Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah
Praktik Kerja Lapangan (PKL) Institusi
Disusun oleh:
Chrisna Yudha Bayu Dwi Pamungkas
NIM 6411416043
i
ii
iii
ABSTRAK
Pendahuluan: Dalam industrialisasi SOP & Izin Kerja semakin tidak lengkapnya
dokumen semakin tinggi pula potensi bahaya yang akan terjadi, kenyataannya
dilapangan banyak yang belum mematuhi Standar Operasional Prosedur suatu
pekerjaan dalam kontruksi sehingga pekerjaan menjadi asal-asalan yang bisa
membahayakan pekerja, lalu juga tenaga kerja atau operator belum mengenal atau
memahami adanya Hot Work Permit. Dalam pengamatan yang dilakukan, terdapat
beberapa ketidaksesuaian pekerjaan pengelasan dengan SOP dan Hot Work Permit.
Laporan ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko pekerjaan pengelasan dan
melakukan pengendalian tersebut melalui penambahan SOP dan Hot Work Permit.
Metode: Metode yang dipakai pada laporan ini dalam menentukan prioritas yaitu
metode CARL dan Hanlon Kuantitatif. Intervensi dilakukan mulai dari tahap
identifikasi, tahap penyusunan SOP dan Hot Work Permit, hingga pelaksanaan
inspeksi
Hasil: Dari hasil penelitian ini didapatkan prioritas masalah yaitu kurangnya
kesadaran pekerja terhadap standard operasional pekerjaan pengelasan dengan
jumlah skor sebanyak 270. Berdasarkan metode penentuan prioritas yang
digunakan, penyebab dari permasalahan tersebut adalah Belum maksimal
pengimplementasian sehingga alternatif pemecahan masalah yang dilakukan yaitu
melakukan penambahan dan implementasi SOP dan Hot Work Permit.
Pembahasan: Hasil dari intervensi yang sudah dilakukan yaitu Supervisor Quality
Control dan HSE Officer melakukan penanganan temuan-temuan negatif sehingga
Welder lebih mengerti pentingnya SOP dan Hot Work Permit dan waspada dalam
melakukan pekerjaan pengelasan.
Kata kunci: SOP, Hot Work Permit, Pekerja Pengelasan
iv
ABSTRACT
Introduction: In the industrialization of SOPs & Work Permits, the more complete
the documents, the higher the potential danger that will occur, the more increase in
the field that has not been completed. the operator has not yet recognized or
recognized the presence of a Hot Work Permit. In the observations made, presented
some discrepancies with welding work with SOPs and Hot Work Permits. Work
report to repair welding and workmanship problems through SOP approval and Hot
Work Permit.
Methods: The method used in this report in determining priorities is the
quantitative CARL and Hanlon methods. Interventions were carried out starting
from the identification stage, the SOP preparation and Permit Hot Work stage, to
the inspection.
Results: From the results of this study, the priority problem is lack of employee
awareness of the operational standard of welding work with a total score of 270.
Based on the priority determination method used, the cause of the problem is not
maximal implementation so that alternative solutions to the problem are adding and
implementing SOP and Permit Hot Work.
Discussion: The results of the interventions that have been carried out are the
Quality Control Supervisor and the HSE Officer handling negative findings so that
Welder better understands the importance of Permit SOPs and Hot Work and is
vigilant in doing welding work.
Keywords: SOP, Permit Hot Work, Welding Workers.
v
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT Yang Maha Esa atas segala limpahan
“Penambahan SOP dan Hot Work Permit Sebagai Upaya Pengendalian Risiko Pada
tepat waktu. Laporan PKL Institusi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam
penyelesaian tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) Institusi Jurusan
Divisi Gedung.
vi
5. Segenap pekerja Unit QHSE Proyek Edutorium UMS Surakarta, Bapak Tri, Ka
Iran, Kak Wikan, Kak Gita, Kak Indah, Kak Chandra dan Abang Fuad atas
Institusi.
7. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas doa serta
semua pihak tersebut di atas. Disadari bahwa Laporan PKL Institusi ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................................. v
PRAKATA ................................................................................................................... vi
viii
3.2 Penyusunan Prioritas Masalah .........................................................................35
5.2 Saran...................................................................................................................... 52
LAMPIRAN ................................................................................................................ 57
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2 Keterangan Skor Penentuan Pemecahan Masalah dengan Metode Hanlon
Kuantitatif……………………………………………………………………………52
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Begitu juga dengan setiap orang
lain yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Oleh karena itu,
sesuai dengan peraturan yang berlaku setiap perusahaan yang di dalamnya terdapat
Keselamatan.
