana skala kecil maupun besar. Penggunaan pendekatan ICS ini
sangat penting bagi semua personil yang terlibat dalam opersi penanggulangan
bencana. Sebagaimana kita ketahui hampir tidak ada bencana yang dapat ditangani
sendiri oleh satu instansi atau lembaga saja. Setiap orang harus bekerja sama untuk
mengelola suatu keadaan darurat. Untuk mengkoordinir penggunaan sumber daya
yang tersedia secara efektif, diperlukan struktur manajemen formal yang membantu
konsistensi, mendorong, efisiensi dan memberikan arahan selama operasi
penanggulangan bencana. Gambar 2.1 menggambarkan struktur ICS dimana kelima
komponen utama ini merupakan pondasi dari organisasi ICS dan digunakan dalam
pengelolaan dan penanggulangan keadaan darurat
(https://www.scribd.com/doc/135292018/Incident-Command-System).

Gambar 2.2 Struktur ICS


Sumber: https://www.scribd.com/doc/135292018/Incident-Command-System
Untuk bencana berskala kecil semua komponen ini mungkin hanya dikelola
oleh satu orang saja yakni Incident Commander. Sedangkan bencana berskala besar
semua struktur ini diperlukan dan dikembangkan atau diciutkan sesuai dengan
kebutuhan dalam penanggulangan bencana, namun untu semua bencana berapapun
ukurannya atau kompleksitasnya akan memiliki seorang Incident Commander. Dalam
panduan dasar operasi ICS, Incident Commander bertanggung jawab terhadap
pengelolaan di tempat kejadian (on-scene) bencana sampai otoritas komando
diberikan kepada orang lain yang menjadi Incident Commander pengganti. Kelima
struktur/fungsi ini memiliki beberapa staf dan unit leader yang diperlukan untuk
menangani dan mengatasi berbadai masalah sebagai berikut
(https://www.scribd.com/doc/135292018/Incident-Command-System):

1. Incident Command terdiri dari Incident Commander, Information Officer, Safety


Officer, Legal Officer dan Liaison Officer
2. Operation Section: Operation Section Chief sebagai pimpinan dan membawahi
Regu Pemadam Kebakaran, Regu Penanggulnagan Tumpahan Minyak, SAR,
Satuan Pengamanan, Pekerjaan Umum, Pertolongan Kesehatan, dsb
3. Planning Section: Planning Section Chief sebagai pipmpinan dan membawahi
pimpinan unit Situasi, Dokumentasi, Sumberdaya, Perencanaan ke depan, Tim
Teknis, dsb
4. Logistic Section: Logistic Section Chief sebagai pimpinan dan membawahi
pimpinan unit Komunikasi, Medis, Fasilitas Pendukung, Pasokan Makanan,
Transportasi, Pengadaan, dan Pasokan Lainnya
5. Finance Section: Finance Section Chief sebagai pimpinan dan membawahi
pimpinan unit Pembiayaan, Claim dan Kompensasi, Administrasi, dsb
Gambar 2.3 Struktur Organisasi ICS
Sumber: https://www.scribd.com/doc/135292018/Incident-Command-System

ICS merupakan sistem komando yang memiliki tanggung jawab serta struktur
organisasi dengan pekerjaan atau operasi untuk mengelola penanganan darurat dari
hari ke hari. Sementara itu, FEMA menyebutkan bahwa ICS merupakan pendekatan
manajemen dengan standar tertentu terhadap semua jenis bahaya. ICS memungkinkan
integrasi fasilitas, peralatan, personel, prosedur dan komunikasi yang dibutuhkan
dalam operasi tanggap darurat suatu struktur organisasi. Melalui ICS, organisasi
mampu untuk melakukan respon secara terkoordinasi antar berbagai pelaku
penanggulangan bencana, baik dari unsur pemerintah dan swasta. Disamping itu, ICS
berguna untuk membangun proses bersama untuk perencanaan dan pengelolaan
sumber daya (Majalah GEMA BNPB Vol.IV/No.3 tahun 2015).

Umumnya suatu ICS memiliki komponen sbb :

1. Komando / Pengendalian

2. Operasi

3. Logistik

4. Perencanaan

5. Keuangan
Komando dan operasi merupakan 2 komponen

Yang saling sering digunakan

 SEKTOR TANGGAP DARURAT KESEHATAN

Secara umum dalam sistem tanggap darurat medis biasanya ada sektor – sektor sbb :

1. Pos Pengendali ( Incedent Command )

2. Ekstrikasi ( Evakuasi )

3. Perawatan

4. Transportasi

5. Staging ( Supleyer )

6. Pendukung ( termasuk pemasok )

7. Triage

 EKSTRIKASI

Bertanggung jawab untuk membebaskan korban yang terjebak ditempat kejadian.


Sektor ini juga meliputi upaya pertolongan teknis, penilaian dini dan triage penderita
untuk dikirim ke sektor perawatan dan transpor. Perawatan korban hanya Penilaian
dini dan perwatan cedera yang dapat mengancam nyawa saja yang dilakukan sektor
ini. Bila dianggap perlu maka korban ditangani sektor triage bila ada. Semua
Perawatan lain dilakukan disektor perawatan.

 PERAWATAN

Bertugas memberikan perawatan lanjutan bagi korban setelah mereka diserah


terimakan dari sektor ekstrikasi dan triage. Disini Penilaian penderita dilakukan
secara lengkap dan korban dipilah kembali berdasarkan prioritas pertolongan.
 TRANSPORTASI

Bersama-sama dengan pos komando mengatur pengiriman korban ke


RS.Kegiatannya cukup kompleks karena harus memperhatikan fasilitas
RS,ambulance, daya tampung RS dan saran transportasi yang tersedia.

