Anda di halaman 1dari 3

Said bin al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb al-Makhzumi al-Quraisy 

adalah salah
seorang ulama ahli hadits dan ahli fiqih dari Madinah. Ia termasuk golongan tabi’in, dan merupakan
salah seorang dari Tujuh Fuqaha Madinah. Di antara ketujuh tokoh Madinah tersebut, Said sering
dianggap sebagai yang paling berpengaruh.

Dia sezaman dengan para sahabat senior Rasulullah yang di antaranya; Umar bin Al-Khathab,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah. Dia sangat
kuat dalam menghafal, selain juga cerdas, wira’i dan berani untuk memperjuangkan kebenaran yang
diyakininya.Dia

Said dikenal sangat tekun beribadah, telah melakukan haji lebih dari tiga puluh kali, dan selama
empat puluh tahun tidak pernah meninggalkan salat berjamaah di baris (shaf) pertama di masjid.
Imam Ahmad merawikan dari ‘Imran al-Jauni bahwa
“Sa’id bin al-Musayyib tidak pernah ketinggalan salat (berjamaah) dalam semua salatnya selama 40
tahun, dan tidak pula melihat tengkuk para jamaah (karena berada di shaf pertama), dan para
jamaah juga tidak pernah mendapatinya keluar dari masjid (karena ia pulang paling terakhir).”
Abu Sahal Utsman bin Hakim berkata,
“Aku mendengar Sa’id bin al-Musayyib berkata, ‘Sejak 30 tahun yang lalu, setiap kali mu’adzin
mengumandangkan adzan, aku pasti sudah berada di masjid.'”

Said adalah orang yang paling hapal atas berbagai hukum dan keputusan yang dikeluarkan
oleh Khalifah Umar bin Khattab, sehingga mendapat julukan Rawiyatul Umar (periwayat Umar).
Hadits mursal yang berasal dari Said bin al-Musayyib dianggap hasan oleh Imam Syafi’i.
Walau demikian, Imam Ahmad juga selainnya berkata,
“Mursalat (kumpulan hadits mursal) yang diriwayatkannya adalah shahih kesemuanya.”
Dia juga seorang perawi yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah sehingga Abu
Hurairah pun menikahkan Said dengan puterinya.

Dari Amr bin Dinar, dia berkata, “Ketika Zaid bin Tsabit meninggal dunia, Ibnu Abbas berkata,
“Beginilah hilangnya ilmu pengetahuan.”

Mendengar itu, Said berkata, “Begitu juga dengan meninggalnya Ibnu Abbas.”

Mendengar itu, Ibnu Abbas mengatakan, “Begitu juga dengan meninggalnya Said bin Al-Musayyib.”

Pernah suatu kali Sa’id tidak mau keluar dari masjid jika hanya untuk memenuhi panggilan Khalifah
Abdul Malik bin Marwan yang ingin berbincang dengannya, begitu juga kepada puteranya, Khalifah
Al-Walid bin Abdul Malik. Bahkan, Said menolak lamaran Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk
puteranya Al Walid, sehingga Said pun menerima hukuman dan siksaan. Dia menikahkan putrinya
dengan salah satu muridnya yang bernama Ibnu Wada’ah dengan maskawin uang dua atau tiga
dirham.

Selain itu dia juga menolak untuk membaiat (menyatakan ketaatan dan kesetiaannya) kepada kedua
putera Abdul Malik yaitu Al-Walid dan Sulaiman bin Abdul Malik menjadi putera mahkota untuk
menggantikannya kelak. Semoga Allah ta’ala memberikan rahmat yang luas kepadanya dan
memberikan tempat di surga-Nya yang paling tinggi.

Kenapa?
Pemerintahan Dinasti Umayyah yang dipimpin oleh Khalifah Abdul Malik pada tahun 23H-86H, yaitu
memajukan dan mengembangkan pemerintahan Arab dengan menyebarkan syariat-syariat Islam. Tetapi
pada masa itu juga Abdul Malik bin Marwan mengalami kesulitan karena ada yang menentangnya dalam
menguasai negara Arab, yang bernama Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, mereka memperebutkan kekuasaan
negara dan bangsa, tetapi yang berhasil dalam perebutan ini ialah Abdul Malik bin Marwan

Dalam upayanya menaklukkan kekuatan Abdullah bin Zubair di Hijaz, strategi yang ia lancarkan
dapat dikatakan cukup cemerlang. Ia memulai penaklukan tersebut dari wilayah Persia (Irak, Iran,
Khurasan dan Bukhara) yang merupakan pusat perekonomian Bani Zubair. Setelah berhasil
menaklukkan wilayah-wilayah tersebut, maka dilakukanlah penaklukan di Hijaz oleh pasukan yang
dipimpin Hajjaj bin Yusuf. Arabisasi : Bahasa dan mata uang.