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. K3 pada dasarnya mencari dan
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan
dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak sehingga risiko
definisi bahaya yaitu Segala kondisi yang dapat merugikan baik cidera atau kerugian
1
2
lainnya, atau situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau sakit
pengendalian visual di tempat kerja), Alat Pelindung Diri (penyediaan alat pelindung
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan set instruksi yang dibuat untuk
membantu karyawan melakukan suatu tindakan atau proses kerja. Tujuan penambahan
SOP ini untuk efisiensi, keseragaman kualitas otput dan kinerja, sekaligus menghindari
perusahaan agar ada standar dalam proses kerja demi terjaminnya keselamatan dan
atau menghasilkan panas atau nyala api, seperti pengelasan, pemotongan pipa,
menggerinda dan lain-lain. Sebelum memulai Hot Work, survey mengenai operasi
kebakaran atau ledakan. Berdasarkan hasil survey bahaya atau perkiraan resiko, atau
yang tertera pada Fire Safety Plan “Ijin Kerja” harus didapatkan. Sistem untuk hot work
harus diambil. Sistem “Ijin Kerja” atau “Hot Work Permit” merupakan satu hal dimana
3
pekerjaan tidak boleh dimulai sampai ada orang yang diberi ijin tertulis untuk
mengerjakan pekerjaan tersebut, sehingga ini adalah termasuk pengendalian risiko agar
masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan termasuk ke dalam salah satu
jenis pekerjaan yang berisiko terhadap kecelakaan kerja. Tenaga kerja di bidang
konstruksi yang mencakup sekitar 7-8 persen atau sekitar 4,5 juta orang dari jumlah
tenaga kerja di seluruh sektor yang terdapat di Indonesia. Sekitar 1,5 persen dari tenaga
formal dan sebagian merupakan pekerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki
kontrak kerja secara formal terhadap perusahaan yang akan mempersulit penanganan
di dunia. Dalam industri konstruksi, risiko kecelakaan kerja fatal 5 kali lebih tinggi dan
risiko cedera utama 2.5 kali lebih tinggi dari pada sektor manufaktur, sementara itu
biaya yang harus dikeluarkan akibat kecelakaan kerja sektor ini diperkirakan
menghabiskan 10 miliar USD lebih per tahun. Di Indonesia sendiri sektor konstruksi
Dalam industrialisasi SOP & Izin Kerja semakin tidak lengkapnya dokumen
semakin tinggi pula potensi bahaya yang akan terjadi, kenyataannya dilapangan banyak
4
peralatan yang belum mematuhi Standar Operasional Prosedur suatu pekerjaan dalam
lalu juga tenaga kerja atau operator belum mengenal atau memahami adanya Hot Work
tidak terpantau yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja pada tenaga kerja yang
safetyman dan jauh dari sumber bahaya yang harus dilengkapi dengan tanda bahaya
kontruksi.
dengan memberikan penambahan SOP dan Hot Work Permit dalam suatu pekerjaan
memahami pentingnya menaati SOP dan Hot Work Permit. Oleh karena itu, penulis
mengambil judul “Penambahan SOP dan Hot Work Permit Sebagai Upaya
2. Apakah penambahan SOP dan Hot Work Permit pada pekerjaan pengelasan bisa
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui penambahan SOP dan Hot Work Permit pada pekerjaan
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan PKL Institusi bagi mahasiswa adalah:
Brantas Abibpraya (Persero) Divisi Gedung secara umum dan terkhusus pada
perkuliahan sebagai bekal pengetahuan yang dapat digunakan untuk persiapan masa
studi selanjutnya.
6
keilmuan.
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan PKL Institusi bagi Jurusan Ilmu
1. Laporan PKL Institusi menjadi salah satu refensi baru media promosi kesehatan K3.
Divisi Gedung terletak di Jalan Adi Sucipto No 33, Blulukan, Kecamatan Colomadu,
2019
Kegiatan PKL Institusi ini terfokus pada bidang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3).
BAB II
ANALISIS SITUASI
November 1980 sebagai hasil pemekaran dari Proyek Induk Pengembangan Wilayah
Sungai Kali Brantas, yang lebih dikenal dengan sebutan Proyek Brantas. Gagasan
pemekaran Proyek Brantas tersebut bermula dari pemikiran almarhum Bapak Ir.Sutami
- Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik pada waktu itu, dalam inspeksi kerja ke
Proyek Brantas tahun 1970, tentang perlunya dipersiapkan suatu wadah untuk
mengelola proyek-proyek yang akan segera selesai, seperti Proyek Karangkates dan
Proyek Selorejo.
Selanjutnya bertitik tolak dari pemikiran tersebut di atas, mulai dipikirkan pula
perlunya suatu badan otonom yang dapat melakukan kegiatan sampai ke luar
wilayah Sungai Brantas, dalam bidang jasa konsultan maupun jasa kontraktor. Namun
sampai dengan akhir masa jabatan Bapak Ir.Sutami sebagai Menteri Pekerjaan Umum
dan Tenaga Listrik, gagasan ini belum terealisasikan. Sebagai kelanjutan dari rencana
gagasan baru berupa pemekaran Proyek Brantas menjadi tiga badan, sebagai berikut:
8
9
bangunan yang telah selesai di lingkungan Proyek Brantas. Unit II: Merupakan Unit
Perencanaan, yang dapat berbentuk suatu PT-Persero dalam bidang Jasa Konsultan.
Unit III: Merupakan Unit Pelaksanaan, yang dapat berbentuk suatu PT-Persero dalam
saat itu. Sebagai wadah dari Unit Pelaksanaan, semula dipertimbangkan PT.
Buana Karya yang pada saat itu keadaannya tidak sehat. Namun karena proses untuk
menertibkan perusahaan tersebut memerlukan waktu yang lama, serta dengan berbagai
baru tersebut dengan Brantas Abipraya, yang berarti "Semangat Brantas". Melalui
proses seperti tersebut di atas, maka DR.Ir.Suyono Sosrodarsono yang pada saat itu
dan minat para karyawan Proyek Brantas ke dalam lembaga profesi yang berbeda, yaitu
mengembangkan bisnis melalui Entitas Anak Perseroan yaitu PT Brantas Energi yang
10
sebagai sumber energi listrik yang bersifat baru dan terbarukan. Dan juga secara resiko,
pemilihan investasi di bidang Hydro Power ini mempunyai resiko yang tidak linear
dengan resiko sektor Konstruksi, sehingga ke depannya diharapkan arus kas Perseroan
Porong (Jawa Timur), Sunter (DKI Jakarta) dan Padang (Sumatera Barat).