 STAGING

Sektor ini sangat diperlukan pada bencana berskala besar. Koordisai pergerakan
kendaraan, institusi yang melakukan pertolongan termasuk media diatur oleh sektor
ini. Sektor ini juga yang memasok sarana, bantuan, dll bila diperlukan, mencatat data
transportasi dan kemana korban dibawa.

 PENDUKUNG

Sektor ini yang bertanggung jawab untuk menyediakan tenaga, sarana dan bahan
tambahan yang diperlukan sektor lain. Sektor ini mengkoordinasikan saran
danprasarana medis serta mengatur tim medis yang datang. Semua bantuan akan
ditempatkan di sektor staging.

 TRIAGE

Sektor ini sifatnya opsional. Sektor triage ini biasanya melakukan penilaian
penderita, menandai dan memindahkan penderita ke areal perawatan yang sudah
disiapkan. Komponen yang sebaiknya ada adalah Penanggung jawab Keselamatan
(Safety Officer ) bertugas memastikan semua tindakan aman dan sesuai prosedur.

 PERTOLONGAN KORBAN BANYAK

Korban banyak dapat dinyatakan bila jumlahnya sekurang – kurangnya 3 atau


jumlah korban lebih banyak dari jumlah tim yang pertama kali tiba.

 PERAN PENOLONG PADA SITUASI KORBAN BANYAK

Tugas penolong yang pertama kali tiba :


1. Mendirikan posko atau tempat berkumpul

2. Menilai keadaan

3. Meminta bantuan

4. Melakukan triage

 PENILAIAN KEADAAN

Beberapa hal yang harus dilakukan untuk menilai

keadaan :

1. Keamanan tempat kejadian

2. Jumlah penderita

3. Perlu atau tidaknya ekstrikasi / peralatan khusus

4. Perkiraan jumlah ambulans yang diperlukan

5. Faktor lain yang dapat mempengaruhi keadaan

dan sarana

1. Sektor – sektor yang diperlukan

2. Tempat untuk staging

2.1 Implementasi ICS di Indonesia


Indonesia juga telah mengadaptasi sistem ini yang tertuang dalam Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 tahun 2010 tentang
Pedoman Komando Tanggap Darurat. Dengan semakin banyaknya pemangku
kepentingan mengenal dasar-dasar ICS, maka diharapkan akan semakin banyak
sumbangan pemikiran yang dapat memperkuat regulasi dan implementasi manajemen
tanggap darurat di Indonesia. Kombinasi dari sistem yang telah dikembangkan dari
Amerika Serikat dengan pengalaman lapangan yang telah kita peroleh selama ini
diharapkan akan menghasilkan sistem yang tepat dalam penanganan darurat di
Indonesia.
Penggunaan ICS di Indonesia dimaksudkan karena sistem ini membantu
untuk memastikan keamanan bagi pelaku tanggap darurat dan masyarakat terdampak.
Berikutnya pencapaian secara terukur dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai serta
pemanfaatan sumber daya secara efisien. SIstem Komando Tanggap Darurat Bencana
diselenggarakan dengan pola, antara lain rencana operasi, permintaan, pengerahan
atau mobilisasi sumber daya yang didukung fasilitas komando yang diselenggarakan
sesuai dengan jenis, lokasi dan tingkatan bencana. Sementara itu, sistem ini
menjalankan lima fungsi utama yang terdiri dari komando, operasi, perencanaan,
logistik dan keuangan/administrasi.
Implementasi ICS di Indonesia lebih dikenal dikalangan militer (Majalah
GEMA BNPB Vol.IV/No.3 tahun 2015). Keberhasilan Indonesia dalam penerapan
ICS pada saat penanganan pasca bencana erupsi Gunungapi Merapi di Yogyakarta.
Saat itu, BNPB menjadi leader dalam membangun, mengorganisasi dan memobilisasi
stakeholders dalam Komando Tanggap darurat Bencana Merapi. Untuk saat ini
BPNB telah memiliki peraturan dan pedoman terkait dengan ICS, yaitu termuat di
Peraturan Kepala BNPB Nomor 10 tahun 2008 tentang Pedoman Komando Tanggap
Darurat Bencana dan Peraturan Kepala BNPB Nomor 14 tahun 2010 tentang
Pedoman Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana. Dan hingga kini,
BNPB secara intensif melakukan pelatihan-pelatihan khusus terhadap BPBD dan
mitra setempat terkait sistem komando tanggap darurat ini (Majalah GEMA BNPB
Vol.IV/No.3 tahun 2015).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fase tanggap darurat bencana merupakan waktu yang sangat penting dan
menentukan dalam mengurangi resiko bencana. Sistem komando harus dilaksanakan
secara terstruktur, menyeluruh dan diawaki orang-orang yang mempunyai kapasitas
dan kapabilitas yang baik. Dalam pembentukan dan pelaksanaan sistem komando
tanggap darurat yang selama ini dilaksanakan sudah berjalan dengan baik namun ada
beberapa hal yang perlu disempurnakan agar save more life dapat terwujud.
Termasuk didalamnya mengenai penentuan siapa yang menjadi Komandan tanggap
darurat bencana.

Pembentukan pos komando dan penunjukan incident comander sudah jelas


diatur dalam Perka BNPB No 10 Tahun 2008 dan Perka BNPB No 14 Tahun 2010
namun tentunya peraturan ini harus diselaraskan dengan peraturan lainnya sehingga
tidak berbenturan dan tidak menimpulkan friksi di level pelaksana.

.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2016. Data dan Informasi


Bencana Indonesia (DIBI)
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2012. Data dan Informasi
Bencana Indonesia (DIBI)
Homeland Security. 2013. National Response Framework. Second Edition.
https://www.scribd.com/doc/135292018/Incident-Command-System

Anda mungkin juga menyukai