Para ahli sejarah juga menjuluki Abdul Malik bin Marwan sebagai Ayah dari para Khalifah karena
keempat putranya, yaitu Al-Walid bin Abdul Malik I, Sulaiman bin Abdul Malik, Yazid bin Abdul Malik
II dan Hisyam bin Abdil Malik merupakan para khalifah penerus yang memiliki banyak peran dalam
membawa Dinasti Umayyah mencapai masa keemasaannya.

Said bin Musayyab Menikahkan Putrinya dengan Abu Wadaah

Diapun berkata, "Abu Wadaah bercerita kepada saya, Sebagaimana Anda ketahui, aku
adalah seorang yang tekun hadir di Masjid Nawabi untuk menuntut ilmu. Aku paling
sering menghadiri halaqah Said bin Musayyab dan suka mendesak orang-orang dengan
siku bila mereka saling berdesakan dalam majelis itu. Namun pernah berhari-hari saya
tidak menghadiri majelis tersebut. Beliau menduga saya sedang sakit atau ada yang
menghalangiku untuk hadir. Beliau bertanya kepada beberapa orang di sekitarnya
namun tidak pula mendapat berita tentang diriku.

Beberapa hari kemudian aku menghadiri majelis beliau kembali. Beliau segera memberi
salam lalu bertanya,

Said: "Kemana saja engkau, wahai Abu Wadaah?"

Aku: "Istriku meninggal sehingga aku sibuk mengurusnya."

Said: "Kalau saja engkau memberi tahu aku wahai Abu Wadaah, tentulah aku akan
takziyah, menghadiri jenazahnya dan membantu segala kesulitanmu.

Aku: "Jazakallahu khairan, semoga Allah membalas kebaikan Anda."


Aku bermaksud pulang, namun beliau memintaku untuk menunggu sampai semua orang
di majelis itu pulang, lalu beliau berkata,

Said: "Apakah engkau saudah berfikir untuk menikah lagi wahai Abu Wadaah?"

Aku: "Semoga Allah merahmati Anda, siapa gerangan yang mau menikahkan putrinya
dengan aku, sedang aku hanyalah seorang pemuda yang lahir dalam keadaan yatim dan
hidup dalam keadaan fakir. Harta yang kumiliki tak lebih dari dua atau tiga dirham saja.

Said: "Aku akan menikahkan engkau dengan putriku."

Aku: (terkejut dan terheran-heran) "Anda wahai Syaikh? Anda akan menikahkan putri
Anda denganku padahal Anda telah mengetahui keadaanku seperti ini?"

Said: "Ya, benar. Bila seseorang datang kepada kami dan kami suka kepada agama serta
akhlaknya, maka akan kami nikahkan. Sedangkan engkau di mata kami termasuk orang
yang kami sukai agama dan akhlaknya.

Lalu beliau menoleh kepada orang yang berdekatan dengan kami berdua, dan beliau
memanggilnya. Begitu mereka datang dan berkumpul di sekeliling kami, beliau
bertahmid dan bershalawat, lalu menikahkan aku dengan putrinya, maharnya uang dua
dirham saja.

Aku berdiri dan tak mampu berkata-kata lantaran heran bercampur gembira, lalu akupun
bergegas untuk pulang. Saat itu aku sedang shaum hingga aku lupa akan shaumku.
Kukatakan pada diriku sendiri: "Celaka wahai Abu Wadaah, apa yang telah kau perbuat
atas dirimu? Kepada siapa engkau akan meminjam uang untuk keperluanmu? Kepada
siapa engkau akan meminta uang itu?"

Kalau urusan dunia berantakan, cerminan urusan akhirat yang berantakan terutama “ibadah fardhu”

- mencintai dan mendahulukan Allah dan Rasul – Nya

Berita terkini

- Kisruh partai democrat


- Kepala Negara Myanmar dikudeta Militer
- Penjualan Pulau Lantigiang
- Pasar muamalah dinar dirham di depok
- Insentif nakes yang dipotong
-

Anda mungkin juga menyukai