Pembentukan pabrik beton ini ditujukan untuk diversifikasi usaha Perseroan dan
melayani kebutuhan produk beton untuk proyek-proyek yang sedang dilaksanakan oleh
Perseroan. Adapun jenis produk beton yang dihasilkan antara lain corrugated concrete
sheet pile, flat prestress concrete sheet pile, i girder, box girder, box culvert, u ditch,
dan v ditch.
menggeluti bisnis properti. Dan perusahaan juga membentuk unit alat berat sebagai
2.1.2.1 Visi
2.1.2.2 Misi
a. Memberikan produk yang bersaing dalam hal harga, mutu, dan pelayanan serta
mengutamakan K3L.
konstruksi dapat menentukan dan melihat pada batasan wewenang dan tanggung jawab
d. Melaporkan progress extern ke owner dalam hal ini ke PPK selaku kuasa
di proyek.
g. Mengikuti rapat bulanan yang diadakan dikantor pusat PT Brantas Abibpraya, untuk
manager
2. Project Manager
d. Melaporkan progress extern ke owner dalam hal ini ke PPK selaku kuasa
di proyek.
gambar.
3. Humas
a. Menciptakan kesan image yang positif pada lingkungan dan masyarakat sekitar
proyek.
menyediakan informasi yang akurat dan dalam format yang mudah dipahami.
c. Mengeluarkan kebijakan yang tepat, proses yang efektif, orang yang kompeten,
d. Melibatkan semua elemen divisi dalam perusahaan secara efektif akan membuat
kepada karyawan.
h. Memastikan bahwa peralatan kerja, tenaga kerja, kesehatan tenaga kerja dan
kesadaran karyawan.
k. Memastikan tenaga kerja bekerja sesuai SOP yang ada. Adanya SOP ini merupakan
pembangunan proyek.
5. Pelaksana Struktur
ditetapkan.
dan disetujui.
c. Mengkoordinasi pengarahan kegiatan Sub Kontraktor agar sesuai dengan apa yang
direncanakan dan melakukan evaluasi sub, terhadap waktu, mutu dan biaya.
penyimpangan dari hasil kerja para koordinator pekerjaan dan menghitung biaya yang
secara periodik.
i. Memantau dan mengarahkan penggunaan bahan, tenaga dan peralatan agar optimal.
j. Mencatat seluruh hasil kemajuan pekerjaan yang telah dikerjakan baik secara
intern/extern.
j. Bersama Manager Keuangan merencanakan cash flow, dan mengetahui sales dan
dalam proyek.
c. Meneliti teknologi baru dan metode alternatif efisiensi pada pembangunan proyek.
proyek.
g. Meningkatkan sistem operasional, proses dan kebijakan dalam mendukung visi dan
h. Melakukan pertemuan rutin dengan manager dan site lainya secara berkala.
proyek.
c. Menyiapkan dan mengatur jadwal rapat-rapat rutin baik intern maupun extern.
administrasi keuangan.
d. Bertanggung jawab memonitor setiap proses yang terlibat dalam produksi produk.
g. Bertanggung jawab untuk dokumentasi inspeksi dan tes yang dilakukan pada produk
QHSE.
dilapangan.
proyek.
g. Bekerja sama dengan training dept atau PJK3 untuk pelatihan awareness yang
dibutuhkan.
team leader.
21
safety and health pada Manager QHSE dalam rangka menjamin pelaksanaan seluruh
Regulations.
sekitar tempat kerjanya, serta berpartisipasi dalam proses tanggap darurat bila terjadi
perusahaan, untuk meminimalisir resiko kerugian baik benda maupun jiwa yang
c. Membuat dan memelihara dokumen yang terkait dengan HSE (Health Safety
Environtment).
dari dampak yang ada dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja untuk
c. Mengumpulkan dan merekap laporan yang diserahkan oleh safety officer seperti
administrasi hse; laporan harian/ daily report, laporan mingguan/ weekly report, dan
23
laporan bulanan/ monthly report. Laporan tersebut seperti rekapan inspeksi, laporan
dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan, apakah penerapan tersebut sudah berjalan
g. Membuat segala agenda proyek atau perusahaan yang terkait dengan penerapan
h. HSE Staff diwajibkan mencatat kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) yang masuk
dan yang sudah rusak. Bahkan mencatat segala keperluan apd yang diperlukan untuk
kedepannya.
i. Membuat catatan peralatan yang berkaitan dengan health, safety, environment yang
proyek kontruksi.
24
b. Mengkoordinir dan memonitor tugas dan tanggung jawab Team Leader Vendor
15. Paramedik
kesehatan kerja.
g. Menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor pekerjaan dan
16. Safetyman
a. Melakukan inspeksi di tempat kerja dan Memastikan tempat kerja dalam kondisi
aman.
c. Ikut aktif dalam safety toolbox meeting dan memberikan masukan terhadap isu-isu
9. Dukungan dan dedikasi luar biasa dalam penyediaan dan prasarana olahraga serta
2018.
Kantor pusat PT Brantas Abibpraya terletak di Jakarta dengan alamat Jl. DI.
Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13340. Lokasi Proyek
PT. Brantas Abibpraya divisi Gedung telah menggarap proyek Edutorium UMS
Surakarta dimulai sekitar awal April 2019 hingga pertengahan februari 2020. Pemilik
Proyek Edutorium ini adalah Universitas Muhammadiyah Surakarta yang dibuat untuk
untuk wisuda. Gedung ini dibangun dengan modern, yang dilengkapi lift dan eskalator.
Proyek Edutorium dibangun setinggi 4 lantai, terdiri dari Ground Floor, Lantai 1, lantai
2, dan Lantai 3. Selain itu, di dalam Edutorium tersebut akan ada ruang olahraga.
Bahkan yang paling membanggakan dan telah direstui oleh Pimpinan Pusat
Sehingga setelah Muktamar nanti, gedung itu masih bisa dikunjungi oleh masyarakat
bangunan Edutorium UMS 37.000 m2 dengan rincian lantai GF 14.000 m2, lantai 1
yaitu 10.000 m2, lantai 2 yaitu 6.000 m2, lantai 3 yaitu 7.000 m2, lantai atap yaitu 7.000
m2. Proyek Edutorium UMS ini memiliki nilai kontrak Rp. 284.000.000.000,00
(Include PPN) lalu memiliki waktu pelaksanaan 330 (Tiga Ratus Tiga Puluh) Hari
Kalender.
sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi
dan lingkungan kerja di PT Brantas Abibpraya yang terintegrasi dalam mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang
aman, efesien, dan produktif. Kewajiban penerapan K3 tersebut telah diatur dalam
tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 pasal 5 ayat (1) bahwa “Setiap perusahaan
memiliki komitmen yang cukup serius dalam menjalankan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) hal tersebut diwujudkan dengan diterapkannya standar Sistem Manajemen
Alat pelindung diri (APD) meruapakan alat yang sangat penting untuk
menunjang keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja terutama untuk yang bekerja
dibagian lapangan. Secara teknis alat pelindung diri tidak dapat melindungi secara
sempurna dari paparan potensial bahaya. Namun alat pelindung diri dapat mengurangi
tingkat keparahan dari suatu kemungkinan terjadi kecelakaan atau penyakit akibat
30
kerja. Alat pelindung diri yang diwajibkan di PT Brantas Abibpraya (Persero) proyek
1. Pelindung Kepala
2. Pelindung Mata
Alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari benda melayang,
percikan api, material kecil, serta bahan kimia dan cahaya yang menyilaukan. Alat
pelindung mata yang diberikan yaitu berupa safety goggles yang dipakai pada saat
3. Pelindung Kaki
Pelindung kaki yang diberikan kepada pekerja adalah sepatu boot yang terbuat
dari karet dan safety shoes. Hal tersebut dikarenakan kondisi tempat kerja yang licin
yang memiliki risiko terpeleset dan bisa tergores benda tajam di area proyek. Sepatu
ini hanya dipakai di area kerja, setelah pekerjaannya selesai maka sepatu akan disimpan
4. Sarung Tangan
Sarung tangan yang diberikan yaitu berupa sarung tangan kain yang digunakan
pada saat melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan besi dan beton, sarung
tangan kulit yang digunakan pada saat melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan
pengelasan dan pemindahan pipa, dan sarung tangan karet pada pekerjaan listrik.
5. Masker
31
cara menyaring vemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel debu, aerosol, uap,
asap, ataupun gas. Sehingga udara yang dihirup masuk ke dalam tubuh adalah udara
yang bersih dan sehat. Biasanya digunakan untuk pengerjaan pengelasan, dan pekerja
housekeeping.
6. Pelindung Wajah
Pelindung wajah atau face shield ini merupakan alat pelindung yang berfungsi
untuk melindungi wajah dari paparan bahan kimia berbahaya, partikel yang melayang
di udara atau air, percikan benda kecil, panas ataupun uap panas, benturan atau pukulan
benda keras atau tajam, serta pancaran cahaya. Terdiri dari tameng muka
7. Penutup Telinga
Penutup telinga ini bisa terdiri dari sumbat telinga (ear plug) atau penutup
telinga (ear muff), yang berfungsi untuk melindungi telinga dari kebisingan ataupun
tekanan.
Sabuk keselamatan atau safety belt ini berfungsi untuk membatasi gerak
pekerja agar tidak terjatuh atau terlepas dari posisi yang diinginkan. Beberapa
pekerjaan mengharuskan pekerja untuk berada pada posisi yang cukup berbahaya
seperti pada posisi miring, tergantung atau memasuki rongga sempit. Sabuk
keselamatan ini terdiri dari harness, lanyard, safety rope, dan sabuk lainnya yang
32
IDENTIFIKASI MASALAH
mengetahui masalah apa saja yang terjadi dalam suatu bidang atau instansi. Dengan
adanya proses identifikasi masalah maka dapat diikuti dengan identifikasi penyebab
masalah dan selanjutnya dapat dirumuskan suatu penyelesaian masalah yang tepat.
belum mendapatkan perhatian khusus pada proyek ini adalah terkait kesadaran pekerja
dengan belum melakukan prosedur pekerjaan pengelasan yang aman dan tepat pada
saat bekerja dikarenakan kurangnya pengetahuan dari pekerja pengelasan. Terkait hot
work permit sudah dibuat oleh perusahaan hanya saja kesadaran dari pekerja lebih
penting jika bisa mengetahui standar operasional prosedur yang aman pada saat bekerja
Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada pasal
12. Pengusaha dalam melaksanakan kegiatan harus membuat petunjuk K3 yang harus
33
34
adalah :
3.1.1 Observasi
mengamati potensi bahaya yang muncul apabila pekerja tidak melaksanakan sistem
tersebut.
3.1.2 Wawancara
UMS Surakarta.
divisi Gedung proyek Edutorium UMS Surakarta temukan beberapa masalah sebagai
berikut:
tempat.
Hanlon (Kuantitatif). Cara memprioritaskan masalah dengan metode ini adalah dengan
Kriteria Keterangan
tersebut.
36
Skor 0-10
masalah.
dengan baik)
prioritas berbagaikebijaksanaan/
terkait.
sarana/peralatan, waktu).
juknis/ protap
Setelah masing-masing kiteria diberikan skor akan didapatkan nilai NPD dan
NPT. NPD adalah Nilai Prioritas Dasar yang dapat dihitung dengan rumus (A+B) x
38
C. NPT: Nilai Prioritas Total yang dapat dihitung dengan rumus (A+B) x C x PEARL
Proritas masalah yang dipilih adalah yang mempunyai nilai NPT yang teringgi.
Dapat dilihat dari hasil perhitungan dengan metode hanlon kuantitatif dengan
masalah berikut:
1. Kurangnya kesadaran pekerja terhadap standard operasional dan izin kerja pekerjaan
pengelasan.
Masalah A B C P E A R L NP NP NPT
D T Priorit
as
Dari hasil penentuan prioritas masalah diatas telah ditentukan untuk prioritas
namun kurangnya pengetahuan dan belum adanya SOP dan Hot Work Permit yang
dibuat oleh perusahaan kontruksi sehingga para pekerja pengelasan masih belum
pengetahuan.
penambahan SOP dan Hot Work Permit merupakan salah satu proses
pengendalian risiko jika terjadi kecelakaan kerja pada saat pengelasan dan
mempermudah pada saat audit internal maupun eksternal. Penyusunan SOP dan Hot
Work Permit harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dan mudah di mengerti
oleh kalangan pekerja di area kontruksi. SOP Pengelasan ini nanti berisi terkait standart
operasional prosedur yang didasari oleh beberapa dasar hukum yang kuat yang
nantinya bisa dijadikan acuan kerja pekerjaan pengelasan lalu untuk Hot Work Permit
ini merupakan izin kerja pada saat melakukan pekerjaan pengelasan dalam form permit
tempat kerja serta akibat di timbulkannya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi
pengelasan aman bagi pekerja sehingga pekerja akan lebih hati-hati dalam melakukan
Divisi Gedung Proyek Edutorium UMS Surakarta ada yang belum mengerti terkait
pentingnya SOP dan Hot Work Permit untuk menjaga keselamatan pekerja pada saat
melakukan pekerjaan.
Masalah-masalah yang ada diatas muncul yang utama karena masalah pada
(Persero) Divisi Gedung Proyek Edutorium UMS Surakarta lalu diutamakan terutama
pada kegiatan yang potensi bahayanya tinggi, sistem ini sangatlah bermanfaat untuk
menjaga agar keselamatan pekerja aman. Karena Keselamatan adalah hal yang sangat
Surakarta.
masalah:
BAB IV
PENYELESAIAN MASALAH
haruslah sesuai dan efektif untuk menyelesaikan penyebab masalah yang ada yaitu
tingkat pengetahuan.
Penginderaan dapat terjadi melalui panca indera manusia yang terdiri dari penglihatan,
manusia diperoleh melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan atau yang sering
dikenal dengan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang, sebab perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik
Hal ini juga selaras dengan teori yang disampaikan oleh Lawrence Green
bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama: predisposing, enabling, dan
41
42
kesehatan
terjadinya perubahan perilaku. Reinforcing adalah sikap dan perilaku dari petugas
Pakpahan, 2016)
Oleh karena itu, dapat ditentukan alternatif pemecahan masalah yang sesuai
yaitu:
pekerja.
dipilih dari salah satu alternatif pemecahan menggunakan Metode Hanlon Kuantitatif
pengelasan.
42
43
Pemecahan
No Masalah A B C D Jumlah
1. X 8 8 8 8 32
2. Y 8 7 7 7 29
Keterangan:
Hanlon Kuantitatif
masalah dengan nilai 32 yaitu Melakukan penambahan SOP dan Hot Work Permit
pada pekerjaan pengelasan karena lebih dibutuhkan, lebih efisien, lebih mudah, dan
43
44
4.3 Intervensi
maupun penyakit akibat kerja. Pada proyek pembangunan Edutorium ini banyak
bahaya tinggi yaitu pengelasan pada arection baja di ketinggian. Maka dari itu selain
penambahan SOP dan Hot Work Permit harus sangat diperhatikan dari segi
admnistrasi kontrol. Penambahan SOP dan Hot Work Permit tentang pengelasan harus
sudah sesuai standart dan mudah dimengerti bagi para pekerja saat bekerja pada
pengelasan.
Oleh sebab itu penambahan SOP dan Hot Work Permit ini sangatlah penting
Sasaran dari program ini adalah unit QHSE (Quality, Health, Safety &
44
45
keselamatan kerja di Indonesia adalah Undang- Undang No.1 tahun 1970, Undang-
Undang No.14 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2012 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Peraturan Mentri tenaga kerja dan
kerja.
secara terperinci bagaimana suatu proses harus dilaksanakan. Lalu Hot Work Permit
atau izin kerja panas yaitu izin yang diberikan pada setiap aktivitas atau pekerjaan yang
bersifat sementara atau permanen yang melibatkan api terbuka (open-flame) atau
energi cukup untuk mampu menyulut atau memulai kebakaran atau ledakan.
Adanya SOP dan Hot Work Permit yang mempunyai fungsi untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang berisi SOP terkait pekerjaan pengelasan yang berisi
panduan topik pengelasan yang aman dan menekan bahaya lalu untuk Hot Work
Permit yang mengatur tentang izin kerja pekerja pada saat melakukan pengelasan
untuk itu penambahan ini harus dikaji dengan Manager QHSE apakah sesuai jika
diterapkan di tempat kerja dan harus dilakukan monitoring dan evaluasi sehingga SOP
Permit.
2. Melakukan diskusi dan konsultasi dengan pembimbing lapangan dan Juru Las
45
46
Work Permit pada pengelasan sehingga pekerja dan pengawas mengetahui standart
operasional prosedur yang benar dan aman, lalu dengan adanya Hot Work Permit bisa
mengusulkan jika ditemukan temuan-temuan baru yang bersifat negatif pada pekerjaan
mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja. (Tarwaka,
2008)
dilakukan terhadap lingkungan kerja, alat atau mesin, bahan, dan tenaga kerja untuk
menemukan bahaya-bahaya yang mungkin timbul ditempat kerja dan segera dilakukan
akan mengakibatkan kerugian dan kerusakan terhadap perusahaan dan tenaga kerja.
46
47
yaitu dengan mengamati pekerjaan pengelasan dibagian pengelasan arection baja dan
Penambahan SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan didasarkan pada
dasar hukum yang kuat dan proses kerja yang benar dan aman lalu disusun untuk
menjadi teks draft yang harus dikaji dengan Manager QHSE, Koordinator HSE, dan
Supervisor Quality Control penambahan SOP dan Hot Work Permit ini harus sesuai
penambahan SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan dilakukan pada
minggu kedua dan ketiga Praktik Kerja Lapangan dan didampingi oleh Manager
QHSE guna memastikan SOP dan Hot Work Permit ini yang dibuat sesuai dengan
Penggunaan dari adanya SOP dan Hot Work Permit sesuai dengan standart
keselamatan sangat membantu pekerja untuk bekerja dengan nyaman pada saat di
tempat pengelasan. Pemberitahuan tentang SOP dan Hot Work Permit pekerjaan
Penambahan SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan sebagai wujud
pengendalian risiko dari unit QHSE guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Pelaksanaan pemberitahuan informasi SOP dan Hot Work Permit ini dilakukan pada
47
48
minggu keempat Praktik Kerja Lapangan oleh Penulis dan unit QHSE dengan
didampingi oleh Koordinator HSE pada Kamis, 4 Oktober 2019 pekerja pengelasan
Pada saat pemberitahuan adanya SOP dan Hot Work Permit pada pekerjaan
pengelasan ditemukan temuan-temuan baik yang tidak sesuai maupun yang sesuai
dilampirkan dalam form Hot Work Permit kemudian diberi uraian tindakan yang
Implementasi dari SOP dan Hot Work Permit seperti pengecekan tekanan
karung goni basah jika terjadi kebakaran, Membersihkan sisa-sisa limbah pengelasan,
penambahan penerangan pada saat pekerjaan pengelasan pada malam hari sudah
dilakukan di Proyek Edutorium UMS Surakarta sehingga risiko dari bahaya kerja
ditekan agar terhindar dari kecelakaan kerja supaya Zero Accident menjadi berhasil.
sehari-hari, karena disadari atau tidak, sebenarnya evaluasi sudah sering dilakukan,
terhadap rencana dan standar. Metode evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi lima
48
49
yaitu:
1. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan
2. Actual versus planned performance comparisons, metode ini mengkaji suatu obyek
3. Experintal (controlled) model, metode yang mengkaji suatu obyek penelitian dengan
5. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian yang hanya
dari intervensi yang sudah dilakukan yaitu Safety Officer, Safetyman, Paramedic, dan
Subkon HSE dapat lebih memahami dan mengerti apa saja kekurangan dari pekerjaan
yang mereka lakukan. Hal ini dibuktikan dengan survei yang dilakukan beberapa hari
setelah pelaksanaan informasi SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan yaitu
adanya perbaikan dari salah satu temuan negatif yang ada. Walaupun masih ada
49
50
bahaya yang belum pernah terjadi di proses tempat dia bekerja akibat ketidaksesuaian
1. Penyusunan SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan yang memerlukan
2. Pada saat melakukan pelaksanaan pengendalian risiko menggunakan SOP dan Hot
Work Pemit kepada pekerja pengelasan sulit untuk tersampaikan ke pekerja karena
50
BAB V
5.1 Simpulan
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan set instruksi yang dibuat untuk
membantu karyawan melakukan suatu tindakan atau proses kerja. Tujuan penambahan
SOP ini untuk efisiensi, keseragaman kualitas otput dan kinerja, sekaligus menghindari
perusahaan agar ada standar dalam proses kerja demi terjaminnya keselamatan dan
atau menghasilkan panas atau nyala api, seperti pengelasan, pemotongan pipa,
menggerinda dan lain-lain. Sebelum memulai Hot Work, survey mengenai operasi
kebakaran atau ledakan. Berdasarkan hasil survey bahaya atau perkiraan resiko, atau
yang tertera pada Fire Safety Plan “Ijin Kerja” harus didapatkan. Sistem untuk hot work
harus diambil. Sistem “Ijin Kerja” atau “Hot Work Permit” merupakan satu hal dimana
pekerjaan tidak boleh dimulai sampai ada orang yang diberi ijin tertulis untuk
mengerjakan pekerjaan tersebut, sehingga ini adalah termasuk pengendalian risiko agar
51
52
kecelakaan kerja misalnya ledakan atau kebakaran. Oleh karena itu untuk
dan Hot Work Permit yang telah dikaji dengan unit QHSE (Quality Helath Safety &
penambahan SOP dan Hot Work Permit sangat diperlukan pasalnya pekerjaan
pengelasan lebih terkontrol dan dibutuhkan oleh kontruksi sehingga keselamatan dan
kesehatan kerja dalam lingkungan kerja dan meminimalisir risiko bahaya, kecelakaan
Evaluasi yang bisa didapat dari intervensi yang sudah dilakukan yaitu dengan
ditemukan temuan-temuan baru bersifat negatif yang bisa menimbulkan risiko kerja
lalu dilakukan penanganan secepatnya oleh unit HSE sehingga bahaya yang bisa
menimbulkan risiko kerja bisa ditekan. Di Proyek Edutorium UMS Surakarta temuan
negatif yang ditemukan langsung dengan cepat dilakukan penanganan dengan unit
HSE. Contohnya pada saat APAR tidak berfungsi karena kebocoran gas saat itu juga
Namun, karena banyaknya pekerjaan pengelasan pada saat ini para pekerja lalai
dalam mengikuti Standart operasional prosedur yang ada. Sehingga, sangat di perlukan
pengawasan lebih intens dari unit HSE dan kesadaran dari pekerja las supaya
5.2 Saran
1. Perlu peninjauan ulang terhadap SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan
2. Inspeksi harian dilakukan rutin guna mengetahui ketidaksesuaian yang ada sehingga
3. Safety briefing kepada Safetyman, Supervisor Quality Control, dan pekerja terkait
2. Menambah waktu PKL Institusi bagi mahasiswa agar lebih banyak waktu yang
DAFTAR PUSTAKA
Rineka Cipta.
Kesehatan Kerja
Peraturan Mentri tenaga kerja dan transmigrasi tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat
Kerja
54
55
LAMPIRAN
Penempatan Safety Sign di daerah Pelaksanaan Inspeksi tabung gas las pada
pekerjaan pengelasan pekerjaan pengelasan
56
Kegiatan Senam Cegah Stress bersama Pelaksanaan Inspeksi APAR pada Proyek
Instruktur Profesional Edutorium UMS
59
Abstrak
Pendahuluan: Dalam industrialisasi SOP & Izin Kerja semakin tidak lengkapnya
dokumen semakin tinggi pula potensi bahaya yang akan terjadi, kenyataannya
dilapangan banyak yang belum mematuhi Standar Operasional Prosedur suatu
pekerjaan dalam kontruksi sehingga pekerjaan menjadi asal-asalan yang bisa
membahayakan pekerja, lalu juga tenaga kerja atau operator belum mengenal atau
memahami adanya Hot Work Permit. Dalam pengamatan yang dilakukan, terdapat
beberapa ketidaksesuaian pekerjaan pengelasan dengan SOP dan Hot Work Permit.
Laporan ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko pekerjaan pengelasan dan
melakukan pengendalian tersebut melalui penambahan SOP dan Hot Work Permit.
Metode: Metode yang dipakai pada laporan ini dalam menentukan prioritas yaitu
metode CARL dan Hanlon Kuantitatif. Intervensi dilakukan mulai dari tahap
identifikasi, tahap penyusunan SOP dan Hot Work Permit, hingga pelaksanaan inspeksi
Hasil: Dari hasil penelitian ini didapatkan prioritas masalah yaitu kurangnya kesadaran
pekerja terhadap standard operasional pekerjaan pengelasan dengan jumlah skor
sebanyak 270. Berdasarkan metode penentuan prioritas yang digunakan, penyebab dari
permasalahan tersebut adalah Belum maksimal pengimplementasian sehingga
alternatif pemecahan masalah yang dilakukan yaitu melakukan penambahan dan
implementasi SOP dan Hot Work Permit.
Pembahasan: Hasil dari intervensi yang sudah dilakukan yaitu Supervisor Quality
Control dan HSE Officer melakukan penanganan temuan-temuan negatif sehingga
Welder lebih mengerti pentingnya SOP dan Hot Work Permit dan waspada dalam melakukan
pekerjaan pengelasan.
Kata Kunci: : Penambahan, SOP, Hot Work Permit, Pekerja Pengelasan
85
Chrisna Yudha Bayu Dwi Pamungkas1*, Evi Widowati, S.K.M., M.Kes 2*, M.
Idris Sapardi, ST3*
1
Public Health Science Department
2
Semarang State University
3
Building Projects Edutorium UMS Surakarta
*email : chrisnabayu33@gmail.com
Abstract
Introduction: In the industrialization of SOPs & Work Permits, the more complete the
documents, the higher the potential danger that will occur, the more increase in the
field that has not been completed. the operator has not yet recognized or recognized the
presence of a Hot Work Permit. In the observations made, presented some
discrepancies with welding work with SOPs and Hot Work Permits. Work report to
repair welding and workmanship problems through SOP approval and Hot Work
Permit.
Methods: The method used in this report in determining priorities is the quantitative
CARL and Hanlon methods. Interventions were carried out starting from the
identification stage, the SOP preparation and Permit Hot Work stage, to the inspection.
Results: From the results of this study, the priority problem is lack of employee
awareness of the operational standard of welding work with a total score of 270. Based
on the priority determination method used, the cause of the problem is not maximal
implementation so that alternative solutions to the problem are adding and
implementing SOP and Permit Hot Work.
Discussion: The results of the interventions that have been carried out are the Quality
Control Supervisor and the HSE Officer handling negative findings so that Welder
better understands the importance of Permit SOPs and Hot Work and is vigilant in
doing welding work.
Keywords: SOP, Permit Hot Work, Welding Workers.
86
PENDAHULUAN
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Begitu juga dengan setiap orang
lain yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Oleh karena itu,
sesuai dengan peraturan yang berlaku setiap perusahaan yang di dalamnya terdapat
Keselamatan.
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. K3 pada dasarnya mencari dan
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan
dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak sehingga risiko
definisi bahaya yaitu Segala kondisi yang dapat merugikan baik cidera atau kerugian
lainnya, atau situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau sakit
pengendalian visual di tempat kerja), Alat Pelindung Diri (penyediaan alat pelindung
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan set instruksi yang dibuat untuk
membantu karyawan melakukan suatu tindakan atau proses kerja. Tujuan penambahan
SOP ini untuk efisiensi, keseragaman kualitas otput dan kinerja, sekaligus menghindari
perusahaan agar ada standar dalam proses kerja demi terjaminnya keselamatan dan
atau menghasilkan panas atau nyala api, seperti pengelasan, pemotongan pipa,
menggerinda dan lain-lain. Sebelum memulai Hot Work, survey mengenai operasi
kebakaran atau ledakan. Berdasarkan hasil survey bahaya atau perkiraan resiko, atau
yang tertera pada Fire Safety Plan “Ijin Kerja” harus didapatkan. Sistem untuk hot work
harus diambil. Sistem “Ijin Kerja” atau “Hot Work Permit” merupakan satu hal dimana
pekerjaan tidak boleh dimulai sampai ada orang yang diberi ijin tertulis untuk
88
mengerjakan pekerjaan tersebut, sehingga ini adalah termasuk pengendalian risiko agar
masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan termasuk ke dalam salah satu
jenis pekerjaan yang berisiko terhadap kecelakaan kerja. Tenaga kerja di bidang
konstruksi yang mencakup sekitar 7-8 persen atau sekitar 4,5 juta orang dari jumlah
tenaga kerja di seluruh sektor yang terdapat di Indonesia. Sekitar 1,5 persen dari tenaga
formal dan sebagian merupakan pekerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki
kontrak kerja secara formal terhadap perusahaan yang akan mempersulit penanganan
di dunia. Dalam industri konstruksi, risiko kecelakaan kerja fatal 5 kali lebih tinggi dan
risiko cedera utama 2.5 kali lebih tinggi dari pada sektor manufaktur, sementara itu
biaya yang harus dikeluarkan akibat kecelakaan kerja sektor ini diperkirakan
menghabiskan 10 miliar USD lebih per tahun. Di Indonesia sendiri sektor konstruksi
Dalam industrialisasi SOP & Izin Kerja semakin tidak lengkapnya dokumen
semakin tinggi pula potensi bahaya yang akan terjadi, kenyataannya dilapangan banyak
peralatan yang belum mematuhi Standar Operasional Prosedur suatu pekerjaan dalam
89
lalu juga tenaga kerja atau operator belum mengenal atau memahami adanya Hot Work
tidak terpantau yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja pada tenaga kerja yang
safetyman dan jauh dari sumber bahaya yang harus dilengkapi dengan tanda bahaya
kontruksi.
dengan memberikan penambahan SOP dan Hot Work Permit dalam pekerjaan
pengelasan yang menimbulkan risiko kecelakaan kerja Sebagai upaya tersebut harus di
METODE
Metode yang dipakai pada laporan ini dalam menentukan prioritas yaitu metode
CARL dan Hanlon Kuantitatif. Lokasi penelitian di Proyek Edutorium UMS Surakarta.
dilakukan terhadap lingkungan kerja, alat atau mesin, bahan, dan tenaga kerja untuk
menemukan bahaya-bahaya yang mungkin timbul ditempat kerja dan segera dilakukan
akan mengakibatkan kerugian dan kerusakan terhadap perusahaan dan tenaga kerja.
Identifikasi bahaya dilakukan pada minggu pertama Praktik Kerja Lapangan, yaitu
Penambahan SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan didasarkan pada
dasar hukum yang kuat dan proses kerja yang benar dan aman lalu disusun untuk
menjadi teks draft yang harus dikaji dengan Manager QHSE, Koordinator HSE, dan
Supervisor Quality Control penambahan SOP dan Hot Work Permit ini harus sesuai
penambahan SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan dilakukan pada
minggu kedua dan ketiga Praktik Kerja Lapangan dan didampingi oleh Manager
QHSE guna memastikan SOP dan Hot Work Permit ini yang dibuat sesuai dengan
Penggunaan dari adanya SOP dan Hot Work Permit sesuai dengan standart
keselamatan sangat membantu pekerja untuk bekerja dengan nyaman pada saat di
tempat pengelasan. Pemberitahuan tentang SOP dan Hot Work Permit pekerjaan
Penambahan SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan sebagai wujud
pengendalian risiko dari unit QHSE guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Pelaksanaan pemberitahuan informasi SOP dan Hot Work Permit ini dilakukan pada
minggu keempat Praktik Kerja Lapangan oleh Penulis dan unit QHSE dengan
91
didampingi oleh Koordinator HSE pada Kamis, 4 Oktober 2019 pekerja pengelasan
Pada saat pemberitahuan adanya SOP dan Hot Work Permit pada pekerjaan
pengelasan ditemukan temuan-temuan baik yang tidak sesuai maupun yang sesuai
dilampirkan dalam form Hot Work Permit kemudian diberi uraian tindakan yang
Implementasi dari SOP dan Hot Work Permit seperti pengecekan tekanan
karung goni basah jika terjadi kebakaran, Membersihkan sisa-sisa limbah pengelasan,
penambahan penerangan pada saat pekerjaan pengelasan pada malam hari sudah
dilakukan di Proyek Edutorium UMS Surakarta sehingga risiko dari bahaya kerja
ditekan agar terhindar dari kecelakaan kerja supaya Zero Accident menjadi berhasil.
HASIL
dari intervensi yang sudah dilakukan yaitu Safety Officer, Safetyman, Paramedic, dan
Subkon HSE dapat lebih memahami dan mengerti apa saja kekurangan dari pekerjaan
yang mereka lakukan. Hal ini dibuktikan dengan survei yang dilakukan beberapa hari
setelah pelaksanaan informasi SOP dan Hot Work Permit pekerjaan pengelasan yaitu
92
adanya perbaikan dari salah satu temuan negatif yang ada. Walaupun masih ada
bahaya yang belum pernah terjadi di proses tempat dia bekerja akibat ketidaksesuaian
KESIMPULAN
kecelakaan kerja misalnya ledakan atau kebakaran. Oleh karena itu untuk penyelesaian
masalahnya dengan melakukan pengendalian risiko menggunakan SOP dan Hot Work
Permit yang telah dikaji dengan unit QHSE (Quality Helath Safety & Environtment)
dibawah pengawasan langsung Manager QHSE Oleh karena itu, penambahan SOP dan
Hot Work Permit sangat diperlukan pasalnya pekerjaan pengelasan lebih terkontrol
dan dibutuhkan oleh kontruksi sehingga keselamatan dan kesehatan kerja dalam
lingkungan kerja dan meminimalisir risiko bahaya, kecelakaan dan penyakit akibat
Evaluasi yang bisa didapat dari intervensi yang sudah dilakukan yaitu dengan
ditemukan temuan-temuan baru bersifat negatif yang bisa menimbulkan risiko kerja
lalu dilakukan penanganan secepatnya oleh unit HSE sehingga bahaya yang bisa
menimbulkan risiko kerja bisa ditekan. Di Proyek Edutorium UMS Surakarta temuan
negatif yang ditemukan langsung dengan cepat dilakukan penanganan dengan unit
HSE. Contohnya pada saat APAR tidak berfungsi karena kebocoran gas saat itu juga
93
DAFTAR PUSTAKA
Rineka Cipta.
Kesehatan Kerja
Peraturan Mentri tenaga kerja dan transmigrasi tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat
Kerja